Monday, April 28, 2014

Iman Sejati Versus Iman Palsu

Ev. Jimmy Lukas *)

Yoh 3:1-13
1   Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi.
2  Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."
3  Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah."
4  Kata Nikodemus kepada-Nya: "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?"
5  Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
6  Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.
7  Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.
8  Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh."
9  Nikodemus menjawab, katanya: "Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?"
10  Jawab Yesus: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?
11  Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.
12  Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?
13  Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.

Roma 10:17  Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Yak 2:14-17
14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
15  Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,
16  dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!," tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?
17  Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.

Pendahuluan
Iman adalah topik yang menarik, mengandung kontroversi dan sering diperdebatkan dalam kehidupan kekristenan. Tidak ada yang berdebat tentang “orang Kristen seharusnya adalah orang yang beriman”. Namun bagaimana orang Kristen harus beriman dan bagaimana menerapkan iman dalam kehidupan sehari-hari banyak diperdebatkan. Adik seorang teman yang berada dalam kondisi pailit mengalami musibah karena anaknya sakit. Ia kemudian membawa anaknya ke rumah sakit terbaik di kotanya. Anaknya dirawat di sana sampai sembuh dengan biaya biaya Rp 10-15 juta. Karena ia tidak bisa membayar tagihan rumah sakit, anaknya disandera rumah sakit sampai tagihan dilunasi. Ia pun menelepon saudara-saudaranya meminta bantuan. Sewaktu ditanya, saat memasukkan anaknya ke rumah sakit tersebut apakah ia tidak memikirkan biayanya? Ia hanya menjawab bahwa ia melakukannya dengan iman. Apakah benar melakukan sesuatu secara sembarangan dikatakan beriman? Melakukan sesuatu tanpa perhitungan matang dikatakan beriman? Jadi apa beda antara iman dan nekat? Orang yang beriman pecaya bahwa Tuhan akan menolongnya sedangkan, orang yang nekat tidak memakai perhitungan (lakukan dulu)? Mama saya berkata bahwa saya merupakan anaknya yang paling ‘ngotot’ dan kalau mengatakan  sesuatu harus dilakukan. Ia pernah bertanya , “Kamu seorang hamba Tuhan mengapa tidak beriman?” Saya menjawab,” Ma, saya kan rohaniwan masa tidak tahu beriman?” Ketika melakukan sesuatu, orang yang kelihatannya berserah dan bersandar kepada Tuhan tanpa melakukan apa-apa dikatakan beriman sedangkan orang yang ngotot kerja dibilang tidak beriman.

Iman Sejati dan Iman Palsu.

Terdapat beberapa karakterisitik dari iman sejati, 3 di antaranya adalah :

