Monday, August 21, 2017

Generasi Millenial


Pdt. Hery Kwok

2 Tim 3:1-4
1  Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.
2  Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
3  tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik,
4  suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

Efesus 6:1-4
1  Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
2  Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
3  supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
4  Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Pendahuluan

                Telah disampaikan pada khotbah minggu lalu oleh Ev. Charlotte bahwa kita semua menyetujui dan tidak ada yang membantah bahwa keluarga itu penting. Namun pernyataan ini seringkali hanya merupakan teori saja. Karena kalau keluarga dianggap penting mengapa tidak dihidupi dan diperhatikan secara penting (serius berkesinambungan) dalam perjalanan hidup kita? Jadi pernyataan ini dianggap teori karena tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya atau hanya dilakukan separuh atau sudah tawar hati dengan keluarga. Sari firman Tuhan diberitakan saat Orang Farisi bertanya kepada Tuhan Yesus, "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Mat 22:36)  Yang dijawab Yesus pada Matius 22:37-39 yang merupakan intisari ajaran Tuhan Yesus,” Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.  Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”  Hukum yang kedua ini adalah hukum relasi. Jadi kasihilah suami dan anak yang adalah sesama kita, jadi bukan hanya orang lain semata-mata seperti tukang bensin, tukang bubur atau kolega (teman kerja).  Yang dimaksud sesama di sini adalah pasangan hidup dan anak. Bagaimana bisa mengasihi sesama kita bila tidak ada relasi dengan Allah? Hukum ini bila diyakini dan dijalani akan berhasil dalam hubungan dengan sesama. Perkataan Allah tidak pernah berdusta. Pernyataan ini mengandung kekuatan yang hebat. Apakah sudah kita jalani? Apakah kita sudah mengasihi Dia dengan segenap hati , kekuatan serta pikiran kita? Menurut buku “Berpola Pikir Rohani”  yang dikarang oleh John Owen (1616-1683), untuk mendeteksi cara berpikir rohani tersebut mudah. Saat duduk waktu senggang setelah makan siang (istirahat siang hari), apakah kita memikirkan perkara-perkara rohani (misal : apa yang dikatakan firman Tuhan)? Di dalam masa krisis, ia menulis buku ini dengan baik karena ini merupakan perjuangan dia. Kasihilah dengan segenap hati dan pikiranmu , apakah dilakukan tidak? Apakah saya mengasihi Tuhan degan benar tidak? Kalau tidak, tidak mungkin kita mengasihi istri dan sesama. Kalau keluarga itu penting maka seharusnya didahulukan dengan  mengasihi diri sendiri dengan baik, karena bila tidak maka percuma (tidak akan bisa). Waktu fokus dengan Allah total maka prioritas kita dengan keluarga bisa. Relasi dengan keluarga bisa karena sudah fokus dengan Allah. Allah yang akan memberi hikmat untuk berelasi. Kalau engkau berikan kepada Allah 100%, maka engkau akan dimampukan mengasihi sesama 100%. Itu hukum rohani. Itu kemampuan yang diberikan Allah, bukan kita yang punya kemampuan sendiri. Maka kita menemukan keluarga yang berantakan karena tidak dimulai dan dijalani dengan fokus pada Alllah. Sebagai pribadi dan keluarga apakah fokus pada Allah dengan baik atau tidak? Hal ini mudah dilihat dari membaca Alkitab setiap hari, rajin dalam ibadah, lalu digerakkan dalam pelayanan, itu gambaran dari mengasihi Tuhan. Kalau mengasihi Tuhan tapi tidak ada buktinya, itu bohong. Kita bisa menipu orang tapi tidak bisa menipu Tuhan. Kalau tidak fokus maka kita tidak punya prioritas untuk mengasihi Tuhan dan sesama.
