Tuesday, February 20, 2018

Orang Tionghoa pun Perlu Kristus








Pdt. Hery Kwok

Kisah Para Rasul 10:34-36, 42-43
34 Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.
35  Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.
36  Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang.
42  Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati.
43  Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya."

Pendahuluan

Tema hari ini bukan dari tradisi tetapi dari suatu perintah (Amanat Agung) yang diberitakan oleh Tuhan Yesus sendiri dan dicatat (ditulis) oleh murid-muridNya sendiri (yang pernah hidup bersama Kristus selama 3,5 tahun) untuk menginjili. Sebagai gereja berlatar Tionghoa maka kita membahas tema “Orang Tionghoa pun Perlu Kristus”. Seberapa jauh kita sebagai orang-orang Tionghoa punya hati (terbeban) untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Tionghoa? Berbicara tentang tema “Orang Tionghoa pun Perlu Kristus” mau tidak mau kita akan melihat sejarah penginjilan kepada orang-orang yang tinggal di daratan Tiongkok (mainland). Seorang misionaris berkebangsaan Inggris yang terkenal, Hudson Taylor, sampai keturunannya generasi keempat masih menginjili orang Tionghoa di sana. Bahkan ada salah seorang keturunannya yang menikah dengan orang Tiongkok.  Pdt. Stephen Tong pernah bertemu dengan salah seorang keturunan Hudson Taylor. Hudson Taylor sungguh-sungguh menaruh hatinya untuk orang-orang Tionghoa sehingga dari Inggris ia pergi ke Tiongkok. James Hudson Taylor (Tionghoa: 戴德生) (21 Mei 1832 - 3 Juni 1905, 73 tahun), adalah misionaris asal Inggris dan pendiri OMF International. Taylor menghabiskan 51 tahun (3/4 hidupnya) di Tiongkok, dan mampu berkhotbah dalam beberapa dialek bahasa Tionghoa, di antaranya Mandarin, Chaozhou, dan dialek Wu dari Shanghai dan Ning Bo. Yang terakhir ini ia menguasainya dengan cukup baik untuk membantunya menyusun edisi bahasa sehari-hari dari Perjanjian Baru.

Sejak kecil ayahnya (James Taylor) telah menanamkan hati misi kepadanya. Setiap hari ayahnya (ahli farmasi) selalu membacakan dan menjelaskan ayat-ayat Alkitab kepadanya karena ia menginginkan agar anaknya kelak menjadi seorang penginjil. Usaha ini ternyata tidaklah sia-sia. Sebelum berusia 5 tahun, Hudson sudah berkata, "Kelak saat dewasa, saya akan menjadi seorang penginjil dan pergi ke Tiongkok." Hudson Taylor dari kecil kehidupan rohaninya dipupuk oleh orang tuanya. Bahkan waktu ia ragu pergi ke Tiongkok, mamanya mendoakan dia hingga ia pergi ke sana. Bapak Gereja Agustinus juga didoakan oleh mamanya Monica sehingga mengalami pertobatan menjadi Bapa Gereja. Dulu ia sangat kacau balau hidupnya dan tidak hidup seperti orang saleh. Tetapi peran mamanya begitu luar biasa dalam kerohanian. Hudson Taylor mengalami hal seperti itu. Meskipun sejak kecil ia sudah menjadi Kristen, pada saat remaja ia sempat merasa ragu-ragu. Namun berkat doa ibu dan adik perempuannya, akhirnya ia dapat mengatasi keragu-raguannya. Pada waktu ia berumur 17 tahun, setelah ia membaca traktat yang menceritakan karya penyelamatan Kristus yang ditemukannya di ruang baca ayahnya, ia berlutut dan berdoa kepada Tuhan serta mohon pengampunan-Nya. Sejak saat itu, Taylor mulai memfokuskan diri untuk mewujudkan kerinduannya melayani sebagai seorang penginjil di Tiongkok.

