Friday, January 1, 2016

Tuhan Membuka Pintu Kesempatan

Ev. Susan Maqdalena Kwok

Maz 90:12  Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

Pendahuluan

                Hidup yang berarti adalah bila hidup kita bebas dari dosa. Tetapi apakah kita bisa menjalani hidup sehari-hari tanpa berbuat dosa? Kita bisa tidak berbuat dosa, namun kadang kala kita jatuh dalam dosa walaupun kita tidak harus berbuat dosa. Maz 90:11 mengatakan Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Nabi Musa mengatakan bahwa Allah itu adalah Allah yang bisa membinasakan, memperlihatkan kegeramanNya dan menindas. Ia melakukan itu bukan karena Allah jahat, namun karena manusia hidup sehari-hari dalam kubangan dosa. Hidup dalam dosa itu yang membuat Allah menindas manusia agar manusia tidak berbuat dosa. Mazmur 90 merupakan ayat berupa doa dari Nabi Musa (bukan oleh Raja Daud seperti pada banyak ayat dalam kitab Mazmur). Memang tidak jelas dalam konteks apa Nabi Musa berdoa seperti ini. Tetapi banyak kata-kata indah dan pengajaran yang baik yang diajarkan Musa pada ujung hidupnya (saat  usianya tidak lagi muda) di antaranya yang menjadi tema pada hari ini.

Tuhan Membuka Pintu Kesempatan

Saya mengenal dua orang teman yang sangat dekat. Kami bersama-sama mengikuti persekutuan Sekolah Minggu, remaja, pemuda lalu berpencar karena masing-masing punya arah jalan sendiri. Teman yang pertama sama-sama masuk ke sekolah teologia sesuai panggilan. Sedangkan teman yang kedua tidak jadi masuk sekolah teologia, padahal di antara kami bertiga, dialah yang paling dulu menyatakan keinginannya untuk menjadi hamba Tuhan karena usianya paling besar. Ia menceritakan hal itu kepada kami sebagai adik rohani tetapi akhirnya ia yang tidak menjadi hamba Tuhan. Memang tidak salah tidak menjadi hamba Tuhan, yang salah kalau seseorang sudah memiliki panggilan jelas sebagai seorang hamba Tuhan tetapi lari dari panggilan itu. Tidak semua orang dipanggil menjadi hamba Tuhan. Saat Tuhan membuka pintu seseorang untuk menjadi hamba Tuhan, tetapi orang itu yang menutup pintunya maka besar kemungkinan pintu itu tidak akan terbuka lagi (walau mungkin saja, Tuhan membukanya kembali). Sahabat saya yang satu ini bekerja, menikah duluan dan punya anak. Ia menikah dengan orang yang latar belakang kehidupannya tidak jelas. Waktu pertama kali diperkenalkan saya merasa heran. Suaminya memiliki rambut yang gondrong, kumis tebal, bertato dan memakai kaos tanpa lengan. Dalam hati saya bertanya-tanya, “Mengapa ia menikah dengan orang seperti ini yang menyeramkan?” Setelah bertahun-tahun lewat ,suatu kali ia pernah menyatakan ke teman yang satu lagi bahwa ia menyesal mengapa dulu tidak masuk sekolah teologia dan melayani Tuhan. Saya tidak jelas seberapa dalam penyesalannya. Sampai hari ini usia kami tidak muda lagi. Saya merasa pintu kesempatan untuknya masih belum terbuka. Kalaupun nanti terbuka, ia harus meminta ijin ke suami dan anak-anaknya kalau ia mau menjadi hamba Tuhan.
Contoh kedua. Ada seorang pemuda yang diberi kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang luar biasa oleh Tuhan, walaupun pendidikan akademisnya biasa saja. Ia seorang pekerja ulet dan akhirnya masuk ke sebuah bank. Di sana kedudukan dan karirnya merayap perlahan-lahan. 3-4 tahun kemudian ia mencapai kedudukan yang sangat baik. Ia seorang pemuda yang tampan dan memiliki posisi dalam pekerjaan yang baik, wanita mana yang tidak mau? Sayangnya pintu kesempatan yang diberikan Tuhan tidak dipelihara malah ia metutupi sendiri. Ternyata walaupun sudah punya kedudukan yang tinggi dan bergaji besar, ia tidak merasa puas. Dengan kelihaiannya ia mengambil uang nasabah.  Awalnya tidak ada yang tahu. Hal itu berjalan 2 tahun dan sudah banyak uang yang diambilnya. Tetapi sepandai-pandainya tupai meloncat akhirnya jatuh juga. Perbuatannya diketahui oleh pimpinannya dan ia pun harus membayar uang yang telah diambilnya dengan mencicil. Rupanya ia diam-diam suka bermain judi. Ternyata bukan itu saja perbuatannya. Surat rumah milik mama dan cicinya , ia masukkan ke bank lain sebagai jaminan untuk meminjam uang yang kemudian ia gunakan untuk berjudi. Ia tidak bisa membayar pinjaman tersebut, sehingga akhirnya ia melarikan diri dari utang dan kejaran penagih utang.  Lalu ia mencoba bekerja apa adanya. Ia mulai jadi penjaga air gallon isi ulang. Setahun dua tahun kemudian, ia mau berusaha sendiri tetapi  tidak punya modal. Lalu dengan modal seadanya ia belajar membuat donat walaupun sebelumnya tidak pernah masak. Ia menitip donut tersebut di kampong dan warung kecil. Uang yang dihasilkan sedikit dan pekerjaannya melelahkan, namun mau tidak mau harus ia lakukan. Sekarang sudah tahun ke-17 sejak ketahuan dan kondisinya tidak pernah pulih Belum ada kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang baik.
Tuhan seringkali membuka pintu tapi banyak orang yang menutupnya. Kalau hal ini terjadi, jangan memaksa Tuhan untuk membukanya kembali. Proses hidupnya kemudian dijalani tanpa arti. Hidupnya dijalani dengan sembrono dan tidak berhati-hati. Ada yang hidupnya terlalu kuatir sampai menutup mata imannya. Hidup dijalani dan menganggap kesempatan selalu ada. Ia tidak menghargai apa yang ada di depan mata. Kesempatan hari ini ditinggalkan padahal kita tidak tahu apa masih ada kesempatan lagi. Pada Mazmur 90:12 Musa berdoa, Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