                Ev. Mercy Matakupan dalam khotbahnya pada minggu pertama Agustus menyampaikan bahwa lihat generasi muda di gereja.  Di kitab Keluaran, bangsa  Israel dibawa keluar dari Mesir. Lalu dihubungkan dengan kitab Hakim-Hakim di mana generasi bangsa Israel setelah Yosua. Kitab Keluaran berbicara, “Lalu bangkitlah Raja Mesir yang tidak mengenal Yusuf yang menindas bangsa Israel”. Orang Israel setelah keluar dari Ur-Kasdim, Abraham menjelajah sampai ke tanah perjanjian lalu menurunkan Ishak dan Yakub yang mempunyai 12 anak laki-laki. Waktu kelaparan, Yusuf diutus Allah. Waktu itu Allah menjaga bangsa yang sedang kelaparan dan di sanalah (Mesir) mereka tinggal sebagai orang asing. Tetapi tidak bisa tinggal serta merta. Yusuf menjabat dalam posisi yang hebat (orang kedua setelah Firaun) dan bangsa Israel tinggal di Mesir selama 430 tahun (4 abad lebih) yang berarti masanya sangat panjang. Musa dipilih Tuhan untuk membawa orang Israel ke luar, itu adalah generasi terakhir setelah bapak orang percaya berada di Mesir yakni  Musa adalah generasi setelah 430 tahun kemudian. Di kitab Keluaran tidak dikatakan bangsa ini lupa Tuhan artinya 4 abad lebih orang Israel masih bersama Tuhan. Tetapi setelah Yosua yang menggantikan Musa dan seangkatannya meninggal, bangkitlah generasi yang tidak mengenal Tuhan. Ini mengerikan. 4 abad lebih Israel bersama Tuhan sehingga mereka berseru kepada Tuhan sehingga Tuhan mengutus Musa. Tetapi setelah Yosua, bangsa Israel kelakuannya sama dengan orang Edom, orang Moab dan orang Filistin yang tidak mencari Tuhan. Mereka menjadi bangsa yang mengalami penderitan dan penjajahan. Firman Allah itu hebat. Ia menjadi buku yang menceritakan perbuatan Allah dalam sejarah demi sejarah dan terus sampai kiamat baru selesai.
                Selama 2 minggu menikmati khtobah-khotbah tersebut, apakah kita juga berada dalam situasi yang mengerikan seperti itu? Hari ini kita akan bicara tentang generasi milenial (Y). Generasi baby boomer lahir sebelum tahun 1960. Dilanjutkan oleh generasi X yaitu yang lahir pada tahun 1961 -1980. Lalu generasi Y (dikenal sebagai generasi milenial) yang lahir dari tahun 1981-2000.  Selanjutnya  generasi Z yang lahir 2001- 2010 dan sekarang generasi Alpha yang lahir dari tahun 2011-2025. Suatu kali ada seorang anak remaja yang sedang berpacaran dan gaya pacarannya berbeda dengan generasi sebelumnya. Orang dulu gaya pacarannya kaku. Saat merayu menggunakan gaya bahasa seperti bunga mawar atau menggambarkan keindahan pacar melalui alam semesta. Itu generasi X. Sekarang generasi Y menggunakan istilah dalam permainan “gunting, batu dan kertas” untuk mengatakan manis (sweet). Mau bilang cantik dengan menggunakan istilah “gunting, batu dan kertas”. Saya mengetahui istilah ini dari media sosial. Di zaman teknologi canggih, TV , handphone dan multimedia-nya hebat. Mereka hidup dalam media sosial yang luar biasa. Di Tiongkok, ada seorang kakek yang ribut dengan cucunya. Cucunya itu  membawa golok mengancam sang kakek, sedangkan kakeknya memakai galah. Rupanya cucunya marah karena sang kakek tidak memberinya uang untuk membeli pulsa. Sang Kakek juga marah  dan menghadapi cucunya ia memainkan galah tersebut. Sewaktu menonton video itu, saya merasa prihatin. Ini generasi (1980-2000) yang berada dalam keprihatinan. Anak-anak ini berada dalam dunia teknologi yang luar biasa.
                Ada kelebihan dan kekurangan dari generasi milenial ini. Mereka hidup di zaman di mana mereka tidak mau terlalu kaku. Sewaktu kerja, tidak seperti generasi X yang memakai dasi tetapi mereka memakai jean. Ini salah satu ciri generasi milenial yang hidup dalam zaman tekonologi yang tidak bisa mengantisaspi dan meredam teknologi dengan baik. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Rasul Paulus kepada anak rohaninya Timotius pada 2 Tim 3:1-4  Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.  Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,  tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik,  suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

