Sunday, April 28, 2013

Penderitaan yang Memurnikan dan Mendewasakan



Sekar Wulan

Ayub 42:1-6,
1   Maka jawab Ayub kepada TUHAN:
2  "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
3  Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
4  Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
5  Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
6  Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."

1 Perus 1:6-9
6  Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
7  Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.
8  Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,
9  karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.

Pendahuluan
Benarlah yang mengatakan, bahwa hidup kita bukanlah produk yang “sekali jadi”, melainkan suatu “proses menjadi”. Bergerak. Berkembang. Bertumbuh. Berubah. Dalam setiap proses pertumbuhan ini, satu unsur tak terhindarkan: kesakitan. Bertumbuh itu menyakitkan. Membingungkan. Menimbulkan ketidakpastian. Penderitaan adalah proses yang akan dialami oleh setiap roang percaya untuk berubah dan berbuah ke arah yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengapa Tuhan mengijinkan penderitaan dalam kehidupan manusia. Yang tidak dapat dipungkiri, kita memang manusia yang sejak awal telah jatuh ke dalam dosa dan menerima penderitaan itu sebagai ganjaran. Tetapi dibalik setiap penderitaan yang kita alami, apakah Tuhan tidak pernah peduli? Apakah Tuhan tidak memiliki kebaikan-kebaikan di dalam penderitaan yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Pergumulan Hidup (Ayub 42:1-6)
Ayat-ayat ini menunjukkan suatu perubahan yang total di dalam pengalaman seorang yang saleh. Ayub adalah seorang saleh yang di zaman yang sangat awal, dan ia mungkin lebih dahulu ada daripada Musa. Ayub hidup di zaman yang sangat kuno, ia tidak hidup dalam arus orang Yahudi dan tidak menerima Perjanjian Lama (Hukum Taurat). Namun ia memiliki pengalaman yang ajaib dengan Tuhan. Ia mengalami pencobaan dari iblis. Pencobaan itu diijinkan oleh Tuhan dan dipakai oleh Tuhan sebagai ujian. Jadi, pada satu pihak ia menerima pencobaan dari iblis, di pihak lain Allah menggunakan pencobaan itu sebagai ujian bagi Ayub. Hal inilah yang menimbulkan konflik iman di dalam diri Ayub sehingga ia mengalami pergumulan yang sangat berat. Pergumulan yang paling berat adalah tuduhan dari mereka yang menganggap bahwa penderitaannya pasti karena akibat dari perbuatan dosanya yang tersembunyi. Pergumulan ini terus berlangsung dan Tuhan sepertinya tidak memberikan jawaban apa-apa. Seolah-olah membiarkan orang itu terus bergumul. Di tengah pergumulan itu, terjadi perdebatan antara Ayub dengan ketiga temannya. Ayub, satu orang melawan tiga orang temannya. Sampai pada akhirnya terbukti bahwa ketiga orang teman Ayub tidak mengerti rencana Allah yang jauh melebihi konsep manusia. Ayub sepertinya tidak menerima suatu imbalan yang umumnya dimengerti oleh manusia. Pada saat ia mengalami kesulitan tersebut, seharusnya ia mendapatkan penghiburan dari mereka yang sehati dan dekat dengannya. Tetapi justru sebaliknya yang Ayub dapatkan: fitnahan, kritikan, kutukan dari mereka yang seharusnya paling mengerti keadaannya.
Kalau kita perhatikan, ketiga teman Ayub sebenarnya begitu mengasihi dan memperhatikan Ayub. Sehingga begitu mereka mendengar bahwa Ayub sedang menghadapi musibah, yaitu sepuluh anaknya mati, seluruh hartanya hilang dan Ayub sendiri menderita penyakit yang berat, mereka datang dari tempat yang jauh untuk menghibur Ayub. Selain itu, mereka tidak menghibur Ayub dengan kata-kata kosong belaka. Disinilah letak kesulitan kita. Ketika kita melihat orang lain mengalami kesulitan dan bencana, seringkali kita dengan mudahnya berkata, “Jangan sedih, jangan menangis, banyaklah berdoa. Tuhan tahu, serahkan saja pada Tuhan.” Perkataan yang membosankan ini tidak akan pernah memberikan penghiburan yang sesungguhnya. Itulah sebabnya seringkali ketika kita menghibur orang yang sedang dalam kesulitan, makin kita hibur ia justru makin merasa jengkel dengan kita. Karena kita belum pernah sungguh-sungguh mengerti kesedihannya.
Akan tetapi, ketika ketiga teman Ayub datang untuk menghibur Ayub, mereka menghibur dengan cara yang sangat berbeda, yaitu dengan berdiam diri. Mereka tidak mengucapkan sepatah katapun, tidak menegur ataupun berbicara. Mereka duduk di samping Ayub selama 7 hari 7 malam. Ini semacam pendampingan atau simpati yang dinyatakan dengan berdiam diri dan di dalam kesunyian. Penghiburan semacam ini sangat berarti dan merupakan sebuah pernyataan simpati yang luar biasa. Namun, pada akhirnya mereka juga sudah tidak tahan lagi. Setelah 7 hari 7 malam, mereka mulai berbicara untuk mengkritik Ayub. Semuanya ini menandakan bahwa simpati dan cinta kasih manusia bagaimanapun besarnya, tetap terbatas.
