Sunday, June 23, 2019

Hidup Ini adalah Kesempatan





Ev. Putra Waruwu

Efesus 5:15-17
15  Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16  dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
17  Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.

Pendahuluan

              Hidup ini adalah kesempatan. Kesempatan macam apa? Kesempatan yang bagaimana dan kesempatan yang seperti apa? Ada sebuah lagu yang judulnya sama dengan tema renungan hari ini yaitu “Hidup Ini adalah Kesempatan”. Tetapi yang menjadi pertanyaan sederhananya ,”Tahukah kita di balik lagu ini ada sebuah kisah yang memilukan?”. Beberapa waktu lalu, lagu ini menjadi viral karena dinyanyikan seorang ibu yang sudah berusia senja (oma). Ia bernyanyi bersama dengan teman-teman lainnya, di-video-kan dan diunggah (upload) lalu menjadi viral. Tetapi sebelum lagu ini viral, ada sebuah kisah nyata dibalik kemunculan lagu ini. Pdt. Wilhelmus Lathumahina adalah seorang gembala di sebuah jemaat dan ia sudah cukup lama melayani Tuhan. Ia punya seorang anak yang sangat berbakat di bidang musik. Tuhan memberikannya talenta untuk bisa mengaransemen banyak jenis musik. Anaknya aktif melayani dan menjadi berkat di jemaat yang dilayani oleh Pdt. Wilhelmus. Suatu kali anak pendeta ini mengalami kecelakaan yang merengut nyawanya. Di tengah kepiluan, kesedihan dan kesusahan yang dialami, Sang Pendeta mulai merenung. Di dalam renungannya ia menuliskan lirik lagu terssbut. Lagu yang dinyanyikan sekarang ini adalah saduran dan ada beberapa kata yang dihilangkan.
              Bukankah lagu “Hidup Ini adalah Kesempatan” seringkali diidentikan dengan orang-orang yang berusia senja? Pandangan ini perlu diubah. “Hidup ini adalah kesempatan” bukan hanya berlaku bagi orang-orang yang usianya lanjut tetapi berlaku untuk kita semua. Di dalam renungannya, Pdt. Wilhelmus mengatakan tidak selamanya kita muda dan kuat, artinya ada masa-masa di dalam hidup kita menjadi lemah (seperti saat didera penyakit). Tidak selamanya kita jaya (mungkin perekonomian sulit) dan tidak selamanya kita hidup. Ada batas waktu untuk kita menjelajah sebagai musafir di dalam dunia ini. Maka tepat sekali di dalam lagunya beliau berkata, “Hidup ini adalah kesempatan”. Hari ini kita akan belajar dari tema ini.

Apa itu kesempatan?

              Ada pepatah yang mengatakan, “ada kesempatan di dalam kesempitan”. Dulu ketika saya ikut pramuka, kami tinggal di suatu kota jauh dari pemukiman warga dan berkemah selama kurang lebih 2 minggu. Barang yang kita bawa terbatas. Pembina kami berkata, “Kalau sudah di bumi perkemahan kamu diizinkan untuk mencuri saat ada kesempitan”. Kesempitan apa? Misalnya : pakaian dalam terbatas. Waktu itu belum ada yang sekali pakai dibuang. Jadi harus dicuci  dan kemudian dijemur. Untuk mencuci dan mengeringkan cucian memakan waktu lama karena berada di daerah dingin. Ada seorang teman yang kehabisan cadangan dan dia melihat ada pakaian dalam yang sedang dijemur. Lalu dia memilih satu , mengambil dan memakainya.  Setelah itu ada teman lainnya yang heboh karena miliknya hilang satu. Setelah diusut ternyata ketahuan  diambil oleh temannya. Pembina berkata bahwa itulah kesempatan di dalam kesempitan dan itu dilegalkan  dengan alasan daripada masuk angin (tentu hal ini tidak benar). 
              Kesempatan adalah satu masa di mana kita dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan di tengah kita berada. Masa, waktu, keadaan, situasi, kondisi di mana kita mampu melakukan sesuatu yang berdaya guna, baik untuk kita, orang lain dan untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Itulah kesempatan , masa yang Tuhan berikan untuk kita.
              Ada seorang bapak berusia 70 tahun. Ketika tiba di usia 70 tahun, ia mulai menggores semua peristiwa kehidupannya selama 70 tahun di dalam dunia. Ia menggoresnya dalam bentuk persentase. Dalam diagramnya terlihat kegiatannya selama 70 tahun adalah tidur 32,9%, bekerja (22,8%), beribadah (0,7%), nonton (11,4%), makan (8,6%), bepergian (8,6%), bersantai (6,5%), sakit (5,7%) dan berpakaian (2,8%). Selama 70 tahun, orang ini tidur selama 32,9%, jadi waktu paling banyak digunakan untuk tidur, lebih banyak dari bekerja (22,8%). Yang paling rendah persentasenya adalah beribadah hanya 0,7% (tidak sampai 1%). Bandingkan dengan kesempatan untuk tidur. Bahkan berpakaian lebih besar persentasenya. Demikian juga untuk berbelanja dan berburu diskon. Bagaimana dengan hidup kita? Saat ini saya sudah berusia 25 tahun, selama itu saya sudah melakukan apa saja? Apakah lebih banyak tidur atau lebih banyak beribadah atau lebih banyak ke hal-hal yang lain?  Inilah gambaran tentang kesempatan-kesempatan hidup yang Tuhan berikan pada kita. Sudahkah  kita menggunakan kesempatan itu dengan baik? Hal ini kita lihat dari firman Tuhan, “Bagaimana seharusnya kita memaknai dan mengisi kesempatan itu dengan baik”.
             
