Friday, May 17, 2019

Manusia Tidak Hidup dari Roti Saja

Pdt. Imanuel Adam

Matius 4:4 Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
Yohanes 1:14  Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Yang Membuat Kita Hidup adalah Firman Tuhan

              Matius 4:4 Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Ucapan Yesus ini diucapkan saat Yesus sedang dicobai oleh Iblis. Dalam hidup ini banyak percobaan yang kita alami, banyak persoalan yang kita hadapi. Itu sebabnya seringkali kita mengeluh, kecewa, patah arang, merasa tertekan, tidak punya kekuatan apapun saat menghadapi persoalan-persoalan. Ketika itu Iblis mencoba mengarahkan pikiran dan perasaan Yesus pada apa yang Dia alami saat Yesus sedang puasa. Matius 4:3  Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Saat itu Yesus diperhadapkan dengan hal-hal duniawi : tanpa roti kita tidak kenyang, tanpa minum akan kehausan, namun Yesus ingin mengatakan hidup manusia bukan dari roti saja. Jadi menghadapi godaan dan arahan iblis, Yesus melawan iblis dengan firman Tuhan, "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Jadi saat menghadapi percobaan, pergumulan, tekanan hidup, maka dijawab dengan firman Tuhan!
Kalau setiap hari kita menonton acara TV tentang kawin-cerai, maka apa yang akan ada di benak kita? Kawin cerai! Kalau setiap hari hati dan pikiran diterangi oleh firman Tuhan, maka di hati kita akan diterangi oleh firman Tuhan. Karena hidup kita digerakkan oleh apa yang dipikirkan dan dirasakan. Jadi ketika mengatakan “aku bodoh” maka jadilah kita bodoh. Ketika mengatakan “kekecewaan mulai masuk dalam hidupku” maka jadilah kekecewaan masuk dalam hidup. Kalau mengatakan “tidak bisa” maka kita benar-benar tidak akan bisa. Saat menghadapi setiap persoalan, pergumulan  dan tekanan hidup harus dijawab dengan firman Tuhan. Maka Yesus mengatakan manusia hidup bukan dari roti saja. Makanan, minuman, pakaian , harta tidak bisa menjadikan kita hidup dan menikmati hidup. Itu hanya sebagian kecil saja, yang membuat kita bisa hidup adalah firman Tuhan.

Firman Tuhan adalah Yesus

              Yohanes 1:14  Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.  Firman itu adalah Yesus yang mau hidup, bekerja dan menopang kehidupan kita. Kalau kita hidup tapi tidak bisa menjalaninya dengan baik maka untuk apa hidup kalau tidak bisa bersukacita? Untuk apa hidup kalau tidak punya damai sejahtera dalam hidup ini? Yesus mengatakan, “Aku datang untuk memberikan kepadamu damai sejahtera, sukacita hidup. Damai sejahtera yang Kuberikan kepadamu beda dengan yang disiapkan manusia kepadamu, karena damai Allah adalah kekal”.

Saat Tuhan menciptakan alam semesta dan ketika Tuhan menciptakan manusia, apa bedanya? Ada 2 hal :

1.     Saat menciptakan alam semesta Tuhan mengatakan, “Baik”. Tetapi saat menciptakan manusia, Tuhan mengatakan sungguh amat baik. Jadi dengan ungkapan “sungguh amat baik” sudah final, luar biasa, tidak perlu ditambahkan lagi apa-apa. Itu sebabnya Nabi Yesaya menulis , “Di mata Tuhan manusia sungguh berharga dan mulia.” Artinya  kita adalah ciptaan Tuhan yang spesial dan khusus . Tuhan tidak mau membuang ciptaanNya yang sangat spesial (khusus).

