Tuesday, February 13, 2018

Kebetulan : Apakah Konsep Iman Kristen?









Bp. Brury Eko Saputra

1 Raja-Raja 22:1-40
1   Tiga tahun lamanya orang tinggal aman dengan tidak ada perang antara Aram dan Israel.
2  Pada tahun yang ketiga pergilah Yosafat, raja Yehuda, kepada raja Israel.
3  Berkatalah raja Israel kepada pegawai-pegawainya: "Tahukah kamu, bahwa Ramot-Gilead sebenarnya milik kita? Tetapi kita tinggal diam saja dan tidak merebutnya dari tangan raja negeri Aram."
4  Lalu katanya kepada Yosafat: "Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?" Jawab Yosafat kepada raja Israel: "Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu."
5  Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel: "Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN."
6  Lalu raja Israel mengumpulkan para nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada mereka: "Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau aku membatalkannya?" Jawab mereka: "Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja."
7  Tetapi Yosafat bertanya: "Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?"
8  Jawab raja Israel kepada Yosafat: "Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla." Kata Yosafat: "Janganlah raja berkata demikian."
9  Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya: "Jemputlah Mikha bin Yimla dengan segera!"
10  Sementara raja Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka,
11  maka Zedekia bin Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: "Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka."
12  Juga semua nabi itu bernubuat demikian, katanya: "Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja."
13  Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: "Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik."
14  Tetapi Mikha menjawab: "Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan."
15  Setelah ia sampai kepada raja, bertanyalah raja kepadanya: "Mikha, apakah kami boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau kami membatalkannya?" Jawabnya kepadanya: "Majulah dan engkau akan beruntung, sebab TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja."
16  Tetapi raja berkata kepadanya: "Sampai berapa kali aku menyuruh engkau bersumpah, supaya engkau mengatakan kepadaku tidak lain dari kebenaran demi nama TUHAN?"
17  Lalu jawabnya: "Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan selamat."
18  Kemudian raja Israel berkata kepada Yosafat: "Bukankah telah kukatakan kepadamu: Tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan hanya malapetaka?"
19  Kata Mikha: "Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhta-Nya dan segenap tentara sorga berdiri di dekat-Nya, di sebelah kanan-Nya dan di sebelah kiri-Nya.
20  Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu.
21  Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa?
22  Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian!
23  Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu."
24  Sesudah itu tampillah Zedekia bin Kenaana, ditamparnyalah pipi Mikha serta berkata: "Mana boleh Roh TUHAN pindah dari padaku untuk berbicara kepadamu?"
25  Tetapi Mikha menjawab: "Sesungguhnya engkau akan melihatnya pada hari engkau lari dari satu kamar ke kamar yang lain untuk menyembunyikan diri."
26  Berkatalah raja Israel: "Tangkaplah Mikha, bawa dia kembali kepada Amon, penguasa kota, dan kepada Yoas, anak raja,
27  dan katakan: Beginilah titah raja: Masukkan orang ini dalam penjara dan beri dia makan roti dan minum air serba sedikit sampai aku pulang dengan selamat."
28  Tetapi jawab Mikha: "Jika benar-benar engkau pulang dengan selamat, tentulah TUHAN tidak berfirman dengan perantaraanku!" Lalu disambungnya: "Dengarlah, hai bangsa-bangsa sekalian!"
29  Sesudah itu majulah raja Israel dengan Yosafat, raja Yehuda, ke Ramot-Gilead.
30  Raja Israel berkata kepada Yosafat: "Aku akan menyamar dan masuk pertempuran, tetapi engkau, pakailah pakaian kebesaranmu." Lalu menyamarlah raja Israel, kemudian masuk ke pertempuran.
31  Adapun raja negeri Aram telah memberi perintah kepada para panglima pasukan keretanya, tiga puluh dua orang banyaknya, demikian: "Janganlah kamu berperang melawan sembarang orang, melainkan melawan raja Israel saja."
32  Segera sesudah para panglima pasukan kereta itu melihat Yosafat, mereka berkata: "Itu pasti raja Israel!" Lalu majulah mereka untuk menyerang dia, tetapi Yosafat berteriak.
33  Segera sesudah para panglima pasukan kereta itu melihat, bahwa dia bukanlah raja Israel, maka undurlah mereka dari padanya.
34  Tetapi seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia berkata kepada pengemudi keretanya: "Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka."
35  Tetapi pertempuran itu bertambah seru pada hari itu, dan raja tetap ditopang berdiri di dalam kereta berhadapan dengan orang Aram itu, sampai ia mati pada waktu petang. Darahnya mengalir dari lukanya ke dalam palung kereta.
36  Kira-kira pada waktu matahari terbenam terdengarlah teriakan di sepanjang barisan tentara itu: "Masing-masing ke kotanya, masing-masing ke negerinya!
37  Raja sudah mati!" Maka pulanglah mereka ke Samaria, lalu mereka menguburkan raja di Samaria.
38  Ketika kereta itu dicuci di tepi telaga Samaria, maka darah raja dijilat anjing, sedang perempuan-perempuan sundal mandi di tempat itu, sesuai dengan firman TUHAN yang telah diucapkan-Nya.
39  Selebihnya dari riwayat Ahab dan segala yang dilakukannya serta istana gading dan segala kota yang didirikannya, bukankah semuanya itu tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Israel?
40  Demikianlah Ahab mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya. Maka Ahazia, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.

