Monday, January 14, 2019

Ibadah : Kewajiban atau ….?





Pdt. Jimmy Lucas

Ibrani 10:19-25
19 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus,
20  karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,
21  dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
22  Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.
23  Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.
24  Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.
25  Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

Pendahuluan

              Biasanya hati kita tidak terlalu senang saat berbicara tentang kewajiban. Hal ini disebabkan saat bicara kewajiban, kita merasa seperti terikat (terbelenggu, dipaksa) untuk melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan. Berbeda kalau kita berbicara tentang hak karena itu bicara tentang apa yang kita dapatkan  dan bisa kita nikmati. Itu sebabnya kita lebih suka berbicara tentang hak daripada kewajiban. Tetapi pertanyaannya adalah “adakah hak tanpa kewajiban?”. Hak adalah sesuatu yang diterima (dinikmati) sebagai konsekuensi logis dari terpenuhinya kewajiban. Tidak mungkin seseorang bisa menikmati hak kalau kewajiban-nya tidak dipenuhi terlebih dahulu.
              Kemarin saya membesuk papa saya di Rumah Sakit Atma Jaya. Saya berbicara dengan mama tentang apa yang akan kami lakukan setahun ke depan, bagaimana saya dan adik-adik membiayai papa-mama dan keluarga kami sendiri. Saya curhat kepada mama tentang pergumulan saya. Mama saya memberi saya nasehat tentang pergumulan saya walau ia tidak memahami apa yang sedang saya gumuli. Hal ini timbul karena perbedaan generasi, latar belakang pendidikan dan pengalaman (mama saya tidak tamat sekolah menengah). Mama saya tidak mengerti apa yang saya bicarakan. Tetapi ia melihat beban yang saya tanggung. Kemudian ia berkata,”Sudahlah Jim! Tidak usah terlalu dipikirkan. Kamu memang sejak kecil memikirkan hal-hal yang tidak perlu kamu pikirkan. Umurmu baru berapa tetapi kerutan di dahimu sudah banyak. Tidak usah terlalu dipikirkan, karena Tuhan punya cara untuk memenuhi semuanya”  Saya berkata,”Ma, kalau bukan kita yang pikirkan, siapa yang akan pikirkan? Kalau bukan Jimmy, dede Eeng San San yang pikirkan, siapa yang akan pikirkan? Ini  memang keluarga kita. Ini kewajiban kita dan kita harus melakukannya. “ Sederhananya, saya tidak suka merawat papa saya (orang tua) di rumah sakit. Umumnya kita lebih suka membawa orang tua ke luar negeri, daripada membawa mereka ke rumah sakit. Tetapi yang sudah terjadi harus dijalani. Kalau ia sudah di rumah sakit, maka kita harus memenuhi kewajiban kita. Caranya? Dengan jalan membayar rumah sakit, membeli obatnya dan merawat sebaik-baiknya. Yang terbaik harus kita lakukan. Kalau itu orang tua orang lain, mungkin membiayai rumah sakit akan menjadi beban berat. Tetapi kalau itu orang tua sendiri , apalagi papa yang tidak pernah memikirkan diri sendiri , berjuang habis-habis untuk anak-anaknya, lebih rela miskin dan dihina daripada melihat anaknya miskin dan dihina. Betapapun beratnya, membiayai papa saya tidak pernah menjadi berat. Kewajiban tetap kewajiban tetapi saya bisa memenuhinya karena saya mengasihinya.

Ibadah itu kewajiban atau hak?

Ibadah itu adalah hak bukan kewajiban. Kalau pun ibadah adalah kewajiban, kalau kita mengasihi Allah maka ibadah tidak akan pernah menjadi berat buat kita . Adakah  suami yang merasa berat membiayai istrinya hingga mengatakan,”Sial , saya harus bekerja membiayai kamu!” Hal itu hanya terjadi pada pasangan yang hubungannya terganggu atau punya simpanan. Tapi kalau hubungannya baik dan penuh cinta kasih, maka tidak ada beratnya (akan dilakukan dengan penuh sukacita). Ibadah kalau dianggap sebagai sebuah kewajiban ,itu  benar kewajiban tetapi bukan hal yang memberatkan selama kita mengasihi Allah. Tetapi kalau kita membaca Alkitab, di satu sisi Allah mewajibkan kita untuk beribadah tetapi kewajiban itu bukan untuk Allah tetapi untuk kita. Jadi ibadah yang adalah kewajiban sebenarnya adalah hak kita untuk menikmati Allah. Hari sabat untuk manusia. Ibadah sebetulnya adalah hak kita demi kebaikan kita. Allah memang mewajibkan ibadah, tetapi ibadah itu adalah hak yang diberikan Allah kepada kita demi keuntungan kita sebesar-besarnya.