Jangan berharap bahwa orang yang paling dekat dengan saudara akan bisa mengerti segala kesulitan dan kesusahan yang kita alami. Istri Ayub, seorang yang seharusnya paling dengat dengannya, justru berkata: “Kalau Tuhanmu hidup mengapa anakmu semuanya mati? Mengapa keadaanmu menjadi seperti ini? Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” Orang yang paling dekat dengan Ayub justru mengucapkan perkataan seperti itu.
Ketiga teman Ayub juga mulai menuduh dan menghakimi Ayub. Mereka berkata bahwa jika Ayub adalah orang yang cinta Tuhan, dan sekarang mengalami kemalangan seperti ini, maka pastilah ada dosa-dosa yang tidak kelihatan.
Tuduhan ini muncuk karena mereka mempunyai konsep bahwa Allah adalah Allah yang Maha adil, dan Allah yang Maha adil tidak mungkin melakukan suatu perbutan yang tidak adil. Menurut mereka, Ayub pasti teah berbuat sesuatu yang mengakibatkan dosa, sehingga oleh karena dosa itulah maka ia dihakimi oleh Allah.
Memang benar bahwa Allah adalah Allah yang Maha adil. Memang benar bahwa apa yang Allah kerjakan tidak mungkin berdasarkan ketidakadilan. Konsep ini memang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tetapi ada satu kalimat yang belum mereka katakan, dan kalimat itu dikatakan oleh Ayub (42:3 - baca).
Kalimat ini menyatakan tentang kehendak Allah yang tersembunyi, yang melampaui segala kemungkinan pengertian kita. Kehendak yang tersembunyi dan misterius dari rencana Allah yang kekal, tidak mungkin kita mengerti seluruhnya.
Di tengah pergumulan hidup kita, kita perlu mengerti tentang poin ini. Jika tidak, maka kita akan selalu mengeluh dan bersungut-sungut, tidak puas, tidak rela taat, bahkan bisa meninggalkan Tuhan. kita akan terus bertanya, “Mengapa orang lain hidupnya lebih baik daripada saya? Mengapa orang lain tidak mengalami kesulitan seperti yang saya alami?”
Tidak ada orang hidup yang tidak merasakan kesulitan, tanpa air mata dan tidak mengalami ketidakadilan. Jika saudara tidak mau menerima fakta, maka saudara akan terus memikul salib yang tidak ada harganya. Semakin saudara marah, semakin saudara lemah; semakin saudara lemah, semakin saudara jengkel, dan akhirnya saudara akan terus berada dalam lingkaran pergumulan saudara.
Inilah titik bahaya bagi Ayub. Jika ia tidak berhasil keluar dari titik ini, maka dia akan menjadi orang yang mencela Allah, menjadi ateis dan menjadi alat di tangan iblis. Namun, akhirnya Ayub bisa keluar dan ia mulai melihat pemecahan masalahnya, yaitu pada Allah yang tidak dapat dimengerti oleh akal manusia (Trancendency of God).
Allah tidak boleh diukur dengan ukuran, atau dimasukkan ke dalam “kotak” rumusan, atau dikurung dalam prinsip yang dibangun oleh manusia. Di sinilah letak pemecahan masalah Ayub. Ayub mengerti bahwa Allah tidak dapat dimengerti sepenuhnya oleh manusia yang sangat terbatas. Oleh karena pengertian seperti inilah, maka Ayub bisa keluar dari lingkaran permasalahannya.
Kalau kita mempunyai pengertian tentang rencana dan kehendak kekal Allah yang misterius, yang jauh melampaui kemungkinan kita untuk mengerti, maka kita akan dilepaskan dari ikatan-ikatan pemahaman kita yang terbatas. Jika kita menerima dan menghadapi fakta dengan berani, dan kemudian mengaitkan fakta itu dengan rencana kekal Allah yang misterius, maka kita akan terlepas dari ikatan masalah dan pergumulan hidup kita.
Namun bagaimana kita dapat mencapai atau memperoleh keberanian untuk menghadapi kesulitan dan masalah hidup kita? Bagaimana caranya supaya kita dapat mempunyai kekuatan untuk menghadapi kesulitan yang menggerogoti iman kita sehingga kita tetap dapat hidup dalam sukacita?
Ini tidak mudah! Tetapi, inilah yang disebut hidup rohani, yaitu hidup yang menerima fakta dengan berdasarkan pengertian tentang rencana Allah yang melampaui pengertian kita dan menerima rencana Allah yang kekal dan yang misterius itu.
Ayub bisa mengakui ketidak mampuannya untuk mengerti rencana Allah yang msiterius, karena ia tahu bahwa Allah itu Maha kuasa. Ayub mengatakan, “Aku tahu, Engkau Maha kuasa (sanggup melakukan segala sesuatu).” Kita tahu Allah itu Maha kuasa, namun seringkali kita tidak mengerti arti sebenarnya dari penyataan itu. Pernyataan ini seringkalai hanya sekedar pengetahuan umum saja. Allah Maha kuasa artinya Ia menguasa segala sesuatu di dalam seluruh aspek hidup kita. Ayub melanjutkan, “Tidak ada rencana-Mu yang gagal.” Terjemahan yang tepat, “tidak ada yang bisa merintangi-Mu.” Tidak ada orang yang bisa merintangi kehendak-Mu karena Engkau Maha kuasa.
Karena pengetahuan dan pemahaman kita telah dirusak oleh dosa, maka pengetahuan kita tentang Allah yang Maha kuasa juga rusak. Itulah sebabnya kita sering bertanya, “Kalau Allah itu Maha kuasa, mengapa ia tidak menyelamatkan saya? Mengapa Ia tidak menolong saya dan malah membiarkan saya dalam kesengsaraan ini?” Jika tidak ada yang bisa merintangi-MU, “Waktu Engkau mau menolong saya, Engkau dirintangi oleh siapa, sehinga Engkau tidak jadi menolong saya?
