Sunday, March 10, 2013

Warisan Ilahi

Ev Yenny Suh

Yoh 13:1-17
1   Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.
2  Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia.
3  Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah.
4  Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya,
5  kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.
6  Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?"
7  Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak."
8  Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku."
9  Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!"
10  Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua."
11  Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih."
12  Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu?
13  Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
14  Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;
15  sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.
16  Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.
17  Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.

Minggu ini adalah minggu menjelang kematian Tuhan Yesus, minggu di mana kita dibawa ke dalam kedukaan yang mendalam. Seberapa besar di antara kita yang tahu persis bahwa sekarang adalah minggu-minggu kesengsaraan Tuhan Yesus? Minggu kesengsaraan Tuhan Yesus bukan dimulai minggu ini tetapi sudah dimulai dari minggu-minggu sebelumnya. Jangan-jangan kita tidak menyadari dan memahami akan hal tersebut. Sehingga kita kurang memaknai akan kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib. Karena tidak ada hati yang dipersiapkan memasuki masa-masa kedukaan tersebut. Padahal masa inilah kita melihat karya agung Tuhan Yesus bagi dunia ini.

Warisan Ilahi
Perikop yang dibacakan (Yoh 13:1-17) merupakan  bagian di mana Tuhan Yesus akan mengakhiri hidupnya dalam dunia ini. Masa di mana ia menempuh jalan salib (via dolorosa). Yesus tahu betul, masanya tidak lama lagi. Ia tidak mau menyia-nyiakan masa yang sedikit ini terbuang dengan percuma.  Jika kita membaca bagian pertama, “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai”, banyak ahli Alkitab meyakini bahwa setelah masa  inilah Tuhan Yesus ditangkap oleh para prajurit. Setelah membasuh kaki murid-muridNya, Yudas pergi untuk menyerahkan Tuhan yesus. Jika benar, masa menjelang Tuhan Yesus dieksekusi tinggal hitungan jam. Tidak menunggu lagi hitungan hari. Tetapi di masa-masa itulah digunakan Tuhan Yesus sebaik-baiknya. Sebab Dia tahu kematianNya sudah semakin dekat. Dia tahu, keberadaanNya sebagai guru secara fisik akan berakhir. Dan Dia tahu apa yang harus Dia berikan bagi murid-muridNya. Dengan waktu yang begitu sempit, itulah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Yesus. Walaupun waktunya  sedikit, tetapi memberi makna dan kesan yang mendalam bagi para muridNya. Umumnya saat orang meninggal, kita menunggu pesan terakhir apa yang akan diberikan kepada kita.  Kita ingin dengar baik-baik, apa yang ingin disampaikan dan pada umumnya pesan itu dijalankan. Waktu Pdt. Paulus Sung meninggal, di ruang UGD, Se Mu mengelus pipinya dan berkata,”Kamu cepat sekali meninggalnya dan tidak meninggalkan pesan apa-apa.” Ada harapan orang yang akan pergi meningalkan pesan. Itulah hal yang akan dilakukan oleh Yesus. Sebelum Dia disiksa dan pergi selama-lamanya secara fisik, harus meninggalkan pesan yang mendalam bagi para muridNya. Kesan dan pesan yang diberikan Yesus kepada murid-muridNya itulah yang disebut sebagai Warisan Ilahi. Dia pergi tidak meninggalkan warisan harta duniawi tetapi Dia memberikan warisan abadi. Warisan duniawi tidak pernah dibawa sampai mati. Justru akan menimbulkan banyak perpecahan. Tetapi jika warisan ilahi yang diberikan, akan dibawa sampai mati dan akan memberikan suatu ketenangan. Inilah yang diberikan Tuhan Yesus kepada para muridNya. Warisan yang tidak diberikan untuk diri sendiri tapi harus diwariskan kepada orang lain. Banyak pelayanan yang telah Tuhan Yesus lakukan. Apa yang diperintahkan sudah diberikan terlebih dahulu. PerkataanNya  dan tindakanNya sama. Itulah yang disebut sebagai integritas. Melakukan apa yang diucapkan. Kalau kita manusia yang berdosa, kita melakukan apa yang lain dari yang diucapkan. Tetapi tidak demikian Tuhan Yesus. Ia melakukan apa yang diucapkan. Itulah yang Dia ingin wariskan. Keteladanan! Di dalam masa-masa Dia akan berakhir , Dia masih memberikan waktu yang tersisa kepada murid-muridNya.

