Sunday, May 3, 2015

Saya Sulit Bekerja Sama?


Pdt. Hery Kwok

Filipi 2:1-11
1  Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2  karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3  dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4  dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
5  Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7  melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8  Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
9  Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
10  supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11  dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Pendahuluan

                Minggu lalu , saya dan shi mu (istri) diundang untuk melayani di Tegal. Waktu itu kami diajak makan oleh majelis pendamping dari gereja yang kami layani yang berprofesi sebagai dokter. Di kota kecil seperti Tegal, sekolah dan pekerjaan masih berlangsung di hari Sabtu. Di tengah kesibukannya sebagai dokter, ia menyempatkan diri untuk mengajak kami makan. Ia menceritakan 2 buah kisah kepada saya. Yang pertama, ia mempunyai rekan seorang dokter hewan yang membuka praktek di Jawa Timur.  Menangani pasien berupa hewan bukan merupakan perkara yang mudah karena hewan tidak bisa berbicara dengan bahasa yang dimengerti manusia. Dokter hanya bisa mengetahui gejala penyakit  hewan tersebut dari pemiliknya misalnya : anjingnya mencret, kucingnya tidak nafsu makan dan lain-lain. Dokter hewan ini kemudian memiliki kerinduan melayani Tuhan sehingga akhirnya ia mengambil kursus-kursus di sekolah Alkitab agar bisa dibekali dengan pengetahuan Alkitab. Setelah mengikutinya, lama-lama hatinya terpanggil. Lalu salah satu dosen di sekolah Akitab tersebut menawarkannya untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu (full-time). Setelah bergumul akhirnya ia masuk ke sekolah Alkitab dan menjadi hamba Tuhan. Padahal sebagai dokter hewan , ia bisa memasang tarif yang mahal dan pemilik hewan yang sakit rela membayar mahal. Mantan dokter hewan ini kemudian menjadi hamba Tuhan dan bertemu dengan majelis yang mentraktir saya yang kemudian menanyakan pengalaman dokter hewan tersebut setelah menjadi hamba Tuhan. Mantan dokter hewan tersebut berkata, “Saat menjadi dokter hewan, saya tidak mengalami kesulitan dalam melayani hewan. Setelah menjadi hamba Tuhan ternyata tidak mudah melayani manusia.” Manusia sulit diajak bekerjasama dan berinteraksi satu dengan lain. Binatang lebih mudah dilayani daripada manusia. Ini sangat memprihatinkan. Seharusnya binatang yang lebih sulit karena hewan tidak mengetahui pikiran, perasaan dan pribadi manusia. Manusia tahu pribadi, pikiran dan perasaan orang lain. Dalam hati saya merasa tertampar, “Jangan-jangan itu saya”.
                Yang kedua, ia memiliki seorang teman yang bekerja seorang kepala bagian pemasaran di suatu perusahaan besar di Jawa dan mengepalai 150 orang tenaga penjual. Ini bukan jumlah yang kecil. Pada hari Minggu ia melayani Tuhan di gereja. Temannya ini berkata, “Lebih mudah mengatur 150 tenaga penjual daripada mengatur orang-orang di gereja.” Memang tidak mudah bekerjasama dengan baik. Di gereja jangankan mengatur 150 orang, 10 (segelintir) orang saja sangat sulit. Janji pk 9 tapi pk 10.30 baru datang atau kalau janji lupa ditepati karena ada urusan dengan keluarga.. Demikian pula dengan yang saya alami. Dulu sewaktu menjadi pengacara lebih mudah. Suatu kali ada seorang pendeta mau bercerai dengan istrinya , saya bisa dengan mudah mengatakan “Kamu gila!” Sekarang bila saya menegur jemaat dengan mengatakan “Kamu gila!” maka orang yang dinasehati bisa marah.

