Tuesday, October 8, 2019

Teladan Kristus Sang Penderita





Pdt. Jimmy Lucas

1 Petrus 4:1-6
1  Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian,  —  karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa  — ,
2  supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.
3  Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.
4 Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu.
5  Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
6  Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.

Kecanduan Dosa

              Pernah lihat orang sakaw yaitu orang yang kecanduan tetapi bertahan untuk tidak kambuh (relapse)? Saat kecanduan , dia mencoba bertahan maka biasanya dia akan menunjukkan gejala fisik yang mengenaskan. Kita tahu sakaw dari mana? Mudah. Sekarang sakaw bermacam-mcam. Ada yang pakai narkoba, bertahan jadi sakaw. Ada yang mabok , bertahan tidak minum lagi lalu mengalami sakaw. Ada juga main main game, tidak dikasih main game menjadi sakaw. Kalau melihat orang sakaw, orang yang kecanduan lalu kumat kasihan. Bisa menjerit-jerit tunggang-langgang , lintang-pukang, marah dll. Orang-orang sakaw berusaha tidak relapse dalam usaha mereka agar tidak kecanduan. Sebenarnya secara rohani, kita juga adalah orang-orang yang seringkali sakaw. Kita sakaw untuk apa? Kita sakaw karena dosa! Kita kecanduan dosa, dan kita ingin memuaskan kecanduan tersebut. Kita menderita karena berusaha bertahan dari dosa. Kita menderita karena kita tahan sakaw. Ini yang seharusnya menjadi spiritualitas kita (tahan sakaw).
              Di dalam 1 Petrus 4:6, kita harus memahami bahwa pertama-tama Rasul Petrus tidak mengatakan bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh dengan cara menyiksa diri. Pada ayat ke-6 dikatakan Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.  Kalimat ini bisa ditafsirkan secara paling baik untuk menunjuk ke orang yang mendengar Injil saat mereka masih hidup tetapi mereka sudah mati. Kalimat ini dpakai oleh seorang hamba Tuhan di Indonesia untuk membenarkan penginjilan pada orang mati. Ia berdoa dan roh nya turun ke dunia orang mati dan menginjili orang mati. Ditafsirkan hurufiah sepertinya benar, tetapi kalau diperhatikan keseluruhan konteksnya dan keseluruhan ajaran Alkitab, ayat ini secara paling baik ditafsirkan sebagai upaya memberitakan Injil kepada orang yang kemudian mati. Mereka mendengar berita Injil dan mereka menjadi percaya sekalipun mereka sudah wafat. Itu sudah sebabnya mereka dihakimi secara badani. Mereka kini bisa hidup bagi Allah. Ayat ini kalau disadur kurang lebih Injil diberitakan ke orang percaya lalu wafat agar punya hidup kekal bersama dengan Allah. Dengan kata lain Rasul Petrus ingin menekankan keselamatan murni karena iman bukan karena perbuatan.
              Alam Lang dalam laporannya  kepada National Academy of  Science yang berjudul Substance Abuse and Habitual Behavior mengatakan karakterisitik orang kecanduan adalah tingkah laku yang meletup-letup, kesulitan untuk menunda kesenangan, mencari sensasi, kepribadian anti sosial ,nilai-nilai anti kompromi untuk kesenanganannya sendiri, perasaan terasingkan, tingkah laku yang tidak sesuai norma, mudah tertekan, tidak menghargai tujuan-tujuan yang secara umum dihargai oleh masyarakat. Ini ciri orang yang sudah kecanduan. Tingkat lakunya meletup-letup. Kalau tidak dapat yang dia mau, kalau sakaw nya kumat maka ia akan meledak-ledak. Kesulitan menunda kesenangan. Orang yang kecanduan, tidak ada kata tunggu, sabar, nanti ye, tahan dulu, tetapi “Gua mau sekarang”. Mencari sensasi, segini fly, tambah dosis agar tambah fly dan seterusnya. Nonton bokep, cara yang begini itu biasa saja, tambah lagi yang lebih ekstrim. Itu orang kecanduan. Kepribadiannya anti sosial. Kalau sedang pakai (ngobat), nonton bokep, kunci pintu tidak mau bicara. Kalau main game tidak mau kenal siapapun, diajak keluar tidak bisa. Coba perhatikan anak-anak yang mengatakan, “hanya game doang”. Tunggu dulu kalau sudah menunjukkan gejala tertentu berarti sudah kecanduan. Kalau di Tiongkok anak seperti itu dimasukkan ke panti rehabitalisasi. Maka saya tidak pernah menganggap anak-anak sebagai anak-anak kalau sedang kecanduan. Anak yang kecanduan main game sama seperti kecanduan nonton bokep atau pakai narkoba (kalau kenapa-kenapa tanggung sendiri). Nilai-nilai  anti kompromi untuk kesenangan sendiri. Kalau untuk kesenangan sendiri menjadi anti kompromi, demikian juga untuk yang hal-hal yang bertentangan dengan kesenangan sendiri (juga anti kompromi). Untuk kesenangan sendiri , bisa kompromi. Punya perasaan terasingkan : merasa sendiri , tidak punya teman, merasa punya hak untuk lari ke dunia maya  (khayalan).Tingkah laku yang tidak sesuai norma : lihat kelakukan orang-orang yang sudah kecanduan game, pakai obat, nonton bokep,  tidak bisa diterima norma secara umum. Itu sebabnya mereka tidak menghargai tujuan-tujuan yang secara umum dihargai masyarakat. Sukses itu apa? Tidak pusing. Family value apa? Tidak pusing. Selama masih bisa dapat, tidak sakaw, maka gua jalan. Orang nya jadi mudah bertengkar. Kita sepeti itu tidak?  Yang sedang dibicarakan adalah contoh ekstrim : judi, narkoba, rokok, main game adalah contoh ekstrim, tetapi kita harus mengerti bahwa dosa mempunyai efek yang mencandu. Dosa adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari (on regular basis). Begitu sudah menjadi bagian dari hidup maka kita sulit melepaskan diri dari dosa itu.

