Friday, March 29, 2013

Menjadi Serupa dengan Hamba

Pdt Heri Kristiawan

Fil 2:5-8
5  Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7  melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8   Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Kita sering menyatakan diri sebagai hamba Tuhan berarti kita mengakui Tuhan sebagai tuan dan kita sebagai hamba. Tapi dalam kenyataannya saat menjalankan hidup sehari-hari , kita tidak menempatkan diri sebagai seorang hamba. Kita seolah-olah sebagai tuan dan Tuhan sebagai hamba. Kita mau mengatur Tuhan untuk melakukan segala sesuatu yang kita kehendaki.

 

Pada Fil 2:7  kata hamba dalam bahasa Yunani Doulos yang punya 2 pengertian. :

1.       Pelayan. Status pelayan bukanlah status yang terhormat. Status pelayan bisa jadi terhormat saat melayani kaisar misalnya. Kata doulos dipakai untuk pelayan kaisar. Pelayan ini berbeda dengan budak pada umumnya.  Pelayan ini punya hak untuk mengatur diri (tugas)nya, masa depannya,  punya bawahan dan berhak mengatur apa yang harus dilakukannya (mengatur tugas para bawahannya).

2.       Budak (hamba). Hamba berstatus sosial paling rendah  / hina. Budak adalah orang yang hidupnya secara totalitas (sepenuhnya) menjadi milik orang lain (tuannya). Ia tidak berhak mengatur dirinya dan masa depan dirinya sendiri. Allah yang mulia  menempatkan diri pada status yang paling hina yakni budak. Dia yang Maha Mulia dan Maha Tinggi sekarang menjadi hamba (budak) yang melayani manusia berdosa. Ia yang memiliki segala sesuatu, seolah-olah Dia tidak punya hak. Ia rela menempatkan diriNya sebagai budak melayani orang berdosa supaya dibebaskan dari hukuman.


Sebagai budak ada beberapa yang perlu diperhatikan :


1.       Budak terikat dengan tuannya dengan ikatan yang begitu kuat yang tidak dapat dipisahkan kecuali dengan maut. Itu artinya seorang budak harus melayani dengan tuntas sampai ia mengakhiri hidupnya. Ia hanya melayani tuannya saja. Tuhan Yesus menuntaskan pelayananNya sampai mati di kayu salib. Banyak hal yang menyulitkan dalam hidupNya dalam melayani kehendak BapaNya. Ia tahu apa yang harus dialami. Tapi tidak sedikitpun Dia berhenti melayani manusia yang berdosa. Itulah kehendak / misi dari BapaNya yang harus diselesaikan sampai mati di kayu salib. Ia tidak pernah berhenti di tengah jalan , walau terlalu berat pelayanan ini.  Ia terikat kehendak BapaNya untuk mendatangkan keselamatan bagi manusia. Mengacu kepada pelayanan Yesus , kita bertanya sampai kapankah kita melayani Dia? Ada yang bilang, saya melayani sampai tahun ini saja ya.., tahun depan mau cuti pelayanan.  Kalau Tuhan cuti memelihara hidup kita, satu bagian tubuh kita saja, apa yang terjadi? Tuhan Yesus sudah memberi contoh sebagai hamba yang terikat tuanNya seumur hidup, taat sampai mati. Sebagai hamba, kita harus punya komitmen melayani Dia seumur hidup! Jangan merasa pelayanan kita kecil, besar, sederhana atau sepele, di mata Tuhan tidak ada pelayanan yang sepele.  Itu menjadi komitmen kita melayani Tuhan seumur hidupMu.