Penyebab Sulitnya Bekerjasama

1.     Tidak mau merendahkan diri

Kerjasama bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan sehingga seringkali kesulitan banyak dialami oleh gereja karena tidak adanya kerjasama. Gereja paling banyak mengalami kendala dalam kerjasama karena terkait dengan karakter manusia karena di dalam gereja kita bertemu dengan manusia-manusia yang memiliki karater yang belum tentu dikuduskan Allah. Karakter dibentuk oleh kebudayaan, keluaraga dan lingkungannya sehingga saat berada di gereja manusia membawa adatnya sendiri. Saya sering mengatakan ke pemuda-pemudi yang mau menikah agar tidak menikah dengan orang yang karakternya tidak jelas. Karena untuk mengubah karatker tidak mungkin dilakukan dalam waktu sehari alias perlu waktu lama untuk mengubahnya. Saya pernah melayani di gereja yang sangat besar dengan majelis yang berkedudukan sebagai ceo (pengelola) atau pemilik perusahaan. Namun tidak berarti seorang ceo atau pemilik perusahaan memiliki pikiran yang baik. Ada yang berkata majelis itu pintar dan melakukan terobosan-terobosan yang  canggih, tapi saat bekerjasama orangnya tidak mau mengerti orang lain. Bahkan ada juga majelis yang mengatakan bahwa hamba Tuhan juga sama. Karena berbicara tentang karakter, siapa pun kalau tidak mau dikuduskan dan merendahkan diri maka tidak mudah untuk berinteraksi dengan sesama.

2.     Merasa benar dalam pandangan sendiri, semua dianggap sederajat.

          Kita berada di zaman post modern. Waktu zaman modern, ada nuansa bahwa kalau manusia dipimpin oleh seseorang maka orang yang dipimpinnya tidak mau pusing dan ia akan mengikutinya. Sedangkan dalam  zaman post modern, orang memiliki anggapan bahwa ia benar dalam pandangannya. Orang menentukan kepercayaannya berdasarkan apa yang diyakininya benar. Seperti pada zaman Hakim-Hakim, orang-orang melakukan apa yang diyakini benar. Dalam zaman teknologi, apa yang dilihat seseorang bisa dijadikan contoh. Saat ini tidak mudah menjadi seorang guru. Kalau guru memukul murid, maka sang murid mengatakan bahwa ia merasa di-bully. Ada seorang guru yang ingin mengundurkan diri karena merasa sulit menjadi guru. Saat ia melotot kepada seorang anak murid, dikatakan bahwa ia telah mem-bully siswa tersebut sehingga sang anak merasa takut dan gementar. Pada malam hari ia mengigau dan terkencing-gencing. Dalam zaman post modern semuanya dianggap sederajat. Orang merasa tidak perlu memiliki pandangan bahwa “kita sedang bekerjasama satu dengan lain sehingga masing-masing perlu merendahkan diri.” Rasul Paulus memberi nasehat penting kepada jemaat di Filipi yang mengalami kesulitan dalam bekerjasama. Fil 2:1-2  Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