Meskipun jiwa misi sudah tertanam di hatinya, ia tetap mengambil pendidikan di bidang farmasi. Chinese Evangelization Society (CES) yang mensponsori pendidikannya melihat hal tersebut sebagai kesempatan Injil diberitakan di Tiongkok. Mereka ingin supaya Hudson segera berangkat ke Tiongkok sebelum kesempatan tersebut hilang. Taylor mulai berlayar selama berbulan-bulan dan tiba di Shanghai pada awal musim semi tahun 1854. Tiongkok dengan berbagai adat-istiadat dan keunikan lainnya merupakan tantangan bagi Taylor. Setibanya di Shanghai dan tinggal di rumah pertamanya, Taylor menderita kesepian dan masalah keuangan (biaya hidup di Shanghai sangat mahal). Usaha-usahanya untuk menyesuaikan diri dengan bahasa setempat sempat membuatnya sangat tertekan, tetapi dengan imannya yang kuat, ia berhasil mengatasinya melalui hobinya (mengoleksi serangga dan tanaman).

Setahun setelah Taylor sampai di Tiongkok, ia segera melakukan perjalanan penginjilan ke pedalaman Tiongkok (sering dilakukannya seorang diri). Saat di Shanghai , penduduknya tidak memperhatikan pesan yang disampaikan. Namun masyarakat pedalaman justru tertarik dengan cara berpakaian dan hidupnya. Keadaan ini membuat Taylor menyadari bahwa ada satu cara untuk bisa melakukan penginjilan di daerah ini, yaitu dengan mengikuti cara berpakaian serta kebudayaan mereka. Meskipun tidak mudah bagi Taylor untuk mengikuti tradisi orang Tiongkok, ia tetap melakukannya juga. Ia rela mengucir dan memotong rambut di bagian depan kepalanya; ia juga rela mengubah cara berpakaiannya. Walaupun dirinya tersiksa (bahkan ia dijadikan bahan lelucon oleh rekan misionaris lainnya) tetapi hal itu justru menjadi ciri khasnya. Usaha ini ternyata tidaklah sia-sia karena dengan penampilannya yang baru ini memudahkannya melakukan penginjilan ke seluruh Tiongkok.

Selain menginjili, Taylor juga melakukan praktik pengobatan. Masalah keuangan tetap menjadi persoalan utama Taylor namun ia beberapa kali menerima kiriman dana dari Inggris. Selain itu, di dalam benaknya mulai muncul keinginan memiliki seorang istri. Taylor teringat kembali kepada Nona Vaughn, wanita yang dicintainya namun tidak bersedia mengikuti Taylor ke Tiongkok dan Elizabeth yang memutuskan pertunangan mereka karena model pakaian dan rambut Taylor. Akhirnya Taylor tiba di Ning Bo , bertemu dan tertarik dengan Maria Dyer (seorang guru di sebuah sekolah khusus untuk anak-anak perempuan milik Nona Mary Ann Aldersey) pada bulan Maret 1857. Meskipun awalnya Maria menolak lamaran Taylor, namun akhirnya mereka menikah pada tanggal 20 Januari 1858. Maria benar-benar seorang wanita yang dibutuhkan Taylor. Pada tahun 1860 Taylor dan Maria kembali ke Inggris untuk mempersiapkan berbagai keperluan dan memulihkan kesehatan mereka. Taylor menggunakan kesempatan ini untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya.