2.       Orang yang melayani tuannya dengan mengabaikan kepentingannya sendiri. Ia harus mengutamakan kepentingan tuannya.  Ayat 6-7 : Tuhan rela menjadi hamba ,  rela jadi manusia. Allah yang Maha Kudus menjadi manusia bukanlah sesuatu yang mudah. Seusai banjir Januari 2013 lalu menyisakan banyak lumpur. Kalau kita memakain sepatu bersih, tentu tidak nyaman kita menginjak sesuatu yang kotor. Demikian pula kalau Allah Maha Kudus harus tinggal dengan manusia berdosa. Namun Yesus, dulu dan sekarang tetap Allah sekaligus manusia yang sempurna. Itu menegaskan Allah dan sekaligus manusia 100%. Ia mengosongkan diri. Ia rela menjadi manusia yang tidak kehilangan sifat ilahinya. God’s man (manusia Allah). Dua sifat melekat pada diriNya. Dia Allah sepenuhnya dan juga manusia sepenuhnya. Ia tahu misi BapaNya mengasihi manusia berdosa agar mendatangkan keselamatan. Ia mengutamakan kepentingan BapaNya menyelamatkan manusia. Sebagai hamba, siapa yang kita utamakan dalam hidup kita? Kita dihadapkan dalam pilihan hidup, yang mana yang kita utamakan. Anak bimbingan saya bekerja di suatu perusahaan milik orang Singapore. Dia bekerja dengan prestasi yang baik. Maka pimpinannya akan memindahkannya ke Singapore dengan fasilitas yang jauh lebih baik. Ia mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan. Salah satunya pelayanan di gereja yang sangat terbatas SDM-nya.  Ia tahu dia masih dibutuhkan di situ, ia perlu membimbing agar orang lain bisa mengerjakan pelayanannya. Kalau ditinggalkan, pelayanan itu tidak bisa dikerjakan dengan baik. Ia bergumul di hadapan Tuhan. Ia butuh penghasilan besar yang membuat hidupnya nyaman, namun di sisi lain ia ingin melayani di gerejanya. Akhirnya ia mengatakan “tidak” kepada atasannya. Ketika ia mengatakan tidak, pimpinannya menghargai dia. Tuhan membuka jalan lain untuk menambah penghasilannya. Seorang temannya menawarkan dia untuk bergabung dan mebuka toko yang menjual telpon seluler dan asesorisnya di mal.  Tuhan memberkati perusahaan dan melipatkan hasilnya bersama temannya. Sewaktu kita mengutamakan Tuhan, Tuhan akan membuka jalan. Melalui firman Tuhan kita belajar mengutamakan Tuhan.

3.       Budak adalah orang yang kehendaknya terhisap oleh kehendak tuannya. Budak hanya menginginkan apa yang dikehendaki tuannya. Apa yang yang diinginkan tuannya , itu yang dilakukannya, dikerjakan dalam hidupnya. Sedari semula Kristus ditentukan sebagai korban tebusan bagi dosa manusia. Bapa yang menetapkan. Tidak ada pilihan lain selain mati di kayu salib. Ia taat sampai mati bahkan di kayu salib. Mati di kayu salib sangat hina. Mati di kayu salib adalah hukuman untuk orang jahat. Adakah cara lain yang lebih mudah? Seandainya ada cari lain yang lebih mudah  akan ditempuh. Tuhan Yesus belajar tunduk kepada kehendak BapaNya. Apa yang dikehendaki BapaNya yang dijalani. Pada Mat 26:39, saat Tuhan Yesus bergumul di taman Getsemani, Dia berdoa demikian "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Dia tunduk kepada kehendak BapaNya. Apa yang diatur, diputuskan BapaNya, itu yang Dia lakukan. Apakah kita mempersilahkan Tuhan mengatur hidup kita? Hari demi hari kita jalankan dengan tunduk kepada pengaturanNya? Seorang misionaris, Corrie ten Boom,  saat PD II dimasukkan dalam camp konsentrasi. Ia dan anggota keluarganya mengalami penyiksaan Tetapi ia tetap setia melayani Tuhan walau pun dalam kondisi yang sangat terbatas. Setelah selesai PDII, ia dibebaskan dari camp. Ia melayani Tuhan sampai tua. Di hari tuanya , ia mengalami sakit yang sangat parah. Malaikat Tuhan datang melalui mimpi kepadanya dan berpesan, “Kamu sudah setia melayani dan Tuhan sangat menghargai. Kamu sekarang boleh memilih kembali kepada Bapa hari ini, menikmati persekutuan dengan Bapak, bebas dari penderitaan. Tetapi ada pilihan kedua, yaitu hidup 5 tahun di dunia ini tetapi dengan penderitaan dan kesakitan.” Ia bertanya kepada malaikat, “Mana yang lebih memuliakan Tuhan?” Malaikat menjawab,”Yang kedua.” Corrie tahu itu harus dilakukannya supaya Bapa ditinggikan. Dia hidup 5 tahun lagi, tetap menderita dan sakit parah. Ia menjadi berkat, orang lain diteguhkan imannya, yang belum percaya menjadi percaya. Tuhan Yesus memberikan teladan sampai dengan kematianNya untuk memuliakan BapaNya. Ketika kita memperingati Jumat Agung ini, kita kembali menghayati apa yang diberikan Tuhan Yesus dengan menjadi serupa seorang hamba. Yang tidak hanya diucapkan tetapi dijalankan sampai hidupnya berakhir. Kita bangun komitmen kembali menjadi hamba dan melayani Tuhan seumur hidup kita. Dalam begitu banyak pilihan hidup , kita belajar mengutamakan Tuhan. Dalam sekian banyak keinginan kita belajar menundukkan keinginan kita pada kehendak Tuhan. Kita tunduk kepada pengaturan Tuhan sehingga mengalami anugerah demi anugerah.


No comments:

Post a Comment