Sunday, August 10, 2014

Ibadah Nyata dalam Tingkah Laku


Pdt. Samuel Budi

Yak 1:26-27
26  Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.
27  Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

Pendahuluan

                Manusia di dalam dunia ini cenderung untuk melihat hal-hal yang bernuansa mewah dan menggelegar sebagai sesuatu yang bagus. Cara menilai seperti itu sangat biasa dalam kehidupan kita. Sesuatu yang besar dan mewah itulah yang dinamakan ‘hebat’. Demikian juga gereja. Gereja yang hebat dan luar biasa adalah gereja yang besar dengan jemaat yang sangat banyak sekali. Di AS ada gereja –gereja yang jumlah jemaatnya begitu besar. Contoh : Center Church (gereja injili) di New York (Amerika Timur) yang digembalakan Rev. Timothy Keller yang awalnya dimulai dengan 5 jemaat dan sekarang sudah mencapai 5.000 orang. Gembalanya dikenal sebagai Clive Staples Lewis (1898 – 1963, seorang penulis buku terkenal seperti "The Chronicles of Narnia") abad 21. Demikian juga dengan Saddleback Church yang begitu besar di Amerika sebelah Barat dan digembalakan oleh Pastor Rick Warren (penulis buku Purpose Driven Life yang menuntun kepada tujuan hidup manusia ini dan telah terjual sebanyak 30 juta copi). Di Asia (Korea Selatan) pernah ada gereja besar yang dipimpin oleh Rev. Paul Yonggi Cho (sekarang David Yonggi Cho, pendiri Yoido Full Gospel Church). Dari semua gereja yang disebutkan sebagai gereja yang besar itu (terutama gereja-gereja di Amerika Serikat) dilakukan penelitian terhadap jemaatnya. Salah satu kesimpulannya adalah bahwa semua kegiatan yang sangat banyak dan dikatakan sebagai rahasia mereka menjadi besar ternyata keliru. Keberhasilan gereja itu menjadi besar bukan karena kegiatan atau programnya begitu banyak karena jemaat yang disurvei mengatakan semua program itu tidak menyentuh hati mereka.  Sehingga mereka mulai menyadari bahwa percuma program yang memakan begitu besar sekali tetapi tidak menyentuh hati dari jemaatnya. Tetapi sampai hari ini gereja-gereja seringkali memikirkan ingin menjadi gereja yang besar dengan program yang banyak namun tidak memikirkan apakah program itu menyentuh hati jemaatnya.  Ibarat pohon yang dinilai adalah buah atau bunga yang dihasilkan pohon itu, sehingga ada orang yang ahli dalam menata dan menjual bunga (florist) atau yang ahli dalam buah (fruit expert). Namun anehnya tidak ada orang yang ahli tentang akar pohon padahal buah dan bunga yang baik berasal dari akar yang sehat. Gereja yang bertumbuh dengan baik memiliki ‘akar’ yang sehat dan kuat.  Ibadah itu adalah akar dari suatu gereja. Jangan mulai memikirkan program yang begitu banyak tetapi melupakan ibadah yang penting.

Pentingnya Beribadah

                Kalau kita dapat beribadah kepada Tuhan , itu merupakan suatu yang indah dan patut disyukuri. Ibadah itu penting karena :

1.     Ibadah adalah pemberian Tuhan kepada manusia. Sebelumnya manusia tidak tahu bagaimana beribadah, tetapi Allah menciptakan system (cara) bagaimana beribadah sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Maka Allah dalam 10 Perintah Allah mengajarkan umatNya untuk tidak melupakan hari Sabat. Sebab hari Sabat diciptakan oleh Tuhan untuk kepenitngan  umatNya beribadah kepada Tuhan. Memang Allah menciptakan selama 6 hari ,tetapi pada hari ke-7 Allah beristirahat. Waktu berisitirahat itu juga ciptaan Tuhan. Jadi sebenarnya Allah menciptakan sampai hari ke-7. Karena sampai hari ke-7 Allah menciptakan hari ibadah itu. Kesibukan selama 6 hari diijinkan Allah untuk bekerja. Tapi pada hari ke-7, Allah menciptakan ibadah, persekutuan yang penting antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu Allah sangat menantikan hari sabat itu untuk jemaatNya berjumpa denganNya. Saat hari sabat , Tuhan menunggu kita. Bukan manusia yang menunggu Tuhan, tetapi Tuhanlah yang menunggu kita karena itulah yang diciptakan Tuhan untuk melakukan pertemuan itu. 