Ciri-ciri dari generasi milenial

Beberapa ciri yang negatif dari generasi milenial adalah sebagai berikut :

1.    Egosentris.

Di dalam generasi milenial , ciri yang paling kuat. Generasi ini karena teknologi dan temannya barang-barang elektronik, ego nya tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam inspirasi Roh Kudus kepada Timotius bahwa manusia akan mementingkan (mencintai) dirinya sendiri. Egoisnya luar biasa sehingga membuat mereka berani lakukan apa saja. Kalau dulu generasi X mau lakukan kejahatan masih pikir-pikir, kalau generasi milenial tidak. Ada remaja perempuan yang sewaktu pacaran, mau coba pacaran seperti zaman Perjanjian Lama dimana raja punya banyak istri. Rupanya ia naksir seorang cowo yang sudah punya istri. Kalau di zaman Perjanjian Lama boleh jadi istri keduanya. Jadi apa yang dikatakan dalam lirik lagu yang dibawakan oleh Astrid Sartiasari (Jadikan Aku yang Kedua, 2007) adalah gambaran. Jadi kalau laki itu mau, maka jadilah istri yang kedua. Namun setelah itu tidak boleh ada perempuan yang lain lagi (cukup dia saja). Ia mau apa saja yang dikehendakinya terjadi. Inilah generasi yang lebih mementingkan dirinya sendiri.

2.    Idealis, terlampau optimis bahkan terkadang tidak realistis.

Saat saya melayani sebuah persekutuan yang diadakan di sebuah perusahaan mobil,  saya bertemu dengan seorang bos saat acara ramah tamah. Ia berkata,”Anak saya yang pulang dari kuliah di luar negeri membuat saya pening. Setelah kembali , ia membantu di perusahaan dan ia pun mengeluarkan ide-idenya. Idenya itu menurut saya terkadang terlalu idealis dan tidak realistis. Coba bayangkan, dia merombak aturan-aturan yang ada. Saya berkata karyawan kita setia tapi dia membantahnya. Saya berkata kepadanya, ‘Kamu saja yang urus dan saya yang awasi. Saya ingin tahu kamu bisa tidak urus, karena bagi saya karyawan yang ada seperti keluarga dan berjuang bersama-sama dari awal namun waktu ia datang seperti jagoan, ia main pecat para karyawan lama’. Saya berkata,’Anak kamu tidak boleh begitu’. Ia berkata,”Tidak bisa menurut apa yang saya dapat dari belajar di luar negeri.’ Saya berkata ke istri, ‘Kita pensiun dini saja dan saya hanya akan mengawasi saja.Karena ini perusahaan saya juga. Kalau anak saya jatuh saya juga yang hancur’”. Anak-anaknya memang merupakan gambaran yang kita temukan sehari-hari.

3.    Generasi yang sering kali cari jalan pintas dan lari dari perjalanan hidup

Ini ciri negatif yang paling menyedihkan. Mereka tiba-tiba terjun dari lantai atas dan bunuh diri karena perkara-perkara yang tidak bisa mereka selesaikan. Cepat putus asa dan tidak berpengharapan. Mereka merasa semua jalan menjadi buntu. Maka anak muda di zaman ini senang lagu-lagu seperti “Lumpuhkan Ingatanku” yang dipopulerkan oleh Geisha. Liriknya berkata,”Jangan sembunyi. Ku mohon padamu jangan sembunyi. Sembunyi dari apa yang terjadi. Tak seharusnya hatimu kau kunci. Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentang dia. Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia.” Kalau engkau jauh dunia seakan berhenti maka lebih baik lumpuhkan ingatannya karena ia merasa terganggu sekali. Generasi ini rapuh dalam ketahanan mental , cepat kalah bila ada tantangan dan cepat mengambil keputusan singkat lalu kita menemukan anak muda mengakhiri hidupnya karena tidak melihat jalan keluar.

