Monday, July 23, 2018

Melakukan Firman-Nya, Mengagungkan Kedaulatan-Nya

Ev. Putra Waruwu

33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!
34  Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?
35  Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya?
36  Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Pendahuluan

              Tema-tema ibadah Kebaktian Umum selama bulan Juli 2018 bagi saya sangat menarik. Karena hanya ada satu kata atau frase yang membedakan setiap minggunya dan semuanya terkait dengan Kedaulatan Allah. Hari ini tema-nya “Melakukan Firman-Nya, Mengagungkan KedaulatanNya”. Sebagai orang-orang yang sudah percaya kepada Allah tentu kita adalah orang-orang yang tidak asing dengan FirmanNya. Kita seringkali disuguhi (diberikan) dan mendengar Firman Tuhan. Entah itu dengan membaca buku (artikel) renungan harian, mendengar khotbah dalam ibadah atau persekutuan dan lain-lainnya. Banyak media dan cara untuk kita bisa membaca atau mendengarkan firman Tuhan. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kita berani berkata,”Saya adalah pribadi yang telah melakukan firmanNya”. Belajar Firman itu sepertinya mudah tetapi untuk melakukan dan mempraktekkannya, kita dituntut untuk mau tidak mau “HARUS” melakukannya. Melakukan berarti ada tindakan dan gerakan untuk menjalankan. Ada inisiatif, passion (hasrat) untuk kita melakukan apa yang telah kita dengar. FirmanNya adalah “ya” , “amin”,Alkitab  merupakan suara Allah bagi kita dan Allah sendiri yang dinyatakan bagi kita. Setiap khotbah pasti dasarnya adalah firman Tuhan, tidak ada yang lain. Bacaan bisa jadi referensi dan artikel bisa jadi tambahan tetapi dasarnya adalah Alkitab. Kalau berkhotbah di luar Alkitab maka pengkhotbanya harus bertobat karena yang kita renungkan adalah FirmanNya, bukan dari sudut pandang pengkhotbah. Mengagungkan berarti ada sikap untuk memuliakan, meninggikan dan meluhurkan Tuhan. Kata “mengagungkan” pada KBBI merupakan kata yang merujuk kepada satu pribadi yaitu Tuhan. Kata “mengagungkan” berarti kita sedang belajar bahwa segala sesuatu didasarkan pada kebesaran Tuhan. Kedaulatan Allah adalah kebebasan dan kemahakuasaan Allah atas hidup kita. Artinya melakukan firman dan mengagungkannya, menunjukkan kepada kita sebagai orang yang telah diselamatkan harus melakukan firman Tuhan untuk memuliakan Dia melalui kedaulatanNya.

Melakukan Firman-Nya, Mengagungkan Kedaulatan-Nya

Apa arti mengagungkan KedaulatanNya?

