Sunday, June 23, 2013

Membangun Karakter

Pdt Karyanto

Roma 12:2 (FAYH)
Jangan kita meniru tingkah laku dan kebiasaan dunia ini, melainkan jadilah orang dengan kepribadian yang sama sekali baru dalam segala perbuatan dan pikiran, niscaya, saudara akan mengerti dari pengalaman sendiri bahwa jalan-jalan Allah itu sempurna dan sunguh-sungguh memuaskan saudara.

Kita hidup di zaman krisis dan semakin tua. Ada isu tentang global warming di mana suhu di muka bumi semakin tinggi dan terjadi banjir yang hebat di mana-mana. Ada krisis keuangan. Eropa belum pulih benar dari krisis ekonomi dan pengaruhnya sampai ke Amerika, Asia dan Indonesia. Ada krisis moral. Apa yang dulu orang sembunyikan karena orang malu diketahui orang lain, sekarang diceritakan ke orang lain dengan bangga. Ada perubahan nilai-nilai moral dalam masyarakat. Ada krisis keluarga. Waktu saya akan meninggalkan SAAT, Pdt.  Paul Gunadi memberikan pesan,”Kalau sudah masuk ladang pelayanan dan diundang untuk khotbah di gereja-gereja tertentu biasanya ada majelis jemaat yang mendampingi. Orang itu mengorbankan waktu dan uang untuk pelayanan kepada Tuhan. Yang perlu diingat, belum tentu keluarga mereka harmonis. Bahkan tidak sedikit hamba Tuhan yang mengalami masalah dalam keluarga.” Tugas pendeta yang paling berat saat ini adalah memimpin pernikahan. Pendeta sangat ingin agar pasangan pengantin hidup bersama sampai maut memisahkan mereka. Ada krisis yang jarang orang sadar, yakni krisis identitas. Kalau ada seorang siswa, lebih banyak bernyanyi di karaoke, dibandingkan dengan memegang buku dan belajar maka siswa ini sedang mengalami krisis identitas. Harusnya ia lebih banyak belajar daripada karaoke. Kalau seorang ibu lebih banyak jalan-jalan di mal atau bergosip dengan tetangga lain dibanding mengurus rumah tangganya, maka ibu ini sedang mengalami krisis identitas. Ibu Kristen tidak patut membuang waktu seperti itu. Ia bisa menggunakan waktunya untuk membesuk dan mendoakan jemaat. Kalau ada seorang ayah lebih banyak di bar dan bertingkah seakan-akan belum berkeluarga, ketimbang pulang ke rumah berkumpul dengan istri dan anak-anak, maka suami ini sedang mengalami krisis identitas. Banyak orang Kristen sedang mengalami krisis idenitas. Tingkah laku, tutur kata dan caranya berpikir mirip dengan orang dunia ini.

Friedrich Nietzsche (1844-1900) berkata, “Christians must show me they are redeemed, before I will believe in their Redeemer.” (Orang Kristen harus menunjukkan kepada saya bahwa mereka telah ditebus, baru saya percaya kepada Penebus mereka). Nietche adalah seorang profesor filologi (ilmu yang meneliti kertas kuno), anak seorang pendeta dan  ahli filsafat. Saat dewasa ia mengkritik dan mengecam gereja dan orang Kristen. Ia diberi gelar Sang Pembunuh Tuhan. Ia melihat kehidupan orang Kristen yang tidak berbeda dengan kehidupan non Kristen. Ia ingin orang Kristen menunjukkan kehidupan yang berbeda baru ia akan percaya kepada Penebusnya. Kita juga mengalami hal ini dalam kehidupan sehari-hari. Kekristenan mati bukan karena hamba Tuhan ditangkap, dipenjarakan, dan dibunuh atau karena gereja Tuhan dipalang atau disegel, Alkitab dibakar, dirobek, diinjak dan diludahi tetapi karena orang-orang Kristen hidupnya tidak berbeda dengan orang-orang dunia ini. Tuhan Yesus berkata, kamu adalah garam dunia. Kalau garam itu telah kehilangan rasa asinnya (fungsinya), tidak ada lagi gunanya.

