Monday, February 10, 2014

Hosea 2








Ev. Peter Yosua

Hosea 2
1 Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki: "Ami!" dan kepada saudara-saudaramu perempuan: "Ruhama!"
2  "Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya dari mukanya, dan zinahnya dari antara buah dadanya,
3   supaya jangan Aku menanggalkan pakaiannya sampai dia telanjang, dan membiarkan dia seperti pada hari dia dilahirkan, membuat dia seperti padang gurun, dan membuat dia seperti tanah kering, lalu membiarkan dia mati kehausan.
4   Tentang anak-anaknya, Aku tidak menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak sundal.
5   Sebab ibu mereka telah menjadi sundal; dia yang mengandung mereka telah berlaku tidak senonoh. Sebab dia berkata: Aku mau mengikuti para kekasihku, yang memberi roti dan air minumku, bulu domba dan kain lenanku, minyak dan minumanku.
6 Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menyekat jalannya dengan duri-duri, dan mendirikan pagar tembok mengurung dia, sehingga dia tidak dapat menemui jalannya.
7  Dia akan mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka. Maka dia akan berkata: Aku akan pulang kembali kepada suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari pada sekarang.
8 Tetapi dia tidak insaf bahwa Akulah yang memberi kepadanya gandum, anggur dan minyak, dan yang memperbanyak bagi dia perak dan emas yang dibuat mereka menjadi patung Baal.
9   Sebab itu Aku akan mengambil kembali gandum-Ku pada masanya dan anggur-Ku pada musimnya, dan akan merampas kain bulu domba dan kain lenan-Ku yang harus menutupi auratnya.
10 Dan sekarang, Aku akan menyingkapkan kemaluannya, di depan mata para kekasihnya, dan seorangpun tidak akan melepaskan dia dari tangan-Ku.
11 Aku akan menghentikan segala kegirangannya, hari rayanya, bulan barunya dan hari Sabatnya dan segala perayaannya.
12 Aku akan memusnahkan pohon anggurnya dan pohon aranya, yang tentangnya dikatakannya: Ini semuanya pemberian kepadaku, yang dihadiahkan kepadaku oleh para kekasihku! Aku akan membuatnya menjadi hutan, dan binatang-binatang di padang akan memakannya habis.
13 Dan Aku akan menghukum dia karena hari-hari ketika dia membakar korban untuk para Baal, berhias dengan anting-antingnya dan kalungnya, dan mengikuti para kekasihnya dan melupakan Aku," demikianlah firman TUHAN.
14 "Sebab itu, sesungguhnya, Aku ini akan membujuk dia, dan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya.
15  Aku akan memberikan kepadanya kebun anggurnya dari sana, dan membuat lembah Akhor menjadi pintu pengharapan. Maka dia akan merelakan diri di sana seperti pada masa mudanya, seperti pada waktu dia berangkat keluar dari tanah Mesir.
16  Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, engkau akan memanggil Aku: Suamiku, dan tidak lagi memanggil Aku: Baalku!
17  Lalu Aku menjauhkan nama para Baal dari mulutmu, maka nama mereka tidak lagi disebut.
18 Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu dengan binatang-binatang di padang dan dengan burung-burung di udara, dan binatang-binatang melata di muka bumi; Aku akan meniadakan busur panah, pedang dan alat perang dari negeri, dan akan membuat engkau berbaring dengan tenteram.
19 Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang.
20 Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.
21 Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mendengarkan langit, dan langit akan mendengarkan bumi.
22  Bumi akan mendengarkan gandum, anggur dan minyak, dan mereka ini akan mendengarkan Yizreel.
23 Aku akan menaburkan dia bagi-Ku di bumi, dan akan menyayangi Lo-Ruhama, dan Aku berkata kepada Lo-Ami: Umat-Ku engkau! dan ia akan berkata: Allahku!"

Perlukah Marah?