1.     Tingkah Laku dan Pola Pikir Berubah Setelah Diselamatkan

         Firman yang kita baca hari ini (Roma 11:33-36) adalah tulisan dari Rasul Paulus yang ditujukan kepada orang-orang (jemaat)  di Roma. Orang-orang  di sana adalah orang-orang  yang secara intelektual tergolong pintar, jenius dan bisa. Secara budaya-sosial, mereka orang maju dari daerah yang merupakan pusat kehidupan saat itu. Dalam tugasnya, Rasul Paulus datang memberikan suratnya. Rasul Paulus pribadi yang istimewa, intelektual tinggi dan kapasitas yang luar biasa karena ia belajar di bawah bimbingan orang-orang hebat saat itu. Itulah Saulus sebelum namanya diganti menjadi Paulus. Ia memahami dan mengerti semua ajaran saat itu. Ia merasa lebih baik dan hebat. Apa yang dilakukan dalam kebisaannya? Sebelum bertobat ia menjadi penganiaya orang-orang Kristen. Semua yang telah dimiliki Rasul Paulus dalam kemampuannya menjadi tidak berarti ketika ia bertemu dengan Tuhan. Perjalanannya ke kota Damsyik menjadi titik-balik kehidupan seorang Paulus. Ia tidak hanya mengalami perubahan perilaku (sikap) tetapi juga paradigma, pola pikir dan sudut pandangnya diubahkan. Kita juga bisa menunjukkan , kalau dulu kita pukul teman tetapi sekarang tidak berarti kita berubah. Orang bisa melihat dan mengamati secara sikap ia sudah berubah, tetapi secara pola pikir (sudut pandang) siapa yang tahu bahwa kita sudah berubah? Rasul Paulus sudah berubah tingkah laku dan pola pikir-nya. Pasal 1-11 kitab Roma merupakan ajaran Rasul Paulus tentang Allah berkuasa yang menyelamatkan. Ia mengajak kita berpikir apa itu dosa, akibat dosa, hukuman dosa, bagaimana kita mati dalam dosa dan diangkat dalam Kristus lalu mengalami lahir baru di dalam Kristus. Rasul Paulus menjelaskan bagaimana anugerah bekerja dalam kehidupan kita. Pada pasal 11, Rasul Paulus menulis, “Bagaimana Tuhan menentukan dan memilih umat-umatNya”. Siapakah orang-orang pilihan dan umat yang telah ditentukan? Yaitu mereka yang disebut umat Israel. Tapi di pasal 11, Tuhan dalam kemahakuasaannya, memutarbalikkan semuanya itu. Dengan car Tuhan menyatakan keselamatan bagi bangsa-bangsa lain (selain Israel) termasuk kita. Ini jadi masalah bagi orang-orang Israel saat itu. “Kok bisa-bisanya  Tuhan berbuat seperti itu?” Kita juga kafir, tetapi di dalam Kristus kita telah diselamatkan. Itu yang Rasul Paulus ingin tekankan ,”Ketika melakukan firmanNya kita harus mengagungkan kedaulatanNya dalam arti kita harus setuju dengan cara kerjanya Tuhan.” Orang Israel yang disebut Yahudi tidak sepenuhnya sejalan dengan cara kerjanya Tuhan. Ibarat ada makanan khusus untuk penata layan tetapi karena belas kasihan maka makanannya dibagi ke umat lain. Penata layan lain bertanya,”Kenapa dibagikan karena itu hak kami?” Itu yang terjadi dan menjadi soal. Mereka bertanya tapi tidak sepenuhnya mengerti.
         Maka dari itu Rasul Paulus menjawab persoalan itu dan berkata,(ayat 33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!  Pada bagian pertama Paulus menekankan akan kebijakan ilahi. Oh alangkah dalamnya rancangan ilahi yang bertindak terhadap bangsa Yahudi dan non Yahudi. Israel dibuang sedangkan bangsa lain dirangkul dan diselamatkan. Orang yang sudah ditentukan dibuang dulu , nanti waktu tepat mereka akan kembali. Sehingga wajar mereka ada rasa kecewa, putus asa, iri hati. Kok bisa-bisanya Tuhan berbuat demikian. Tetapi itulah cara kerja Tuhan. Tidak ada yang membatasi Tuhan dalam cara kerjanya. Tidak semua cara kerja Tuhan bisa kita pahami. Ada bagian tertentu yang perlu perenungan yang dalam.
         Kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah menunjukkan bahwa dalamnya pengetahuan Allah tidak dapat diselami sepenuhnya oleh manusia apalagi kita disebutsebagai manusia yang berdosa. Rasul Paulus paham dan mengerti tetapi ia kehilangan segalanya dalam hidupnya. Apa yang dianggapnya benar yaitu memusnahkan kekristenan malah berbalik menjadi mengasihi orang-orang Kristen. Kepandaian jangan sammpai menghilangkan arah hidup kita tetap ingat bahwa semua yang kita miliki adalah karena Tuhan yang menganugerahkannya pada kita. Sungguh tidak terselami jalan-jalannya.
         Roma 11:33 sepadan dengan ayat Yesaya 55:8. Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Apa yang dirancangNya tidak membutuhkan persetujuan kita. Kita tidak ditanya oleh Tuhan, “Apa masukanmu?”. Tuhan menentukan dan menetapkan apa yang terjadi. KetikaTuhan menyelamatkan kita, Tuhan  tidak berkompromi (tawar menawar) dulu dengan kita. Ada sebuah lagu rohani yang dinyanyikan oleh trio Alfa Omega didasari ayat ini liriknya : Rancangan Tuhan adalah rancanganNya. Bukan seperti rancangan manusia. Rencana Tuhan adalah rencanaNya. Bukan seperti rencana manusia, tiada yang mustahil bagi Allah. Semua yang tertulis pasti digenapi. Artinya bagian kita ketika kita mengagungkan Allah, Rasul Paulus mengajari kita,”Ketika segala sesuatu tidak dapat dijelaskan dengan akal pikiran manusia, maka engkau hanya bisa berkat, oh alangkah dalamnya.
         Kita dibawa ke renungan yang lebih dalam, untuk mengenal Tuhan dengan lebih baik. Itulah kebijakan ilahi . di dalam hidup orang-orang percaya. Kebijakan ilahi kita tahu dari firman yang didengar dan dibacakan (disampaikan). Pemeliharaan Tuhan selalu nyata dalam kehidupan kita. Sekalipun banyak kesulitan mengikuti Tuhan dan tantangan untuk mempertahankan iman tetapi ingatlah bahwa semua ada untuk menunjukkan bahwa keputusan-keputusan Tuhan tidak sepenuhnya diselami oleh manusia. Tadi malam ada pemilihan Miss Grand Indonesia 2018. 3 besar pemenangnya berasal dari daerah Bengkulu, Sumut dan Jakarta. Untuk menjadi pemenangnya peserta diberi pertanyaan. Giliran wakil DKI maju yakni Stephanie Cecilia Munthe lalu ditanya, “Jika engkau diberi satu kekuatan super maka siapa yang akan diselamatkan?” Dijawab,”Hal pertama yang akan saya selamatkan adalah My Bible (Alkitab), karena Alkitab telah membawa saya mengenal Tuhan yang saya percayai. Dengan Alkitab saya bisa membagikan cinta dan pengharapan bagi semua orang. Saya memilih untuk menyelamatkan Alkitab karena dengannya saya bisa berbagi anugerah yang telah saya dapatkan dari Tuhan yang saya percayai.” Kalau kita jadi juri sebagai orang Kristen kita bisa pilih dia. Tetapi akhirnya dia jadi runner-up kedua (juara ketiga). etapi keyakinan iman ketika ia berkata demikian bagi saya itu bukan sesuatu yang mudah. Di tengah-tengah dan desakan isu kristenisasi ia menjawab seperti itu sedangkan yang lain menjawab anak dan pendidikan. Inilah bukti bagaimana ketika seseorang melakukan firman dan mengagungkan kedaulatanNya, setelah  mendengar dan berbagi apa yang sudah dirasakan bersama Tuhan. Dia sudah merasakan cinta Tuhan dan dia bagikan. Itulah kebijaksanaan ilahi yang memampukan kita melakukan apa yang dimau.