Alkitab Berkata (Efesus 5:15-17)

              Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus dan ditujukan kepada jemaat Efesus tapi juga berlaku bagi mereka yang bukan jemaat Efesus namun tinggal di kota Efesus pada saat itu. Surat ini ditulis Rasul Paulus ketika ia berada di penjara. Di tengah kesulitan dan penderitan, Rasul Paulus masih mengingat bahwa ia punya anak rohani yang harus terus didampingi, salah satunya adalah jemaat Efesus. LAI memberi perikop “Hidup sebagai anak-anak terang”. Mengapa Rasul Paulus harus mengirimkan surat ini kepada jemaat Efesus? Karena satu hal yang penting adalah saat itu  jemaat Efesus adalah jemaat yang dualisme, mereka menyembah Allah dan mereka juga punya kepercayaan lain. Salah satu yang mereka sembah adalah dewi Artemis (dewi kesuburan). Jadi selain menyembah Tuhan, di sisi lain ada juga yang disembah. Bahkan ada yang benar-benar hanya menyembah dewi kesuburan tersebut. Di tengah keadaan demikian, Rasul Paulus hadir dengan mengirimkan surat ini. Ia berkata , “Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup!”.
              Jemaat Efesus bukan baru saja mendengar Firman tetapi jauh sebelumnya mereka sudah mendengar tetapi sebagai manusia, mereka juga punya keterbatasan untuk memahami Firman, namun dengan surat-surat Rasul Paulus , jemaat ditolong untuk mengerti dan memahami apa yang menjadi pesan Rasul Paulus bagi mereka. Apa kaitannya dengan tema kita? Melalui pasal 5 ini , kita akan melihat setidaknya ada 3 ciri dari kehidupan orang yang mengisi kesempatan-kesempatan hidup dengan melakukan apa yang Tuhan mau.