Kitab Hosea pasal 2 merupakan kelanjutan dari pasal 1. Inti pasal 1 adalah betapa Allah ingin menegur umatNya dengan cara yang tidak biasa (ekstrim). Dan Hosea pasal 2 seperti “surat murka” Allah yang dinyatakan dalam cara yang tidak umum juga. Kata-kata yang dipakai memang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi umat yang ditegurNya. Pertanyaannya : mengapa harus nyaman? Apakah saat Allah menegur, hati orang (pihak) yang ditegur harus dibuat nyaman? Pertanyaan ini timbul karena seringkali manusia menggunakan patokan berupa rasa nyaman sehingga banyak yang berkata, “Aku tahu maksud dari apa yang dia sampaikan, hanya jangan begitu caranya”. Tetapi kenyataannya Allah menegur dengan cara yang tidak nyaman dan kata-kata yang keras dan ekstrim. Kenapa Allah marah seperti ini? Apakah orang yang tidak pernah marah adalah orang yang baik? Apakah standard kita kalau ada yang tidak pernah menegur kesalahan orang lain adalah orang yang baik? Apakah orang yang tidak pernah marah itu adalah orang baik? Apakah guru yang baik adalah guru yang tidak pernah marah? Kalau sang guru marah lalu dibilang tidak “punya otak” atau guru yang marah adalah guru pembunuh (killer)! Para siswa menginginkan guru yang selalu ramah. Maka ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan seringkali marah, banyak orang menjadi heran dan kaget. Sebelumnya tidak pernah ada pejabat pemerintah yang bersikap seperti itu karena kebanyakan pejabat hanya menebarkan senyum agar menjadi popular di mata masyarakat. Sekarang kita seyogianya melihat apakah marah itu perlu dan tidak selalu jelek. Marah perlu dalam beberapa kondisi seperti saat keadilan ditindas dan kebenaran disingkirkan, karena marah berbicara tentang sesuatu yang penting. Apa jadinya kalau suami tidak marah saat istri digoda orang lain? Istri berkata,”Pi, kenapa papi tidak marah waktu saya ditowel?” Sang suami kemudian menjawab, “Ya tidak apa-apa mami. Kan kalau sekedar ditowel, tidak akan luntur”  Masa seperti itu? Marah itu perlu pada waktunya. Bahkan hewan juga punya natur untuk marah , saat sesuatu yang penting baginya diganggu. Ada binatang yang marah karena waktu makan diganggu atau burung hantu beringas yang menjadi beringas kalau anaknya diganggu. Begitu juga dengan kita. Seharusnya kita tidak alergi dengan rasa “marah”. Marah berbicara tentang sesuatu yang perlu dipertahankan.

Murka Allah

Seorang rekan hamba Tuhan yang menjadi guru, suatu kali menampar anaknya karena berbohong. Mendengar hal ini, mungkin kita merasa kaget dan menilai sikapnya terlalu keras saat menghadapi kebohongan anaknya. Namun saat membagikan kisah tersebut, raut wajahnya tidak menggambarkan kondisi yang ber sukacita melainkan berat hati. Karena apa yang dilakukan anaknya sangat tidak pantas sehingga ia perlu menampar anaknya.