2.  Kedaulatan itu dinyatakan lagi bagi kita

         Ayat 34-35  adalah pesan Rasul Paulus dalam bentuk pertanyaan,  Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?  Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Susah untuk mengetahui pikiran orang lain apalagi Tuhan. Anak dan pasangan kita saja tidak sepenuhnya kita paham pikirannya apa apalagi Tuhan yang menciptakan kita. Siapakah yang pernah menjadi penasehatNya? Adakah Tuhan mengangkat dewan penasehat untukNya? Di dalam organisasi mungkin ada dewan penasehat, dalam gereja ada hamba Tuhan konsulen yang mengarahkan. Allah tidak pernah mengangkat penasehat karena Dia sanggup memberitahukan rancangan-rancanganNya dan menyatakan pemeliharaanNya kepada kita. Kalau Tuhan memberi kita berkat atau sakit, Tuhan tidak perlu bicara dahulu missal :  ijinkan kita sakit. Juga saat sakit jadi diminta untuk check-up. Di dalam Tuhan tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Ketika kita mau mengagungkan kedaulatanNya maka jangan ngotot-ngototan dengan Tuhan. Siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepadaNya? Kalau kita diberi sesuatu oleh seseorang, berarti kita harus mengasihi. Artinya kita harus berbuat dahulu, nanti kita tabur apa yang kita perbuat. Bagaimana dengan Tuhan? Kita memberi Tuhan dulu? Kita goda dan rayu Tuhan dulu untuk disayang Tuhan? No! Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita. Sehingga Dia harus menggantikannya. Rasul Paulus mengatakan hal ini karena Rasul Paulus ingin membungkam orang-orang Yahudi yang menghitung-hitung segala sesuatu dengan Allah yang meyelamatkan (Tuhan aku sudah buat ini-itu, lalu aku dapat apa?). Sikap demikian juga masih ada sampai hari ini. Misal : Tuhan aku sudah melayani lho. Tuhan saya sudah ikut apa yang Engkau mau, tetapi kenapa sampai sekarang doaku tidak dijawab-jawab? Apa sih maunya Tuhan? Jangan main-main lha Tuhan. Kadang -kadang dalam keberdosaan seperti itu dengan Tuhan, berarti hal itu kita menagihNya. Apakah kita sudah memberi pinjam kepada Tuhan sehingga menagih? Tidak! Jadi sabar saja. Ketika kita mengagungkan kedaulatan Tuhan, itu tidak mengajari kita untuk melakukan hal-hal yang super power (besar). Dari hal-hal yang sederhana, kita bisa mengagungkan Tuhan. Pengertian mengagungkan  artinya meluhurkan atau memuliakan melalui sikap hidup. Itulah yang Tuhan mau untuk kembali kita memahami kedaulatan ilahi dalam kehidupan.