Kebiasaan Membuat Kecanduan

Siapa yang datang ke gereja pakai sepatu pakai kaki kanan dulu? Ada yang sadar?  Karena itu yang selalu dilakukan. Begitu refleksnya hingga kita tidak berpikir bahwa kita memasukkan sepatu kaki kanan dulu. Itu yang namanya kekuatan kebiasaaan. Begitu terbiasa, hingga kita tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukannya. Berapa lama membentuk kebiasaan seseorang? 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru dalam hidupmu. Berapa lama membentuk gaya hidup baru? 90 hari! Kebiasaan baru dibentuk dalam 21 hari dan mempertahankan kebiasaan baru selama 90 hari, itu menjadi gaya hidupmu. Kalau sudah menjadi gaya hidupmu , itu bagian dari nilai-nilaimu dan kau hidup dengan itu. Itu kalau baik. Contoh : bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu membersihkan tempat tidurku. 90 hari begitu maka seumur hidup semoga begitu. Tetapi kalau lagu berubah, bangun tidur kuterus mandi, aku lupa menggosok gigi. Bangun pagi kutidur lagi, makan-tidur itu kerjaku selama 90 hari. Mau berubah lagi akan sulit.
Siapa yang masih ingat waktu mati lampu (black-out) di Jakarta? Pada ngoceh karena tidak ada internet. Kalau kita yang tua-tua, ada atau tidak internet tidak apa-apa, hanya seram karena tidak ada lampu. Kalau jalan, laki kita bisa terantuk. Sebagai laki-laki kita pikirkan keamanan. Ketika black out, jam siang masih okay, tetapi waktu malam resah. Gelap semua tidak bisa apa-apa, tetapi berapa lama? Mata kita tidak butuh lebih dari 5 menit untuk menyesuaikan yang gelap. Masih gelap tapi sudah bisa melihat. Bukan karena situasi lebih terang tetapi karena mata kita sudah terbiasa. Itu kekuatan dosa. Kita terbiasa melakukan dosa 21 hari, 1 dosa yang sama dan kemudian menjadi lifestyle karena dilakukan selama 90 hari . Masih ada hati nurani tetapi kita melakukan dalam seluruh hidup kita. Maka hati nurani kita terbiasa dengan dosa dan hati nurani kita mati untuk dosa itu.
Kalau sudah diselamatkan dan dilahirkan kembali, maka Allah melahirkan barukan kita , Allah memberikan kepada kita hati baru sehingga ada hati nurani yang baru di dalam hati kita. Yang tadinya tidak peka terhadap dosa mulai peka lagi terhadap dosa. Yang tadinya tidak ingin menyenangkan hati Allah mulai berpikir bagaimana menyenangkan hati Allah. Yang tadinya begitu suka akan dosa, mulai membenci dosa. Itu hati nurani yang baru. Masalahnya : kita sudah terbiasa hidup di dalam dosa sehingga daging ini tetap sakaw mencari dosa.
              Suatu kali ada seorang biarawan pergi ke pasar. Ia melihat ada orang jualan burung. Kaki burungnya diikat dengan tali lalu talinya ke sebuah tiang kecil. Burung itu berjalan berputar-putar di sekeliiling tiang itu. Biksu ini merasa kasihan. Dia bertanya,”Mengapa tega begitu? Ini kan mahluk Tuhan juga”. Dijawab,”Untuk mencari makan”. “Lepaskan!” “Tidak bisa, karena untuk cari makan” Akhirnya biksu itu mengumpulkan dana dan beli burung tersebut serta melepaskannya. Begitu dilepaskan, burung itu tetap berjalan berkeliling tiang kayu. Itu faktor kebiasaan.