2.     Ketika menciptakan alam semesta , Tuhan hanya berfirman,”Jadilah terang” lalu terang pun jadi. “Jadilah cakrawala” maka cakrawala jadi. Tetapi saat menciptakan manusia , Tuhan membuat gambar terlebih dahulu. Seperti saat membuat rumah dibuat gambar dahulu (mana ruang tamu, kamar mandi, dapur, ruang tidur. Dapur ada dapur bersih dan dapur kotor dan sebagainya). Jadi dipikirkan semuanya (dipikirkan sedemikian rupa) karena kita mau tinggal di sana. Jadi ketika Tuhan menciptakan manusia menurut gambaran dan rancanganNya karena Dia mau tinggal di situ. Dia mau tinggal bersama kita. Tuhan mau berjalan bersama – sama kita, mau bergumul bersama kita. Itu sebabnya Tuhan sangat kecewa ketika manusia membiarkan hidupnya dikendalikan oleh dosa. Berkali-kali Tuhan berupaya melalui orang-orang yang mencintai Tuhan (para nabiNya) mengarahkan manusia untuk kembali lagi kepada Tuhan tetapi tidak bisa. Akhirnya Tuhan sendiri harus datang ke tengah-tengah dunia ini dalam diri Yesus. Yesus mengingatkan kembali manusia adalah ciptaan Tuhan. Yoh 15:4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Kerinduan Tuhan adalah tinggal bersama kita, berjalan bersama kita. Itu sebabnya Tuhan yang begitu kudus, suci, besar , tidak bisa tinggal dengan orang yang berdosa. Tuhan mengubah manusia berdosa menjadi benar di hadapanNya.
Itu sebabnya, ketika saya merenungkan firman Tuhan, “saya benar-benar ciptaan yang luar bisa, sangat diperhatikan dan dipedulikan oleh Tuhan, ke mana saya berada Tuhan ada di sana. Dalam persoalan apa pun yang saya hadapi Tuhan ada di situ. Allah kita luar biasa! Itu sebabnya kalau kita mau tinggal bersama dengan Tuhan, berarti kita harus sepakat dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Kalau kita mengatakan, “Aku mau menjadi pengikut Tuhan” maka kita harus sepakat dengan rencana, pikiran, rancangan besar Tuhan dalam hidup kita di dunia ini. Sepakat artinya kita siap menyerap pikiran dan perasaan Tuhan melalui firmanNya dalam hidup saya. Bagaimana cara sepakatnya? Sepakat di sini berarti siap meninggalkan kebenaran sendiri dan mulai menggantikan dengan kebenaran Tuhan. Ini tidak mudah.