3. Soli Deo Gloria

         Yang ketiga dalam mengagungkan kedaulatan Allah : Soli Deo Gloria. Artinya sebab segala sesuatu dari Dia oleh Dia dan kepada Dia. Segala sesuatu kita kembalikan sebagai hormat dan pujian syukur kepada Dia. Alalh itu segala-galanya di dalam segala sesuatu . Tidak ada yang lebih tinggi, kuat dan hebat dari Allah. Tidak ada dan tidak dapat digantikan dengan siapa pun dan apa pun. Entah itu kepintaran , kekayaan dan kelebihan. Semua tidak akan pernah menggantikan posisi Tuhan di dalam hidup kita. Maka Rasul Paulus berani berkata, “Solid Deo Gloria”. Karena ia tahu kehidupan orang-orang yang ada di Roma saat itu adalah kehidupan yang tidak sepenuhnya ikut Tuhan dengan setia. Dengan pengetahuan mereka, rasio atau logika lebih sering diandalkan dan dipercaya daripada Tuhan. Segala sesuatu di sorga dan  bumi yang terjadi di dalamnya adalah oleh karena Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Di Efesus Rasul Paulus berkata,”Oleh karena itu jangan ada yang membanggakan diri dan sombong dengan apa yang sudah diterima dari Tuhan”. Di dalam segala sesuatu yang dianugerahkan Tuhan bagi kita, adakah kita pernah berpikir bahwa kita harus mengembalikan itu untuk Tuhan? Maka mau tidak mau kalau Tuhan yang mau maka harus mau. Maka ego harus ditundukkan. Kerendahan hati itu perlu untuk bisa memahami apa yang Tuhan mau di dalam kehidupan kita. Ketika kita tahu bahwa Tuhan itu bijaksana dan berdaulat, maka dengan iman dan rasa syukur mudah bagi kita berkata Soli Deo Gloria. Tetapi bila Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidup kita, maka akan terasa sulit bagi kita untuk berkata Soli Deo Gloria. Apalagi kalau kita bisa mendapatkan segala sesuatu yang kita mau. Tanpa Tuhan pun kita bisa, kenapa sekarang harus dengan Tuhan. Ada anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum artinya Tuhan berkenan pada semua orang, maka Tuhan memberi berkat-berkat  kehidupan seperti alam, pekerjaan dll.  Itu semua Tuhan berikan untuk dinikmati. Peranan Allah dalam kehidupan kita sangat besar. Jangan seorang pun pernah mengabaikan Tuhan. Biar bagai mana pun kondisi kita, Tuhan tetap bersama kita. Inilah pengalaman iman Rasul Paulus ketika Ia mau mengagungkan kedaulatan Allah.

Apa yang bisa kerjakan dalam kehidupan sehari-hari?
1.       Kita harus kenal diri
2.       Kita harus kenal Tuhan.
                                        