Pendahuluan

Tema hari ini “Kebetulan : Apakah Konsep Iman Kristen?”. Dalam kehidupan sehari-hari, kata “kebetulan” seringkali kita ucapkan baik secara sadar maupun tidak sadar dan acapkali kata “kebetulan” menimbulkan banyak pertanyaan. Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak kejadian yang tidak terduga, bahkan tidak dapat diprediksi. Banyak orang menyebut peristiwa tersebut sebagai “kebetulan.” Terkadang kita bertemu orang yang kita kenal di jalan dan kita berkata hal tersebut sebagai “kebetulan”. Misalnya : dalam pelayanan, beberapa kali saya bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah direncanakan. Di antaranya adalah seorang kakak kelas saya di Sekolah Teologia. Setelah tamat kuliah, dia melayani di daerah Kalimantan. Tanpa disadari, dia telah menginjili papa saya sehingga dia bertobat. Ia juga melayani di desa lain dan ada sebuah keluarga bertobat. Seorang anggota keluarga yang bertobat tersebut kemudian bertemu dengan cici (kakak perempuan) saya lalu mereka menikah. Ini dikatakan sebagai “kebetulan”.

Ada yang mengatakan,”Saat baru menikah kebutuhan hidup naik, saya kebetulan naik jabatan sehingga gaji ikut naik.” Tidak sedikit orang-orang yang berkata,”Di saat susah dan tidak punya uang , di jalan yang dilalui saya kebetulan menemukan uang.” Kita lebih memilih kata “kebetulan” saat menemukan uang daripada saat kehilangan uang. Sekarang saat ingin bepergian, kita menggunakan ojek on-line. Saat pesan ojek , kebetulan orangnya saya kenal. Saat saya melalukan perjalanan misi ke Kalimantan, kebetulan pengemudinya orang Kristen. Waktu mau dibayar , ia tidak mau menerimanya dan berkata,”Anggap saja ini pelayanan misi saya!”. Hal ini karena ia telah mendengar percakapan kami tentang misi di Kalimantan. Teman saya berkata,”Kebetulan.” Di Facebook, ada video yang memperlihatkan ada sebuah mobil yang menabrak truk sehingga mobilnya hancur lebur. “Kebetulan” orangnya hidup. Banyak kejadian-kejadian “kebetulan” dan bila diceritakan akan sangat panjang.

Kebetulan?

Beberapa hal yang terkait dengan hal yang dianggap “kebetulan” :

1.     Diteliti dengan sangat luas

Dalam ranah kajian ilmiah (physical science), para ilmuan yang mendalami bidang quantum mechanics berpendapat bahwa tidak semua fenomena dalam ilmu pengetahuan dapat diselesaikan dengan pendekatan Newton yang relatif pasti; ada banyak yang tidak dapat diprediksi atau pasti, termasuk asal-usul alam semesta ini. Mereka kerap kali menyebutnya “kebetulan.” Kalau kita menimbang sebuah benda seberat 1 kg, dikatakan kebetulan timbangannya 1 kg karena bisa saja beratnya kurang atau lebih dari 1 kg (0,9999 kg).   Dalam ilmu sosial, semuanya juga dikatakan serba kebetulan. Mata uang virtual / kripto seperti “Bitcoin” beberapa hari lalu turun 40%. Tidak ada teori yang dapat menjelaskan penurunannya (tidak pasti). Ada yang mengatakan bahwa bermain “Bitcoin” adalah  kebetulan. Baik orang Kristen maupun non Kristen berusaha menjelaskannya.