Kebenaran Tuhan, bukan kebenaran sendiri

Ada seorang opa , umurnya sudah hampir 70 tahun. Ia sedang berpikir menghadapi istrinya yang sudah mulai tuli (susah mendengar). Sang Opa pun mencari caranya di google. Di situ diajarkan,”Ada caranya. Dalam jarak 10 meter pangggil istrimu. Kalau tidak menjawab, berarti istrimu ada masalah dengan pendengarannya. Lalu maju lagi 2 m dan panggil lagi. Kalau tidak mendengar juga berarti memang dia sudah di area budeg. Lalu maju lagi 2 meter  dan panggil lagi, kalau tidak mendengar juga, berarti ia benar-benar sudah tuli.” Sang Opa pun mempraktekkan petunjuk itu. Dia pun memanggil istrinya, “Mi, masak apa hari ini?” namun istrinya tidak menjawab. Sehingga Sang Opa berkata, “Wah benar, istri saya punya masalah dengan pendengarannya” lalu ia maju 2 meter lalu dan bertanya ,”Mi, masak apa hari ini?” namun istrinya diam saja. Wah sudah budeg istrinya. Lalu ia maju kembali 2 meter dan bertanya lagi, “Mi, masak apa hari ini?” Sang istri pun menjawab,”Dari tadi saya sudah menjawab,’Masak sayur asem!’” Jadi sebenarnya siapa yang budeg? Kadangkala kita tidak pernah merasa diri kita bermasalah.
Kita hidup dalam kebenaran sendiri. Setelah merasa benar, kita merasa tidak perlu lagi mendengar orang lain. Tuhan Yesus mengatakan,”Aku ingin agar ciptaanKu hidup dan menikmati (menjalani) hidup” sehingga Dia mengatakan : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh 14:6). Ada 3 hal : harus di jalan Tuhan, mulai mencari kebenaran Tuhan (bagi Tuhan, tidak ada yang benar di dunia ini, baru kita bisa menikmati hidup). Banyak orang yang sudah di jalan Tuhan, tetapi hidupnya tidak benar, makanya dia tidak bisa hidup.
         Saya dan istri suka berjalan pagi di taman dan ada taman favorit kami. Karena sudah rutin berjalan di taman itu, maka suatu hari kami pindah taman agar tidak menjadi bosan. Di sana sudah ada tanda panah petunjuk (diarahkan searah jarum jam). Ketika kami sedang berjalan berdua di taman, lalu masuk sepasang suami-istri yang kemudian berjalan berlawanan dengan arah jalan kami. Kami berpikir,”Orang ini tidak mengerti tanda panah”. Seharusnya mereka berjalan searah dengan jarum jam sesuai dengan petunjuk. Lalu masuk lagi serombongan lain yang juga berjalan berlawanan arah. Demikian juga dengan rombongan yang lain. Akhirnya saya berkata ke istri saya, “Mari kita balik, salah arahnya!”. Istri saya membantah dan mengatakan bahwa arahnya sudah benar.
Terkadang ada banyak hal yang kita dengar dan lihat yang membawa kebenarannya, sehingga ketika berjalan dengan firman Tuhan seperti tidak benar. Itu yang dimaksud dengan godaan. Bagaimana menghadapi situasi seperti itu? Maka belajarlah untuk sepikiran dengan Tuhan. Berikan waktu untuk firman itu hadir di hati dan pikiran kita lalu jalanilah! Menjalani kehidupan dalam firman berarti kita sedang belajar untuk mengalami dahsyatnya firman Tuhan dalam kehidupan kita. Firman yang keluar dari mulut Allah tidak akan kembali kepada Allah dengan  sia-sia. Ketika kita mengimani, mengamini dan menjalani, maka firman itu akan berkerja dan ketika firman itu bekerja maka Ia akan berhasil. Masalahnya kita sering merasa tidak sabaran (ingin cepat berhasil). Diimani tidak firman itu? Dijalani tidak firman itu?