Kenal diri menuntut kita untuk bisa memiliki kerendahan hati dan mengajari kita agar tahu siapa kita di hadapan Tuhan dan siapa Tuhan dalam kehidupan saya. Kalau kita kenal diri kita dengan baik maka kita tidak akan semena-mena kepada Tuhan. Kita datang kepada Tuhan tidak juga dengan semena-mena dan sembarangan. Artinya kita hormat kepada Tuhan. Saat anak menghadap orang tua, ada sikap hormat. Demikian juga saat menghadap pimpinan pasti kita ada sikap hormat. Terlebih ini kepada Tuhan kita harus lebih hormat kepadaNya. Kenal diri menuntut kita untuk rendah hati. Pengamsal berkata bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan . Ini membawa kita sungguh-sungguh melihat Tuhan sebagai pribadi yang besar dan berkuasa. Dengan cara apa? Mulai dari hal-hal yang sederhana. Kalau datang saat ibadah, alangkah baiknya kita  datang lebih awal. Juga ke persekutuan, lebih hindah bila kita datang lebih awal. Jangan sampai ada satu momen dalam urutan ibadah kita ketinggalan. Jangan sampai momen untuk kita bersalaman dan bertumbuh dengan jemaat hilang. Tuhan mau merangkul kita dengan hal-hal yang sederhana dan Tuhan mau kita menghadap Dia dengan hal-hal sederhana. Muliakan Tuhan dalam seluruh kehidupan kita. Ketika firman diberitakan, pujian dinyanyikan, doa dipanjatkan, apakah hati kita mau menerima atau menolak apa yang Tuhan mau? Kenal diri lewat kerendahan hati. Yang kedua, Kenal Tuhan! Iman yang Tuhan anugerahkan bagi kita membawa kita untuk semakin melihat hal-hal yang Tuhan ingin nyatakan bagi kita. Ketika kita sudah diselamatkan maka kita punya percaya dan ketika kita sudah punya percaya maka kita ditolong untuk memahami iman kita. Melalui apa? Maka kita ada kelas katekitasi. Itulah cara untuk semakin memantapkan pengenalan kita akan Tuhan. Kita belajar bukan saja tentang Tuhan tetapi belajar dari Tuhan.

Seberapa jauh kita membangun hidup kita semakin dekat dengan Tuhan? Adakah Tuhan selalu ada bagi kita di dalam setiap langkah kita. Atau seringkali Tuhan terlupakan karena kesibukan, tanggung jawab, pekerjaan atau pelayanan yang menumpuk? Seorang kakak tingkat saya pernah kesaksian ketika khotbah saat morning chapel di Kampus. Ia berkata, “Sebelum saya masuk sekolah teologi, kehidupan rohani saya teratur. Baca firman dan renungan. Namun sewaktu awal masuk sekolah teologia, saya rasanya seperti semakin jauh dari Tuhan. Ini kesaksian hidup. Ketika kita semakin dekat dengan Tuhan, apakah kita sungguh makin dekat dengan Tuhan? Ketika kita setia beribadah dan pelayanan apakah kita sungguh semakin dekat atau jauh dengan Tuhan? Fisik boleh dekat dengan Tuhan tetapi hati, pikiran dan passion (hasrat) kita jauh dari Tuhan. Kalau kenal Tuhan , maka taati Tuhan!. Tuhan minta kita TAAT. Hanya itu saja yang Tuhan kehendaki. Tetapi terkadang kita harus berjuang untuk taat. Banyak tantangan yang harus kita hadapi. Mulailah dari hal-hal sederhana untuk bisa mengagungkan kedaulatan Tuhan.