2.     Ada beberapa usulan untuk menjawab pertanyaan ini

Apa yang banyak orang sebut sebagai “kebetulan” tersebut dapat menjadi suatu masalah yang pelik ketika dikaitkan dengan konsep kemahakuasaan Allah dari perspektif Kristiani. Apakah ada suatu peristiwa yang terjadi tanpa sepengetahuan dan di luar kendali Allah, sebagaimana kita sebut dalam kata “kebetulan”? Jika memang ada, apakah kita masih dapat menyebut Allah mahakuasa? Jika Allah mengetahui dan memegang kendali, bagaimana kita menjelaskan berbagai peristiwa tersebut? Beberapa ahli mencoba memberikan solusi atas pertanyaan ini, seperti: R. C. Sproul dalam bukunya yang berjudul Not a Chance  berpendapat tidak ada yang disebut sebagai kebetulan. Menurutnya, apa yang kita maksud sebagai kebetulan telah Allah atur dan tetapkan. Di lain pihak, Jacques Monod dalam karyanya Chance and Necessity yakin bahwa segala sesuatu terjadi karena “kebetulan,” sehingga kita tidak perlu percaya pada adanya Allah. Seorang cendikiawan bernama David J. Bartholomew berusaha menengahi kedua ekstrem tersebut dalam bukunya GOD, CHANCE AND PURPOSE: Can God Have It Both Ways?. Ia berpendapat bahwa Allah mahakuasa dalam konteks luas (makro) ketika menentukan sebuah kejadian, meskipun IA belum tentu “tahu” secara spesifik atau detilnya peristiwa tersebut dalam konteks sempitnya (mikro); pendapat seperti ini tentunya akan melahirkan kebingungan baru.

3.     Apa hubungannya dengan kita saat ini?

Kisah Raja Ahab

Pada kitab 1 Raja 21-22 dikisahkan bahwa Raja Israel yang bernama Ahab menginginkan sebidang tanah milik Nabot  (orang Yizreel) yang terletak di samping istananya. Dengan bantuan Izebel, istrinya yang membunuh Nabot dengan cara licik, ia kemudian berhasil memperolehnya tanah tersebut. Tuhan melalui Nabi Elia kemudian menegur dan memberikan nubuatan tentang akhir hidup dari Ahab dan Izebel. Mendengar teguran itu, Ahab pun menyesal sehingga Tuhan mengampuni dia dan menunda hukuman untuk memusnahkan seluruh anggota keluarganya setelah ia meninggal dunia. Selama tiga tahun berikutnya tidak ada perang, karena Tuhan yang menjaga dan menolong mereka. Dalam keadaaan idak ada perang itu, Raja Ahab datang menghadap ke Raja Yehuda (Yosafat). Ia mengajaknya untuk merebut kembali daerah Ramot-Gilead dari tangan raja Aram karena menganggap bahwa itu daerah mereka. Sebelum memutuskannya, Raja Yosafat meminta Raja Ahab untuk mencari petunjuk Tuhan dengan bertanya kepada para nabi apakah mereka boleh maju berperang. Selama ini Tuhan telah menjaga mereka jadi kalau mereka maju perang apakah Dia akan tetap menjaga mereka? Nabi-nabi mengatakan bahwa tidak apa mereka maju perang karena Tuhan akan berserta mereka. Tapi Raja Yosafat menghendaki nabi Tuhan, maka Raja Ahab akhirnya memanggil Nabi Mikha yang selama ini memberi nubuat yang menentangnya. Saat dipanggil, Mikha diminta untuk berbohong seperti nabi-nabi lainnya. Namun Nabi Mikha hanya bersedia mengatakan sesuai dengan firman Tuhan. Akhirnya Nabi Mikha menyampaikan "Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan selamat." (1 Raja 22:17). Mendengar nubuatan ini, Ahab berkata kepada Yosafat: "Bukankah telah kukatakan kepadamu: Tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan hanya malapetaka?"  Tapi Raja Yosafat tidak yakin bila tidak bertanya kepada nabi Tuhan yang akhirnya menyampaikan,”Raja, kalau maju perang, bangsa Israel akan tercerai-berai.” Kemudian Raja Ahab dan Raja Yosafat maju berperang. Ada beberapa kejadian yang dikatakan “kebetulan” ketika ia pergi berperang.