Ibadah memberi manfaat yang besar sedikitnya dengan cara :

1.     Memperdalam relasi kita dengan Allah

Apa yang menghalangi kita untuk menghadap Allah, apa yang membuat kita tidak berani menghadap Allah, apa yang membuat kita tidak bisa berdiri atau berlutut di hadapan Allah adalah adalah dosa. Badan bisa berada di dalam gereja dan melakukan ritual agama tetapi hati tidak pernah berbohong. Kita bisa merasa tidak layak di hadapan Allah, karena kita tahu apa yang sudah kita lakukan atau apa yang kita gagal lakukan di hadapan Allah. Kita enggan menghadap Allah karena kita adalah orang berdosa. Yesus kemudian mengatasi masalah ini. Allah mengatasinya dengan memberikan anaknya yang tunggal, Yesus Kristus ,  mati di atas Kayu Salib untuk menebus dosa kita. Ibrani 10:19-20 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,
Allah mengatasi masalah dosa dengan cara memberikan Yesus Kristus mati bagi kita. Ketika Ia mati maka Dia menyelesaikan masalah dosa sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk enggan dan malu menghadap Allah. Satu-satunya alasan membuat kita enggan menghadap Allah adalah dosa namun dosa diselesaikan oleh Yesus Kristus melalui darah anak domba Allah. Jadi kita tidak punya alasan untuk tidak datang kepada Allah. Pengorbanan Yesus dilakukan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Tetapi pelayanan Yesus terjadi selama-lamanya. Yesus mati satu kali untuk menebus dosa-dosa kita. Satu kali berlaku dan efeknya untuk selama-lamanya. Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa kita selama-lamanya. Dengan kata lain Yesus menyelesaikan tugasnya di bumi, tetapi Yesus tidak pernah berhenti melayani kita. Maka pada ayat 21  dikatakan dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Dikatakan Yesus terus menerus (selama-lamanya, dari kekal sampai selamanya) menjadi imam besar bagi kita , yaitu orang yang menjadi perantara antara manusia dengan Allah, berdoa bagi manusia di hadapan Allah. Imam besar memberi berkat ilhani pada jemaat yang dijalani, membimbing dan berdoa bagi jemaat yang dilayani. Yesus adalah imam besar yang pelayanan keimamanNya berlaku untuk selama-lamanya.
Ada 2 hal yang terjadi di sini. Penghalang antara kita dengan Allah ditiadakan melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas Kayu Salib, yang kedua setelah diampuni lalu kita dilayani selama-lamanya melalui pelayanan Yesus sebagai imam besar. Dengan kata lain, kita bisa terus-menerus (kapan saja dan dalam kondisi apa pun) masuk ke dalam tahta kasih karunia (menghadap tahta Allah) melalui doa-doa kita. Bila ini terjadi, maka bila kita tidak datang menghadap Allah adalah hal yang bodoh sekali. Kalau kondisi seperti saya sekarang ini , ke kiri-kanan, depan-belakang semua terpepet, maka saya ingin menghadap ke Pak Jokowi untuk usaha. Kalau kita punya akses dan tapi tidak dipakai, maka kita adalah orang bodoh.  Kalau kita bisa datang kapan saja, maka saya jadi manja (ke serempet motor atau beca saja langsung mau bertemu dan lapor ke Pak Jokowi). Akses ada bila tidak dipakai bodoh. Itu bisa terjadi pada kita. Ketika Yesus mengerjakan pelayanan imamNya , maka Dia memberikan akses ke Allah. Penyembahan adalah penyerahan total kepada sifat-sifat Allah, hati nurani yang secara langsung mengakui kekudusanNya, sebuah supaya untuk memberi makan pikiran dengan kebenaranNya, memurnikan imajinasi dengan keindahanNya, membuka hati untuk kasihNya, menyerah kepada kehendak Allah demi tujuan Allah. Dengan kata lain, ketika kita punya akses ke Allah, kita datang dan mengalami Allah, 24 jam kita datang ke Allah. Ibadah pada dasarnya adalah sebuah hak penuh untuk mengalami Allah secara terus-menerus. Ibadah itu hak untuk menikmati Allah , memuji dan mengalami Allah. Ketika mengalami Allah semua dibentuk di dalam diri kita semakin serupa Allah. Orang yang sering beribadah maka semakin lama keduniawiannya tertanggalkan dan keilahiannya termunculkan.
              Di Surabaya saat menjadi mahasiswa, saya tinggal dengan seorang mantan majelis. Ia mantan pengusaha tambak. Rumahnya model  zaman dahulu berupa satu kompleks. Ia punya rumah yang memiliki halaman luas, ada 2 rumah di sana. Rumah yang depan untuk menampung mahasiswa praktek dan rumah yang satu lagi untuk meraka tinggal. Namanya Om Han dan Ayi Mei Fang. Mereka orangnya ramah. Ayi Mei Fang masakannya enak. Om Han membaca buku teologi lebih banyak dari kita , para mahasiswa. Buku-bukunya mahal, berbobot dan tingkat tinggi. Saya terkadang iri melihat mereka karena mereka seperti Romeo dan Juliet (harmonis sekali). Om Han tahu saya suka kopi. Saat membahas teologi dengan Om Han di ruang tamu, lalu Ayi Mei Fang lewat. Dengan hanya berdehem saja, Ayi Mei Fang menyediakan kopi. Dehem-an itu menjadi kodenya. Akhirnya saya punya kesempatan bicara dengan Ayi Mei Fang, lalu bertanya,”Mengapa ayi tahu kalau berdehem artinya harus menyediakan kopi?”. Ia berkata, “Jim..Jim.. Kami sudah menikah 15 tahun, setiap hari bertemu, ngobrol, curhat dan berbagi hidup. Ayi tahu apa yang ia mau dan ia tahu apa yang ayi mau. Bagi saya itu relasi. Relasi mengubah pribadi seseorang. Kita menjadi seseorang yang dengannya kita bergaul. Kalau Yesus sudah membuka akses kita datang ke Allah , lalu kita menggunakan untuk beribadah dan mengalami Allah secara teratur, maka tidak heran dengan sering beribadah kepada Allah maka mengalami pengilahian setiap harinya (teosis). Ibadah itu adalah hak yang membuat kita semakin sempurna setiap harinya. Jadikan ibadah itu sebuah kesukaan.