Ajaran Hidup yang Berharga

Pada Maz 90:12 Nabi Musa berdoa agar Tuhan mengajarinya. Nabi Musa memposisikan diri seperti murid yang tidak tahu apa-apa. Ia sangat rendah hati. Ketika ia dijahati lewat persekongkolan oleh Harun dan Miryam (kakak-kakaknya) yang iri hati dengan kedudukannya, ia tidak membalas. Ia sangat lembut. Saat itu, tidak ada orang Israel yang tidak mengenal Musa. Tetapi dalam kedudukan yang demikian, ia mengajak umat Israel untuk memposisikan diri dalam posisi yang rendah dan berkata,”Guru ajarlah kami” yang berarti Guru tunjukkanlah kami, perlihatkanlah kepada kami, arahkan jalan kami dalam konteks firman Tuhan. Hal ini bertujuan seperti yang tertulis pada Mazmur 1:1-3 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.  Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Amsal 13:13   Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan. Celakalah orang yang meremehkan firman Tuhan. Dalam perjalanan hidupnya sampai akhirnya, Nabi Musa tahu fungsi firman Tuhan. Ia tahu apa artinya firman Tuhan sehingga ia ingin terus diajar oleh firman Tuhan. Hari ini banyak orang Kristen meremehkan firman Tuhan.
Seharusnya sebagai orang Kristen kita berkata, “Ajarlah kami dengan firmanMu” atau “Tunjukkan kepada saya, apa isi hatiMu” atau “Perlihatkanlah pada saya apa mauMu, ya Tuhan”. Mungkin pada tahun 2015 kita jarang belajar atau kita memimpin diri sendiri dan tidak meminta Tuhan untuk mengarahkan. Mungkin kita bisa melewati tahun 2015, tetapi apakah kita melewati dengan kualitas ala kadarnya? Apakah kita melewatinya penuh dengan semangat juang atau melewatinya dengan banyak keluhan dan frustasi? Apakah kita melewati tahun 2015 dengan negative thinking dan curiga satu dengan lain?