1.     Ia melakukan penyamaran supaya terlepas dari petaka (1 Raja 22:30). Karena Mikha mengatakan bahwa ia akan maka maka ia tidak memakai baju kebesaran dan naik kereta biasa sedangkan Raja Yosafat memakai baju kebesaran.
2.     Perintah Raja Aram sangat spesifik untuk tidak sembarang perang, tetapi mencari Raja Israel (1 Raja 22:31)
Raja Aram pintar, ia perintahkan prajuritnya untuk mencari rajanya. Kalau rajanya tumbang, maka perang akan usai. Karena Ahab menyamar maka tugas ini tidak mudah dilakukan.
3.     Raja Yehuda dipikir sebagai Raja Ahab, sehingga ia diburu; namun selamat (1 Raja 22:32-33)
Karena menyamar , maka Raja Israel susah dicari. Raja Yosafat dipikir Raja Ahab, oleh prajurt Aram. Ia dikejar karena salah sangka. Raja Yosafat kemudian berteriak,” Saya bukan raja” jadi para prajurit meninggalkannya karena ia bukan yang dicari.
4.     Seorang prajurit menembak dengan sembarangan – tanpa tahu sasaran jelas (1 Raja 22:34)
Setelah ditinggalkan, seorang prajurit menembak sembarangan, tidak jelas mau tembak apa. Tahu-tahu kena Raja Ahab yang sedang menyamar.
5.     Anak panah mengenai sambungan baju jirah yang sedang dipakai (1 Raja 22:34)
Baju zirah praktis tidak ada kelemahannya. Celahnya hanya kecil dan baru terbuka kalau sedang bergerak memutar. Jadi pas Raja Ahab berputar masuklah anak panah yang ditembak sembarangan. Yang dikejar Raja Yosafat, tapi prajurit Aram sembarang tembak, “kebetulan” kena Raja Ahab. Ini namanya sial sekali.
6.       Raja Ahab meninggal karena kehabisan darah dan tidak dapat pertolongan (1 Raja 22:35-37)
Jadi lebih parahnya, anak panah itu membuat Raja Ahab terluka . Prajurit yang diminta mengejar Ahab tidak banyak (hanya 32 orang) tetapi perangnya seru sehingga ia tidak bisa kabur (hanya bisa menepi). Akhirnya ia kehabisan darah dan mati. Jadi kebetulannya berkali-kali.

Apakah yang terjadi atas Raja Ahab adalah sebuah kebetulan? Apakah Allah tahu dan berkuasa atas kejadian tersebut? Apa yang menurut kita kebetulan, tapi dilihat dari sudut pandang Allah kita akan temukan kebenaran. Kalau dikaitkan dengan kemahakuasaan Tuhan atas kejadian, hidup dan keberadaan manusia, kita akan mendapat pengertian yang mendalam tentang apa itu kebenaran.

Allah bekerja!