2.     Ibadah memberi manfaat karena ibadah akan  menguatkan kita dan iman kita untuk menerima janji Allah

Kekuatan sebuah perjanjian terletak pada pihak yang berjanji. Sekalipun perjanjian bisa dikuatkan oleh hukum tapi kekuatan sesungguhnya terletak pada karakter  yang memberi janji. Cukup banyak perjanjian hitam-putih masih bisa meleset juga tetapi ada perjanjian yang tidak ada hitam-putih-nya terlaksana karena yang berjanji sudah bicara karena karakter dari orang yang  berjanji. Penulis kitab Ibani mendorong untuk tetap berpegang teguh pada pengakuan tetang pengharapan kita. Penulis kitab Ibrani mengatakan Dia yang menjanjikanNya adalah setia. Kesetiaan Kristus adalah jaminan dari penggenapan janji Allah bagi segala sesuatu yang Allah janjikan kepada kita. Kalau Allah sudah memberikan jaminan, maka betapa bodoh kita jika  tidak pernah memegang janjiNya dan tidak pernah meminta janji itu tergenapi dalam hidup kita. Ibadah sejati adalah sarana ilahi untuk mengingatkan kita akan janji Allah. Ketika beribadah , kita didorong untuk mengingat kembali janji Allah dan didorong terus untuk mengklaim janji Allah , pegang dan menunggu janji Allah di dalam hidup kita. Ibadah adalah sarana ilahi untuk mengingatkan kita akan janji Allah. Pegang terus janji Allah sehingga kita dikuatkan!
Sewaktu Om Lim (Sudono Salim atau Liem Sioe Liong)  meninggal, biografi hidupnya ditulis di koran Kompas. Waktu membaca catatan hidupnya saya terkejut. Menurut pengakuan teman-teman bisnis Om Liem, order mereka datang tidak pakai surat. Mereka hanya menerima telpon saja. Barang datang hanya karena telpon dari Om Liem. Menurut mereka, Liem Sioe Liong mulutnya bisa dipegang. Bila dijanjikan “A” maka akan terjadi “A” jadi tidak perlu surat. Keduanya sama-sama hebat. Om Liem hebat karena mulutnya bisa dipegang, karakternya kuat dan teruji, apa pun yang dijanjikan pasti digenapi dan dibayar. Sementara rekan bisnisnya juga hebat karena percaya pada janjinya Liem Sioe Liong.
Buat saya, harusnya hidup kita lebih dari itu. Kita harus percaya pada karakter yang memberikan janji dan kita harus terus pegang janji Allah. Masalahnya daging manusia itu lemah. Kita seringkali melupakan janji Allah ketika menghadapi pergumulan-pergumulan yang berat. Kita seringkali mengabaikan dan meragukan Allah saat menghadapi pergumulan berat. Oleh sebab itu kita perlu beribadah. Dalam ibadah ada begitu banyak simbol yang mengingatkan kita pada janji Allah. Misalnya : saat menikah kita dipaksa berlutut di depan altar lalu pendeta memberkati kita. Itu adalah simbol bahwa kita menyerahkan rumah tangga kita kepada Allah (Allah ada di tengah-tengah rumah tangga). Lalu kita saling memberikan cincin kawin yang mengingatkan bahwa kita terikat pada sebuah sumpah pernikahan yang tidak terputus untuk selama-lamanya, sehidup mati, sampai maut memisahkan kita tetap setia pada pasangan kita. Demi Allah bukan pernikahan itu sendiri. Kita diingatkan pada simbol-simbol. Ayam jago (pada gereja ayam) mengingatkan kita bahwa Allah mengampuni setelah penyangkalan Petrus 3 kali (pengampunan Allah tidak terbatas). Perjamuan kudus mengingatkan kita pada  pengorbanan Yesus Kristus (Inilah tubuhKu, inilah darahKu yang terpecah-pecah karena kamu). Kita diingatkan bahwa kita diampuni.  