Roma  12:2 versi bahasa Inggris, “Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewing of your minds, so that you may discern what is the will of God – what is good and acceptable and perfect.” Ada 2 tipe orang Kristen yaitu : yang sama (serupa) dengan dunia ini. Apa yang teman dan tetangga lakukan, ia juga melakukannya. Tipe kedua, orang Kristen yang selalu mengalami transformasi, (perubahan dari waktu ke waktu) sehingga  orang bisa melihat perubahannya. Kita termasuk yang mana? Kita melakukan profesi dengan cara yang sama dengan dunia atau selalu mengalami perubahan?
Paulus berkata, “Janganlah engkau menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah (=bermetamorfose) dengan pembaruan budimu.” Kata berubah yang dipakai disini adalah metamorphosis yakni dari telur, menjadi larva lalu berubah menjadi mahluk dewasa. Perubahan yang dimaksud bukan dari yang baik menjadi jelek, tetapi perubahan yang semakin hari menuju ke kedewasaan dan keindahan. Dulu giat melayani tetapi sekarang tidak lagi melayani Tuhan. Dulu ikut Tuhan dengan setia, sekarang tidak peduli lagi dengan Tuhan. Yang dimaksud Paulus bukan seperti ini. Kalau dulu ditakuti di kampungnya (preman), pencuri, tetapi ia sekarang berubah menjadi anak Tuhan yang menjadi kesaksian. Itu yang dimaksudkan oleh Paulus dengan berubah yang menjadi mahluk yang dewasa.  Mungkin ada yang baru setahun, sudah 5 tahun, 15 tahun atau 50 tahun menjadi Kristen. Apakah orang-orang di sekitar kita  melihat hidup kita berubah? Perubahan yang dimaksudkan di sini bukan perubahan yang instan tetapi perubahan yang terjadi melalui hubungan kita dengan Yesus Kristus (lahir baru). Waktu kita mengaku percaya, menerima Tuhan Yesus Kristus, maka dikatakan kita mengalami kelahiran baru. Apa yang menjadi harapan kita saat dokter mengatakan, “Selamat ya Pak , istri bapak hamil.” Sebagai seorang suami Kristen berdoa, agar janin dapat tumbuh sehat dan normal dan pada waktunya dapat dilahirkan dengan baik. Lalu ia bertumbuh dan berguna bagi Tuhan. Tetapi bila anak kita waktu lahir beratnya 3 kg dan kemudian beratnya menurun maka sebagai orang tua kita menjadi cemas (khawatir). Atau bila anak teman yang berusia sebaya sudah bisa berjalan sedang anak saya tergeletak di ranjang, sebagai orang tua, kita sedih sekali. Demikian juga dalam kehidupan rohani kita, pada waktu kita lahir baru. Allah Bapa ingin anakNya mengalami pertumbuhan demi pertumbuhan. Sampai suatu saat kita berjumpa muka dengan muka sebagai orang dewasa. Kalau orang mengenal kita dulunya memiliki temperamen yang kasar, gampang cemas atau pelit setelah ikut Tuhan sekian tahun mendengar firman Tuhan , rajin ke gereja, membaca Alkitab, berdoa dan bergumul di hadapan Tuhan, apakah orang melihat kita berubah, memiliki ketenangan-kedamaian dalam Tuhan atau murah hati. Banyak orang Kristen yang tidak mengerti pokok keyakinan ajaran yang paling dasar dari Kristus. Salah satu perubahan yang diinginkan, kita semakin mengenal Tuhan. Kita semakin mengenal isi hatiNya. Kita semakin mengenal keyakinan yang pokok. Dulu kita tidak mengerti apa maksudnya, namun setelah menjadi Kristen sekian lama, ikut PA, membaca buku, apakah hidup kita berubah. Itu yang dimaksudkan oleh Paulus. Tetapi ada satu lagi yang paling penting yakni perubahan dari kekudusan kita. Kalau ada 1 orang Kristen dari waktu ke waktu , tidak bertumbuh dalam pengertian tentang kekudusan, maka kemungkinan ada sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan Kristennya. Kalau ada yang melayani sekian tahun, tetapi tidak bisa membedakan mana yang Tuhan kehendaki dan mana yang tidak, ada sesuatu yang tidak beres dalam hidup kekristenannya. Seorang anak Tuhan, dengan Roh Kudus yang ada dalam diri dan diperlengkapi dengan firman Tuhan, kalau pertumbuhannya normal, maka semakin hari semakin sensitif, mana yang Tuhan kehendaki.

Sebuah gedung yang terkenal di Inggris Westminster Abbey. Di sisi Utara biasanya diselenggarakan pernikahan-pernikahan kerajaan. Tetapi di gedung ini juga dimakamkan tokoh-tokoh terkenal. Misalnya : Isaac Newton (fisikawan), Charles Darwin, misionari terkenal dan sangat cinta Tuhan David Livingstone. Ia pergi melayani sebagai misionari di Afrika. David Livingstone dari kerajaan Inggris pergi ke Afrika. Karena begitu mengasihi orang Afrika, ia menulis wasiat, “Nanti kalau saya meninggal, bedah dan ambil jantung saya. Tanamkan di Afrika dan bawa jasad saya ke Inggris.” Dan ia pun dimakamkan di sana. Demikian pula dengan salah seorang teman saya dari Filipina yang melayani di UPH setelah sebelumnya menjadi dosen di SAAT dan STT Reform. Ia datang sebagai misionari dan pernah tinggal di Toraja, Pematang Siantar dan ditahbiskan sebagai pendeta di tanah Toraja. Terakhir ia koma, tetapi sebelum ia meninggal, ia sudah menyampaikan keinginan hatinya, “ Nanti kalau saya meninggal, tolong dikremasi, sebagian abunya dilarung di salah satu sungai di Toraja, dan sebagian lagi tolong bawa ke Filipina.” Di atas batu nisan seorang uskup Anglikan tertulis,”Ketika aku masih muda, bebas, dan imajinasiku tanpa batas, aku bermimpi untuk mengubah dunia. Saat aku tumbuh dewasa dan semakin bijak, aku sadari betapa sulit untuk mengubah dunia ini, lalu aku putuskan untuk mengubah negaraku. Tapi sama saja, aku juga tak dapat mengubahnya. Ketika usiaku semakin senja, dalam satu upaya terakhirku, aku berusaha untuk mengubah keluargaku, orang-orang terdekatku, tapi akupun tak dapat mengubahnya. Dan sekarang saat aku terbaring di ranjang dan menyadari mungkin untuk pertama kalinya, bahwa kalau aku dapat mengubah diriku sendiri, kemudian dengan contoh perubahan dari diriku dapat mempengaruhi perubahan di keluargaku, dan dengan dengan dorongan dan dukungan mereka mungkin dapat membuat negaraku lebih baik, dan siapa tahu, aku juga dapat mengubah dunia ini.”

Tuhan memanggil kita untuk berubah menuju kedewasaan, mari kita berubah mulai dari diri kita sendiri. Suami jangan menuntut istri berubah demikian juga istri. Orang tua jangan menuntut anak berubah terlebih dahulu , demikian pula sang anak. Mari kita berubah dari diri kita masing-masing. Jemaat tidak perlu menuntut majelis untuk berubah, mari mengubah diri masing-masing.

No comments:

Post a Comment