Perhatikan kembali peringatan Allah melalui Nabi Mikha (1 Raja 22:28); Allah telah mengetahui dan berkuasa atas “kebetulan” Manusia tidak bisa lari. Allah sudah merancang kejadian itu, walau manusia berusaha lari daripadanya. Allah berkuasa atas segala kejadian. Sepertinya kebetulan, mungkin kita tidak pernah pikirkan sebelumnya. Allah berkuasa atas semua dan ia mampu melakukannya (menolong kita). Dengan adanya kisah seperti ini dalam Alkitab, seorang ahli bernama Vern Poythress dalam bukunya Chance and the Sovereignty of God menyimpulkan bahwa tidak ada “kebetulan” dari perspektif Allah. Apa yang kita rujuk sebagai sebuah “kebetulan” bukanlah keterbatasan Allah, tetapi keterbatasan manusia dalam memahami Allah; atau terbatasnya penyingkapan yang Allah berikan pada manusia. Artinya Allah tidak punya kendala, tetapi kita terbatas memahami Allah yang tidak terbatas. Allah punya banyak rencana yang sempurna, tapi kita tidak tahu, sehingga kita menyebutnya sebagai kebetulan. Seperti kita yang lebih dewasa ingin menjelaskan sesuatu kepada anak yang bertanya dan saat menjelaskannya sang anak berkata,”Apakah papa saya mengerti tidak?” Ada anak SD yang minta motor gede padahal ia masih kecil. Ayahnya menolak. Anaknya berargumen,”Kalau tidak boleh, mengapa teman saya boleh?” Dijelaskan ayahnya,”Kamu masih kecil dan kakimu tidak sampai tanah. Kamu juga tidak punya uang , lalu isi bensin dengan apa?” Sang anak menjawab, “Masa kebetulan begitu (saya tidak sampai kakinya). Saya kan ada uang jajan” Jadi tidak ada kebetulan. Kita melihatnya sebagai sesuatu yang kebetulan seperti itu (kok bisa seperti ini ya?). Kejadian yang menarik dalam hidup kita (buruk dan baik) tidak ada yang kebetulan dalam sudut pandang Tuhan (sudah terencana). Tuhan tahu dan berkuasa atas itu. Maka Votum kita dikutip dari Maz 124:8  seperti yang dikatakan Raja Daud (Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi). Ia bukan hanya menjadikan langit dan bunga, Dia memelihara dan merancangnya. Kita beribadah dengan keyakinan seperti itu. Kita yakin Allah berkuasa atas ibadah kita. Kita datang ke gereja bukan kebetulan tetapi Tuhan yang tuntun.

Suatu kali saya datang pelayanan di daerah Tanggerang dalam persekutuan doa. Ada seorang ibu datang “nyasar” ke gereja. Dia mengetuk pintu dan bertanya dalam bahasa Khe,”Ini gereja bukan?” Saya menjawab, “Benar ini gereja.” Ia berkata lagi,”Oh kebetulan, saya mau ke gereja.” Kenapa ini seperti kebetulan? Di sekitar gereja yang saya layani ada beberapa gereja lainnya. Di depan gereja itu ada gereja lain. Beda 2 ruko di samping kiri ada gereja dan 3 ruko lainnya ada di kanan gereja. Kami ada di tengah. Lalu mengapa ia masuk ke gereja saya? Tidak mungkin ia tidak melalui gereja yang lainnya. Saya yakin Tuhan tuntun dia untuk dilayani di gereja kami. Pasti Tuhan punya rencana terhadap dia untuk bertumbuh. Setelah itu dia baru tahu ada kerabatnya yang beribadah di situ. Menurut sudut pandang Allah itu bukan kebetulan, padahal menurut kita kebetulan. Tuhan melihat secara utuh. Dengan melihat kisah Raja Ahab di atas, Tuhan sudah tahu walau sepertinya kebetulan.

Apa yang perlu dilakukan setelah tahu Allah berkuasa atas segala peristiwa?

Ada ayat yang merangkum firman Tuhan untuk tema hari ini.  Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.“  (Ul. 29:29). Bangsa Israel mau masuk tanah perjanjian. Allah memanggil umatNya dan berkata,”Ada 2 hal dalam dunia ini  yaitu yang pertama hal-hal yang tersembunyi bagimu (hanya Tuhan yang tahu). Kamu tidak perlu cari tahu. Yang kedua, ada hal yang Tuhan ijinkan kamu tahu termasuk di dalamnya Taurat (kehendak) Tuhan. Yang kamu tahu, kerjakanlah baik-baik. Kalau kamu sudah masuk tanah perjanjian, ada hal-hal yang bisa kamu rencanakan maka lakukanlah dengan baik sesuai firman Tuhan. Tapi ada hal yang di luar dugaan kamu. Mungkin ada hal yang mungkin terjadi secara “kebetulan” tapi Tuhan tahu. Dengan mengetahui kebenaran ini, apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini ?