Menghitung Hari

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian berarti mengajar kami menghitung hari-hari kami dengan teliti. Apa maksudnya menghitung hari? Hal ini tentu bukan sekedar merobek kalender seperti dilakukan pada zaman dulu. Menghitung hari artinya mengevaluasi seluruh yang sudah dilakukan, yang sedang dan bahkan yang akan dilakukan. Serta mengintropeksi ke dalam hati , “Motivasi dan pikiran saya ini seperti apa?” Yang sudah baik, mari kita lakukan dengan semakin baik. Jangan seperti keledai yang jatuh ke lubang yang sama berkali-kali karena tidak pandai menghitung hari. Sudah tahu kesalahan, kegagalan dan kekurangannya tetapi tetap dilakukan atau tidak mau berubah. Orang yang menghitung hari selalu menghitung apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan. Bila dalam melaksanakan sesuatu belum dengan yang terbaik, kurang sabar dan kurang hikmat dari Tuhan maa semua kekurangan di 2015 perlu diteliti dan diperhatikan. Kita seringkali pintar menghitung uang tetapi gagal menghitung hari. Kita bisa menghitung pekerjaan, keluarga dan pelayanan orang lain tetapi gagal menghitung diri sendiri. Pada tahun 2016 seharusnya mimpinya melakukan dengan lebih baik. Mimpi tinggal mimpi kalau kita gagal menghitung hari. Mari melihat mengapa kita gagal? Banyak hal yang bisa kita lakukan.
Saat booming batu akik, seorang saudara saya memperkirakan bahwa orang bisa kaya karena batu akik. Setelah 1-2 minggu, ia pun beralih ke batu akik. Awalnya saya pikir itu hanya sekedar hobi. Namun mereka berdua suami-istri tergiur dengan usaha batu akik sehingga mereka mengundurkan diri dari pekerjaan dan menggeluti batu akik. Tetapi bisnis batu akik hanya meledak sebentar. Akibatnya terlalu banyak uang yang diinvestasikan dalam batu akik. Anak-anaknya ada 4 orang yang masih harus dihidupi dan semuanya butuh dana padahal dananya sudah menjadi batu akik. Ini kegagalan di tahun 2015 karena tidak pandai menghitung hari. Pikiran bodoh saya, “Mengapa keduanya keluar dari pekerjaan? Mereka kan punya keluarga dan anak.” Mereka tidak pandai menghitung hari. Hidup mereka boros, pergi jalan ke sana ke mari untuk menikmati pemandangan dan makan enak  setelah itu tidak ada apa-apanya. Hidup seperti itu tidak menghitung hari. Kalau usaha baru mulai , kalau perlu makan nasi dengan lauk sederhana. Jangan tiap hari makan steak karena anggaran rumah tangga akan ‘jebol’ kalau tidak menghitung hari. Nabi Musa mengajar kita untuk menghitung hari. Pdt Andar Ismail (penulis buku berseri “Selamat”) menulis tentang Musa. Selama 40 tahun pertama ia hidup dalam kemewahan orang Mesir dan menempuh pendidikan orang Mesir yang tinggi. Ia memiliki segalanya. Ia tenar , kaya dan pintar. Drama 40 tahun pertama kehidupan Nabi Musa dikatakan “Aku Bisa”  karena ia punya uang, kedudukan dan backing yang tinggi. Dengan banyak uang, orang merasa bisa melakukan banyak hal dan mencoba mengatasi dengan cara sendiri. Ia membunuh orang Mesir dan menyembunyikan mayatnya. Ia berpikir bahwa ia bisa karena ia adalah seorang anak angkat raja. Namun ternyata tidak bisa dan ia pun diburu oleh bangsa Mesir. Sampai pada 40 tahun kedua , ia dibawa ke padang gurun dan menjadi peternak. Ia hidup sederhana. 40 tahun tersebut, ia seperti orang yang tidak pandai bicara. Karena Tuhan mengutusnya balik ke Mesir ia berkata, “Tuhan ajarlah aku.” Tuhan membentuk Musa dari orang yang bisa bicara menjadi tidak bisa bicara, orang yang punya harta menjadi tidak berharta. Ia berkata, “Aku tidak bisa Tuhan” dan “Aku takut, Tuhan”. Dulu Musa tidak pernah takut dan sekarang ia menjadi takut. Tetapi 40 tahun berikutnya sesudah ia memimpin bangsa Israel. Ternyata bisa! Jadi pertama kali (40 tahun pertama) ia berkata,”Aku bisa. Aku bisa memimpin dan mengelola” Saat diproses, ia harus mengakui “Aku tidak bisa”. Kalau kita mengaku selalu bisa maka kita tidak bisa melihat Tuhan.