Jika Engkau benar-benar Maha kuasa, mengapa Engkau tidak menolongku? Jika Engkau menolongku, namun aku tetap menderita, maka bukankah hal itu berarti Engkau dirintangi?” Iman  kita mulai menjadi goncang. Apakah hal seperti ini pernah terjadi di dalam kehidupan saudara?
Apakah selama ini kemahakuasaan Allah membuat saudara bingung? Saudara dan saya bingung karena pemahaman dan pengertian kita telah rusak. Kita tidak mampu benar-benar mengerti kemahakuasaan Allah. Mari kita belajar dari Ayub.
Ketika Ayub sadar, ia mengubah semua situasinya dan mulai mengakui, “Engkau Mahakuasa, sebaliknya aku tidak mungkin mengerti.” Ini berarti sama dengan mengatakan, “Kemahakuasaan-Mu jauh melebihi rasioku.”
Kehendak dan rencana Allah yang kekal jauh melampaui kata-kata yang dapat diucapkan. Perbendaharaan kata yang ada tidaklah cukup untuk menyatakannya. Kehendak dan rencana Allah jaug melampaui perkiraan rasio manusia. Pengetahuan Allah melampaui semua kemungkinan pengetahuan kita. Kemahakuasaan Allah juga melampaui pengalaman dan emosi kita.
Itulah sebabnya Ayub mengatakan, “dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” Ungkapan ini adalah sebuah kiasan, karena pada waktu itu, cara orang-orang yang tinggal di Timur Tengah, di dalam mengutarakan kesedihan yang begitu mendalam adalah dengan menaburkan abu di atas kepala, muka dan tubuhnya.
Apa yang Ayub sesali? Ayub menyesal karena dengan pengertiannya yang terbatas, ia sudah terlalu cepat menilai Allah, dan ia sudah berusaha memasukkan Allah ke dalam kotak logikanya sendiri. Ia juga sudah menyalahkan Allah dan tidak mau menerima fakta. Ia telah beranggapan bahwa jika Allah Maha kuasa, maka mengapa Dia menimpakan kesulitan itu kepadanya.
Tetapi sekarang dia sudah memahami bahwa pengertian seperti itu adalah salah dan ia sudah mengerti bahwa Allah melebihi pengertiannya. Oleh karena itu, sekarang ia tunduk pada rencana Allah, karena ia tahu bahwa kehendak Allah lebih tinggi dari pengetahuan dan pengertiannya. Perubahan semacam ini adalah suatu perubahan yang luar biasa.
Kunci perubahan ada dalam kalimat ini, “dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (46:5). Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang bersifat sangat pribadi, antara pribadi dengan pribadi.
Ayub berkata, “tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Bagaimana caranya kita memandang Allah? Kita melihat Allah bukan secara fisik, karena Allah itu Roh. Karena Roh Allah itu suci, maka hanya jika hati kita suci dan rohani kita murni, barulah kita dapat melihat Allah.
Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).
Saudara lihat! Betapa pentingnya mengenal Allah secara pribadi. Bukan dengar dari perkataan orang lain, tetapi kita secara pribadi yang mengalaminya. Pengenalan Allah secara pribadi mempengaruhi seluruh kehidupan rohani kita dan sudut pandang kita dalam memandang hidup, masalah dan kesulitan yang kita alami.
Inilah hal yang paling penting yang harus kita cari dalam hidup kita, dan harus menjadi tujuan utama dalam hidup kita, yaitu mengenal Allah secara pribadi. Seorang teolog Finlandia mengatakan, “Mengenal Tuhan secara pribadi itu sangat pahit.” Pertama kali mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh secara pribadi, pengalaman pengenalan itu adalah pengalaman yang pahit. Tetapi banyak gereja sekarang berusaha supaya orang dapat mengenal Allah dengan pengalaman pertama yang manis.
Mengapa pengalaman pengenalan Tuhan secara pribadi merupakan pengalaman yang pahit? Mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh secara pribadi, berarti saudara dan saya harus melucuti/ menelanjangi segala topeng kemunafikan kita, dosa kita, kepalsuan kita yang selama ini menutupi hidup kita. Bukankah ini merupakan pengalaman yang pahit?
Biarlah Allah yang menlucuti segala topeng kemunafikan, dosa dan kepalsuan kita, sehingga kita benar-benar menjadi orang yang menganal Dia secara pribadi. Inilah kehidupan rohani yang sejati. Inilah yang harus menjadi tujuan utama dalam seluruh kehidupan kita.
Mengenal Allah secara pribadi inilah yang akan memampukan kita berjalan dalam kehidupan yang penuh dengan pergumulan, masalah dan penderitaan. Dengan telanjang secara rohani kita menyatakan diri kepada Tuhan, “Tuhan, jika Engkau mau menolong saya atau tidak menolong saya dari kesulitan, itu terserah pada kedaulatan-Mu.” Orang yang benar-benar mengenal Allah secara pribadi, dia akan mampu mengucapkan kalimat itu tanpa keraguan ataupun protes.
Ayub menerima fakta. Ayub tahu bahwa kematian anaknya, istrinya yang meninggalkannya dan penderitaannya, semuanya berada di dalam kedaulatan Tuhan. Ayub sadar bahwa kehendak Allah jauh melampaui pengertian manusia, dan Ayub pun menyesal karena kata-katanya yang bodoh. Sesudah terjadi penerobosan ini, maka Tuhan baru mulai menolong dia. Baru setelah Ayub sungguh-sungguh mengerti secara pribadi, maka kemahakuasaan Allah dinyatakan.