Sayangnya gereja Injili saat ini sangat miskin simbol. Yang ada paling salib. Kita diingatkan dan diatur pada tata ibadah. Saya beribadah di gereja yang beraliran berbeda dengan GKKK. Dikatakan, tahun 2018 adalah tahun mujizat pembebasan , kita klaim janji Allah  lalu memuji sambil bergoyang-goyang. Firman Tuhan disampaikan dan isinya tentang berkat. Lalu persembahan diedarkan, waktu memberikan persembahan lalu berdoa yang sudah dicatat (kita akan menjadi kepala bukan ekor, kita akan menerima rumah di bumi dan di sorga. Tidak ada yang mandul, yang jomblo Tuhan berikan jodoh). Lalu ditutup dengan doa berkat (Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah). Buat saya hal ini tidak salah , namun mind-set nya dari awal sampai akhir kita diingatkan untuk meminta berkat. Kalau gereja injili orientasinya salib terus. Dimulai dengan votum dan salam, ibadah ini dimulai dalam nama Bapa , Anak dan Roh Kudus. Turunlah kiranya atas kita berkat Allah. Berkat untuk ibadah. Lalu pujian yang orientasinya tentang Allah. Allah ditinggikan dan dimuliakan. Kita harus menyembah Allah. Lalu khotbah. Isi khotbah  tidak boleh jauh dari Alkitab (eksegesis-nya harus ada). Kalau khotbahnya tidak eksegesis maka berikutnya tidak diundang lagi. Lalu persembahan dan doa persembahan yang isinya “Tuhan pakai persembahan ini untuk pekerjaan Tuhan”. Lalu ditutup dengan doxology. Jadi diawali dengan kemuliaan Allah dan ditutup dengan kemuliaan Allah. Manusia di mana? Tidak ada! Manusia memikul salib. Orientasinya : Kalau saya hidup, bekerja, berumah tangga memuliakan Allah. Bukan bagaimana pekerjaan dan rumah tangga saya memberi saya berkat. Ibadah menata pikiran kita karena di dalam ibadah ada liturgi dan simbol-simbol mengkaitkan dan mengingatkan kembali janji Allah (janji tentang hidup kekal , penyertaan dan hidup diberkati). Kalau tidak beribadah bagaimana kita tahu janji Allah dalam hidup dan apa yang Allah mau sediakan. Buat saya, orang Kristen yang tidak beribadah, lebih bodoh dari ayam. Ayam mati di lumbung padi, setidaknya ia masih masuk ke lumbung padi (lumbung padi adalah tempat menyimpan beras dan ayam makan beras. Setidaknya ia telah masuk lumbung padi). Sedangkan manusia, ini adalah tempat di mana Allah memberikan janjiNya. Sudah tahu harus beribadah, merasa ibadah itu kewajiban yang memaksa dan tidak mau dilakukan. Akhirnya janji Allah ada berkelimpahan tetapi kita tidak pernah tahu dan tidak pernah hidup dalam janji Allah. Betapa bodohnya kita sama seperti ayam mati di lumbung padi. Ibadah adalah hak kita untuk dikuatkan sehingga kita bisa terus-menerus memegang janji Allah.