Penderitaan Badani Karena Berhenti Berbuat Dosa

              Hari ini saya tidak berkhotbah tentang “penderitaanmu  menyelamatkanmu dan mati masuk sorga”. Bukan itu isu-nya. Yang Rasul Petrus bicarakan di sini adalah sebagai orang percaya , kita dipanggil untuk hidup di dalam kekudusan. Hal ini tidak mudah karena sebelumnya kita telah hidup mengikuti hawa nafsu kita. Rasul Petrus mengatakan kita telah hidup di dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta-pora, perjamuan minum, pesta-pora yang terlarang. Ini gaya hidup kita dahulu. Mungkin kita tidak mabuk-mabukan tetapi tentunya kita hidup di dalam dosa. Rasul Petrus dengan jelas menandaskan bahwa kita hidup di tengah-tengah  masyarakat berdosa dan di tengah-tengah konteks dunia yang penuh dengan dosa. Kita hidup di tengah masyarakat yang hidup dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama. Sulit bagi kita untuk tidak sakaw, untuk benar-benar tahan sakaw, mengalami penderitaan badani sehingga kita bisa hidup di dalam kekudusan. Untuk bisa hidup kudus kita harus belajar dari Krsitsus. Jadi karena Kristus telah mengalami penderitaan badani, maka kamu pun harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang demikian. Karena barang siapa telah menderita dengan penderitaan badani ia telah berhenti berbuat dosa. Supaya waktu yang sisa jangan dipergunakan menurut keingian manusia, tetapi menurut kehendak Allah. Kita terbiasa hidup di dalam dosa, lalu kita hidup dalam konteks orang berdosa, lalu Tuhan menyelamatkan kita. Setelah Tuhan menyelamatkan kita, kita dilahirkan kembali, Setelah dilahirkan kembali kita tidak langsung masuk surga tetapi kita tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat berdosa, dengan tubuh yang terbiasa berbuat dosa. Allah ingin kita hidup dengan kekudusan, maka mau tidak mau, suka tidak suka kita harus belajar untuk mengalami penderitaan badani. Karena dengan mengalami penderitaan badani ini, kita hidup di dalam kekudusan.
              Kata penderitaan berasal dari bahasa Yunani “pasco pato pento” Artinya mengalami sensasi (impresi) yang menyakitkan, merasakan gelora penderitaan yang menyakiti hati. Kalimat ini agak membingungkan. Dalam buku Mahabrata dikisahkan Pandawa masuk ke dalam kawah Candradimuka. Pernah melihat orang menempa besi menjadi tapal atau pedang? Kurang-lebih ini pengertiannya seperti itu. Para Pandawa masuk ke dalam kawah Candradimuka digodok, dididik, diolah dari manusia biasa keluar menjadi sakti mandraguna. Sama seperti besi biasa dilebur, dipanaskan, dicairkan, dibuat lentur, dipukul sehingga kemudian muncul menjadi pedang yang tajam. Ini yang dimaksud dengan “Pasco, pato, pento, mengalami gelora penderitaan yang menyakiti hati. Rasul Petrus ingin agar kita mengalami penderitaan semacam ini, penderitaan yang muncul karena kita ingin menguasai hati kita sedemikian rupa. Dengan menguasai hati sedemikian rupa, kita bisa menguasai tubuh kita. Kita harus tahan sakaw-nya.