2.     Ibadah itu sendiri adalah hal yang sangat indah karena Tuhan berkenan untuk dijumpai manusia. Tidak ada satu manusia pun bisa menjumpai Allah. Hanya karena Allah yang membuka dan memperkenalkan diri , maka manusia bisa  mengenal Allah. Maka ketika Allah menunggu umatNya untuk menemuniNya, itu merupakan kesempatan yang luar biasa karena kita bisa bertemu dengan Tuhan . Jadi sungguh-sungguh hal yang disesali, bila kita bisa bertemu tapi tidak bertemu. Sehingga kita seharusnya rindu setiap hari minggu untuk bertemu Tuhan. Di Eropa, gereja-gereja mulai mati dan tidak ada gairah. Namun saya masih menjumpai di kota kecil Sparkenbuch (?), gereja injili yang jemaatnya masih sangat banyak. Mereka masih mempertahankan kebiasaan yang sangat baik saat beribadah. Pada hari minggu tidak ada orang yang berjualan sama sekali. Mereka memasak masakan untuk hari minggu pada hari Sabtu dan mereka memakannya pada hari minggu (dikenal sebagai Sunday Meal). Sedangkan di Indonesia ada jemaat yang terlambat ke gereja gara-gara menyiapkan makanan. Jemaat mereka bahkan menyiapkan pakaian yang akan dikenakan pada hari Minggu (Sunday dress) sehari sebelumnya. Bukan pakaian khusus tetapi pakaian biasa. Usai kebaktian , mereka berdua atau bertiga datang bertamu. Mereka sambil minum kopi dan makan  sedikit biscuit mereka mendiskusikan khotbah yang baru disampaikan di ibadah tadi. Mereka mendiskusikan bagaimana khotbah itu diterapkan dalam kehidupan. Lalu mereka pulang makan siang di rumah masing-masing. Setelah itu mereka memutar musik rohani dan membaca majalah rohani Kristen. Sorenya mereka ke gereja lagi. Dan khotbah sore adalah khotbah tentang penerapan dari khotbah pagi hari (bagaimana iman Kristen diterapkan dalam kehidupan sehari-hari). Saya bertanya, “Mengapa beribadah 2 kali pada hari minggu?” Jawabnya,”Hari Minggu merupakan hari ibadah maka harus dipakai untuk itu. Saya datang mendengar untuk menerapkannya dalam kehidupan saya”. Saya pikir ini kehidupan berjemaat yang luar biasa. Saya bertanya,” Bagaimana kalian mengambil waktu bersama keluarga?” Dijawab, “Itu dilakukan pada hari Sabtu. Pada hari Minggu kami khusus ingin bertemu dengan Tuhan. Jadi kita tahu betapa ibadah itu merupakan ucapan syukur dan penuh kerinduan untuk bertemu Tuhan. Dari ibadah itu pula , mereka sungguh menerima janji-janji Tuhan yang meneguhkan mereka. Sehingga mereka sungguh dikuatkan untuk menghadapi satu pekan ke depan.

Arti Ibadah

                Surat yang ditulis Yakobus ingin mengajak kita kembali merenungkan arti ibadah. Ibadah di sini dimaksudkan sebagai :