Ciri-ciri generasi milenial seperti itu dan semakin meningkat dari zaman demi zaman. Roh tiap zaman semakin nyata diungkapkan oleh Kitab Suci  tentang siapa manusia di akhir zaman. Menghadapi problema ini, sikap apa yang harus diambil?

1.    Ajarlah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan

Rasul Paulus memberi nasehat yang luar biasa. Efesus 6:1-3 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.  Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:   supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Rasul Paulus menulis sebuah hubungan antara anak dengan orang tua. Dimulai dari orang tua yang punya anak generasi milenial. Rasul Paulus mengatakan di ayat 4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Mereka hidup dalam zaman dan generasi mereka. Rasul Paulus mengatakan , “Didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Kata “didiklah” berarti (dalam bahasa aslinya) “asuhlah” anak-anakmu dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Kata “asuh” dalam bahasa aslinya mengandung arti seperti orang yang sedang memberi makan. Orang tua yang punya anak akan berusaha agar anaknya bisa makan. Saya ke rumah sakit kemarin. Ada seorang anak setiap kali mau difoto ia menangis. Petugas RS Hermina berkata, “Adik jangan takut difoto”. Mamanya berkata,”Iya, anak saya takut difoto” dan setelah digendong, ia berhenti nangis. Mamanya berkata lagi,”Anak itu berhenti menangis karena sudah bau tangan (alias digendong)”. Itu cara orang tua membujuk anaknya makan. Ia melakukan segala upaya agar anaknya mau makan. Ia mengajak anaknya bicara,“Mami, mau kasih makan. Mami mau kasih makan pizza!”. Ia pakai bahasa sendiri supaya anaknya mau makan (dengan berbagai kreativitas). Kalau tidak makan juga, dengan gemas baru dicekok. Intinya orang tua tidak mau anaknya lapar. Kalimat ini dipakai oleh Rasul Paulus. Ia mengambil bapak sebagai representasi orang tua,”Didiklah anakmu dalam pengajaran dan nasehat Tuhan.” Pengajaran dan nasehat Tuhan bisa ditemukan di Kitab Suci. Waktu orang Israel berjalan di padang gurun, Tuhan berkata, “Aku mendidik mereka seperti anak rajawali. Aku hempaskan mereka dari atas bukit yang tinggi, kemudian anak rajawali itu jatuh. Di sanalah saya ingin anakku mengembangkan sayapnya. Waktu anaknya tidak bisa terbang, induknya akan menopangnya di pundaknya. Supaya anak-anaknya menjadi tough (kuat) dan hebat.
Kita lebih suka ajaran dunia yang dilahirkan oleh para profesor pendidikan yang lebih dihargai dan dilihat dari  Firman. Hasilnya bukan produk anak rohani tetapi anak yang pintar di kepala tapi tidak takut Tuhan. Kita seharusnya berusaha sekuat tenaga, supaya pengajaran dan firman Tuhan sampai ke anak kita. Caranya harus kreatif. Kadang kali orang tua bisa mendongeng ke anaknya tiap malam. Keponakan saya senang mendengar dongeng sebelum tidur. Apakah saat seperti itu kita pernah mendongeng tentang firman Tuhan di Alkitab?  Misalnya dengan gaya bahasa yang hebat bercerita, “Ada seorang yang benar-benar hebat dan bisa kalahkan singa tapi orang ini akhirnya kalah dengan seorang perempuan. Namanya Simson.” Pakai kalimat yang luar biasa agar bisa menarik minatnya (misalnya : meskipun ia kuat dan hebat tapi ditaklukkan oleh yang lemah). Dalam kata asuh, orang tua memberi anak mereka makan, dan ia akan berusaha supaya mereka menelan makanannya. A Hau pergi retreat berdua dengan Gavriel. Itu salah satu cara. Kalau anak mulai bermasalah ajak mereka pergi berdua  (camping, nonton , makan dll) dan dalam perjalanan cerita tentang pengajaran firman. Masalahnya bagaimana bicara tentang firman kalau orang tua tidak hidup dalam firman? Bagaimana bicara tentang pengharapan tetapi tidak pernah berdoa? Anak tidak dapat melihatnya. Kalau kita berlutut dan berdoa, anak akan melihat bagaimana Hanna berkata, “Tuhan aku mohon seorang anak”. Mereka akan ‘kena”. Waktu kita mengasih maka hidupi firman Tuhan dulu,baru bisa memberi “makanan” pada generasi milenial tersebut. Orang tua zaman sekarang tidak melihat hal ini sebagai prioritas. Orang tua mencari duit untuk anak, tidak salah. Tetapi seringkali alasan “cari uang demi anak” menjadi kamuflase karena orang tua menikmati kemewahannya juga (agar dipandang dalam masyarakat). Tetapi kenyataannya orang tua tidak melihat anaknya  sedang menjerit karena mereka tidak mendapat asupan firman Allah dalam hidup mereka. Apakah kita mengasuh dan memberi makan dengan Firman? Untuk itu konsekuensinya, ada harga yang harus dibayar yaitu waktu dan perhatianmu. Walau bisa disiasati dengan melakukannya waktu mau tidur atau ambil waktu libur bersama. Melakukan camp bersama dengan membeli tenda kecil, kompor kecil, dandang yang kalau kotor tinggal dibuang (misalnya).
Kalau tidak beri prioritas, bagaimana bisa berhasil? Kami sudah 20 tahun menikah dan kami mau honey-moon yang kedua ke Bali. Ada harga yang harus dibayar. Kalau bicara sibuk, maka kita sibuk semua dan merasa lebih sibuk dari Tuhan. Menjadi orang tua dimulai dengan konsep “asuhlah anak-anakmu dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Saya tidak dan belum dipercayakan seorang anak, tetapi saya melihat banyak orang tua yang bermasalah dengan anak-anak mereka. Suatu kali saat kita dipanggil, Tuhan akan menuntut pertanggungjawaban. Karena anak itu permata hati Tuhan (Maz 120). Dia akan menuntut pertanggungjawaban kita.