Pada saat yang sama, Taylor mendirikan China Inland Mission (CIM) tahun 1865-- sebuah organisasi pengutus yang terbentuk berdasarkan pengalaman dan kepribadian Taylor. Taylor menyadari bahwa Tiongkok tidak akan pernah diinjili jika ia harus terus menunggu para utusan hamba Tuhan terpelajar datang ke sana. Tahun 1866, Taylor mulai melakukan persiapan untuk berlayar kembali ke Tiongkok bersama dengan Maria, keempat anak mereka, dan lima belas orang yang ia rekrut, termasuk tujuh gadis yang belum menikah. Selama dalam pelayaran maupun setelah mereka sampai di Shanghai, rombongan ini tidak henti-hentinya dilanda oleh berbagai masalah. Tetapi, segala permasalahan itu dapat diatasi berkat kesabaran dan pendekatan pribadi yang dilakukan Taylor. Pada tahun 1868, rumah yang dijadikan tempat penginjilan Taylor di Yangzhou dirusak dan dibakar. Peristiwa ini nyaris merenggut jiwa para utusan dan Maria. Meskipun peristiwa ini menyebabkan banyak kerugian dan sempat membuat semangat Taylor hampir padam, tetapi berkat dukungan salah seorang temannya, semangat Taylor menyala kembali untuk meneruskan misinya. Ia merasakan bahwa melalui berbagai peristiwa itu, Tuhan menjadikan dirinya seorang yang baru. Peristiwa yang tidak kalah menyedihkan adalah kematian berturut-turut anak-anaknya yaitu Samuel (5 tahun), bayi mereka yang baru berusia kurang dari dua minggu dan Maria sendiri. Tanpa Maria, Taylor benar-benar kehilangan semangat dan kesepian. Karena alasan itulah sebulan setelah kematian Maria, ia pergi ke Hangzhou. Di sana, ia menghabiskan waktu bersama Jennie Faulding (22 tahun), yang merupakan salah satu dari misionaris yang datang ke Tiongkok bersama mereka. Setahun kemudian mereka kembali ke Inggris dan menikah di sana. Pada tahun 1872, mereka kembali lagi ke Tiongkok bersama para utusan yang berjumlah lebih banyak lagi.

Seiring dengan perkembangan CIM, Taylor menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengelilingi Tiongkok. Semakin luas daerah yang diinjilinya, semakin besar pula beban yang mereka harus tanggung. Taylor memunyai visi yang besar, ia ingin merekrut seribu utusan dan masing-masing akan menginjili 250 orang setiap hari sehingga dalam waktu tiga tahun seluruh Tiongkok akan bisa dimenangkan. Tetapi sayang, visi itu belum tercapai. Meskipun demikian, pelayanan CIM di Tiongkok berdampak sangat luas. Pada tahun 1882, CIM berhasil masuk ke setiap provinsi Tiongkok; pada tahun 1895, ketika CIM berulang tahun ke-30, mereka telah memiliki lebih dari 640 utusan yang mengabdikan hidup mereka di Tiongkok. Tahun-tahun terakhir abad ke-19 menjadi periode yang penuh ketidakstabilan. Tekanan modernisasi (dan terutama pengaruh negara Barat) berbenturan dengan ketidaksukaan terhadap orang-orang asing. Pada bulan Juni 1900 Pemberontakan Boxer melakukan pembunuhan terhadap orang-orang asing dan pemberantasan kekristenan. Seratus tiga puluh lima utusan dan lima puluh tiga anak-anak mereka dibunuh secara keji. Berita itu sangat memukul Taylor yang sedang di Swiss. Pada tahun 1902 Taylor mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin utama CIM. Taylor dan Jennie tinggal di Swiss sampai kematian Jennie pada tahun 1904. Setahun kemudian Taylor kembali ke Tiongkok, tempat ia menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang sebulan setelah kedatangannya. Sepeninggal Taylor, CIM masih terus berkembang. Pada tahun 1914 CIM menjadi badan misi terbesar di dunia dengan puncaknya pada tahun 1934 CIM memiliki utusan sebanyak 1.368 orang. Pada tahun 1964, CIM berganti nama menjadi The Overseas Missionary Fellowship (OMF).