1.      Mendengar. Mendengar adalah sesuatu yang penting sekali dalam proses ibadah kita. Oleh karena itu diawali dari ayat 19, Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.  Jadi dalam ibadah ada unsur yang paling penting dan tidak boleh dilupakan yaitu menjadi pendengar yang baik. Mana yang lebih dulu mendengar atau berbicara? Banyak orang berbicara dulu baru mendengar. Tetapi Yakobus ingin mengajak untuk mendengar dulu baru berbicara. Kita punya 2 telinga dan 1 mulut, jadi seharusnya banyak mendengar daripada berbicara. Dalam tradisi orang Yahudi, orang terpelajar dan bijaksana dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu :
-        orang yang cepat mendengar dan cepat lupa. Orang ini sensitif dalam mendengar apapun tapi cepat dilupakan.
-        Orang yang lambat mendengar dan lambat lupa. Jadi orang ini sulit untuk mendengar (diberitahu juga sulit), tetapi lambat melupakan apa yang telah didengarnya. Ini lumayan. 
-        orang yang cepat mendengar dan lambat lupa. Jadi cepat sekali mendengar (semua didengar) tapi lambat lupa. Ini adalah orang yang bijaksana.
-        orang yang lambat mendengar tapi cepat lupa. Jadi sulit sekali mendengar begitu masuk sedikit, lupanya cepat. Kata orang Yahudi , itu orang jahat. Jadi orang jahat, sulit untuk mendengar ,tapi begitu ingat sedikit langsung lupa.
Oleh karena itu, Yakobus ingin mengajak agar orang cepat mendengar firman Tuhan dengan baik (dengar terus firman Tuhan) baru berbicara.  Apa yang mempersulit kita untuk mendengar dengan baik? Gereja kita sudah 33 tahun. Mungkin ada jemaat yang sudah lama (dari awal ada) dan sudah mendengar firman Tuhan selama 33 tahun. Apakah masih mengingat firman Tuhan? Saya berharap terus ingat dan jangan cepat lupa.
          Pada ayat 21, Yakobus mengatakan, Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Dan kejahatan yang begitu banyak. Kata “buanglah” artinya terlucuti. Semuanya dilepas. Kata “kotor” berasal dari bahasa yunani, rupos. Rupos dalam epimotologi (asal kata) dunia kedokteran artinya kotoran kuping. Jadi Yakobus benar, supaya kuping bisa mendengar dengan baik, maka kita harus membuang semua rupos.  Jadi kejahatan-kejahatan itu seperti kotoran dalam telinga yang menghambat kita mendengar firman Tuhan dengan baik. Jadi kalau kita tidak menyingkirkan kebiasan jelek itu (kotoran) akan menghambat kita menjadi pendengar yang baik. Jadi bukan tidak mendengar , tetapi kebiasaan yang jelek yang menghambat kita mendengar dengan baik. Sehingga banyak orang Kristen terus begitu, seolah-olah firman Tuhan tidak berarti dalam dirinya. Bukan dia tidak mendengar , tapi ada yang menghalangi dia untuk mendengar. Itu seperti kotoran dalam telinga yaitu kejahatan dan kebiasaan hidup yang tidak berubah. Sehingga reaksi kita menjadi lain saat mendengar firman Allah. Itu yang menjadi kerinduan Yakobus supaya menjadi pendengar yang baik