Ketika Allah berhubungan dengan umatNya, berkali-kali Allah murka dengan mereka. Namun konsep Allah yang marah dan murka membuat banyak orang merasa tidak nyaman. Kita hidup di zaman orang yang tidak suka dengan konsep ini. Bila kita melihat video di laman Youtube, banyak orang Barat yang tidak suka dengan konsep ini. Ada seorang pengkhotbah (street preacher) berbicara di taman tentang Allah yang menghakimi. Kemudian ada seorang ibu yang sedih dan menangis, kemudian berkata, “Saya tidak suka dengan apa yang dikhotbahkannya. Dari kecil saya diajar bahwa Allah adalah kasih, sehingga Allah yang saya kenal adalah Allah yang mengasihi. Ia tidak murka dengan kita. Hati saya sangat kesal”. Banyak orang di Barat mengatakan, Allah adalah Allah yang sangat baik dan Dia tidak pernah marah. Sehingga mereka tidak suka saat mendengar Allah yang murka. Ia suka mendengar Allah yang baik hati. Budaya Barat konsepnya penuh dengan cinta dan hak asazi manusia. Anak tidak boleh dipukul orang tuanya, dan kalau dipukul maka anak tersebut akan mengadu ke semacam “Komnas HAM” di sana selanjutnya orang tuanya akan ditahan di penjara. Hal ini juga terjadi di sekolah internasional di Indonesia. Ada seorang teman yang mengajar di sekolah internasional di Jakarta yang benar-benar menerapkan budaya Barat sehingga guru tidak boleh marah dan memukul murid-muridnya bila melakukan kesalahan. Aturan ini kemudian juga banyak diterapkan di sekolah-sekolah nasional sehingga guru tidak boleh menegur murid-muridnya. Apakah benar demikian? Alasan tidak boleh ditegur adalah supaya murid menjadi percaya diri dan tidak takut. Guru ini bercerita bahwa di depan matanya, ada anak murid mengangkat kakinya di meja dan guru tidak punya otoritas untuk menegurnya. Hal ini menyebabkan anak yang paling nakal ada di Amerika. Padahal bukankah Amerika menekankan HAM dan persamaan (ekualiti) sehingga anak merasa setingkat dengan orang tuanya dan mereka memanggil mereka dengan namanya saja. Bila hal ini terjadi di Indonesia, bagaimana perasaan kita? Bila hal itu dianggap kurang ajar, maka orang tua akan memukul anaknya. Budaya barat  tidak menyukai marah dan pukulan, sehingga orang tua banyak yang tidak sanggup mendidik anaknya. Ada ibu yang menggendong satu anak yang menangis dan anaknya yang lain iri sehingga mau juga digendong. Anak yang satu muntah, lalu ke mana papanya? Ia tidak ada di rumah. Sepulangnya kerja ia naik sepeda berkeliling kompleks atau main bowling, karena ia merasa sudah lelah mencari uang. Sehingga orang tua menghubungi pengasuh anak (nanny 911) yakni orang yang biasa mengurus anak. Cara mereka menangani anak yang bermasalah bukanlah dengan cara yang baru. Dia hanya mengembalikan otoritas orang tua. Orang tua harus tegas kepada anak. Ia menempel peraturan. Sehingga orang tua perlu marah, menegur dan mendisiplinkan anak-anaknya.

Perceraian Emosional

Pada kitab Hosea, Allah menegur dengan keras umat Israel yang terus memberontak terhadap perintah Allah. Akhirnya Israel dibuang ke Asyur (722 SM) karena Israel tidak pernah menyadari kesalahannya. Bagi Israel, Yerusalem adalah tanah suci dan tanah yang dicintai. Namun mengapa Allah begitu tega membuang 10 suku ke Asyur? Seperti juga pertanyaan : “Kenapa guru tega menegur muridnya?” atau “Mengapa papa tega memarahi anaknya?”. Apakah Allah kejam? Pasti ada rasa perih di hati saat orang tua menghukum anaknya. Tetapi hukuman itu perlu supay anak belajar tidak melakukan hal yang salah. Walau saat kita menghukum orang yang dekat, hati kita merasa perih. Berapa banyak dari kita yang memahami bahwa Allah perih hatiNya saat menghukum kesalahan kita? Umumnya Allah hanya dianggap sebagai Pencipta , Penjaga (dari kecelakaaan) atau Pemberi Berkat saja. Seberapa banyak yang menganggap Allah adalah mempelaiku? Waktu marah, Dia berkata , “Engkau bukanlah mempelaiku”. Hubungan antara umat Allah dan Allah adalah seperti suami-istri sehingga waktu orang Israel menyembah Baal, dikatakan kamu sudah berzina dan berselingkuh. Banyak pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Saat menonton infotaiment di TV, perceraian lumrah terjadi dan sepertinya tidak masalah. Banyak public figure yang bercerai. Sadar tidak sadar mereka telah menjadi panutan orang. Kalau perceraian menjadi hal yang biasa, apakah anak-anak Tuhan banyak yang bercerai? Bila tidak, puji Tuhan! Ada juga perceraian secara emosional. Ketika suami-istri tidak lagi memiliki rasa sayang, mereka menjadi teman biasa bahkan menjadi orang asing (stranger). Itu terjadi perceraian emosional. Banyak keluarga bercerai tidak secara fisik, tetapi secara emosi dan tidak ada lagi rasa sayang.