3.     Ibadah memampukan kita bertahan menghadapi tantangan.

Tantangan orang Kristen itu jelas : penganiayaan dan cobaan. Kalau penganiayaan saja itu masih “ringan”, cobaan itu berat. Karena bentuk penganiayaan begitu kasar dan menakutkan. Misalnya kalau ketahuan beragama Kristen, dilarang beribadah (saat mau beribadah dicegah). Kalau begitu saat mau ke gereja dicegat maka kita cari gereja lain (kita masih tetap beribadah walau dalam penderitaan). Itu tantangannya kasar dan menakutkan (langsung kelihatan). Tetapi cobaan lebih berbahaya dari penganiayaan. Ini pendapat saya pribadi , karena cobaan itu kadang-kadang tidak terlihat namun mengotak-atik esensi hidup  kita yang paling dalam). Contoh : Yesus dicobai dengan 3 cobaan yakni  mengubah batu menjadi roti, menjatuhkan diriNya karena malaikat akan menatang  dan seluruh dunia akan diberikan kepadaNya. Ini mewakili 3 inti cobaan dalam bentuk yang berbeda, namunya intinya sama yakni  kita diccoba seputar masalah priuk nasi. Kalau sudah bicara priuk nasi, kita bisa mengerjakan apa pun.
Contohnya : saya naik motor dan diserempet oleh sebuah Kopaja sehingga menjadi  emosi. Lalu saya kebut untuk menyusulnya. Begitu tersusul dan sudah dekat ada tulisan “Immanuel” (Allah beserta kita). Sopir Kopaja berteriak, “Sorry Bang! Cari makan!”. Seolah-olah kalau sedang cari makan, maka bisa melakukan apa saja. Apakah kita juga begitu? Dengan dalih mencari makin, menyingkirkan rekan kerja. Kita diotak-atik dengan urusan priuk nasi (rejeki) . Percobaan biasanya mengenai masalah pengkuan (kamu berharga tidak? Kamu penting tidak? Kamu cantik benar tidak?). Ada pengakuan untuk bisa mencapai kesuksesan (yang penting sukses dahulu dan mendapat seluruh dunia). Cobaannya begitu halus karena yang mencobai berpengalaman ribuan tahun (dari nenek moyang kita Adam-Hawa, dia sudah tahu cara menjatuhkan manusia). Cobaan terhadap kita adalah ujiannya terhadap kebutuhan perut , ego dan kesuksesan kita. Ketiganya diuji terus. Caranya berbeda-beda tetapi caranya sangat halus, licin dan cerdas. Sulit bagi kita untuk bisa mengatasi cobaan seperti itu. Penulis kitab Ibrani mengingatkan kita, ketika kita datang beribadah dan bertemu saudara seiman, saudara seiman inilah yang akan mengingatkan kita untuk berhati-hati karena sudah terlalu jauh, sudah lebih mencintai dunia, skala prioritas kita salah dll. Firman Tuhan mengingatkan kita.
         Saya pernah menggembalakan sebuah gereja yang baru dirintis. Jadi orientasinya adalah memenangkan jiwa. Kalau ada jemaat baru kita merasa sukacita dan langsung di-follow-up dalam waktu paling lambat 1x24 jam. Hari minggu itu, kebetulan saya yang berkhotbah. Begitu melihat ada yang baru, saya langsung mengenalinya bahwa ia bukan domba saya. Hari Seninnya saya langsung menelpon, “Bagaimana Pak? Senang beribadah di gereja kami?” Dijawab,”Senang sekali.  Itu lagu-lagu klasik bisa menjadi begitu modern.” Saya bertanya lagi,”Khotbahnya bagaimana Pak?” Dia menjawab,”Khotbahnya bagus dan saya senang mendengarnya.” Lalu saya bertanya lagi,”Jadi bapak mau beribadah di gereja kami?” Tetapi ia menjawab,”Tidak mau Pak!” Saya dengan heran bertanya,”Mengapa? Bukankah bapak belum punya tempat ibadah yang tetap dan Bapak merasa semuanya enak?”.  Dia menjawab lagi,”Saya kerja dari Senin-Sabtu. Saya guru fisika, matematika, kimia. Saya bekerja dari pk 9-21. Kepala saya penuh dengan soal fisika, matematika dan kimia yang rumit. Saya datang ingin mendengar penghiburan, berkat-berkat dan bukan salib. Saya rasa Bapak khotbahnya tentang salib dan Bapak bakal khotbahnya terus tentang salib. Saya sudah capai mendengar salib. Saya tidak mau salib-salib lagi. Saya mau bahagia.” Nah lho? Dalam hati, “Oh iya,kalau begitu terima kasih sudah mau datang”. Dalam hati saya berkata,”Saya tidak butuh jemaat yang tidak mau memikul salib. Urusan berkat adalah urusan Tuhan bukan urusan manusia.  