2.     Menjadi pelaku dari firman Tuhan. Tidak cukup dalam ibadah untuk menjadi pendengar baik. Jangan mengaminkan begitu saja apa yang kita dengar. Tidak cukup kita hanya berkesan terhadap apa yang kita dengar. Tetapi biarlah firman Tuhan yang kita tangkap itu sungguh-sungguh dilakukan. Kita bisa melupakan pembicara setelah dia berkhotbah, tetapi firman Tuhan jangan dilupakan. Pelaku firman Tuhan adalah orang yang mengingat firman Tuhan.  Ini yang dirindukan Yakobus agar kita menjadi pelaku firman Tuhan seperti yang ditulisnya pada ayat 22-23, Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Pada zaman dulu tidak ada cermin (kaca). Jadi yang dimaksud kaca adalah logam yang dihaluskan dan selalu harus digosok keras  supaya mengkilat sehingga sewaktu bercermin tidak begitu jelas (tidak kelihatan detilnya dan hanya lihat bayang-bayangan). Saat itu, mereka tidak punya waktu untuk mejeng. Setelah melihat sebentar langsung pergi. Hal berbeda dengan zaman sekarang di mana ada orang yang berlama-lama melihat di cermin. Pada ayat 26, Yakobus mengatakan,”Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”. Jadi bila lidah tidak dikekang, ibadah menjadi sesuatu yang sia-sia (tidak ada artinya). Jadi ibadah yang murni dan tidak bercacat harus melakukan firman Tuhan secara adil terhadap manusia (yang paling penting melakukan terhadap sesama manusia). Sebab ibadah kita punya hubungan dengan dunia ini. Jadi tidak cukup hanya ibadah dalam gedung gereja, tapi juga keluar gedung gereja untuk melakukannya. Kalau gereja hanya diisi kebenaran firman Tuhan tanpa melakukannya, ia seperti menara gading. Bila jemaat gereja tidak melakukan sesuatu di luar , maka hal ini menjadi masalah besar. Masalah besar kemudian melahirkan pribadi seperti Carl Marx (1818-1883), seorang tokoh komunis dari Jerman yang sangat keras sekali dalam mengkritik gereja. Ia beranggapan orang Kristen tidak peduli kepada orang lain. Sehingga ia berkata, “Untuk apa ke gereja dan menjadi orang Kristen, karena tidak memikirkan orang yang banyak menderita di luar sana”. Dan tokoh yang lebih ekstrim Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia sampai mengatakan bahwa Tuhan harus dibunuh. Ia benci sekali orang percaya , bergantung dan selalu mencari Tuhan tapi tidak menjadi orang “kuat”. Orang yang mencari dan berserah tidak berani menghadap kenyataan yang sulit dalam hidup ini. Supaya orang itu berani hadapi kenyataan maka kebergantungan kepada Tuhan harus disingkirkan. Kritikannya sangat dihargai, walau logika pikirannya salah tapi mengingatkan kita hari ini bahwa kalau kekristenan hanya menjadi pendengar tanpa melakukan maka kritikan mereka benar. Oleh karena itu gerjea tidak boleh menjadi pendengar yang baik , tetapi menjadi pelaku di luar sana. Di dalam ibadah itu, kita juga harus menjadi pelaku firman, karena semua yang dilakukan ditujukan kepada Tuhan. Tidak boleh disimpan. Tidak boleh hanya disembunyikan. Kebenaran Injil yang didengar di gereja harus disebarluaskan ke banyak orang, supaya banyak orang mendengar tentang kasih Kristus. Itulah yang dinamakan bersaksi. Mat 25:14-30 berbicara tentang talenta. Ada hamba-hamba yang mendapat kepercayaan 5, 2 dan 1 talenta dari tuannya yang akan bepergian ke luar negeri. Hamba yang mendapatkan 1 talenta , apakah korupsi? Ketika tuannya  pulang dia berikan kembali 1 talenta (padahal  yang diberi 5 talenta mengembalikan 10 talenta dan yang diberi 2 talenta mengembalikan 4 talenta). Penerima 1 talenta menyembunyikan talentanya. TIdak dikembangkan lebih lanjut dan tidak dipakai untuk melakukan usaha. Itu seperti orang yang mendengar dan mempercayai firman Tuhan tapi tidak menyebarkannya. Itu kegagalan gereja. Kita menjadi penikmat sejati dan tidak pernah membagikan kepada orang lain. Ini tugas kita untuk membagian firman Tuhan yang sudah didengar. Melakukan berarti kita yang sudah dibentuk melalui firman Tuhan harus mengabarkan kepada orang lain. Keteladanan hidup kiriten seharusnya begitu nyata.

Kesimpulan


                Di Indonesia terakhir-akhir ini terdapat banyak istilah menarik. Saat ada penumpang yang naik bus umum di Jakarta, kondektur mengatakan, “Yang Gayus turun.” Maksudnya sang kondektur adalah penumpang yang mau turun di kantor pajak dipersilahkan siap-siap untuk turun. Padahal Gayus adalah salah satu nama orang di Alkitab yang rohani tetapi sekarang  orang mengenal nama Gayus sebagai koruptor. Nama yang awalnya bagus sekarang menjadi jelek. Ada juga nama Markus yang merupakan salah seorang penulis Injil tetapi di Indonesia menjadi singkatan dari makelar kasus. Demikian juga nama Petrus yang merupakan  murid Tuhan Yesus. Di Indonesia merupakan singkatan dari penempak misterius. Ini ada unsur kesengajaannya. Nama kekristenan dipakai untuk hal yang jelek sehingga ingin disimpulkan bahwa orang-orang Kristen itu sama jeleknya. Itu kegagalan orang-orang Kristen melaksanakan kebenaran. Mari kita menjadi pendengar dan pelaku firman Tuhan yang baik sehingga menjadi ibadah yang sejati. Mari kita lanjutkan perjalanan gereja ini, karena perjalanan gereja merupakan perjalanan dari para pewarta dan pelaku Firman. 

No comments:

Post a Comment