         Dua tahun lalu anak saya yang besar (laki-laki bernama Theo) berkata “Pi, saya sudah siap menikah” Saya bertanya, “Memang kenapa?” Dia menjawab,”Saya teringat pesan papi, Mrk 10:7  sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya” Saya menjawab agar dia benar-benar merenungkan firman tersebut. 4 hari kemudian ia datang lagi dan berkata,”Saya sudah mengerti benar firman Tuhan ini. Hanya, setelah menikah saya tinggal di sini dulu selama 10 tahun saja”. Saya berkata, “Ko, kalau belum siap jangan menikah!” “Lho kapan siapnya Pi?” responsnya. Buat dia makna perkataan “siap” berbeda, Buat anak saya , siap itu siap tempat tinggal , pekerjaan dan lain-lain. Untuk saya, siap adalah siap untuk berjalan dengan Tuhan. Dia bertanya,”Pi, kan tidak apa-apa. Saya kan anak papi, bisa tidak saya tinggal di sini selama 10 tahun?” Saya timbul rasa kasihan kepadanya. Saya terjebak dengan rasa kasihan. Akhirnya saya berkata,”Iya deh. Nanti papi tanya dulu ke mami”. Saat bertemu istri, saya berkata,”Mi, Koko mau menikah”. “Oh aku sudah tahu” jawab istri saya. “Hanya  tadi dia bilang mau tinggal dengan kita selama 10 tahun dulu. Sudahlah Mi, kasihan. Ini anak kita juga. Biar dia bisa kumpul-kumpul dahulu.” Istri saya kemudian memandangi saya terus. “Saya jadi heran dengan Papi. Papi itu pendeta bukan?” “Pendeta!” jawab saya kaget. “Kenapa Papi tidak pegang mulut Papi. Di mimbar berkata, ‘laki-laki meninggalkan orang tuanya’. Sekarang anak sendiri dipegangi?” Saya menjawab,”Apa salahnya? Saya mencari pembenaran-pembenaran.  Tuhan juga mengerti anak ini belum bisa apa-apa, sedang mempersiapkan segala hal untuk masa depannya. Tuhan juga mengerti…”. Saya mencari pembenaran diri saya. Kemudian berbulan-bulan saya bergumul dengan diri saya. Akhirnya suatu malam, setelah selesai berdoa, saya merenung. Sepertinya Tuhan saat itu mengingatkan saya, “Immanuel , waktu kamu menikah, kamu bawa apa?” “Tidak bawa apa-apa, Tuhan”, jawab saya. “Kok kamu bisa lewatkan hari-hari kamu? Tidak kekurangan makanan, minuman , pakaian. Aku percayakan kepadamu 2 orang anak . Kamu bisa sekolahkan, les-kan, berikan sarana kepada mereka sehingga bisa bertumbuh, hingga mereka bisa sekolah dari SD, SMP, SMA dan kuliah dan sekarang sudah bekerja. Siapa yang buka jalan?” “Tuhan!” jawab saya. Sepertinya Tuhan mengingatkan, “Immanuel sama seperti Aku berjalan dengan kamu selama ini, sekarang ijinkan anakmu berjalan bersama dengan saya. Jangan kamu pegangi terus! Mengapa?”  Karena saya mengukur segala hal dengan kebenaran-kebenaran saya : ini anak belum siap. Ini anak belum begini-begitu. Semua itu menurut pikiran saya, menurut kebenaran saya. Di mana bagian Tuhan dalam kehidupan anak saya? Di situlah saya seperti digampar oleh Tuhan sehingga saya berkata, “Ampuni saya Tuhan. Aku tidak memberikan tempat bagi Tuhan untuk bekerja di tengah-tengah kehidupan anak”.
Begitu si Koko datang lagi dan bertanya,”Jadi bagaimana Pi? Sudah bicara dengan mami?” Jadi saya berkata, “Firman Tuhan dari dahulu , sekarang sampai selama-lamanya tidak pernah berubah. Laki-laki harus meninggalkan orang tuanya dan bersatu dengan istrinya.” Adiknya yang perempuan tertawa dan berkata,”Syukur saya tidak menjadi laki-laki”. Istri saya merespon,”Oh.. Kamu juga sama, Agatha. Kamu juga harus dibawa keluar rumah ini oleh suami kamu, berjalan bersama Tuhan.” Bagaimana Tuhan memenuhi janjiNya kepada kita? Kalau kita membiarkan hidup kita dikendalikan oleh ketakutan , kekhawatiran dan kebenaran kita? Bagaimana firman Tuhan bisa berkuasa dan kita mengalami pekerjaan-pekerjaan Tuhan dalam kita , ketika kita membiarkan hidup kita dikendalikan oleh pikiran kita? Itu sebabnya firman Tuhan berkata, “Kita hanya bisa hidup karena firman Tuhan yang dibiarkan hidup dan bertumbuh dalam hidup kita, yang mengongtrol , mulai mengarahkan hidup kita pada kebenaran. Tidak mudah, tetapi harus siap. Begitu keluar dari ruangan ini, “Tuhan aku siap untuk hidup dalam kebenaraMu.” maka kita akan hidup. “Akulah jalan, kebenaran dan hidup