1.     Iman sejati melahirkan kembali. Yoh 3:14-21 merupakan bagian Alkitab tentang apa yang Tuhan Yesus lakukan untuk menyelamatkan manusia. Banyak orang (termasuk kita) mengaku percaya kepada Yesus. Saya baru pulang dari melayani KKR para siswa di Pontianak selama 4 hari 3 malam di Pontianak. Pada acara tersebut saya sampaikan bahwa semua manusia telah berdosa, upah dosa adalah maut, tidak ada manusia yang bisa menyelamatkan diri sendiri sehingga pasti manusia masuk ke neraka dan satu-satunya solusi untuk mengatasinya adalah dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan dilahirbarukan kembali. Para siswa yang datang bukan saja dari Pontianak tapi juga berasal dari seputar Kalimantan Barat dan  mereka kebanyakan berasal dari “aliran keras” di mana orang tuanya sulit untuk mengijinkan anak datang kepada Tuhan Yesus dan mereka enggan menjadi Kristen. Namun mendengar berita Injil yang disampaikan saat KKR, mereka maju ke depan altar dan langsung percaya. Namun berdasarkan pengalaman perlu ditindaklanjuti apakah mereka benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus. Karena ada yang berkata, “Saya mau percaya agar bisa masuk sorga bukan karena Yesus.” Sama seperti ada orang takut hukuman dosa tapi bukan dosanya. Itu ketakutan atas hukuman, begitu mendapat keselamatan dari Yesus dan merasa sudah bebas, jadi tidak takut lagi lalu besok kembali melakukan dosa. Tapi kalau mengerti tentang dosa dan jahatnya dosa, dosa adalah dosa dan kita harus menyesali serta tidak lagi melakukannya, walau hal ini sulit. Banyak yang percaya, iman yang sejati adalah iman yang melahirkan kembali. Orang yang mengaku percaya kepada Yesus sungguh-sungguh, pasti dilahirkan kembali. Berdasarkan Yohanes 3 dikatakan bahwa orang masuk ke sorga karena percaya Yesus, itu doktrin keliru. Yang benar, orang masuk sorga karena dilahirkan kembali. Masalahnya bagaimana bisa lahir kembali? Dengan percaya kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, baru dilahirkan kembali dan masuk ke dalam kerajaan surga. Iman sejati melahirkan kembali. Tidak semua orang Kristen adalah saudara seiman, kalau ia sudah lahir baru, baru saudara seiman. Kalau tidak lahir baru, ia hanya mengaku-ngaku saja. Untuk mengetahui orang yang lahir baru ibarat angin yang tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan. Ada sepasang suami istri datang mau cerai, namun sebelum bercerai, mereka diminta untuk mengikuti konseling dengan saya. Sang suami orangnya keras dan bersikeras mau cerai. Istrinya tidak mau cerai. Mereka berbeda usia hampir 15 tahun. Sang suami jelek, miskin, tidak berpendidikan. Kebalikannya dengan istri yang cantik, dari keluarga kaya dan berpendidikan tinggi. Anehnya yang mau bercerai adalah suaminya karena merasa tidak bahagia. Padahal bahagia baru terjadi, kalau keduanya mau memperjuangkan rumah tangga mereka walau pasti ada gesekan. Tapi dengan komitemen pasti membaik. Sang suami tetap ingin bercerai, karena dia merasa tidak bahagia. Yang penting dirinya bahagia walau itu berarti membuat keluarganya tidak bahagia. Setelah beberapa bulan, istrinya menyerah dan berkata, “Kalau suami mau cerai tidak apa-apa. Tetapi harta dan pabrik milik saya karena atas nama saya” sehingga sang suami tidak dapat apa-apa! Menyadari hal tersebut, sang suami tidak jadi minta cerai. Beberapa bulan kemudian, sang istri menjadi percaya kepada Yesus dan mengubah keputusannya. Ia tidak mau bercerai dan mau memperjuangkan pernikahannya. Setelah percaya, ia berubah. Usahanya dijalankan dengan benar, ia lebih berbelas kasihan, dia mempertahankan suaminya sebab Alkitab tidak memperkenankan perceraian. Begitu ketemu Yesus, perspektif dan hidupnya berubah. Mereka  menjadi pasangan yang serasi. Suaminya juga berubah dan menjadi percaya. Di status BB suaminya tertulis ,”I love Jesus”. Namun setelah suaminya berhasil menguasai harta sang istri , ia kemudian kembali mau cerai. Keduanya percaya Yesus, namun berbeda imannya (yang satu palsu yang lain sejati). Iman sejati menghasilkan kelahiran baru. Kalau tidak lahir kembali, berarati tidak punya iman sejati dan  tidak bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Masuk surga tidak gampang, beriman tidak gampang. Iman sejati melahirkan kembali. Setelah 10-20 tahun ke gereja dan kelihatannya  dari luar begitu saleh / baik, pertanyaannya apakah aku sudah dilahirkan kembali? Kalau belum inilah saat dilahirkan kembali, serahkan hidup dan bersandar kepada Yesus.