3 Ciri Kehidupan dari Orang yang Mengisi Kesempatan Hidup dengan Melakukan Apa yang Tuhan Mau

1.     Hidup bagi Allah

Pada Efesus 5:15 Rasul Paulus berkata , Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, . Di sini disebutkan ada 2 karakter orang yakni bebal dan arif. Orang bebal adalah orang yang hidupnya  dalam perbuatan daging, orang yang hidupnya belum berubah. Orang yang mengiyakan tapi tidak berubah misal diminta , “jangan begini ya”, dikatakan iya tapi nanti dilakukan lagi. Tetapi orang arif adalah orang yang mau melakukan apa yang Tuhan mau. Itu adalah orang yang menggunakan kesempatan untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Arif dan bebal adalah dua karakter yang bertolak belakang. “Bebal” menjauh dari Tuhan sedangkan “arif” itu mendekat kepada Tuhan. Rasul Paulus berkata, “Perhatikanlah hidupmu!”. Sekarang kita perhatikan hidup kita dengan seksama (teliti), apakah kita seorang yang bebal atau seorang yang arif. Seorang yang sudah berubah atau masih terus- menerus mengisi kesempatan hidup dengan hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan? Kesempatan itu banyak, tetapi apakah kita sudah mengisinya dengan baik?
               Ingatkah akan kisah Raja Ahab dan istrinya Izebel? Kelakuannya menyebalkan. Mereka punya posisi sebagai pemimpin kala itu. Tetapi posisi itu digunakan untuk membawa orang Israel tidak lagi menyembah Tuhan dan Izebel punya niat untuk membunuh Nabi Elia. Di tengah posisi yang bagus dan jabatan yang tinggi, ia menggunakan kesempatan itu untuk melakukan apa yang menjadi egonya sendiri terhadap orang lain. Rasul Paulus berkata, “Itulah orang bebal”. Firman Tuhan berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat utnuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang untuk kebenaran”. Bagaimana dengan kehidupan kita? Sudah berapa lama kita berani menyebut diri kita sebagai seorang Kristen dan orang yang mencintai Tuhan? Seberapa berani kita berkata bahwa kita sudah mengisi setiap kesempatan yang ada untuk hidup bagi Allah. Kita hidup bagi Allah atau kita hidup untuk diri kita sendiri? Ketika kita hidup bagi Allah maka segala sesuatu ada di dalam standar , patokan dan maunya Allah (bukan maunya saya). Kadang di sini kita menghadapi dilemma (kita maunya B sedangkan Tuhan maunya A. Tuhan mengijinkan kita sakit tapi kita tidak mau terima). Apakah kita sudah sungguh hidup bagi Allah? Ini mengingatkan kita sejauh mana kita berkenan di hadapan Tuhan. Rasul Paulus ingin menekankan kepada kita bahwa ketika ia berkata, “janganlah seperti orang bebal tetapi seperti orang arif”, seorang penulis berkata bahwa  Paulus dalam bagian ini sedang berkata, “Kamu yang sudah dimenangkan di dalam Kristus hidupmu jangan sembrono (jangan terlalu bebas tanpa aturan,  jangan sewenang-wenang dan sesukamu saja, tetapi harus semaunya Tuhan). Supaya kamu bisa menjadi orang yang arif. Kalau hidup kita sembrono maka kita tidak akan peka dengan dosa malahan kita akan menikmati dosa.
               Saya membaca sebuah cerita. Ada seorang pria yang  menyediakan sebuah panci yang diisi dengan air panas. Kemudian ketika panci itu diletakkan di suatu tempat, tiba-tiba ada seekor kodok melompat masuk ke dalam panci. Kodok itu tidak sadar air di dalam panci itu panas. Ia asyik melompat-lompat di air panas. Ia asyik bermain, sampai suatu titik ia merasa kepanasan dan kemudian mati. Terkadang hidup manusia seperti itu. Sedikit-sedikit tidak apa (cincailah), Tuhan tahu kok. Di awal kita tidak peka. Tetapi saat sampai di titik tertentu Tuhan menegur, kita jatuh. Kita salah menggunakan kesempatan yang ada. Inilah yang pertama, hidup bagi Allah. Sebuah lagu berkata, “Kalau kuhidup, kuhidup bagimu”. Mataku, hatiku, hidupku tertuju pada Tuhan. Mau dan siap hidup bagi Allah? Atau kita sekarang sedang hidup untuk diri sendiri?