Firman Tuhan menjadi cahaya

Firman Tuhan ingin mengajarkan hal ini. Mazmur 119:105 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Kalau dikatakan terang (cahaya) itu berarti kita sedang berada di dalam situasi yang benar. Tidak ragu-ragu, tidak ada yang abu-abu dalam hidup kita. Tidak lagi kita berkata, “mustahil”. Mengapa? Terang itu berarti jelas. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan, “Akulah terang dunia. Barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berada dalam kegelapan, melainkan dalam dirinya ada terang itu”. Ini agak sedikit berlawanan dengan hukum bahasa Indonesia yang pengertiannya, “Akulah terang dunia. Barang siapa mengikut aku, maka dalam perjalanan hidup dia, akan merasakan terang.” Karena terangnya berada di depan dan kita mengalami terang itu. Namun Yesus mengatakan berbeda, “Barang siapa mengikut Aku” berarti Yesus tinggal dalam diri orang itu” sehingga dikatakan oleh Yesus, “Di dalam hidupnya ada terang itu”. Jadi ketika firman Tuhan diserap dan dijalani dalam hidup kita, firman itu diamini, maka firman itu sendiri memberi terang dan kejelasan kepada kita sehingga kita bisa membedakan mana kehendak Tuhan yang baik dan benar. Menurut Tuhan , bukan menurut saya. Dunia mengajarkan yang relatif.
              Siapa yang paling cantik di ruangan ini? Yang duduk bersama istri, tidak ada pilihan lain. Dikatakan, relatif. Dunia mengajarkan hal itu.  Di Jakarta, sayur asem mana yang paling  enak? Relatif. Kopi mana yang paling enak? Relatif! Dunia mengajarkan bahwa tidak ada yang benar-benar benar.  Semuanya relatif. Firman Tuhan mengajarkan tidak, “Hanya satu yang benar yaitu Yesus.” Firman yang menerangi hati dan pikiran kita yang bisa membedakan mana yang benar dan baik. Terkadang kita tidak bisa mengatakan begitu. Misalnya :mengapa firman Tuhan mengajarkan “hormatilah orang tuamu”?.
Suatu ketika, anak saya membawa teman wanitanya bertemu kami dan saat itu istri saya berkata, “Ko, sepertinya mami kurang sreg”. Dia berespon,”Wah, mami baru saja ketemu , sekarang sudah berkata tidak sreg. Apa dasarnya?. Ini sih kebenaran mami sendiri”. Istri saya menjawab,”Kamu dengan dia sepertinya banyak persoalan. Bukan menghakimi”. Theo bertanya,”Apa dasarnya?” “Tidak mengerti juga sih Ko. Hanya perasaan mami, hanya perasaan mami kurang begitu sreg. Akhirnya anak kami berkata,”Iya Mi. Saya dengarkan apa yang mami mau” Akhirnya selesai dan tidak jadi. Setelah setahun jadi jomblo, anak saya berkata,”tuh kan, gara-gara mami tidak jadi terus!”  Namun suatu ketika , istri saya mengatakan,”Ya sudahlah , Mami tidak mau mengecewakan kamu. Tapi pada dasarnya sebenarnya Mami kurang sreg.” Namun suatu ketika, ia membawa seorang temannya lagi. Theo berkata,”Bagaimana mi? Ini kan anak Tuhan, dia jadi worship leader di gereja. Dia jadi ketua komisi, pelayanannya luar biasa,Mi. Ini cocok untuk mantu pendeta. Apalagi orang tuanya pengurus gereja yang begini… (segala macam).” Istri saya menjawab,”Ya sudah terserah. Mami tidak mau kecewakan kamu lagi. Kalau memang itu pilihanmu. Mami pernah dengar dari Papi yang mengatakan ‘apa yang kamu pilih, itu menentukan masa depanmu’. “Ya sudahlah. Aku memilih yang terbaik kok” jawabnya. Lalu diperkenalkan kepada saya dan  kemudian saya melihat. Kalau lelaki kurang begitu peka. Saya berpikir,”Dia mau dan anak saya mau , ya sudah. Yang penting anak Tuhan”. Anak saya terus mempromosikan temannya itu“Dia pelayanannya luar biasa.. dan lain-lain”