Mengapa Hudson Taylor bisa mencintai orang-orang Tionghoa? Dalam Kisah Para Rasul 10:43 dikatakan bahwa Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya." Melalui perkataan ini, Rasul Petrus sedang mempertanggungjawabkan tindakannya membaptis seorang non-Yahudi bernama Kornelius. Ia mendapat suatu penglihatan supaya ia mencari Petrus yang akan mengatakan kepadanya apa yang Tuhan mau. Allah sangat berdauluat dalam memberi keselamatan kepada Kornelius dan Allah memakai Petrus. Petrus mendengar cerita itu dari Kornelius. Sebelumnya Rasul Petrus mendapat penglihatan tentang binatang najis yang diminta untuk dimakannya. Dari dulu ia tidak pernah memakannya. Sejak muda ia menjaga kekudusan dan tidak mau melanggar adat istiadat orang Yahudi. Tuhan berkata, “Apa yang Aku katakan halal tidak boleh dikatakan haram.” Lalu ada bawahan Kornelius yang menjemputnya. Sewaktu tiba di rumah Kornelius, Kornelius cerita tentang pesan Allah dalam penglihatannya sehingga Petrus terkejut. Pesan itu dikaitkan oleh Petrus dengan mimpinya. Petrus akhirnya memahami bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia. Orang Yahudi punya prinsip bahwa di luar Yahudi, semuanya masuk neraka. Mereka seperti kayu bakar yang ditaruh supaya api neraka tetap menyala-nyala. Pemahaman orang Yahudi tentang bangsa-bangsa lain sangat mengakar (kuat) sekali. Sehingga mereka tidak mau bercerita tentang Yesus Kristus kepada bangsa lain. Kisah Para Rasul (buku lahirnya gereja dan orang-orang percaya) mencatat Tuhan tidak mengkhususkan (menyempitkan) lagi keselamatan hanya untuk orang Yahudi. Jadi bukan untuk segelintir orang sasja tetapi barang siapa (dari suku, etnis mana pun, tingkat sosial mana pun), kalau ia percaya kepada Kristus maka ia akan mendapat pengampunan dosa.

Dari ayat yang dibaca, Yesus ditentukan Allah menjadi hakim yang mengadili orang yang hidup dan mati. Kalau kita mati dan orang-orang yang telah mati lebih dahulu akan dihakimi. Orang yang hidup dan mati dihakimi oleh Hakim yang Agung yaitu Yesus. Pesan yang disampaikan Petrus dalam Kisah Para Rasul adalah “nabi-nabi sudah menyampaikan dan menjelaskan bahwa  siapa pun yang percaya Yesus akan mendapat pengampunan dosa”. Yesuslah yang melakukan karya Keselamatan dan keselamatan hanya bisa dilakukan oleh Yesus Kristus. Sehingga kita belajar tentang karya keselamatan ini seperti juga telah dipahami oleh Hudson Taylor. Siapa yang percaya kepada Yesus Kristus, akan beroleh pengampunan dosa.  Ada 5 hal dalam karya keselamatan Yesus :

1.     Perlunya penebusan

a.     Keadilan Allah
Kita percaya kepada Yesus bukan karena kita pintar tapi karena Allahlah yang memberi kita percaya. Jauh sebelum kita berbuat baik, memberi persembahan, menolong orang, Allah sudah menentukan kita untuk percaya (Ia menyatakan diriNya sehingga hati kita percaya). Saya dulu percaya saat menempuh kuliah di tingkat pertama. Di situlah Ia menggenapkan apa yang Ia sudah rancangkan  sebelum dunia dijadikan,”Aku memilih engkau Hery Kwok” dan Ia buktikan itu waktu saya percaya dan menerima Yesus Kristus. Di situ saya mengalami apa yang sudah Ia tentukan sebelum dunia dijadikan. Keselamatan datangnya dari Tuhan. Tidak ada manusia yang bisa menolong dirinya supaya selamat. Kebenaran inilah yang membuat orang percaya harusnya rendah hati, bersyukur dan sangat menghargai keselamatan. Manusia butuh penebusan dan itu dikerjakan oleh Kristus karena keadilan Allah yang membuat kita harus menerima penebusan. Allah kita tidak pernah kompromi (mentoleransi) dengan dosa. Dosa adalah dosa. Bagi Allah dosa itu memuakkan dan Dia tidak suka. Allah tidak pernah mencabut ketetapanNya bahwa orang berdosa harus dihukum sehingga keadilan Allah harus dijalani oleh Yesus Kristus, supaya kita tidak dihukum. Keadilah Allah itulah yang membuat kita perlu ditebus. Jadi apa yang sudah Dia tetapkan jauh sebelum dunia dijadikan karena keadilan Allah dalam diriNya. Kita bersyukur Allah kita tidak plin-plan berbeda dengan manusia yang sedikit ragu sehingga bisa membuat anak-anak terkena narkoba dll.
b.     Kasih Allah.
Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.  Kasih Allah begitu besar. Kalau dinyatakan dalam bilangan, digunakan kata ‘tak tertingga’. KasihNya yang begitu besar yang mendorong hatiNya untuk melakukan penebusan.