2.     Hidup Bijaksana

Ketika mengisi kesempatan hidup maka kita harus hidup dengan bijaksana. Pada ayat 16 Rasul Paulus berkata,”dan pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.” Waktu yang dimaksudkan Rasul Paulus dalam bagian ini adalah kairos. Ada 2 pengertian waktu yaitu kronos dan kairos. Kronos adalah waktu yang berganti. Tetapi Rasul Paulus menggunakan kata kairos (suatu waktu dalam kehidupan yang tidak akan berulang). Itulah kesempatan yang dimaksudkan Rasul Paulus dalam bagian ini. Maka hidup ini adalah kairos bukan kronos. Kalau kronos masih ada besok , bulan depan atau tahun depan. Sedangkan kairos tidak bisa (kalau sudah lewat , tidak bisa kembali). Misalnya : suatu kali kami sedang belanja di pasar dengan dosen dan ada satu jemaat yang minta,”Pak tolong doakan saya!” padahal saat itu pasar sedang ramai. Tetapi dosen saya berkata,”Ayo kita ke pinggir sebentar dan berdoa” di tengah-tengah hiruk-pikuknya pasar. Bisa jadi kesempatan itu tidak akan kembali karena bisa jadi kita tidak akan bertemu lagi dengan jemaat yang minta didoakan itu. Itu kairos (kesempatan yang mungkin atau tidak akan terulang kembali). Sedangkan kalau kita mau ke mal tetapi batal maka bisa besok.  Hal-hal yang rohani penting untuk kita pikirkan bersama.
“Pergunakanlah waktu yang ada”. Lirik lagu “Jam Kehidupan” yang dibawakan Herlin Pirena yang liriknya,”Jam kehidupan diputar sekali dan tak seorangpun tahu kapan kan berhenti. Mungkin hari ini, mungkin esok, mungkin nanti. Cepat atau lambat tak s'orangpun tahu bila waktunya… Milikilah kasih Yesus yang menjadikan hidupmu berarti…” Milikilah kasih Yesus supaya hidup kita mudah diubahkan di dalam Tuhan. Kalau kita bisa menggores kehidupan kita, seperti apa dan bagaimana? Bukankah dunia menawarkan kepada kita bahwa waktu adalah uang”. Time is money. Kata Pak Jokowi , “Waktu adalah kerja, kerja, kerja”. Artrinya kita melakukan sesuatu yang berdaya guna, tidak hanya sebatas untuk mencari sesuatu yang bersifat materi. Hari-hari ini adalah jahat. Banyak tipu muslihat iblis, banyak godaan, rayuan yang dilemparkan oleh iblis Tetapi pemazmur berkata,”Tuhan ajar kami menghitung hari-hari kami agar kami beroleh hati yang bijaksana”. Untuk menghitung hari-hari supaya bijaksana, dari refleksi saya, saya berani berkata,”Anggaplah hari ini adalah hari terakhir dalam hidup kita supaya kita tahu apa yang harus kita lakukan untuk mengisi hidup ini. Kalau kita berpikir masih ada besok atau lusa untuk melayani Tuhan, maka kita akan menunda. Tetapi kalau kita boleh memaknai detik, hari dan saat ini adalah waktu yang terakhir dari hidup kita, maka kita akan berjuang untuk melakukan yang terbaik semampu kita untuk Tuhan. Kesempatan ada banyak, hanya saja sudahkah kita menggunakan kesempatan itu dengan baik?
Ada sebuah video  yang berpesan, “Banyak hal di dunia ini yang sering kita lakukan untuk menghabiskan waktu kita. Tidur adalah salah satunya. Kita juga selalu mempunyai waktu untuk menonton apa yang menjadi kesukaan kita. Bagi yang suka main game, juga ada waktunya untuk itu. Bahkan kita punya waktu untuk membersihkan lingkungan kita. Kita punya waktu untuk bersama dengan orang-orang yang kita sayangi :  keluarga, suami-istri dan anak-anak. Kita juga punya waktu untuk berkarya sesuai dengan talenta kita. Kita punya waktu untuk melihat apa yang ada di dekat kita (sekeliling kita).” Itu beberapa contoh dari  waktu yang digunakan dalam keseharian kita.  Yang menjadi akhir dari video ini adalah dia bertanya, “Seberapa banyak waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Seberapa sering kita dekat dengan Tuhan? Seberapa banyak kesempatan yang Tuhan kasih, kita gunakan dengan baik? Kita bekerja dari pagi hingga malam, kita berjuang untuk mencapai apa yang menjadi target kita, tetapi untuk Tuhan berapa banyak?
Ketika sedang berkhotbah, saya tidak sedang menghakimi tetapi saya hanya sedang membagikan apa yang menjadi refleksi dari Firman ini. Itulah hidup yang bijaksana. Hidup yang mau menghitung hari dan mempergunakan hari -hari yang ada, hidup yang siap melawan tipu muslihat iblis. Di tempat kita seperti apa? Di dalam posisi yang mungkin sedang duduki saat ini , kita bersikap bagaimana? Bagaimana kita bersikap terhadap atasan , bawahan dan rekan kerja seperti apa? Kita harus melihat bahwa semua kesempatan yang Tuhan berikan adalah baik untuk kita. Di dalam iman kita kepada Tuhan, tidak ada kesempatan yang tidak baik, tidak ada waktu yang tidak indah dan tepat. Semua di dalam Tuhan adalah baik, indah dan tepat. Sehingga Pemazmur sekali lagi berkata, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami”.