Keteladanan
Ada 2 hal yang ingin Tuhan Yesus tunjukkan terkait keteladanan.
1.       Pelayanan. Kalau ditanya apa yang dimaksud dengan pelayanan? Semua jawaban yang diberikan tidak ada yang salah. Semua orang tahu, apa yang dimaksud dengan pelayanan. Semua tahu Tuhan Yesus mau kita ambil bagian dalam pelayanan. Pelayanan yang kita berikan seperti apa di hadapan Tuhan? Seringkali saat melayani, kita berpikir : saya melayani karena saya kurang pekerjaan (punya banyak waktu); melayani karena dipaksa melayani; melayani karena tidak ada orang lain yang mau melayani atau melayani karena mampu melayani di bidang pelayanan tersebut.  Itu yang seringkali ada di benak kita. Kalau melayani karena punya banyak waktu dikatakan sebagai melayani dengan memberikan yang terbaik kepada Tuhan.   Benarkah? Kalau ke empat hal tadi yang menjadi jawaban kita saat ditanya Tuhan Yesus, maka Tuhan Yesus akan berkata, “Enyahlah engkau karena Aku tidak mengenal engkau!” Bisakah kita bercermin kembali , pelayanan seperti apa yang sudah kita berikan kepada Tuhan? Mungkin kita tidak bisa disandingkan dengan Yesus yang adalah Tuhan. Tetapi Tuhan Yesus sebelum mati, menunjukkan sisi manusiawinya. Dia bukan hanya Tuhan tapi juga manusia 100%. Pelayanan yang ditunjukkan adalah pelayanan dari sisi manusia yang diberikan Bapa kepadaNya.  Pelayanan apa yang kita berikan kepada Tuhan? Kita bilang yang terbaik, tetapi kalau dikoreksi kita memberikan pelayanan yang menyedihkan kepada Tuhan. Kita tidak mempersiapkan hati untuk melayani Tuhan. Di mana letak hati kita yang telah diisi Tuhan Yesus untuk melayani Dia? Saat mau dieksekusi, Dia mempersiapkan dengan baik murid-muridNya. Dia tahu persis siapa yang akah menjual Dia, tetapi Dia tetap menunjukkan pelayanan yang terbaik. 3,5 tahun bukan masa pelayanan yang pendek dalam mempersiapkan para murid dalam pelayanan.  Tetapi bagi Tuhan Yesus, tetap tidak cukup untuk memberikan teladan untuk melayani Dia. Tuhan Yesus mempersiapkan dengan begitu baik dan sempurna. Dari awal sampai akhir Dia sudah melakukannya dengan begitu indah, walau di akhirnya Dia tahu akan begitu menyedihkan. Tetapi Dia tidak lari dari pelayanan, agar bisa menjadi penebus bagi banyak orang. Dia mempersiapkan sebaik mungkin agar bisa diingat dan dilakukan oleh murid-muridNya. Melayani Tuhan adalah masalah hati dan panggilan. Banyak orang yang punya hati melayani tetapi belum tentu dipanggil untuk melayani. Banyak yang dipanggil untuk menjadi hamba Tuhan tetapi belum tentu dipilih jadi hamba-hamba Tuhan. Tetapi orang yang sudah terpanggil melayani Tuhan sudah pasti mau melayani Tuhan. Jikalau kita sudah tahu hal itu, kita bisa menjawab pelayanan seperti apa yang kita berikan pada Tuhan. Apa saya memberikan pelayanan selama ini menurut saya yang terbaik? Atau justru yang menurut saya, terbaik tetapi menurut Tuhan paling menyedihkan. Dulu saat pelayanan di gereja lama, setiap minggu 1 dan 4 saya bertugas jadi MC di kebaktian kedua. Saya menangni bidang ibadah dan music dan saya memberi peraturan dalam ibadah, setiap MC yang mau bawa pujian, 3 minggu sebelumnya harus serahkan lagu yang akan dinyanyikan.  Contohnya : saya MC minggu 1 maka minggu ke 2 bulan sebelumnya sudah harus menyerahkan lagu kepada pemusik dan singer. Pemusik yang akan mengatur antara sesama pemusik setiap partitur yang akan dinyanyikan. Itu aturan pertama dan tidak bisa ditawar-tawar. Peraturan kedua, latihan minimal 2 kali.  