Kalau kita berpikir bagaimana caranya diberkati itu keliru. Allah kalau sedang ingin memberkati kita, Ia tidak peduli apa kita yang dikerjakan. Ada pepatah “kerja keras pangkal kaya”, tetapi bagaimana tukang becak yang bekerja lebih keras namun hasilnya? Ada pepatah “cerdas pangkal kaya{ tetapi bagaimana professor tidak kaya hanya jadi dosen saja. Ada juga pepatah berkata “hemat pangkal kaya” tetapi malah ada yang menjadi pelit. Memang tidak ada orang kaya yang tidak bekerja keras, cerdas dan berhemat, tetapi kerja keras, cerdas dan berhemat tidak membuat kita kaya.
Saya pernah mengikuti seminar James Gwee di mana  yang datang ribuan orang. Semua coba mengikuti nasehat James Gwee. Tetapi dari 1.000 orang yang hadir yang jadi kaya berapa persen? Tidak semua. Kaya tidak ada rumusnya, karena itu hak prerogatif Allah. Kaya itu karena Tuhan mau memberkati. Urusan kita melakukan apa yang harus kita lakukan. Kita harus bekerja dan lakukan yang terbaik yang kita bisa. Kalau ke gereja untuk mau menceri berkat salah tempat (gereja bukan tempatnya). Di gereja kita diingatkan kembali apa yang menjadi kewajiban kita sebagai umat Allah,  kita diingatkan kembali untuk hidup selaras dengan kehendak Allah.
Waktu saya menggembalakan di daerah teluk Gong, saya akrab dengan semua anak muda khususnya saya akrab dengan  petugas TU kami. Hal ini tidak mengherankan karena kami berada di ruang yang sama berukuran 2,5 x 4 meter.  Saya tiap hari berbincang-bincang dengan tenaga TU yang perempuan. Saya merasa dia sebagai adik saya dan sebaliknya dia menganggap saya sebagai kakaknya. Tidak ada romans.
Suatu kali saat rapat, saya melaporkan perkembangan komisi remaja, TU saya adalah ketua komisi remaja. Dia yang memegang hasil notulen rapat komisi raja. Saya mengikuti rapat pleno majelis tapi lupa membawa map yang isinya laporan komisi remaja. Saya pun mengirim pesan lewat BBM,” De, tolong naik ke atas dan bawakan notulen hasil rapat kita.” Dia pun membalas,”Iya Ko, akan saya bawakan. Tapi ada yang salah.” “Aduh kenapa tidak diperbaiki kemarin, saya sudah harus melaporkannya” Akhirnya ia membawakan mapnya dan naik ke atas. Saya duduk di dekat pintu ruang rapat, begitu masuk dia langsung menghampiri saya dan kepalanya mendekati kepala saya dan membisikkan pesan-pesannya. Dia berbisik di depan semua majelis. Selesai rapat, ketua majelis turun. Ia mengatakan, “Pak Jim luar biasa ya pelayanannya. Pak Jim, akrab dengan remaja”. “Ya namanya juga passion saya dengan anak remaja” sahut saya. Dia berkata lagi,”Oh begitu. Tapi tadi kami lihat Bapak terlalu akrab dengan dia. Walau kami tahu, Bapak tidak ada apa-apa dengan dia dan dia juga tidak ada apa-apa dengan Bapak.  Hanya Bapak perlu hati-hati karena dia berasal dari keluarga broken family dan dia perlu figure Bapak. Di sini sudah ada kejadian di mana dengan konseling-konseling kemudian terjadi ‘korsleting’” “Oh gitu ya? Tapi saya tidak ada apa-apa lho dengan dia”, sahut saya. Jadi saya diminta untuk membatasi diri karena kalau minta dia, dia masih anak kecil. Lalu ketua majelis itu berkata lagi, “Maaf Pak Jimmy, saya berkata begini bukan apa-apa lho. Ingat tidak dulu waktu pertama kali masuk ke gereja ini, Pak Jimmy pernah berkata kepada saya,’Pak Kelvin, tolong kalau Bapak melihat saya mulai dekat dengan perempuan atau Bapak melihat saya bakal jatuh, maka Bapak orang pertama yang harus bicara ke saya’. Ingat tidak Bapak pernah bicara begitu? Sekarang itu yang saya lakukan”. “Oh iya Pak. Terima kasih”, jawab saya. Sejak hari itu saya menjaga jarak dan saya menjadi berhati-hati. Saya bersyukur karena ia membicarakan hal itu. Sebagai saudara seiman , ia menjaga saya agar saya tidak jatuh. 