              Maret 2017, teman wanita dia datang. Padahal kami siapkan pernikahannya di bulan Agustus 2017 dan ternyata tidak jadi. Anak saya berkata,”Saya juga bingung mengapa bisa tidak jadi. Tetapi sudahlah, memang ini keputusan kita berdua, kita tidak bisa teruskan lagi.” Ya sudah, batal semuanya. Sekitar November 2017 anak saya membawa temannya lagi, cepat sekali pulihnya. Anak saya berpikir tidak usah kacau dan depresi. Rupanya ia lebih memikirkan satu hal yang pernah saya katakan kepadanya, “Ko, persoalan itu ada karena kita buat sendiri. Persoalan jadi besar karena kita buat jadi besar. Persoalan kita jadi kecil, karena kita buat jadi kecil. Persoalan bukan jadi persoalan ketika kita anggap itu bukan persoalan buat kita”. Akhirnya anak saya memilih itu bukan persoalan. Jalani saja. Istri saya berkata, “mami sreg”. Baru sekarang si mami sreg, tetapi anak saya berkata,”Masalahnya, ia belum pernah ke gereja! Kedua orang tuanya sudah meninggal waktu ia berusia 10 tahun. Ia tinggal dengan omanya.” “Omanya ke gereja?” “Tidak”. Rupanya oma dan kakaknya tidak ke gereja. Ada satu dua orang om-tante yang sudah ikut Tuhan, tetapi sebagian besar belum”. Begitu saya mendengar hal ini, dalam hati berkata,”gawat”. Saya tanya kepada temannya itu,”Kalau ke gereja ke mana?”. Dia menjawab,”Tidak ke gereja, om!” Saya bertanya lagi,”Jadi selama ini, kamu pernah ke gereja?” Dia menjawab,”Oh pernah. Dulu waktu kecil saya diajak ke Sekolah Minggu. Namun setelah orang tua meninggal tidak ada yang mengantar saya ke gereja, jadi tidak ke gereja lagi.”. Saya geleng-geleng kepala. Hal ini berarti berat. Kemudian istri saya langsung berkata, “Wah kamu nanti bisa mengenal Tuhan nanti bersama Theo. Nanti belajar ke gereja .. dstnya”. Istri saya membela terus. Kok jadi begini. Akhirnya saya bertanya istri saya setelah mereka pergi, “mengapa kamu sepertinya…” “Aku sreg Pi walau dia belum mengenal Tuhan.” “Sreg dari mana ukurannya?” “Tidak mengerti juga. Sepertinya anaknya itu baik.” Itu membuat anak saya jalan terus. Di bulan Januari 2018 dia datang lagi bersama temannya itu, dan ternyata temannya sedang ikut katekisasi. Saya bertanya,”Apakah terpaksa atau tidak?” Jangan gara-gara calon bapaknya pendeta, dia ikut jadi Kristen. Rupanya dia mau sendiri karena dia tiba-tiba bertanya,”Les agama Kristen dimana ya?” Akhirnya diantarkan ke gereja dan cocok  dengan satu gereja dan beribadah di sana. Akhirnya Oktober 2018 mereka menikah dan saya bersyukur karena ia bertumbuh imannya. Saya mulai berpikir lagi,”Benar juga. Ketika saya mulai berpikir tentang masa depan , juga anak saya berpikir tentang masa depan dan saya bertanya kepadanya, “Apa yang menjadi peganganmu untuk masa depan?”. Dia menjawab,”Hanya satu Pi. Saya harus mendengarkan apa kata papi-mami. Bukan karena papi-mami paling benar. Kalau tidak benar, saya juga ingatkan yang tidak benar. Persoalannya firman Tuhan katakan,’Hormatilah orang tuamu kalau kamu mau lanjut usiamu dan berbahagia di tanah yang dijanjikan Tuhan”. Jadi masa depanmu tidak lepas dari peranan orang tua. Jadi anak-anak muda yang belum menikah perlu bertanya orang tua, jangan putuskan sendiri. Doakan bersama orang tuamu karena masa depan tidak lepas dari firman Tuhan. Katakan,”Amin, sesungguhnya Tuhan aku percaya Tuhan, bahwa firmanMu adalah firman yang hidup dan aku jalani itu dalam hidup. Aku percaya bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Bagi manusia sangat mustahil, tapi bagi Tuhan Tuhan tidak ada yang mustahil!”