2.     Sifat Penebusan

a.     Memberi kompensasi /kepuasan kepada Allah
Kristus melakukan keadilan dan kasih Allah supaya apa yang menjadi murka Allah diperdamaikan. Kalau kita pukul orang akan terkena pidana (bisa di penjara). Waku saya memukul orang, yang marah adalah yang dipukul karena ia tidak terima. Agar ia tidak marah, maka yang memukul harus memberi sesuatu sebagai kompensasi. Misalnya : 1 pipi dibayar Rp 1 milyar supaya ia tidak marah lagi. Allah marah terhadap dosa. Supaya memuaskan hati Allah agar tidak marah lagi, maka Yesus mati di kayu salib.
b.     Menggantikan
Seharusnya kita dipaku di kayu salib, tetapi Yesus menggantikan kita. Sekarang kita berada dalam kehidupan tanpa dihukum. Kalau pergi di penjara, ada yang mengatakan untuk membelanya supaya bisa keluar penjara. Papa saya dulu pernah di penjara dan ia berkata,”Jangan sekali-sekali masuk penjara karena susah keluarnya.” Satu hari saja di penjara sangat susah. Kalau divonis 1-2 tahun seperti di neraka. Seharusnya kita ditaruh di sana karena kita layak untuk dihukum oleh Allah tapi Dia gantikan kita.

3.     Jangkauan penebusan : untuk umat yang dipilihNya
Tidak semua orang diselamatkan. Bisa percaya adalah anugerah (blessing). Kita tidak bisa mencari keselamatan sendiri.  Orang Yahudi (Ahli Taurat dan Farisi) mencoba mencarinya dengan caranya (berbuat segala sesuatu dengan kekuatan dirinya) tapi tidak bisa. Maka menerimaNya dikatakan sebagai anugerah. Sehingga Rasul Paulus menulis dalam surat ke jemaat Efesus 2:8-9, “Karena kasih karunia kamu diselamatkan”. Jadi Allah memberikan kepada yang Dia mau yaitu kita dan orang-orang yang ditentukan Allah untuk menerimanya dan belum kita tahu, sehingga kita harus memberitakan Injil termasuk kepada orang-orang Tionghoa. Salah satu jangkauan penebusan Kristus di kayu salib untuk orang-orang yang akan diselamatkan. Kita sudah percaya, puji Tuhan. Namun lihat yang belum seperti orang tua, pembantu, tetangga dll.

4.     Kepastian Keselamatan
Keselamatan tidak bisa hilang maksudnya Allah tidak pernah salah memilih. Kalau Ia salah pilih maka Ia bukan Allah. Waktu Ia kasih hati percaya, maka itu Allah. Waktu ia selamatkan kita, Ia akan terus proses kita.

5.     Kehidupan orang yang diselamatkan
Orang yang telah diselamatkan Allah, maka ia harus hidup sesuai dengan keselamatanNya. Jadi jangan karena keselamatan tidak hilang, lalu berbuat dosa. Itu orang yang tidak mengenal keselamatan. Orang yang diselamatkan tidak berbuat dosa lagi. Sifat karya Allah mencakup dipelihara dalam kehidupan untuk diselamatkan sampai kita mati serupa dengan Kristus. Hudson Taylor menangkap hal itu. Dalam sebuah buku yang dibacanya, itu menggetarkan hatinya. Itu membuatnya meras apa yang ditanam Allah dalam dirinya, Ia harus pergi ke Tiongkok dan tidak pernah membatalkan dan meragukannya lagi.
     
Kesimpulan

Hati dari rasul – rasul (murid-murid Kristus).