3.     Hidup mengerti kehendak Tuhan.

Ini terkadang menjadi polemik dalam kehidupan orang Kristen. Bagaimana kita bisa mengerti kehendak Tuhan? Tidak semua yang kita pertanyakan ada jawaban yang logis. Karena kita beriman bukan karena logika, kita percaya bukan sebatas rasio, tetapi memang kita beriman kepada Tuhan. Apa maksudnya mengerti kehendak Tuhan ketika Rasul Paulus berkata, “Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” (Efesus 5:17).  Kata “usahakan” berarti kita punya “andil’ untuk mau memahami Tuhan mau apa di dalam kehidupan saya. Katekismus Westminster berkata,”Tujuan kamu untuk mengerti kehendak Tuhan hanya satu yaitu memuliakan Tuhan”. Tetapi untuk mengerti kehendak Tuhan kita harus sungguh mengerti apa yang menjadi dasar iman (kepercayaan) kita kepada Tuhan. Untuk mengerti kehendak Tuhan, kita tidak hanya sebatas tahu saja, tetapi kita harus siap untuk melakukan sesuatu  yang dapat dirasakan oleh orang lain.
Tentunya untuk mengetahui kehendak Tuhan melalui kebenaran firman Tuhan. Yang kedua, kita juga bisa tahu kehendak Tuhan melalui khotbah-khotbah. Yang ketiga, kita juga bisa mengetahui kehendak Tuhan melalui orang-orang yang ada di sekitar kita. Semua cara bisa Tuhan pakai untuk menolong kita agar kita paham kehendak Tuhan untuk saya. Kita dipanggil untuk menjadi orang percaya. Setelah menjadi orang percaya kita harus hidup seturut dengan maunya Tuhan. Pergunakanlah waktu yang  ada selagi masih ada waktu, kuat, sehat dan bisa berpikir. Gunakan semua itu untuk memuliakan Tuhan.
Di sini Rasul Paulus kembali mengingatkan kita bahwa hidup yang adalah kesempatan yang Tuhan anugerahkan, harus diisi dengan hal-hal yang bermakna. Bagi yang sudah berkeluarga dimulai dari kehidupan keluarga , bersama dengan suami/istri  dan anak. Apakah setiap kesempatan yang ada sudah kita gunakan dengan baik? Membangun relasi , menjalin komunikasi dan menikmati kebersamaan. Bagi kita yang masih sendiri, bagaimana kita menikmati kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan dalam kesendirian kita? Sudahkah kita menggunakan semuanya di dalam pimpinan Tuhan? Atau sebaliknya hidup ini adalah kesempatan untuk melayani Tuhan. “Hidup ini adalah kesempatan” tidak hanya berlaku bagi orang yang sudah berusia senja tapi berlaku bagi setiap kita (semua usia). Mari kita berefleksi untuk melihat dan menilik hati kita. Kalau ada kesempatan untuk beribadah apakah kita sudah beribadah dengan sungguh-sungguh? Kalau ada kesempatan untuk melayani apakah kita mengambil bagian? Kalau ada kesempatan untuk menegur atau mengingatkan orang , adakah kita sudah menggunakan kesempatan dengan baik? Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Selagi ada waktu dan kesempatan maka gunakanlah dengan baik.
Hari ini penghuni lantai 3 pastori penuh dengan penghuni-penghuni baru. Mushi memberi tanggung jawab saya sebagai kepala asrama untuk membawahi beberapa hamba Tuhan. Ada Aldin, Novi, Joshua, Agnes dan Dyan (setiap Sabtu dan Minggu). Saya coba berpikir sebelum mereka datang, “Tuhan , Tuhan mau saya apa dari saya untuk mereka” Saya terus berpikir,”Tuhan mau apa? Apa yang bisa saya berikan untuk mereka?” Bukan materi. Mu shi kasih makanan. Kalau saya? Saya coba berpikir, “Apa? Apa? dan Apa?” Saya katakan kepada para hamba Tuhan tersebut, “Jangan pandang saya sebagai hamba Tuhan yang posisinya terlalu di atas tetapi pandang saya sebagai teman sehingga saat ada kesulitan , kamu bisa terbuka dengan saya. Lalu saya sampaikan ke mu shi untuk kebutuhan mereka. Mu-shi akan memberikan tanggapan sehingga ada jalan keluar. Itu kesempatan dan kesempatan itu tidak akan berulang. Joshua dan Agnes hanya ada selama 2 bulan , setelah itu mereka akan pergi lagi ke tempat pelayanan lain. Saya juga berlajar agar jangan sampai saya menyesal tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka. Sama dengan kita. Orang-orang yang ada di sekitar kita, kita harus melihat kesempatan apa yang ada untuk kita melayani mereka.
Jumat lalu kita besuk popo Lia di sebelah gereja. Mbaknya berkata,”Beberapa waktu lalu ada dokter dari gereja datang untuk mengunjungi popo Lia”. Seorang dokter dari gereja datang, saya berpikir dokter yang mana. Dijelaskan, “Itu dokter yang pakai kacamata dan beberapa waktu lalu mamanya meninggal”. Rupanya dr. Kim Cu datang untuk mengunjungi popo Lia. Itu kesempatan, selagi kita ada waktu , mari kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat. Pak Andre berkata, “Cuang Dao beberapa waktu lalu , cuang dao datang ke rumah saya walau jauh sekali”. Itu kesempatan. Kalau tidak ada kesempatan , kita tidak akan ke Cibubur. Sdr. Joshua berkata, “Jauh sekali”. Itulah kesetiaan mengikut Tuhan. Itu kesempatan. Di tempat ini saya belajar banyak hal. Hampir 2 tahun melayani di tempat ini, yang paling berkesan adalah bersama dengan mushi dalam pelayanan, adalah ketika dapat informasi langsung gerak cepat. Kita langsung jalan, pulangnya entah jam berapa tidak bisa dipastikan. Itu kesempatan untuk melayani. Begitu ada yang sakit segera datang. Bila ada yang butuh, segera datang. Kalau dikatakan capai, pasti karena sebagai manusia kita lemah. Tetapi sukacita nya jauh lebih besar ketika bisa mengisi semua kesempatan itu dengan hal-hal yang tentunya menyukakan hati Tuhan. Sebelum saya berkhotbah hari ini, saya menerapkan Firman ini dalam hidup saya. Sudahkah saya menggunakan semua waktu yang ada untuk melayani Tuhan? Kesempatan demi kesempatan pelayanan yang ada, sudahkah saya manfaatkan dengan baik?