2.     Iman sejati lahir dari relasi. Banyak orang berpikir iman lahir dari pengetahuan namun setuju dengan fakta Alkitab tidak berarti beriman. Banyak orang bingung, mengapa setuju dengan kata Alkitab belum tentu beriman. Contoh : Pangeran Diponegoro (1785-1855) pernah hidup di Indonesia. Namun apakah ada yang beriman kepada Pangeran Diponegoro? Semua orang Kristen percaya Allah yang kita sembah adalah Jehova Rapha (Allah yang menyembuhkan). Kalau kita sakit, apakah Allah mau menyembuhkannya sekarang? Allah sanggup menyembuhkan, tapi berbeda dengan apakah Allah mau menyembuhkan. Pernyataan yang kita pergumulkan adalah pernyataan yang kedua. Allah kita adalah Allah yang menyembuhkan , memberkati, menjaga, melindungi tapi apakah Ia mau menyembuhkan, memberkati, menjaga dan memberkatiku? Kenapa penyakit tidak sembuh-sembuh? Iman sejati bukan iman yang diakselerasi dan berdasarkan keyakinan sugesti. Dalam seminar motivasi dikatakan,”Kalau kamu percaya bahwa kamu bisa, maka kamu pasti bisa!” Itu namanya disugesti. Seperti juga saat ada yang sakit dikatakan, “Allah akan menyembuhkan penyakitmu.  Amin?” Itu sugesti. Itu bukan iman sejati. Sugesti memaksakan segala sesuatu. Ada yang mengklaim, Yesus adalah Raja dan kita adalah anak Raja, lalu roh miskin ditengking. Itu sugesti, bukan iman. Iman sejati lahir dari relasi. Roma 10:17  Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Alkitab itu adalah logos yang tertulis, tersistematis dengan baik. Logos adalah pengetahuan yang dibukukan , disistematiskan dengan baik, sedangkan pendengaran pengertiannya dari  perkataan yang terucap. Contoh : menerima surat cinta itu pribadi sifatnya, tapi hubungannya tidak langsung (versi sekarang dengan menggunakan BlackBerry / BB). Sepasang suami istri makan di restoran, keduanya menggunakan BB dalam berkomunikasi. Suami (ketik pesan di BB) : Mau makan apa? lalu kirim pesannya (send). Dijawab istri lewat BB : Terserah (send). Suami : Makan ayam?  (send). Istri : Boleh juga (Send). Suami : Baby kaylan? (Send). Di sini ada komunikasi tetapi lewat media tulis-menulis (logos), berbeda dengan omong langsung (rhema). Ketika ada hubungan pribadi, tingkat kepercayaan bertambah. Kalau seperti contoh , maka antara suami-istri, lama kelamaan jarang bicara.  Berbeda kalau saling mendengarkan dan bicara, lama-lama ada kepercayaan. Saya mulai menjadi pengkhotbah keliling dari tahun 2008. Sebelumnya saya pelayanan sebagai hamba Tuhan tetap di gereja. Saat itu jumlah jemaat dan yang ikut PD bertambah, semuanya dihitung dengan angka. Lama-lama saya jadi stress (depresi). Pernah sewaktu nonton TV, walau gonta-ganti saluran TV tapi saya tidak menonton, sehingga istri saya menepuk saya dan bertanya, “Kamu kenapa?”. Setelah diteliti ternyata saya stress dan tidak tidur selama 2 malam. Saya berdoa. Dilihat dari sisi pendapatan, kondisi keuangan dan pelayanan tidak ada masalah. Kemudian saya ikut seminar di Singapore dan Tuhan berbicara ke saya sehingga saya tahu jawabannya yakni Tuhan mau saya jadi pengkhotbah keliling.  Hal itu berarti saya harus keluar dari gereja, tidak punya gaji, fasilitas, tunjangan alias tidak punya apa-apa (totally zero). Istri bertanya, “Kamu yakin itu maunya Tuhan?” Saya menjawab,”Yakin”. Istri bertanya lagi, “Yakin dari Tuhan?” Kembali saya menjawab, “Yakin. Kalau tidak yakin, kita tetap di gereja ini.” Istri saya berkata, “Kalau dari Tuhan, kalau kamu lapar saya juga lapar, kemana kamu pergi saya juga pergi”. Sehingga kita memutuskan keluar dari pelayanan di suatu gereja secara tetap. Hubungan yang membuat istri berkata, “Saya ikut kamu kemana pun”. Karena sudah sering bersama, berdialog, berdiskusi, sehingga ia percaya kepada suami. Tetapi sekalipun suami berkecukupan, tapi kalau komunikasi dan relasi tidak ada, maka istri tidak bisa percaya dan kalau pulang malam, ia akan bertanya-tanya. Iman sejati dihasilkan dari relasi, ketika percaya maka akan mendengar suara Allah dan berpegang pada Allah. Saat ada yang sakit datang minta saya doakan , ada beberapa yang sembuh dan ada juga yang meninggal.  Kalau waktu berdoa, saya merasa “kosong” maka saya berdoa, “Berilah yang terbaik sesuai dengan kehendak Tuhan” dan ternyata orangnya meninggal. Tapi kalau yakin sembuh saya berdoa, “Tuhan, Engkau Jehova Jireh, di dalam nama Yesus sembuh.” Hal ini tidak mudah. Setiap hari saya menjalin hubungan dengan Allah, membaca Alkitab dan berdoa. Malamnya saya mengajak anak-istri berdoa. Pk 3 pagi bangun berdoa. Sehingga dalam menghadapi kasus kehidupan, kita bertanya, “Apa itu yang Tuhan mau?” Kita imani apa yang Tuhan beri, bukan apa yang kita minta yang kita imani. Dengan membangun relasi dengan Allah, iman sejati muncul dan selanjutnya mempercayai apa yang Tuhan mau.