2.    Hormatilah ayah ibumu.

Rasul Paulus memberi nasehat tentang generasi milenial.Ayat 1 dan 2 bagus. Kata “haruslah demikian” ditulis dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya dikatakan, “Hai anak-anak hormatilah orang karena pantas.” Bila anak kita sakit demam maka perlu diberi obat karena itu yang pantas. Kalau dia tidak minum obat akan mati. Ayat ini bicara tentang hal yang kalau tidak dilakukan maka akan mati rohanimu, kepekaanmu dan etikamu terhadap orang-orang yang lebih tua atau relasi dengan yang lain. Tidak membunuh dan berzina tidak bisa dilakukan bila tidak mulai menghormati orang tua dengan pantas. Hukum kelima (hormatilah orang tuamu) dari 10 perintah Allah bisa dilakukan kalau hukum kesatu sampai keempat (kasihilah Tuhan Allahmu dan seterusnya) dilakukan. Coba pikirkan tentang nasehat Tuhan bahwa engkau pantas menghormati orang tuamu. Dari orang tua baru bisa kita hormat dan mengasihi yang lain. Zaman sekarang, di mal pakaian anak muda sangat mengganggu (seakan kurang bahan). Kalau keluar rumah dan kita tahu etika, maka kita akan memakai pakaian yang sopan, supaya tidak mati dan malu. Itu makna kata “pantas”.  Engkau akan hidup, tidak mati dan malu di dalam perjalananmu. Tapi bagaimana anak bisa menghormati orang tua, kalau kita sebagai orang tua tidak mengenal Tuhan? Mari kita perhatikan keluarga. Suami memperhatikan istri, istri memberi dorongan dan menghormati suami. Anak-anak menghormati orang tua, orang tua mengasihi anak-anak. Kalau relasi ini terjadi bagus sekali. Namun hal ini akan sulit terjadi, kalau kita tidak taat pada Firman. Kita tidak mencari perkara rohani dengan serius. Mari kita membaca, menggali dan menghidupi firman dengan baik maka kita akan menjadi generasi di mana ada Tuhan yang pimpin kita satu per satu.


No comments:

Post a Comment