Kesimpulan

1.     Mari semakin memaknai arti dan  tujuan hidup kita sebagai orang percaya  di hadapan Tuhan dengan tidak menyia - nyiakan waktu yang tersisa dalam hidup kita.
2.     Hidup dalam waktu Tuhan mengisi kesempatan yang ada membutuhkan evaluasi diri terhadap hidup yang telah  dilalui, supaya kita tahu apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita , memperbaiki hidup saat  ini, dan     meningkatkan kehidupan di hari esok
3.     Sarana yang paling baik untuk dua hal di atas adalah dengan membaca firman Tuhan   dan mengaplikasikannya dalam hidup  sehari-hari.

Refleksi

Hidup ini singkat, berubahlah ketika kesempatan masih ada, karena mungkin akan  tiba saat di mana kita ingin berubah, namun   kesempatan sudah tidak ada lagi. Sama seperti yang dikatakan firman Tuhan, ketika seorang manusia berkata,”Tuhan ! Tuhan! Aku percaya kepada Engkau” tetapi Tuhan berkata,”Aku tidak mengenal engkau. Enyahlah dari hadapanKu!”. Selagi ada kesempatan mari belajar dan berubah. Hidup bagi Allah berarti menggunakan waktu dengan bijaksana dan mau mengerti kehendak Tuhan. Berhentilah menyesali dan mulailah mensyukuri.   Berhentilah meragukan dan mulailah  melakukan. Hari ini (detik ini, saat ini), Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita! Maknailah waktu ini sebagai waktu-waktu yang terakhir supaya kita terus berjuang memberikan yang terbaik dengan kemampuan yang kita miliki di dalam anugerah Tuhan.. Mari kita mengisi kesempatan-kesempatan yang ada untuk menjadi berkat bagi orang-orang ada di sekitar kita dan memuliakan Tuhan.  



No comments:

Post a Comment