Firman Tuhan adalah sumber untuk melangkah ke masa depan.

Firman yang membuka jalan di dalam hidupmu. Firman Tuhan bukan saja menjadi cahaya tetapi , firman Tuhan adalah sumber untuk melangkah ke masa depan. Yakobus 1:21  Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Firman yang ada di dalam kita yang menyelamatkan jiwamu dan memampukan engkau keluar dari situasi-situasi sulit dalam hidupmu. Yang membuka jalan bagi hidupmu di tengah-tengah ketiadaan jalan.
Suatu hari anak saya bertanya, “Pi, dulu papi membeli rumah ini berapa harganya?” Saya menjawab,”Waktu itu Rp 200 sekian juta”.  Dia bertanya lagi,”Kalau sekarang berapa harganya?” “Oh sekarang, itu di tikungan ada tanah kosong baru dijual Rp 3,1 miliar.”  “Kalau saya gajinya Rp 6 juta kapan saya bisa punya rumah?”. Saya menjawab,”Dengan harga rumah segitu, maka seumur hidupmu, kamuu  bakal tidak bisa punya rumah.Coba pikir kalau gaji Rp 6 juta dipotong Rp 2 juta untuk naik bus, makan siang di kantor. Rp 4 juta kumpulkan sampai  kapan. 10 tahun  harga rumah naik lagi, kapan terkejarnya?.” Dia bertanya lagi,“Jadi bagaimana Pi?” Saya menjawab,”Coba tanya om-om kamu. Tanya bagaimana caranya mereka bisa punya rumah.” Maka satu per satu ditanya. “Om, waktu menikah langsung punya rumah?” Dijawab tidak (hanya menyewa). “Kok sekarang bisa punya rumah?” Itu hebatnya Tuhan kita. “Jadi bagaimana Pi?” Banyak yang tidak pernah engkau pikirkan dan rancangkan, namun Tuhan sediakan buat kamu karena  Tuhan mengerti siapa kita, Tuhan mengerti batas-batas kemampuanmu, Tuhan mengerti siapa engkau sesungguhnya di mata Tuhan. Maka Tuhan membuka jalan dengan caraNya bukan cara kita. Kamu tahu, saat papi membeli rumah ini dari mana uangnya?” Saya ceritakan masa lalu saya. Bukan ingin  menyombongkan tapi menyaksikan bagaimana pekerjaan Tuhan yang  luar bisa.
              Suatu saat saya harus bergumul untuk tempat tinggal. Selama ini seorang pendeta disiapkan pastori di gereja. Tapi waktu itu saya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari pelayanan di gereja tersebut karena ada pergumulan-pergumulan yang berat sekali. Akhirnya kami harus mencari tempat tinggal. Tabungan kami hanya Rp 18 juta, menyewa rumah di sekitar satu rumah situ seharga Rp 28 juta. Jadi tidak pernah bisa dapat. Jauh dari tabungan kami. Akhirnya setelah 3 bulan, kami meminta ijin ke majelis jemaat untuk tinggal dahulu di pastori sambil kami mencari tempat tinggal. Tinggal seminggu lagi dari 3 bulan, saya berkata,”kita kembali ke Bandung tinggal di rumah orang tua”. Sambil menunggu keputusan penempatan dari sinode yang diperkirakan akan memakan waktu lama. Istri saya berkata, “Tidak jadi masalah”. Ia mengerti bahwa saya sedang stres berat. Dia ingin menyenangkan saya. Ia berkata,”Saya mau ke pasar. Saya mau buat sayur asem untuk Papi”. Memang kesukaan saya sayur asem. Lalu ia pergi ke pasar. Ternyata pasar yang biasanya dia datangi pk 10 sudah banyak bahan yang  habis. Lalu ia mencari ke kompleks perumahan ada pasar kaget. Ternyata di sana ada bahan-bahannya. Waktu mau keluar kompleks itu ada rumah yang mau dijual. Ada seorang oma yang sedang menyapu di depan rumah itu. Dia berpikir, “Tidak ada salahnya bertanya, disewa dulu setengah tahun” jadi dia bertanya. “Boleh tidak sewa ½ tahun dulu?”