Ada sebuah cerita tentang seorang istri yang mengirim pesan singkat (SMS) ke  suaminya. “Honey, I’m dying”. Suaminya yang berada di suatu tempat lain melompat kegirangan karena mengira istrinya sedang sekarat,  tapi ia berpura-pura dan membalas pesan sang istri, “Sayang apa yang terjadi padamu? Saya tidak dapat hidup tanpamu.” Istri bingung dengan balasan suaminya. “Sayang, apa yang kamu pikirkan?  I’m dying my hair (saya sedang mewarnai rambut)”. Sang suami kemudian mengomel. Betulkah ada seorang suami yang tidak suka dengan istrinya dan berharap sang istri cepat mati? Bila betul terjadi, sangat menyedihkan. Bagaimana hubungan dengan Tuhan? Ada yang ikut beribadah, punya Alkitab dan salib terpasang di rumah. Walau tidak bercerai secara fisik, tetapi apakah kita bercerai secara emosional? Ciri-cirinya : doanya “kering” dan ibadah tidak menyenangkan (enjoy) hati. Ibadah hanya menjadi kebiasaan. Kalau tidak ke gereja tidak enak, seperti berhutang. Secara tidak sadar terjadi perceraian dengan Tuhan. Sehingga banyak orang Kristen hidup seperti orang dunia. Bandingkan kita dengan orang yang belum percaya, di pekerjaan dan lingkungan. Karena cara hidup dan konsep hidup kita, betulkah kita anak Tuhan? Mencintai Tuhan dan menjadi mempelaiNya?  Saat harga rumah mengalami kenaikan secara drastis, banyak orang yang merasa kuatir tidak bisa membeli rumah karena harganya tidak terjangkau. Beberapa tahun lalu rumah yang harganya miliaran rupiah adalah rumah artis. Sekarang rumah biasa harganya sudah miliaran rupiah . Sewaktu saya melihat harga rumah di perumahan , harganya miliaran rupiah dan paling murah RP 600 juta. Ada yang mengingatkan, “Belilah rumah sekarang! Kalau tidak beli sekarang, tidak bisa beli rumah lagi di masa depan. Apakah kita punya kekhawatirkan yang sama? Bukankah itu kalimat yang menggoyahkan iman? Dahulu orang tidak pernah membayangkan harga rumah Rp 1 miliar sekarang biasa karena perekonomian Indonesia naik. Sekarang banyak filosofi yang menggoyangkan iman. Kita menggumulkan hal yang sama (uang dan etika kerja) dengan dunia. Ada pendapat kalau tidak ikut dunia, tidak bisa sukses. Kalau mental nya sama dengan orang dunia, apa bedanya? Apa dampaknya kita mengenal Tuhan? Kalau tidak ada, kita akan seperti orang tidak mengenal Tuhan. Kemudian sadar atau tidak sadar, kita akan mulai “jatuh” dan mulai menjadi orang duniawi. Saat bangsa Israel  berubah menjadi duniawi dan mengandalkan Baal (bersyukur kepada Baal untuk makanan dll), Allah marah. Saat kita merasa prestasi yang kita miliki karena kita sendiri, maka siapkah kita saat Allah menahan berkat? Allah yang murka menahan berkat dari Israel karena Dia ingin bangsa Israel melihat kenyataan bahwa Allahlah yang memberkati (Coba buktikan Baal yang memberikan itu semua? Aku menahan berkat).