Seorang teman saya bulan lalu sharing bagaimana dia berjuang mencari pekerjaan dan tak kunjung dapat. Berkali-kali diinterview tapi tidak ada panggilan. Suatu kali ia berniat pindah ke suatu kota dan akhirnya pindah ke kota itu. Lalu ia melamar dan dapat jadwal interview tetapi tidak kunjung diterima. Iya bertanya kepada saya,”Put, saya sudah melakukan semua, berdoa , buat lamaran, ikut interview. Semua sudah lakukan. Apa sih yang masih kurang? Mengapa teman-teman saya mudah mendapat pekerjaan? Mengapa saya susah sekali?” Ketika saya mendengar hal itu, saya bingung menjawabnya. Akhirnya saya katakan, “Mungkin saat ini Tuhan tidak menuntun kamu untuk dapat kerja tetapi Tuhan menuntut kamu untuk memperbaiki kerohaniaan kamu.” Ia segera memberi respon,”Kerohanian yang seperti apa lagi?” Saya langsung membalas lagi,”Ini lho , dari jawaban kamu saya saja tidak enak mendengarnya. Bagaimana saya bisa apresiasi masalah kamu? Saya paham kamu bergumul tetapi cobalah renungkan dahulu.” Setelah cerita banyak hal, akhirnya dia jawab “Ok, saya coba melakukannya”. Saat persiapan khotbah hari ini, saya teringat dia. Saya bertanya apakah dia sudah mendapat pekerjaan belum. Dia menjawab,”Puji Tuhan!  Tuhan itu lucu ya. SkenarioNya menarik buat saya.” Ia bekerja di salah satu tempat di Bali dan di dalam perjalanan untuk mendapat pekerjaan banyak sekali Tuhan mempertemukan dia dengan kesulitan-kesulitan. Dalam satu hari yang sama ia mendapat panggilan interview di 6 tempat yang berbeda. Setelah 2 tempat selesai, masih ada 4 tempat lagi. Saat pergi ke tempat yang lain , hujan turun, tidak ada gojek yang mau padahal ini kesempatan emas. Akhirnya ia berdoa, “Terserah Tuhan, maunya Tuhan apa.” Akhirnya ia putuskan kembali ke kosnya. Jarak dari tempat kos dan tempat interview sejauh 10 km. Hari sudah mulai gelap, di tengah jalan hujan turun deras. Ia singgah dan berteduh di pos satpam. Ketika berteduh seorang pria keluar dari rumah itu dan bertanya, “Mau kemana mbak?” Setelah dijelaskan lalu pria itu berkata,”Saya mau ke sana. Kalau begitu bareng saya saja” Ternyata Bapak itu sebenarnya sedang menggoda nya. Banyak hal yang disinggung dalam perjalanan tetapi dia diam saja. Dia pulang ke kos dan beristirahat dan bergumul. Hanya 2 panggilan interview yang bisa dipenuhi dan 4 gagal. Ia bergumul dengan kebutuhan hidup dan segala sesuatu yang diperlukan. 3 hari kemudian dia ditelpon dan diterima dan dapat posisi yang cukup baik. Dari situ ia membuat artikel dan mengirim ke saya. Lalu saya bertanya, “Bolehkah saya menggunakan nya dalam menyampaikan kesaksian hidup?” Ia mengijinkan. Skenario Tuhan dalam kehidupan kita tidak ada yang tahu. Kita harus berani harga untuk mengikut Tuhan.
Tadi di persekutuan remaja, tema yang diusung di bulan ini adalah “Bagaimana Tuhan dalam keindahan alam”. Hari ini berbicara “Allah dalam keindahan alam." Bagaimana kita bisa melihat dan menikmati kebesaran Tuhan melalui alam  yang ada? Satu hal yang pasti, rencana Tuhan tidak pernah gagal dalam hidup kita. Itu harus menjadi iman dan keyakinan kita. Mulailah dari hal-hal yang sederhana.