-        Perhatikan dan lakukan apa yang telah Allah nyatakan kepada kita, sesuai firmanNya (kejadian yang Tuhan ijinkan untuk kita rencanakan, masa depan untuk kita petakan).
Anak adalah anugerah yang dititipkan ke kita, maka sebagai orang tua jangan karena gagal mencapai keinginannya lalu memaksakan ke anaknya untuk dilakukan. Ada yang mau jadi dokter, tidak tercapai, maka dipaksakan ke anaknya (kecuali ia tertarik jadi dokter). Kalau Tuhan yang arahkan boleh, tetapi kalau tidak jangan. Tuhan ijinkan kita punya penghasilan tertentu dan jangan bilang, “Hidup kita mengalir begitu saja.” Itu mengerikan. Tuhan memberikan kita kemampuan untuk merencanakan. Tuhan berikan kita masa depan pelayanan untuk dipikirkan dengan baik. Tuhan berikan banyak karunia maka pakailah untuk Tuhan.  

-        Harus punya relasi dengan Tuhan.
Orang  yang bisa tahu kehendak Tuhan dengan baik adalah orang punya relasi yang baik dengan Tuhan. Pada saat konseling (bimbingan) nikah, calon pengantin pria ditanya tentang pasangannya,”Kapan ulang tahunnya? Dia alergi apa? Kesukaannya apa?” Kalau sudah mengenal dekat maka ia akan tahu dengan baik walau dalam batasan tertentu. Kita harus dekat dengan Tuhan agar supaya tidak tebak-tebak Tuhan maunya apa dan melakukan kehendakNya dengan baik. Kita belajar untuk sedikit-dikit bertanya ke Tuhan, “Ini maunya Tuhan bukan? Kalau Tuhan di posisi saya, maunya apa yang terjadi?” Kalau ditawarkan pekerjaan ini, apakah Tuhan akan terima kalau di posisi saya?” Belajar melihat segala sesuatu dari sudut pandang Tuhan.. Jadi kita siap untuk hal-hal yang akan terjadi.

-        Senantiasa identifikasi kehendak Tuhan
Orang saat ini banyak pakai sudut pandang sendiri dalam menentukan banyak hal bukan sudut pandang Tuhan sehingga hidupnya tidak cukup terus. Alkitab berkata, “Mengucapsyukurlah senantiasa” karena itu jalan satu-satunya supaya kita merasa cukup. Ada orang yang tidak pernah merasa cukup dalam hidupnya karena tidak melihat dari kacamata Tuhan. Ada istri yang datang ke suaminya dan berkata, “Ko, tetangga pakai mobil baru, kita sudah 3 bulan tidak mengganti mobil.” Suami juga begitu. “Ma, kalau masak makanan seperti yang di sana itu lho. Masa masak begitu saja tidak bisa. Sekretaris saya sudah bisa masak seperti itu.” Kalau melihat seperti ini , maka akan kacau.

-        Lakukan dengan setia; di manapun, kapanpun
Apa yang sudah Tuhan nyatakan , belajarlah setia. Belajar setia itu sulit. Kata “setia” itu langka dalam zaman kita hidup dan berelasi. Kita dididik untuk mencari keuntungan diri daripada kesetiaan. Sulit mencari orang yang bekerja di perusahaan selama 25 tahun tanpa pindah atau orang yang sudah menjadi jemaat selama 30 tahun. Belajar setia itu sulit, tetapi untuk itulah kita dipanggil (untuk hal yang kita tahu dari Tuhan). Kita harus senantiasa bergantung kepada Tuhan untuk hal-hal yang tidak kita tahu. Kita tidak tahu hari esok. Kalau tahu, kita mungkin merasa ngeri.