3.     Iman sejati menghasilkan aksi. Yak 2:14-17.  Banyak orang yang setelah percaya lalu diam (tidak melakukan perbuatan apa pun). Yakobus berkata "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18b). Iman sejati menghasilkan perbuatan (melahirkan aksi). Kalau percaya, kita akan bertindak. Iman tidak mungkin mendorong seseorang untuk tidak bertindak. Ada konselor yang berkata,”Apa yang dipikirkan orang berdampak besar pada apa yang akan dilakukan”. Ada seorang guru yang melakukan penelitian terhadap siswi yang cantik. Ia berdiri di depan sekolah dan setiap kali bertemu dengan siswi tersebut, ia berkata bahwa sang siswi jelek. Reaksi sang siswi pada awalnya tidak percaya dan hanya berkomentar ,”Ah Bapak”. Tiap hari saat ketemu sang siswi, sang guru berkata hal yang sama. Pada hari pertama dan kedua, sang siswi masih berpenampilan rapi. Pada hari yang ketiga mulai kusut. Hari keempat penampilannya berantakan. Hari kelima, mukanya acak-acakan. Begitu ketemu lagi sang guru pada hari keenam, sang siswi berkata,”Saya tahu saya jelek.” Apa yang diyakini orang, melahirkan aksi. Ada sebuah gereja di Tebing Tinggi yang mau memugar dan memperbesar gerejanya. Duit yang ada berupa dana abadi sebesar Rp 100 juta, sedangkan dana yang diperlukan sebesar Rp 5 miliar! Majelis gereja itu bertanya, “Apakah pendeta yakin?”. Sang pendeta berkata,”Iya. Ini kehendak Tuhan!” Karena ini kehendak Allah, pasti Tuhan akan sediakan. Tapi walaupun majelis sudah percaya bahwa hal itu adalah kehendak Tuhan, tidak ada yang mau bergerak. Kemudian sang pendeta mulai bernisiatif. Ia membawa paduan suara ke gereja-gereja lain tempatnya diundang khotbah dan mencari dana. Jemaat bersikap skeptis. Tapi sang pendeta terus berindak walau majelisnya berkata, paling hanya dapat Rp 1 juta . Waktu dibuka ternyata mendapat dana sebesar Rp 10 juta. Majelisnya kaget. Lalu di kemudian hari ada juga yang memberi Rp 250 juta! Jadi apakah majelisnya punya iman?  Tidak punya karena tidak punya aksi. Iman menghasilkan aksi.  Kalau percaya mau diberkati, bekerja keraslah, berhemat dan lakukan yang perlu. Kalau ingin Allah menyembuhkan, jangan diam-diam saja tapi carilah dokter (dan pengobatan). Ada yang beriman bahwa Tuhan akan sembuhkan penyakitnya dan tidak mencari dokter sehingga akhirnya meninggal. Ada yang berdoa minta Tuhan berkati ladangnya karena  tidak ada hujan. Selain itu ia harus mencoba misalnya dengan mengambil air dari sungai dan buka sungai. Jangan atas nama iman tidak melakukan apa-apa. Buat yang tidak mau beraksi , orang itu tidak akan melihat pertolongan Allah.
                                                                                                                                                                                                               