Saat Allah mengingatkan, Ia menyebutkan kata “padang gurun” (Hosea 2:3). Hal ini untuk  mengingatkan bahwa bangsa Israel pernah berputar di padang gurun selama 40 tahun sebelum masuk ke tanah perjanjian. Juga lembah Akhor disebutkan (Hosea 2:15) dimana Akhan ketahuan menyembunyikan harta untuk dirinya sendiri sehingga ia dan keluarganya dibunuh barulah surut murka Allah dan  setelah itu bangsa Israel menang perang (Yosua 7). Hal ini menunjukkan bahwa dosa kita harus dihancurkan terlebih dahulu. Siapkah dosa kita dihancurkan?

Allah sungguh mengasihi kita. Ketika mengasihi kita, Dia juga ingin kita mengasihiNya dan bukannya mengasihi Baal atau mencintai uang. Seperti filosofi 2 ekor ikan. Bila ada satu yang disayang, maka yang lain kurang disayang (tidak mungkin sama-sama disayang). Juga kalau punya 2 sepatu atau 2 mobil, pasti ada yang lebih disukai. Karena dalam filosofi cinta manusia, hanya bisa mencintai 1 orang dalam 1 waktu. Tidak ada bila punya beberapa istri bisa berlaku adil kepada semuanya. Karena kita hanya bisa mengasihi 1 hal  dalam 1 waktu. Seperti juga Yakub (Kejadian 29-30) yang lebih mengasihi Rahel dibanding Lea. Kalau punya anak lebih dari 1, sadar tidak sadar kita sering membandingkan. Kamu tidak seperti adik atau kakakmu. Kamu harus seperti adikmu yang rapi. Ketika Yesus berkata  , “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
(Mat 6:24). Mengapa Yesus membandingkan Allah dengan uang (Mamon)? Ketika perbandingan diadakan, perbandingan dilakukan secara setara (equal). Tidak bisa kita membandingkan mobil Daihatsu dengan Ferrari karena kelasnya berbeda (membandingkan Ferrari dengan Lamborghini baru setara). Berarti saat dibandingkan Allah dengan  uang, tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan betapa mengerikannya Mamon (uang) ini. Ketika Yesus menyandingkannya, berarti keduanya memiliki kesetaraan (uang bukan sekedar logam tetapi seperti alah yang dipuja). Bukankah uang bisa membelokkan motivasi yang paling suci sekalipun? Maukah kita kembali kepada Tuhan hari ini?

Ada ilustrasi yang bercerita tentang seorang gembala dengan domba-dombanya. Sang gembala memiliki banyak domba , namun ada 1 dombanya yang nakal dan tidak bisa diatur (yang lain menurut). Domba adalah hewan yang matanya rabun jauh (hanya bisa melihat dari dekat). Jadi Sang Gembala kuatir bahwa sang domba tersebut akan hilang sehingga ia berpikir bagaimana caranya agar sang domba nakal itu bisa belajar. Akhirnya domba itu diambil dan ditaruh di pangkuannya. Setelah itu sang gembala mematahkan salah satu kakinya. Domba itu menjerit, kemudian selama beberapa minggu ia berjalan dengan kaki yang pincang karena sakit. Ajaibnya, ia tidak berani lagi berada jauh dari sang gembala. Apakah kita harus sama dengan domba ini? Kalau kita tidak lagi berdoa atau kita memikirkan dunia lebih dari kita memikirkan Tuhan, ijinkan Ia mematahkan kakimu! Hatimu akan sakit sekali dan mungkin bertanya, “Mengapa semua terjadi?” Tetapi justru ketika kaki patah 1 dan berjalan terpincang, kita belajar kembali kepada Tuhan.

No comments:

Post a Comment