          Rasul Paulus mengatakan karena di dalam Kristus kita dipersatukan, bisa berada bersama-sama dan bisa melayani. Kita bisa mempunyai saudara walau berbeda suku, derajat dan banyak hal tapi dalam Kristus kita adalah satu. Dalam Dia ada nasehat dan persekutuan, sehingga kita seharusnya mencerminkan Yesus Kristus. Jadi hendaklah kita semua sehati. Perkara kerjasama dimulai dengan kata sehati dan sepikir. Pada ayat 5 dikatakan “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Istilah “menaruh pikirian’ berbeda dengan menaruh barang karena kalau barang ada obyek yang bisa diraba (disentuh). Saya mencoba memikir dan merenungkan istilah “menaruh pikiran”. Saya dan shi mu menikah 1997. Dalam menjalani kehidupan pernikahan juga ada gesekan, percekcokan walau sama-sama hamba Tuhan. Itulah manusia. Kalau marah maka ayat terlupa. Saya pernah mengunjungi rumah jemaat saat ribut sehingga terlontar nama-nama binatang. Jadi itu adalah gambaran ekspresi manusia. Sebelum peneguhan pernikahan Sdr. Hary – Sdri. Julia, saya diingatkan untuk memotong rambut. Biasanya Guo shi mu yang mengguntingkannya namun karena shi mu sedang sibuk menyiapkan pakaian untuk padus Jubilate maka saya menggunting rambut sendiri karena tidak ingin merepotkannya.  Namun akhirnya shi mu tahu saat melihat ceceran rambut di lantai dan mempertanyakannya. Shi mu sempat kesal walau sudah disampaikan alasannya agar tidak menyibukannya. Kalau saya tidak mau ribut maka saya harus menaruh pikiran saya kepada shi mu. Saya harus setuju dengan pikirannya dan saya harus merendahkan diri.  Saat menaruh pikiran, saya harus benar-benar seperti Kristus menaruh pikiranNya dengan merendahkan diri dan Bapa mengutus AnakNya , Yesus Kristus yang  tidak menganggap kesetaraan diri untuk dipertahankan , Dia mengambil rupa menjadi manusia, tidak menganggap diriNya harus menang dan Ia mau manusia memperoleh keselamatan.

Penutup

                Rasul Paulus memberikan berita yang hebat. Allah adalah pribadi mulia yang m,enciptakan langit dan bumi dan kalau nafas hidup kita ditarikNya, maka tamatlah riwayat manusia. Seorang teman saya yang baru kembali dari perjalanan ke Bandung, bermain badminton. Saat bermain badminton, ia meninggal di lapangan. Apabila ia tidak jadi bermain badminton, apakah ia tidak jadi meninggal? Omong kosong!. Tuhan Yesus yang mempunyai kedaulatan, keagungan dan kemuliaan, Dia mau merendahkan diri, agar kita diselamatkan. Keselamatan itu anugerah. Kitab suci membicarakan keselamatan dari Allah. Maka kita harus menaruh pikiran kita seperti Kristus yang merendahkan diri, sehingga kita harus satu hati, satu pikiran, satu kasih, jiwa dan satu tujuan. Pdt. Joshua Lie awalnya seorang jemaat Gereja Petamburan dan menganggap saya adiknya. Ia berbicara tentang esensi dan hakekat gereja. Ada yang bertanya, “Ko Lie mengapa di gereja banyak pertengkaran dan percekcokan?” Pdt. Joshua Lie menjawab, “Teman-teman memahami gereja apa? Apakah kumpulan orang-orang yang kudus? Bukan! Gereja adalah kumpulan orang-orang berdosa, yaitu saya (jangan tunjuk orang lain). Saya adalah orang berdosa! Itu sebabnya natur dosa saya muncul. Waktu saya tidak suka dengan seseorang maka saya bisa pakai cara saya dan saya tidak mau dipimpinnya.” Kumpulan orang berdosa ada di geraja. Kumpulan orang berdosa yang dikuduskan oleh Kristus Artinya tiap hari Yesus Kristus mau memproses agar kita mengalami pembaruan karakter dan budi sehingga bisa bekerja sama satu dengan yang lain.
                Kita dikumpulkan di gereja supaya kita bisa memuliakan  dan meninggikan Allah dalam keterbatasan, melalui karyaNya dan interakasi, karena ada Yesus Kristus ada di dalam diri dan ada kerendahan diri. Orang yang berada di dalam Yesus Kristus mau dibentuk. Sehingga dalam keseharian, saat melihat orang lain ia akan menyambut dan mengucapkan salam (seperti  “Selamat pagi” dll). Ia akan melihat kelebihan orang lain walau setiap orang punya kelemahan. Ia punya pikiran yang diletakkan kepada Yesus Kristus.

                

No comments:

Post a Comment