Sunday, June 1, 2014

Salib dalam Keluarga : Salah Siapa?


Pdt. Hery Guo

2 Kor 4:8-11
8   Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa;
9  kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.
10  Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.
11  Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.

Markus 8:31-34
31  Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.
32  Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia.
33  Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
34  Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.


Pendahuluan

                Beberapa hari yang lalu, ada artikel tentang seorang kakek yang meninggal di kamar hotel karena minum obat kuat. Artikel ini berbicara tentang sepak terjang orang tua yang secara usia harusnya menjadi teladan, tapi malah ia melakukan tindakan tidak terpuji. Ada juga seorang siswa sekolah yang menyontek, tertangkap lalu didiskualifikasi oleh gurunya dan dinyatakan tidak lulus. Kalau orang Kristen melakukan hal-hal seperti ini, jangan berpikir itu salib karena itu bukan salib tetapi kebodohan dan ia harus bertobat.  Dalam tema “Salib dalam Keluarga : Salah Siapa?”, perlu diluruskan pemahaman tentang salib, namun tidak menyinggung cara mengatasi kesulitan (seperti di-PHK, anak korban narkoba)  yang menjadi salib dalam keluarga.  Saat orang Kristen yang saleh , setia, rajin beribadah mengalami masalah iman lalu bagaimana kita memandang Allah? Karena seringkali dalam hidup timbul pertanyaan yang sulit dijawab setelah mengikuti apa yang dikehendaki Allah. Ada seorang aktivis yang rajin melayani tapi kemudian divonis kanker getah bening, lalu dalam waktu singkat ia meninggal. Ada juga seorang anak Tuhan yang dedikasinya baik kepada Tuhan, lalu mengalami kelumpuhan karena hancur urat belakangnya saat terjebur di kolam. Pertanyaannya : mengapa Tuhan ijinkan hal ini terjadi?, Tidak ada jawaban sempurna yang bisa memuaskan, seandainya kita mengalami hal itu. Bagaimana sudut pandang Kitab Suci tentang Allah dalam hal ini?

Memikul Salib untuk Mengenal Allah

                Markus 8:34  Yesus berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Ayat ini berlatar belakang peristiwa saat Yesus menyatakan bahwa Dia akan disalib dan dibunuh lalu Petrus menolak pemikirian itu. Bagi Petrus konsep Tuhan Yesus itu keliru. Bagaimana mungkin Mesias yang mereka puja harus disalib? Dalam kondisi sekarang, “Bagaimana dengan mengikuti Tuhan lalu menderita?” Padahal pada pasal sebelumnya, Yesus memberi makan kepada 5.000 orang sampai kenyang. Sepertinya keindahan dalam mengikuti Yesus, pupus saat Yesus bicara tentang kematianNya di kayu salib.  Itu sebabnya Petrus menegor Yesus, “Jangan kamu bicara begitu , karena itu bukan perkataan yang benar.” Dan setelah memarahi Petrus, Tuhan Yesus berkata kepada semua orang, “Siapa mau mengikuti Aku harus memikul salib”. Salib dalam pemahaman kitab suci adalah sesuatu yang hina dan tidak ada harapan, melambangkan kematian dan mencerminkan penderitaan. Di dalam konsep seperti itulah Yesus berkata, “Siapa yang mau mengikuti Aku harus memikul salibnya.” Melalui salib itulah , kita dibawa Tuhan untuk semakin mengenal Dia. Seorang anak Allah yang tidak masuk ke dalam salib, maka ia tidak akan mengenal anak Allah. Reformasi Calvin mengatakan, “Untuk mengenal Allah maka kenallah Dia yang mati di kayu salib!” Ayat 34 berarti saat engkau memikul salib maka engkau semakin mengenal Anak Allah. Petrus dan murid-murid lainnya tidak mengenal Yesus dengan baik saat Yesus melakukan penyembuhan dan mujizat-mujizat lainnya. Setelah Yesus disalibkan, mati dan  bangkit, murid-murid baru mengenal Yesus. Allah mengijinkan salib itu ada, supaya kita mengenalNya. Ternyata salib itu kunci supaya kita mengenal Allah yang kita sembah. Seluruh kitab suci membawa kita kepada pengenalan kepada anak Allah. Waktu Yohanes Pembaptis dipenjarakan oleh Raja Herodes, ia bertanya kepada Tuhan Yesus melalui kedua muridnya, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?" (Lukas 7:19b). Selanjutnya dalam salibnya, barulah Yohanes Pembaptis mengenal Anak Allah. Melalui salib, mungkin iman kita ditantang dalam berbagai masalah. Tapi dilihat dari sudut pandang Allah , Dia ingin membawa kita mengenalNya dengan baik. Ayub yang hidup sejaman atau lebih lama dari Abraham berkata, “Aku mengenal Allah dari orang dan cerita, tapi waktu mengalami penderitaan, baru  aku mengenal Allah dengan baik.”  Saat akan melahirkan, istri dari adik saya terkena virus Toxoplasma. Akibatnya waktu lahir, anaknya cacat. Namun kerohanian adik saya mengalami pertumbuhan yang luar biasa, saat ia mengalami hal itu dan membuatnya mengenal Allah dengan baik. Kalau Allah mengijinkan hal itu terjadi , maka Allah ingin membawa kita mengenalNya dengan baik. Pengenalan akan Allah sangat dibutuhkan oleh orang percaya.