Minggu depan saya mau MC , setelah kebaktian saya latihan. Kebaktian pk 8 dan pk 10 , saya latihan setelahnya. Seluruh yang memimpin pujian harus latihan minimal 2 kali. Satu kali saat mau latihan pertama kali, singer mengirim sms kepada saya, “GI sorry saya tidak bisa ikut latihan. Saya ikut pas pelayanan saja, lagu-lagunya saya kenal.” Saat dapat sms seperti itu, mungkin kita balas, “Ok. Dipelajari ya lagunya.” Tetapi hari itu saya balas, “Ok, minggu depan tidak ikut pelayanan.” Saya MC dan saya pilih lagu. Saya yang tahu lagu yang saya pilih. Model partitur yang dipilih pemusik sesuai dengan keinginan saya. Alur dan variasi lagu nya saya pun yang tahu. Jadi saya lebih tahu dari singer saya. Harusnya saya tidak usah latihan, pas waktu latihan baru saya maju. Tetapi saya harus konsisten dengan peraturan yang dibuat. Akhirnya latihan tanpa singer dan saat pelayanan juga tanpa singer. Saya ingin menekankan, melayani bukan untuk hamba Tuhan dan majelis yang kasat mata, melainkan melayani kepada Tuhan yang tidak kasat mata. Tetapi saat menerima pelayanan, banyak yang merasa bisa , sehingga tidak perlu latihan dan tidak perlu hati melayani Tuhan. Tetapi lebih menyedihkan di saat pelayanan, kita berkata, “kita memberikan yang terbaik kepada Tuhan!” Sebenarnya, kurang apa persiapan Yesus dalam menyiapkan murid-muridNya sampai waktu Dia ditangkap dan murid-muridNya dinyatakan gagal. Satu menyerahkanNya, satu menyangkal dan yang lainnya meninggalkan Dia. Pelayanan seperti apa yang kita berikan? Inikah memberikan pelayanan terbaik bagi Tuhan? Pelayanan yang dipersiapkan dengan baik,dan penuh kegentaran dalam mempersiapkan pelayanan. Itulah arti dalam melayani. Tuhan Yesus mempersiapkan kembali para muridNya ketika membasuh kaki para muridNya. Tuhan Yesus membasuh kaki para muridNya, bukan berarti kakinya kotor tetapi Tuhan Yesus ingin menunjukkan arti  pelayanan yang sesungguhnya. Mereka dipersiapkan untuk melayani Tuhan. Jikalau kita dipanggil melayani Tuhan, seharusnya pelayanan dipersiapkan dengan sungguh-sungguh baik sehingga memberikan hasil pelayanan yang berkenan di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus membasuh kaki murid-muridNya untuk pelayanan di bumi ini setelah Tuhan Yesus tidak ada lagi di bumi ini.
2.       Kerendahan hati. Ketika berada di dalam rumah, Yesus mengambil baskom atau ember yang berisi air lalu menanggalkan jubahNya. Kata “menanggalkan jubahNya” dipakai juga pada Yoh 10:11 saat Tuhan Yesus mengatakan bahwa  Dialah gembala yang baik dan gembala yang baik menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya. Menyerahkan nyawa dan menanggalkan jubah mempunyai makna yang sama. Secara tidak langsung, Yesus mengatakan Dia akan mati dan menyerahkan nyawaNya bagi umat manusia. Ia membasuh kaki murid-muridNya. Di rumah Yahudi ada gentong untuk membersihkan kaki. Bila ada tamu, maka kakinya harus dibasuh , dicuci dulu supaya bersih waktu masuk ke dalam rumah. Yang mencuci kaki tamu itu , bukan tuan rumah tetapi budak yang diperkerjakan dan ia bukan orang Yahudi. Pekerjaan itu hanya dilakukan oleh non Yahudi. Karena pekerjaan mencuci kaki dipandang rendah oleh orang Yahudi. Sehingga sangat mengherankan murid-murid Yesus ketika Yesus melakukan pekerjaan yang dianggap paling rendah tersebut. Suatu keanehan yang luar biasa. Yesus tidak membasuh kaki mereka saat baru masuk , tetapi setelah di dalam rumah. Secara status Yesus lebih tinggi, karena Yesus adalah guru mereka, dan mereka murid-muridNya. Jadi yang seharusnya melakukan pekerjaan tersebut adalah murid-murid bukan sang guru. Tetapi sampai dalam rumah, Yesus tidak mendapatkan yang demikian. Mengapa? Di dalam perjalanan, para murid memperdebatkan siapa yang terbesar di antara mereka. Secara tidak langsung, siapa yang menjadi nomor satu di antara mereka? Adanya perdebatan untuk mencari siapa yang menjadi pemimpin di antara mereka. Bagi mereka , pemimpin bukanlah melayani tetapi dilayani. Sehingga sampai di dalam rumah tersebut, Yesus tidak mendapati insiatif di antara para muridNya. Konsep mereka : pemimpin harus dilayani. Tetapi Yesus mengajarkan kalau menjadi seorang pemimpin, Dia harus melayani. Konsep yang terbalik dari murid-muridNya. Dalam persiapan, saya berhalusinasi. Jangan-jangan Yesus ngomong, “Ya, saya mengerti kamu tidak membasuh kaki saya saat masuk karena kalian