Penutup
             
              Sebuah lagu himne yang cukup saya senangi berjudul It Is Well with My Soul yang liriknya ditulis oleh Horatio Spafford sementara musiknya dibuat oleh sahabatnya, Philips Paul Bliss.  Horatio G. Spafford lahir pada 20 Oktober 1828 di Lansungburgh, New York. Dia adalah seorang pengacara sekaligus pengusaha sukses di Chicago.  Horatio mempunyai seorang istri (Anna Spafford) dan 5 orang anak (1 laki-laki dan 4 perempuan). Pada tahun 1860-an keluarga Spafford merupakan salah satu keluarga yang terpandang di Chicago. Horatio mendapatkan keuntungan besar dari investasinya dalam real-estat di sepanjang tepi danau Michigan. Walau serba berkelimpahan keluarga Spafford sangat aktif dan setia dalam kegiatan gereja Presbysterian.
Namun, kehidupan tidak selamanya membahagiakan keluarga Spafford. Tragedi pertama terjadi pada tahun 1870 ketika putra satu-satunya, yang waktu itu berusia 4 tahun, meninggal akibat demam berdarah.  Kemudian pada tahun 1871 terjadi kebakaran besar di Chicago (Great Chicago Fire) yang menyapu habis semua aset real-estat sehingga perusahaannya pun akhirnya bangkrut. Tidak berdiam diri dan jatuh dalam depresi, Horatio kembali usahanya sambil membantu sesama warga Chicago lainnya yang kehilangan tempat tinggal.
Ketika keadaan agak mulai membaik, Horatio berencana membawa keluarganya berlibur ke Eropa untuk menenangkan diri. Pada tahun 1873, sahababatnya sekaligus seorang penginjil besar Amerika bernama D.L. Moddy berencana untuk mengadakan pertemuan penginjilan di Inggris sehingga Horatio membawa istri serta keempat anak perempuannya untuk mengikuti pertemuan tersebut. Keluarga Spafford bersiap untuk berlayar ke Inggris menaiki kapal uap Perancis bernama Vile du Havre dari pelabuhan New York dengan melintasi samudera Atlantik. Akan tetapi, sesaat sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, Horatio terpaksa harus menunda keberangkatannya karena ada urusan bisnis yang sangat penting dan tidak bisa ditunda. Istri dan keempat anaknya tetap berangkat dan Horatio berjanji akan segera menyusul setelah urusan bisnisnya selesai. Pada malam tanggal 22 November 1873, tragedi kembali menerpa keluarga Spafford, kapal Vile du Havre yang mereka tumpangi bertabrakan dengan kapal besi Inggris (The Loch Earn). Hanya dalam tempo 12 menit Vile du Havre tenggelam dan menewaskan 226 penumpang, termasuk keempat putri Horatio : Annie, Maggie, Bessie dan Taneta. Anna Spafford termasuk salah satu dari 47 orang yang selamat.
Anna mengisahkan saat-saat terakhir ketika tragedi itu merengut nyawa keempat putrinya : "Aku merasa seperti tersedot dengan keras ke bawah. Bayi Taneta terlepas dari tanganku karena benturan dengan beberapa puing kapal. Benturan itu begitu keras sehingga lenganku memar parah. Aku mencoba menggapai untuk menangkap bayiku dan berhasil menangkap gaunnya, namun sesaat kemudian ombak menghantam dan merobek baju yang kugenggam dan menghempaskan bayiku dari tanganku selamanya."  Kedua putrinya yang lain (Maggie dan Annie) ditolong seorang pemuda yang berhasil mengapung dengan sepotong kayu. Ia berenang mendekati kedua gadis itu dan menyuruh mereka menggenggam kedua sisi bajunya sambil mencoba mencari papan yang cukup besar untuk mereka bertiga. Setelah berjuang sekitar 30-40 menit di laut, mereka berhasil mendapatkan papan yang cukup besar dan pemuda itu berusaha membantu kedua gadis Spafford untuk naik ke papan. Tetapi ia melihat tangan mereka yang menggenggam bajunya mulai melemah dan mata mereka tertutup. Tubuh kedua gadis yang sudah tidak bernyawa lagi itu perlahan menjauh dari tubuh si pemuda yang juga lumpuh akibat kecelakaan tersebut. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada putri Stafford yang bernama Bessie.
Dengan tubuh penuh memar dan luka, Anna Spafford berhasil diselamatkan, namun semua rasa sakit yang dideritanya tidak sepanding dengan kepedihan hati akibat kehilangan keempat putrinya. Pastor Nathaniel Weiss, salah seorang penumpang yang juga selamat dari kecelakaan kapal tersebut mendengar Anna berkata, "Tuhan memberiku empat anak perempuan. Sekarang mereka diambil dariku. Suatu hari nanti aku akan mengerti mengapa ..." Anna benar-benar hancur, namun dalam kesedihan dan keputusasaannya, ia mendengar suara lembut berbicara kepadanya, "Engkau diselamatkan untuk suatu tujuan." Anna teringat seorang teman pernah berkata, "Sangat mudah untuk bersyukur ketika engkau memiliki segala sesuatu, tetapi melupakan Tuhan dan hanya mengingatNya saat berada dalam masalah."
Sembilan hari setelah diselamatkan dan tiba di Cardiff, Wales, Anna mengirimkan telegram kepada suaminya. Telegram itu berisi kalimat : "Saved alone. What shall I do?" (aku sendiri yang selamat, apa yang harus kulakukan?)  Horatio bergegas menuju Inggris untuk menemani Anna dalam masa-masa berat tersebut.
Dalam perjalanan menuju Inggris, kapten kapal menunjukkan lokasi dimana kapal Vile du Havre tenggelam. Malam itu Horatio tidak dapat tidur. Berjam-jam lamanya ia merenungkan dan mengingat semua tragedi yang terjadi pada keluarganya dan keempat putrinya yang meninggal di tengah-tengah samudera Atlantik itu. Dalam keadaan hati yang hancur, Horatio menulis pada secarik kertas, "It is well, the will of God be done." (Hal ini baik, kehendak Tuhan terjadilah). Dia atas kapal inilah Horatio kemudian menulis hymne "It is well with my soul" yang jika diterjemahkan berarti “Jiwaku baik-baik saja (walau didera penderitaan)”. Ketika bertemu kembali dengan istrinya, ia berkata, "Kita tidak kehilangan anak-anak kita. Kita hanya berpisah dengan mereka untuk sementara."
Horatio membawa Anna kembali ke Chicago untuk memulai kembali kehidupan mereka. Tuhan mengaruniai mereka dengan tiga orang anak. Putra mereka yang lahir pada tahun 1876 diberi nama Horatio untuk mengenang putra mereka yang telah meninggal.  Pada tahun 1878 Horatio dan Anna dikaruniai seorang putri yang diberi nama Bertha dan dua tahun kemudian, 1880, lahirlah Grace. Tragisnya, ketika Horatio kecil berusia 4 tahun, ia juga meninggal karena penyakit demam seperti kakak lelakinya. Belum hilang kepedihan akibat wafatnya Horatio kecil, jemaat gereja mengucilkan mereka dengan alasan, "Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Spafford sehingga banyak tragedi menimpa mereka."
Karena tidak lagi diterima jemaat di gerejanya, pada bulan September 1881, Horatio membawa keluarganya menuju Yerusalem untuk menetap di sana. Bersama beberapa kawan yang juga ikut pindah bersamanya, Horatio memulai sebuah kelompok pelayanan yang kemudian dikenal sebagai "American Colony." Mereka melayani orang-orang yang kekurangan, membantu orang miskin, merawat orang sakit dan menampung anak-anak tunawisma. Tujuan mereka hanyalah untuk menunjukkan kasih Yesus kepada sesama yang menderita. Novelis Swedia, Selma Ottiliana Lovisa Lagerlof, menulis tentang pelayanan yang dilakukan kelompok ini dalam novelnya berjudul "Yerusalem." Novel tersebut berhasil memenangkan hadiah Nobel. Horation Spaffor meninggal karena malaria pada 16 Oktober 1888 di Yerusalem. Anna Spafford terus bekerja di daerah sekitar Yerusalem sampai kematiannya pada tahun 1923.
Putri Horatio, Bertha Spafford Vester, menulis kisah ini dalam bukunya "Our Yerusalem" : "Di Chicago, ayah mencari penjelasan tentang hidupnya. Hingga saat ini, semuanya mengalir dengan lembut seperti sungai. Kedamaian rohani dan keamanan telah menopang awal hidupnya, kehidupan keluarganya, tempat tinggalnya ... orang di sekelilingnya bertanya-tanya, 'kesalahan apa yang menyebabkan terjadinya tragedi beruntun pada Horatio dan Anna Spafford?' ... tapi ayah yakin bahwa Allah baik dan ia akan melihat anak-anaknya lagi di surga nanti. Hal ini menenangkan hatinya. Bagi ayah, keadaan itu seperti melewati 'lembah bayang-bayang maut', tapi imannya bangkit dan kuat. Di laut lepas, dekat tempat dimana anak-anaknya tewas, ayah menulis hymne yang menenangkan banyak orang."  Ini adalah sebuah lagu yang penuh kekuatan, kedamaian dan pengharapan.