Penutup

Gereja adalah tempat di mana kasih dipraktekkan. Namun realitanya? Antar jemaat saling mengampuni tetapi kalau hamba Tuhan jatuh tidak ada pengampunan. Dari 100 kasus 99 tidak diampuni. Di sekeling saya, banyak  rekan hamba Tuhan yang jatuh. Ada yang jatuh dengan sekretaris, istri majelis dll. Sekarang mereka di mana? Bahkan ada yang bercocok tanam di Singkawang, tidak berani keluar. Saya merasa saya tidak berbeda dengan mereka, saya juga terdiri dari daging. Mereka bisa jatuh demikian juga dengan saya. Tidak heran banyak yang tergoda karena kita dari darah dan daging. Dosen saya pernah berkata, “Pencobaan? Roh memang penurut tetapi daging lemah. Tapi saat giliran kamu roh lemah dan daging lemah.” Saya pikir benar juga.  Saya tidak merasa diri kuat. Saya kuat karena ada saudara seiman yang mengingatkan. Kebanyakan orang Kristen yang jatuh adalah “serigala” yang sendirian (lone wolf). Itu sebabnya milikilah komounitas, tinggal di gereja datang beribadah. Terbuka dirimu untuk diberi peringatan - nasehat dan buka dirimu untuk memberi nasehat dengan saudara seiman. Kejatuhan bukan sesuatu yang diingatkan. Ada yang berkata,”Pak Jimmy sendiri tidak punya gereja”. Saya berkata,”Betul, saya tidak punya gereja tapi saya punya dojo.” Dojo saya terkadang lebih Kristen daripada gereja. Kemarin, kita baru saja makan-makan dan saling koreksi dan mengingatkan. Begitu bicaranya menyerempet-nyerempet, maka saya pun memberi sinyal mengingatkan. “Sudah beribadah belum?” saya mengingatkan. Ada yang berkata,”Ko Jimmy, terima kasih untuk renungan firmannya. Saya dikuatkan lho” “Oh terima kasih juga.” Jadi kami saling menguatkan , menegur, membangun dan mengingatkan.
Kalau tidak beribadah, maka kita bisa jatuh dengan cepat. Hati-hati kalau tidak ibadah. Setan di belakang sudah menunggu. Ibadahnya saja mungkin tidak menolong, tetapi persekutuan dengan saudara seiman yang hanya ada di dalam ibadah, itu yang menguatkan kita. Ibadah itu bukan kewajiban tetapi hak untuk menerima perlindungan , dorongan dan kekuatan dari orang lain. Jangan sia-siakan hidupmu dengan tidak beribadah. Pertanyaan saya kembali : ibadah itu kewajiban atau bukan? Kalau itu kewajiban , maka itu kewajiban yang menyenangkan. Ibadah itu adalah  hak kita untuk mengalami persekutuan dengan Allah, untuk terus mengingat janji Allah dan dikuatkan oleh saudara seiman.


No comments:

Post a Comment