-        Senantiasa bergantung dan bersandar pada Allah untuk hal-hal yang tidak dinyatakan bagi kita; percaya IA  berdaulat.
Suatu kali saya menjemput mertua dari Pontianak terbang ke Surabaya. Dari Lawang ke Malang paling lama 40 menit tapi bisa 3-4 jam kalau week-end. Untuk mengejar waktu, saya harus mengebut dengan masuk tol. Tiba-tiba beberapa mobil di depan saya merem, sehingga mobil di belakangnya berturu-turut ikut rem juga termasuk kendaraan saya dan di belakang saya. Mobil di belakang ditabrak truk yang tidak bisa ngerem. Itu kondisi perginya. Sedangkan saat pulangnya, dalam kecepatan 150 km/jam, mobil saya agak bergoyang lalu saya keluar tol. Baru sekitar 200 meter ke luar tol, ban mobil saya pecah saya pun terpental ke samping. Untung saya tidak tahu, kalau tidak ngeri juga. Ban mobil saya diganti oleh seorang Bapak yang berada dekat tempat kejadian. Pada hari Minggunya saya harus pelayanan di sebuah gereja di Bondowoso. Saya ingin memakai kererta, karena saat Natal pasti macet kalau pakai mobil. Namun saya salah pesan tiket. Jadi seharusnya berhenti di Jember, ada 4 stasiun dan saya berhenti di salah stasiun sehingga saya harus menyetir kembali dalam kondisi tidak ada ban pengganti (setelah mencari di seluruh Malang). Setelah itu saya diajak seorang jemaat untuk mengganti ban. Kebetulan ia pemilik bengkel. Dia hanya punya 2 ban dan kedua ban saya sudah rusak. Waktu dibuka , dia berkata, “Bapak berani ya menyetir mobil. Bannya kalau disentuh saja lepas. Karena waktu ganti ban tidak bagus.” Saya teringat Bapak yang menggantikan ban. Bagaimana kalau bannya lepas di tengah jalan sewaktu saya mengemudi? Saya bersyukur bahwa saya tidak tahu akan mengalaminya. Saya anggap sebagai kebetulan. Saya berjalan bersama anugerah Tuhan, hanya bergantung pada Tuhan dan dengan keyakinan Tuhan yang pegang kendali hidup saya. Bagaimana kalau kita tahu sebelumnya? Saya tidak mau tahu. Mungkin itu kebetulan seolah -olah Allah tidak berkuasa tapi saya percaya Allah berdaulat.  

Penutup

Jadi mari :
-        Serahkan masa depan yang tidak kita tahu (kebetulan atau tidak) dalam tangan Tuhan.
-        Berharap pada Tuhan dalam setiap persoalan dan kesulitan hidup kita.
-        Percaya Tuhan akan lakukan dengan cara terbaik. Melalui cara-cara yang tidak kita pikirkan sebelumnya, cara yang menurut kita kebetulan. Tapi dalam sudut pandang Tuhan bukan kebetulan, semua sudah terencana baik. Tuhan ijinkan untuk kebaikan kita, Tuhan membatasi pengetahuan kita.

Seorang teman saya tinggal di Pontianak . Ia sangat mengidolakan William Colgate (1783-1857). Kisah hidup William Colgate sangat menginspirasinya.
William Colgate adalah pendiri dari perusahaan Colgate. Ia lahir pada 25 Januari 1783 di Kent, Inggris. Karena konflik politik, Colgate dan orangtuanya terpaksa meninggalkan Inggris pada Maret 1798 dan menjadi imigran di Amerika Serikat. Mereka menetap di sebuah perkebunan di Harford Co., Maryland. Untuk bertahan hidup, keluarga ini bekerja sama dengan Ralph Maher memulai usaha pembuatan sabun dan lilin. Namun usaha ini tidak bertahan lama dan keadaan pun mulai memburuk bagi keluarga Colgate. Suatu hari, di tengah kegagalan dan krisis, seorang rekan menasihatinya, “Berikan hatimu bagi Kristus. Berilah kepada Kristus apa yang menjadi milik-Nya. Buatlah sabun dengan jujur. Berikan persembahanmu dengan jujur... dan seseorang akan menjadi pembuat sabun ternama di New York. Orang itu mungkin saja kamu.” Pada 1804, Colgate bekerja sebagai tenaga magang di sebuah perusahaan sabun. Dari situlah ia belajar banyak mengenai liku-liku dunia bisnis. Ia bekerja dengan penuh dedikasi dan selalu belajar dari berbagai sumber, termasuk dari mereka yang gagal (Ams. 24:30-32). Setelah perusahaan itu tutup, Colgate merintis usahanya sendiri. Hanya dalam waktu enam bulan perusahaannya sudah mampu membuat produk-produk baru dengan bahan kanji. Kemudian menyusul sabun tangan, sabun toilet, dan sabun cukur. Meski Colgate sangat sibuk dalam mengelola usahanya, ia tidak melupakan Tuhan. Kesuksesan Colgate dicapai karena ia mengikuti prinsip-prinsip Alkitab. Seperti Yakub yang berjanji memberi persembahan sulung kepada Tuhan, maka Colgate juga membuat janji yang sama. Sepuluh persen dari keuntungannya selalu diberikan kepada Tuhan. Tuhan pun memberkatinya dalam berbagai hal. Bisnisnya berkembang dengan cepat dan Colgate pun menjadi salah satu pengusaha ternama di New York. Bahkan pernikahannya dengan Mary Gilbert pada 1811 disebut sebagai “Persekutuan yang indah dengan seorang yang menyenangkan.” Tuhan tidak menganggap sepi pengabdian yang dilakukan dengan sepenuh hati. Selagi bisnisnya terus berkembang dan diberkati Tuhan, ia memerintahkan akuntannya untuk meningkatkan jumlah persembahannya, dari 20 persen menjadi 30 persen. Ketika ia terus berkomitmen untuk memberi, perusahaannya menjadi semakin diberkati Tuhan. Kini perusahaan Colgate menjadi salah satu perusahaan tertua dan terbesar di Amerika Serikat dengan 221 cabang di dunia.