1.     Kisah 10:34 Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Rasul-rasul mengenal hati Allah yang menginginkan jiwa-jiwa diselamatkan . Hati Petrus dan rasul lainnya menangkap hati Allah . Hudson menangkap hati Allah. Itu sebabnya ia ingin sekali datang ke Tiongkok. Kita harus malu karena Hudson bukan orang Tionghoa melainkan orang Inggris tetapi hatinya di Tiongkok (menangkap hati Allah yang ingin agar jiwa-jiwa diselamatkan). 

2.     Taat kepada Tugas/Amanat yang ditugaskan kepada Rasul/Murid Kristus untuk menginjili kepada seluruh bangsa (ayat 42 Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati.).
Setelah menangkap hati Allah, para rasul taat melakukan tugas Amanat Agung (juga Hudson Taylor). Ayat 42 tidak dapat kita jalani kalau kita tidak menangkap ayat 34 (hati Allah). Kalau tidak , biar 4 tahun bicara untuk menginjili orang-orang sesuku dulu yaitu orang Tionghoa, orang yang belum melakukan tugasnya. Melihat sejarah pendiriannya oleh Alm. Pdt. Andrew Gih yang datang dari Tiongkok agar GKKK menginjili untuk semua orang di Indonesia. Ia ingin menyatakan cinta kasih Allah supaya Allah menyelamatkan etnis Tionghoa. Sewaktu rapat sinode diingatkan apa yang hendak dikatakan pendahulu. Silahkan , nanti saya susah dengan bangsa lain. Lihat saja ke orang-orang Tionghoa. Jangan katakan, “Saya tidak bicara” soal skill dan cara bisa dipejari. Kalau hati Allah tidak ada di hati kita, maka kita tidak pernah bereaksi. Pulang gereja langsung pulang, tidak pernah menyampaikan berita Injil. Kita harus malu dengan Hudson Taylor dan keluarganya. Hati nya luar biasa. Untuk orang Batak ada yang namanya Nommensen dari Jerman. Dulu sebelum Nomensen datang, dikatakan orang Batak makan orang. Orang ini bukan dari Indonesia tapi datang ke Indonesia. Maka ada gereja Pasundan, gereja Jawa, gereja Tionghoa, gereja Nias dll.

3.     Hati yang mempunyai belas kasihan.
Hati yang mau menceritakan karya keselamatan kepada manusia berdosa (orang-orang Tionghoa yang belum mengenal Allah). Uutuk itu perlu dilakukan juga dalam pembesukan. Namun kegiatan ini akan menjadi arisan kalau kumpul saja kalau tidak ada penginjilan. Biasaya saat arisan, pesertanya suka ribut. Gereja yang ribut adalah gereja arisan. Gereja seharusnya menginjili sehingga tidak ribut yang ada hanya berikan Injil. Hati kita menangkap hati Allah. Rasul-rasul dan Hudson tangkap hati Allah. Saat hati kita menangkap hati Allah, maka kita tidak akan diam untuk cerita karya keselamatan kepada orang-orang yang kita kenal (yang paling dekat dari etnis Tionghoa). Kiranya kita menjadi jemaat yang bukan untuk diri sendiri. Memperhatikan keluarga penting, tapi kalau fokusnya hanya keluarga, maka kita menjadi ego-sentris. Seperti kalau menyayangi, jangan sampai hanya menyayangi dan memperhatikan keluarga saja karena itu egosentris. Kalau egosentris, Allah yang berhadapan dengan kita. Dia tidak ingin orang tebusanNya punya hati ego-sentris. Dia ubah kita supaya serupa dengan gambar AnakNya. Karena AnakNya sudah membuktikan kasihNya yang luar biasa untuk mengasihi jiwa-jiwa. Kiranya ibadah imlek menolong kita kembali lagi kepada panggilan yang tidak pernah ditarik Allah yaitu kabarkan berita baik. Ada orang yang butuh. Jangan sampai ada yang berkata (seperti di kitab Yehezkiel), “Aku bertemu di jalanan (di suatu tempat) tapi ia tidak menceritakan tentang Injil saat bertemu.” Itu celaka.



No comments:

Post a Comment