. Sang oma menjawab,”Tidak bisa! Ini untuk dijual”. Waktu mau sampai ke mobil, istri saya dipanggil si oma dan ia pun bertanya apa pekerjaan istri saya. Istri saya menjelaskan bahwa ia seorang ibu rumah tangga dan suaminya hamba Tuhan. Sang oma berkata,”Maaf ya Dik. Saya bukan orang Kristen. Begini saja, adik beli saja rumah ini. Besok kita ke notaris. Setelah dari notaris, kita buka rekening tabungan bersama-sama. Berapa saja suami adik punya uang tiap bulan, masukan ke tabungan. Mendengar itu, istri saya sampai bertanya 3 kali dan jawaban nya tetap sama!
Rupanya ia cocok dengan istri saya jadi ia mau menjual ke istri saya. Istri saya pulang ke rumah dan membawa kabar sukacita kepada saya. Saya hanya tersenyum. Saya bertanya, “Oma itu sudah berumur berapa?” Istri saya menjawab,”Mungkin sudah 80 tahun lebih!”. Jadi saya berkata, “Ya sudah, jangan didengerin. Karena sekarang ngomong A besok B. “ “Tidak! Tadi ngomongnya begini-begitu” sanggah istri saya. Saya akhirnya berkata,”Baik mi, besok kita ke sana.” Jadi kalau besok  Si oma berkata, “Siapa yang bilang begitu?” jadi saya bisa berkata,”Tuh kan”” Jadi tunggu sampai besok. Keesokan harinya, istri saya membawa saya. Saat bertemu oma itu, istri saya berkata, “Oma ini suami saya.” Dia berespon,”Oh jadi ya beli rumah Pendeta?”. Saya bertanya dulu, “Oma punya anak berapa?” Dijawab ada 11 orang. Lalu saya minta agar anak-anaknya dikumpulkan dulu semuanya. “Apa urusannya dengan anak-anak saya.. Ini rumah saya!” “Bukan begitu oma. Saya tidak mau  nanti di antara anak-anak oma ada yang mengatakan, ‘Tuh si pendeta pintar mulutnya bisa membuat si mama menjadi berbalik menjual rumah untuknya!”. Lalu anak-anaknya dikumpulkan. Puji Tuhan, semua anak si Oma sudah ikut Tuhan. Ada yang Katolik, Pantekosta, Protestan. Saya mengutarakan maksud saya bertemu mereka. Anak yang besar berkata, “Ma benar rumah ini jadi mau dijual?” Dijawab,”Betul”. Anaknya bertanya lagi, “Mama mau menjual untuk Pdt. Immanuel?” Dijawab lagi ,”Betul!” Anak-anaknya berkata,”Pak pendeta dengar, mama saya mau jual hanya ke pendeta. Kalau nanti Pak Pendeta butuh saksi di notaris, kami siap!”. Saya katakan,”Oma, kalau saya hanya punya RP 50.000 bagaimana?” Dijawab,”Tidak masalah. Rumah ini adalah rumah sial. Karena letaknya tusuk sate. Diperkirakan 3-4 tahun bisa selesai, kita doakan bersama.” Yang sangat luar biasa, sejak saat itu, saya banyak sekali diminta pelayanan di gereja-gereja. Setiap bulan ada saja dana yang masuk ke tabungan si oma dan 10 bulan selesai. Begitu selesai, si Oma berkata, “Tuh kan benar? Pasti bisa. Tidak 3 tahun tapi 10 bulan!” Saya hanya tersenyum,”Tuhan itu luar biasa”. Sejak 10 bulan selesai, tidak ada yang mengundang saya khotbah kecuali hari Minggu atau hari Jumat. Tuhan ingin mengatakan, “Sudahlah cukup kasih karuniKku padamu”. Tuhan mau menunjukkan, “Ada jalanKu, ada bagianmu!” Di dalam hidup ini ada bagian Tuhan dan ada bagian kita. Kerjakan bagian kita, selebihnya adalah bagian Tuhan. Amin.


No comments:

Post a Comment