memperebutkan siapa yang menjadi yang nomor satu di antara kalian. Saya mengerti siapa pun tidak tergerak karena maunya dilayani. Mereka lupa Anak Manusia bukan untuk dilayani tetapi melayani , untuk memberikan nyawaNya bagi banyak orang. Ketika Tuhan Yesus melakukan cuci kaki, maka mereka terkejut. Tapi rasa terkejut, tidak mengurangi keinginan Yesus untuk melakukan apa yang ingin dilakukanNya. Ia menunjukkan bagaimana Yang Maha Mulia berada di tempat itu, tetapi ia memberi keteladanan yang tidak pernah mati. Pelayanan yang diberikan menunjukkan kasihNya kepada manusia. Pembasuhan kaki yang Yesus lakukan memberikan keteladanan yang harus dimiliki oleh semua yaitu kerendahan hati. Satu kata yang susah dilakukan : kerendahan hati! Bagaimana Yang Maha Mulia menunjukkan bentuk pelayanan adalah kerendahan hati? Dengan menanggalkan keegoisan kita sebagai posisi yang utama bagi umat Allah. Yesus ingin meninggalkan warisan yang terus diingat murid-muridNya. Kerendahan hati sangat sulit untuk diterapkan. Tetapi yang sering dimiliki bukan rendah hati tetapi tinggi hati. Lebih sering kesombongan kita yang menjadi landasan dalam melayani Tuhan . Yesus memberi teladan bagaimana kerendahan hati menjadi dasar dalam melayani. Saat saya kuliah S1 saya ingat perkataan dosen waktu kuliah di dalam kelas,”Belajar tafsir PB butuh waktu 2 tahun untuk mempelajari, belajar tafsir PL butuh waktu 3 tahun untuk mempelajari. Belajar dogmatika 2,5 tahun untuk mempelajari. Semua ada batas waktunya. Tetapi belajar pelayanan penuh kerendahan hati tidak pernah ada waktu yang habis untuk dipelajari.” Semua ada limitnya , tetapi mempelajari kerendahan hati , tidak akan pernah habis waktunya. Itu yang harus dipelajari dan harus ditunjukkan sepanjang hidup kita. Inilah yang ingin ditunjukkan Yesus kepada murid-muridNya. Bukan menunjukkan kaki murid yang kotor, tetapi Dia ingin menunjukkan pelayanan dengan rendah hati.
Tema gereja “Sehati sepikir melayani tubuh Kristus”, ini adalah kerinduan gereja, hamba Tuhan, majelis dan jemaat Tuhan di seluruh dunia. Sehati dan sepikir tidak akan tercapai, bila pelayanan tidak didasarkan hati yang terpanggil dan kerendahan hati. Sehati sepikir tidak akan mencapai tujuannya, kalau orang-orang melayani berdasarkan kemampuan diri sendiri atau didasari dengan tinggi hati. Bagaimana Yesus mewarisi keteladanan dengan pelayanan yang penuh kerendahan hati. Ketika kita meninggalkan dunia ini, keteladanan apa yang ingin ditinggalkan bagi orang lain. Apa yang bisa diberikan kepada orang lain , bukan keburukan tapi keteladanan. Berapa hari ini negara Venezuela sedang berduka karena presiden Hugo Chaves meninggal dunia yang mereka kasihi. Mereka ingat presiden mereka sangat memikirkan mereka. Sehingga di kematiannya, banyak yang memberi komentar belum pernah ada presiden seperti dia dan tidak akan pernah ada presiden seperti dia. Saat dimakamkan, seluruh rakyat ingat, dialah seorang pemimpin yang luar biasa bagi mereka. Yesus sebelum masa kematianNya, ia memberi teladan seorang pemimpin bagaimana melayani bukan dilayani. Seorang pemimpin bukan jadi terbesar tapi jadi seorang hamba. Seorang pemimpin melakukan apa yang diucapkan. Itulah warisan yang ingin diberikan Yesus yang dikenang terus oleh banyak orang. Warisan harta tidak bisa dibawa mati, dalam hitungan waktu akan habis dan lenyap. Tetapi warisan ilahi berupa keteladanan yang bisa dibawa sampai mati. Itulah yang bisa dikenang sampai selama-lamanya , turun temurun. Bisa terus diulang-ulang. Itulah yang menjadi penekanan Tuhan Yesus sebelum menjalanai masa-masa penghukuman. “Jika kamu tahu apa yang Aku lakukan. Aku melakukan hal ini maka kamu harus melakukan hal yang sama.” Di masa kematian ia memberi keteladanan yang besar. Biarlah keteladanan itu terus dijalani selama kita berada di dunia ini. Karena keteladanan tidak akan pernah mati.


No comments:

Post a Comment