Suatu kali pada tahun 1990an teman saya menghadapi masalah karena kebutuhan hidupnya  meningkat seperti sakit, perbaikan rumah, kebuthan ruman tangga dll sehingga gaji yang diperolehnya hanya cukup untuk membayarnya tanpa memperhitungkan perpuluhan. Ia pun sampai kepada pilihan dia harus membuat keputusan apakah ia akan tetap memberikan perpuluhan atau tidak karena bila diberikan dia tahu uangnya akan kurang. Ia pun bergumul. Sesuai dengan yang sudah Tuhan nyatakan dalam Ulangan 29:29 harus ia kerjakan. Apa yang tidak kita tahu tetap harus dikerjakan. Namun ia akhirnya mengikuti teladan William Colgate. Ia memasukkan uang ke dalam amplop dan memberikan perpuluhan. Dengan memberi perpuluhan, ia memperkirakan akan mengalami kekurangan Rp 100.000.  Pada tahun 1990an akhir, uang sejumlah Rp 100.000 itu cukup besar. Ia tidak tahu apakah ia bisa cukup makan atau tidak. Sewaktu pulang dari gereja, ia melihat di tepi sungai ada uang lembaran Rp 100.000 di bawah batu yang seolah-olah memanggilnya. Saat itu baru keluar uang denominasi Rp 100.000 berbahan plastik. Semua orang yang melewati sungai tersebut tidak ada yang melihatnya. Ia terheran-heran. Kok bisa, ada uang jatuh dari dompet ke sungai, tertindih batu tanpa ada yang melihatnya. Lalu ia mengambil uang itu yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan makannya sampai tiba saat gajian lagi. Menurut dia , dari sudut pandang manusia hal itu merupakan “kebetulan”  tapi menurut Allah tidak yang kebetulan. Tuhan sudah rancangkan untuk menguatkan iman dan menolong kehidupannya. Ia setia kepada Tuhan dan itulah kuncinya. Ulangan 29:29 , hal-hal yang tersembunyi adalah bagi Tuhan Allah kita” Jangan mencari-cari tahu (pergi ke peramal atau ahli nujum untuk mengetahui garis tangan). Contoh : letak kursi bagus tidak, angin yang masuk membawa hoki atau tidak. Tidak perlu cari tahu hal seperti itu, itu urusan Tuhan. Yang perlu dilakukan “apa yang dinyatakan bagi kita, untuk kita lakukan dan ajarkan kepada anak cucu. Dengan begitu hal-hal yang tidak kita tahu Tuhan akan rancangkan menjadi berkat , menguatkan iman kita, menolong kita seperti yang telah Tuhan kerjakan bagi teman saya. Adakah kebetulan menurut konsep iman Kristen dari sudut pandang Allah? Tidak ada. Dari sudut pandang manusia, Allah ijinkan banyak hal yang tidak diketahui dan dinyatakan dengan sedikit surprise bagi kita demi kebaikan kita.


No comments:

Post a Comment