Salib Membuat Kita Tergantung pada Tuhan

Pada 2 Kor 4  Rasul Paulus menyampaikan,”Kami senantiasa memberitakan kematian Tuhan Yesus di kayu salib”.  Ia berbicara tentang salib dalam kehidupan Tuhan Yesus. Salib adalah lambang tidak adanya kemampuan dan harapan sehingga hanya ada harapan yang sepenuhnya lahir dari Allah. Allah ijinkan salib ada, supaya kita tidak berharap pada diri kita (manusia) tetapi semata-mata kepada Allah. Itu sebabnya ayat 8-9 dikatakan Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Setiap dosa yang diperbuat manusia, minimal membuat kita merasa bersalah. Misalnya : saat menyontek, berbohong atau menggelapkan uang perusahaan, hati merasa dag-dig-dug ketakutan karena bersalah.  Atau kita tidak setia pada pasangan atau berbuat tidak senonoh, dosa membuat kita merasa bersalah dan tertuduh. Namun ada 1 dosa yang membuat kita tidak merasa bersalah yaitu dosa kesombongan. Kesombongan adalah musuh Allah karena tidak mau bergantung, tidak mencari dan mengandalkan Allah. Kesombongan bisa lahir , saat kita merasa mapan, bisa sendiri dan tidak membutuhkan Allah. Banyak manusia sombong di hadapan Allah. Itu sebabnya waktu kita menyadari tidak mampu, papa dan tidak punya kekuatan, saliblah yang membuat kita tergantung pada Tuhan. Kalau kita diijinkan mengalami salib, maka kita akan berdoa. Saat salib itu melanda keluargamu, maka kita akan berteriak kepada Allah dalam doa. Saat kita merasa usaha dan keluarga sudah porak poranda, kita akan mencari dan berdoa dalam iman. Itu sebabnya dalam ayat ke 10 dikatakan, Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Aku terlebih suka memandang salib karena disitulah aku bergantung pada Allah. Bila terdapat banyak saldo di rekening bank maka kita harus hati-hati dan tetap bergantung pada Tuhan. Orang percaya harus memikul salib. Karena salib itulah yang membuat kita kenal Dia. Salib itu membuat kita bergantung total kepadaNya. Mungkin kita tidak mengalami salib yang memberatkan, tapi kalau salib itu datang, lihatlah dari sudut pandang kitab suci, Allah yang baik akan membawa kita mengenalNya.

Kesaksian

                Ada seorang ibu yang saleh dan telah melayani Tuhan sejak masa mudanya. Sampai usianya di atas 60 tahun,  ia masih melayani di salah satu panti wreda (tempat perawatan orang-orang tua). Dia tidak dikaruniai anak dalam pernikahannya. Sehingga semasa hidupnya, ia dan suaminya memiliki hubungan yang sangat dekat sekali. Suaminya sangat menjaga kesehatannya dengan baik. Namun tidak terduga, suaminya meninggal terlebih dahulu. Saat peti suaminya akan ditutup, ia memberikan kata sambutan., Dia berkata, “Tuhan lebih sayang suami saya  dari saya itu sebabnya Tuhan memanggilnya lebih dahulu”.  Mendengar hal tersebut saya merasa luar biasa sekali imannya. Walau terkadang dia merasa kesepian setelah ditinggalkan suaminya, ia merasa dikuatkan melalui komentar terakhir. itulah salah satu cara Tuhan supaya bisa menguatkannya. Saat mencapai titik nadir dan tidak punya kekuatan lagi, saat itulah kekuatan rohani muncul. 

No comments:

Post a Comment