Ada seorang laki - laki yang tinggal di dekat sebuah sungai. Bulan - bulan musim penghujan sudah dimulai. Hampir tidak ada hari tanpa hujan baik hujan rintik-rintik maupun hujan lebat. Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir. Saat itu banjir sudah sampai ketinggian lutut orang dewasa. Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang - orang sudah banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau permukaan air semakin tinggi. Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi, lelaki tersebut tampak tenang tinggal dirumah. Akhirnya datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki tersebut. “Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin tinggi”, teriak salah satu regu penolong ke lelaki tersebut. Sang lelaki menjawab: “Tidak, terima kasih, anda terus saja menolong yang lain. Saya pasti akan diselamatkan Tuhan. Saya ini kan sangat rajin berdoa.” Setelah beberapa kali membujuk tidak bisa, akhirnya truk tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain. Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1,5 meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari. Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan berhenti di depan rumah lelaki tersebut. “Pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadan semakin tidak terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi. Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata: ” Terima kasih, tidak usah menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan selamatkan saya dari keadaan ini. Perahu dan regu penolong pun pergi tanpa dapat membawa lelaki tersebut. Perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyatan. Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah hampir menenggelamkan rumah-rumah disitu. Lelaki itu nampak di atas wuwungan rumahnya sambil terus berdoa. Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. Regu penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas terdengar suara dari megaphone: ” Pak, cepat pegang tali itu dan naiklah kesini. “, tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab dengan berteriak:”Terima kasih, tapi anda tidak usah menolong saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti akan menyelamatkan saya. Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam seluruhnya. Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam. Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai berbicara bernada protes:”Ya Tuhan, aku selalu berdoa padamu, selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan dari banjir itu?” Tuhan menjawab dengan singkat: “Aku selalu mendengar doa-doamu, untuk itulah aku telah mengirimkan truk, kemudian perahu dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu tidak ikut salah satupun?”

Sebuah cerita menarik. Demikian juga dalam kehidupan kita, kita bekerja dan selalu melakukan doa kepada Tuhan. Dan Tuhan sudah sering mengirimkan “truk”, “perahu”, dan “pesawat” kepada kita, tapi kita tidak menyadarinya. Jangan berlindung di belakang kata “iman” untuk menutup kemalasan dan ketidak percayaan. Kalau beriman do something (lakukan sesuatu).  Dulu saya pernah jadi kernet (pembantu supir angkutan umum), pemulung, tinggal di bilik kecil tanpa jamban. Setelah percaya Yesus, Dia menghendaki yang terbaik untuk anakNya dan kalau mencintai Yesus, saya akan memberi yang terbaik buat Yesus. Setiap aksi yang dilakukan menunjukkan kesungguhan. Saya bukan orang baru di gereja Injli dan telah berkhotbah di Australia, Singapore, Malaysia dan seluruh Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Saya sudah berkhobah 20 tahun dan sekarang tidak jalan kaki. Saya tidak kaya dan sekarang tinggal di Kelapa Gading. Tapi bukan berarti kalau kurang dari itu artinya kurang beriman. Kalau beriman, maka berikan (bukan terima) yang terbaik. Jangan ongkang-ongkang kaki saja. Iman bukan masalah apa yang kita percaya tentang Allah yang ada bersama kita (bukan fakta saja), tapi juga melakukan perbuatan dengan pantas. Suatu kali ada kebakaran yang besar, asapnya banyak sekali, tebal dan gelap. Di dalam rumah yang terbakar ada seorang anak kecil yang tertinggal dan ia lalu berteriak, “Papa tolong, pa!”. Sang Papa bilang, “Nak lompat!” Anaknya berkata, “Pa, saya tidak lihat bisa lihat apa-apa. Asapnya tebal.” Papanya menjawab, “Tidak apa-apa. Saya bisa melihat kamu. Lompat!” Akhirnya sang anak melompat dan selamat. Dalam kehidupan, terdapat begitu banyak asap yang menghalangi pandangan kita. Tapi jangan berhenti beriman! Ada Allah yang “menangkap” kita. Itu iman!

*) Tinggal di Kelapa Gading. Sudah berkeluarga dengan 2 anak (anak pertama perempuan berusia 5 tahun dan anak kedua pria berusia 1 tahun). Tidak melayani secara tetap di suatu gereja melainkan  tiap hari keliling gereja. Tiap hari bekerja di Horeb Coaching Centre dan Corpus Magnus Training Centre (yang melayani gereja dan sekolah dengan mengadopsi prinsip/ide/kepimimpinan/manajemen/bisnis dari luar negeri.



No comments:

Post a Comment