Kadang-kala Dia mengijinkan kita untuk mengalami putus asa. Seorang pengusaha Indonesia suatu kali pergi ke India. Ia kagum melihat di sana serat talinya ternyata sangat erat. Akhirnya ia membeli tanah yang luas dan menanaminya. Saat panen diolah menjadi tali serat lalu dipakai untuk mengikat, tetapi ia mendapati sesuatu yang luar biasa : tali seratnya tidak kuat alias gampang putus. Ia coba mengolahnya lagi tetapi tetap rapuh. Akhirnya ia balik ke Indonesia dan mencoba mencari tahu apa penyebabnya. Dari proses menanam, penguasaha ini akhirnya tahu penyebab tali seratnya rapuh. Rupanya tanah tempat tumbuhnya “enak” untuk bertumbuh. Tanahnya digemburkan dan diberi pupuk sehingga “enak’ untuk tanaman bertumbuh. Seharusnya dibiarkan agar tanaman itu berjuang terus untuk menancapkan akarnya sehingga berguna untuk menjalankan tugas yang berat. Kadang kita menolak hal yang berat dalam kehidupan. Kita ingin dijauhkan dari hidup yang berat. Tetapi Nabi Musa “digodok” 40 tahun sehingga ia tidak mencaci maki Tuhan saat membawa keluar orang Israel dari Mesir walaupun ia tidak bisa masuk ke tanah perjanjian. Hal itu karena Tuhan sudah membentuknya. Kita pun bisa memperoleh hati yang bijaksana seperti yang tertulis pada Mat 7:24-27. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.  Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.  Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." Orang yang punya hati bijaksana adalah orang yang mendengarkan dan menjalankan firman Tuhan. Orang yang bodoh mendengar tapi tidak melakukan. Mendengar firman Tuhan baik di gereja, KKR, radio, televisi ataupun media social lainnya. Bedanya terletak pada “melakukannya atau tidak”. Bagaimana dengan kita di tahun 2015 sebagai pribadi yang harus bertanggung jawab pada Tuhan? Apakah kita sudah melakukan pekerjaan dan pelayanan dengan baik sebagai majelis , siswa atau apa pun. Biarlah kita selalu minta diajar Tuhan dan firmanNya, menghitung hati yang bijaksana dan melakukan firman Tuhan. Jangan hidup disia-siakan. Tetiti dan hati-hati dalam menjalani hidup ini supaya tidak menyesal.
Kesaksian Pdt. Paulus Daun yang menceritakan kisah dari salah satu anggota jemaatnya. Beberapa kali ia meminta jemaat tersebut untuk melayani, tetapi selalu ditampik dengan berbagai alasan. Setelah lewat bertahun-tahun, ia pun terkena penyakit parah dan hampir stroke. Setelah itu ia baru berkata, “Sekarang saya ingin melayani”. Pendeta Paulus berkata, “Kamu tidak bisa berbicara dan berjalan dengan baik. Kesehatan, penglihatan dan pendengaran sudah menurun. Lalu sekarang masih melakukan apa? Sekarang engkau mau pelayanan apa?” Akhirnya Pdt. Paulus berkata, “Pulanglah, kau bisa pelayanan.” Pdt. Paulus berharap orang ini bersyukur diberi kesempatan melayani dengan doa. Jangan ada orang yang meremehkan pelayanan ini dan berkata kurang keren dan tidak terlihat (kalau berdoa di belakang layar tidak ada yang memujinya).

                

No comments:

Post a Comment