Ilustrasi: Pohon terkenal
Di California Selatan ada sebatang pohon yang terkenal di seluruh Amerika. Sepanjang tahun pohon itu dikunjungi ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri. Bentuk pohon itu sama sekali tidak sedap dipandang mata. Tingginya kurang dari 2 meter dengan batang agak pipih & melintir. Hanya sebagian cabang ditumbuhi daun, sedang bagian lainnya gundul. Pohon itu menjadi terkenal karena tumbuh di atas batu granit yang keras. Tingginya sekitar 100 mtr di atas permukaan laut, menghadang langsung Samudera Pasifik yang anginnya keras  mendera. Tidak ada pohon lain yang tumbuh di sekitarnya, kecuali pohon itu. Rupanya beberapa tahun lalu sebutir biji pohon terbawa angin, dan jatuh di celah batu granit yang ada tanahnya. Benih itu kemudian tumbuh, tetapi setiap kali batang muncul keluar, langsung hancur diterpa angin Pacifik yang kencang. Terkadang pohon itu tumbuh agak besar, tapi badai kembali memporakporandakann ya. Sekalipun demikian, akarnya terus tumbuh menghunjam ke bawah mencapai tanah melewati poros-poros batu granit sambil menghisap mineral-mineral di sekitarnya. Sementara itu batangnya tumbuh terus setelah berkali-kali dihancurkan angin kencang, makin lama makin kokoh dan liat sampai akhirnya cukup kuat menahan terpaan badai, sekalipun bentuknya tidak karuan. Oleh orang Amerika, pohon tersebut dianggap sebagai simbol ketegaran karena seakan-akan memberi pelajaran kepada umat manusia untuk tetap tabah dan gigih dalam menghadapi berbagai cobaan dan gelombang kehidupan.