When peace, like a river, attendeth my way, When sorrows like sea billows roll, Whatever my lot,
Thou has taught me to say, It is well, it is well, with my soul.
It is well, with my soul.It is well, with my soul. It is well, it is well,with my soul.
Though Satan should buffet, though trials should come, Let this best assurance control
That Christ has regarded my helpless estate, And hath shed His own blood for my soul.
My sin, oh, the bliss of this glorious thought! My sin, not in part but the whole
Is nailed to the cross, and I bear it no more, Praise the Lord, praise the Lord, oh my soul.
And Lord haste the day when my faith shall be sight, The clouds be rolled back as a scroll,
The trump shall resound, and the Lord shall descend,Even so, it is well with my soul.
It is well, with my soul. It is well, with my soul. It is well, it is well, with my soul.

              Masihkah kita sanggup mengagungkan dan melayani Tuhan saat kita berada di posisi terpuruk? It is well with my soul (Nyamanlah jiwaku). Oh alangkah dalamnya. Itulah yang menjadi respon kita ketika kita mungkin berada di posisi dan keadaan hidup yang sangat menyedihkan. Tangan Tuhan selalu memegang kita. Mari kita berserah kepada Tuhan, apapun yang Tuhan perbuat pastilah itu  yang terbaik. Amin.

No comments:

Post a Comment