ketika kita hidup di dunia ini, Tuhan tidak menjanjikan bahwa mengikut Dia, berarti kita akan bebas dari penderitaan, bahwa kita akan bebas dari kesusahan, tekanan, sakit penyakit, kelemahan. Dia tidak menjanjikan bahwa pekerjaan kita akan selalu lancar, bahwa semua orang akan menyukai kita, bahwa tidak akan ada persoalan hidup dalam hidup kita. Tetapi setiap kita sebagai orang-orang percaya didalam penderitaan terus belajar di proses menjadi seorang yang memiliki iman dan kesetiaan dalam Tuhan. melalu penderitaan, Tuhan memurnikan dan mendewasakan iman kita, semakin teguh dan semakin kuat di dalam dia.

Penderitaan mendekatkan kita kepada Tuhan, penderitaan memberitahukan kepada kita betapa kita ini lemah dan butuh bersandar kepada Tuhan dan bukan kepada diri kita sendiri.

Pergumulan hidup yang seperti apakah yang saat ini saudara dan saya hadapi? Bagaimana saduara dan saya hadapi pergumulan itu? Jika selama ini kita masih mempertanyakan kemahakuasaan Allah, dan ingin Allah segera menolong kita keluar dari pergumulan hidup kita, maka kita tidak akan pernah menjadi dewasa secara rohani.
Marilah kita mulai membuka diri kepada Tuhan, membiarkan Tuhan yang menelanjangi hidup rohani kita, pengetahuan dan pemahaman kita yang terbatas. Biarkan Tuhan yang menyatakan Diri-Nya secara pribadi kepada saudara, sehingga saudara juga dapat mengenal-Nya secara pribadi. Kejarlah hidup rohani yang baik, maka saudara dan saya akan mampu menghadapi pergumulan hidup dengan pertolongan dari Allah yang Mahakuasa dan tidak dapat dimengerti oleh keterbatasan kita. Amin.

Pada akhirnya kitab Ayub mengantar kita kembali kepada karunia Ilahi. Kitab Ayub mendorong kita agar memandang segala sesuatu dari segi ilahi, bukan dari segi manusiawi.

Iman berarti belajar mempercayai Allah dalam kegelapan, dalam ketidaktahuan, dalam bayang-bayang kegagagalan. Iman adalah pemberian Tuhan kepada kita agar kita dapat menerima ketidakpastian.



No comments:

Post a Comment