Perlu Latihan untuk Menguasai Diri

              Rasul Paulus mengajarkan dan mengatakan hal yang sama, “menyiksa diri tidak bisa melepaskan kita dari dosa”. Ini yang harus dipahami. Menyiksa diri tidak bisa melepaskan orang dari dosa, menyiksa diri tidak membuat orang mati masuk sorga. Kolose 2:23  Peraturan-peraturan ini (=peraturan agamawi), walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi. Terjemahan King James Version, tidak ada gunanya selain memuaskan hawa nafsu birahi. Ini kontradiksi, semakin kita hidup dalam peraturan agamawi , semakin hidup menyiksa diri malah semakin melanggengkan hawa nafsu birahi. Sehingga orang yang kelihatan beragama , pakai jubah panjang ternyata istrinya bisa 3-4 orang. Jadi menyiksa diri tidak membuat orang mati masuk surga. Namun demikian, Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa orang Kristen boleh hidup seenaknya. Ia mengingatkan dalam Galatia 5:13  Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Menyiksa diri tidak menyelamatkan kita. Menyiksa diri bahkan berpotensi untuk melanggengkan birahi. Tetapi bukan berarti orang Kristen kalau sudah diselamatkan boleh hidup semau sendiri, kita sudah dimerdekakan tetapi tidak boleh menyalahgunakan kondisi merdeka itu. Rasul Paulus kemudian berkata di dalam 1 Kor 9:26-27 Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. Kata “melatih” berasal dari bahasa Yunai Gupo piaso yang berarti secara hurufiah melatih tubuh  adalah to build up my body blue and black. Artinya saya berlatih begitu keras.
Orang yang suka berlatih bela diri (apalagi dari aliran lo ban teng) ada yang namanya ngokik (artinya bentur tangan, bentur kaki dengan tangan orang lain atau dengan tembok / pohon , bertemu apa saja bentur. Itu Namanya beat up my body blue and black. Itu disiplinnya mereka. Rasul Paulus mengatakan,”Aku melatih tubuhku” (aku memukul tubuhku), tujuannya  supaya aku bisa menguasainya seluruhnya. Kata menguasai berasal dari kata dulagogeo yang artinya to inslave untuk memperbudak. Rasul Paulus mendisiplin tubuhnya sendiri dan keinginannya agar ia bisa menguasai tubuhnya seutuhnya. Ia yang kendalikan tubuhnya bukan tubuhnya mengendalikan dirinya. Tujuannya bukan utnuk diselamatkan (karena sudah diselamatkan), tetapi agar hidup kita selaras Injil dan memuliakan nama Tuhan. Itu sebabnya Tuhan Yesus menuntut murid-muridNya. Di dalam Lukas 9:23  Tuhan Yesus kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Menyangkal diri dan memikul salib berarti tahan untuk sakaw adalah tuntutan Guru jika kita ingin mengikutiNya, tanpa tahan sakaw, kita tidak layak jadi murid Tuhan Yesus.

Cara mengatasi penderitaan dan tidak sakaw lagi

              Suatu kali saya nonton film tentang kerajaan. Diceritakan rajanya pezina. Dia terus menerus dikontrol oleh seorang imam Katolik. Setiap kali  mau berzina dengan pembantunya, imam Katolik nya muncul sehingga tidak jadi. Imam Katolik berkata,’Engkau raja yang dipilih oleh Tuhan sehingga tidak boleh hidup dalam dosa.” Suatu kali raja berkata, “Saya dikutuk melakukan apa yang harus saya lakukan dan tidak melakukan apa yang saya ingin lakukan”Yang ingin dia lakukan berzina, apa yang harus dia lakukan : tidak berzina.
Kita mungkin bergumul dengan cara yang sama. Kita ingin terus hidup dalam dosa, tetapi kita tahu bahwa kita tidak boleh hidup dalam dosa tetapi kita harus hidup dalam kekudusan. Yang menarik waktu Sang Raja berkata,”Aku dikutuk untuk hidup menurut apa yang harus aku lakukan” sambil menangis. Dia menangisi dan ia tidak bisa hidup dalam dosa. Kita harusnya menangis kalau masih hidup dalam dosa. Biarlah hati kita menderita karena kita belum hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Mari kita bersukacita karena kita hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Ini butuh penderitaan, tetapi ini yang dilakukan Yesus. Dia menataati Allah , taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Ia menanggung itu semua, menderita untuk berperang melawan dosa. Ini yang harus diteladani, dilakukan. Pertanyaannya : bagaimana supaya kita tidak sakaw,  bagaimana kita  mengatasi penderitaan ini?. Kita akan mengatasi penderitaan badani ini dan dengan rela hati menjalani penderitaan badani ini, kalau kita punya kasih untuk Allah. Kasihilah Tuhan Allah dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu dan akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Ketika kita memiliki kasih , maka kasih akan mendorong kita melakukan hal-hal yang sulit dilakukan.
              Waktu saya tinggal di perumahan Daan Mogat Baru. Sebelum berbentuk apartemen , ada lapangan. Dulu ada sirkus lokal yang membuka tenda di sana. Sebelum buka tenda, gajah ditaruh duluan. Anak kecil dan saya heboh melihat gajah. Begitu melihat gajah, saya menggendong anak saya yang masih kecil,Joan. Waktu melihat dan mendekati gajah , saya terkejut karena gajah sebesar itu hanya diikat dengan tali rapiah. Saya langsung memanggil pelatihnya. “Bos, di sini banyak anak kecil. Kalau talinya lepas, apakah anak-anak tidak terinjak?” Pelatihnya menjawab,”Bos tenang saja. Gajah-nya sudah dilatih.” Ceritanya, waktu kecil, gajah diikat dengan rantai kapal yang besar (seperti rantai kapal). Gajah kecil memberontak dan berusaha lepaskan  tapi percuma karena rantainya besar. Begitu besar, rantainya tambah kecil, tapi tetap rantai besi. Begitu semakin besar gajahnya, rantainya semakin kecil. Gajah terus berontak hingga lelah. Begitu lelah  , ia belajar membiasakan hidup dengan rantai. Rantainya tambah lama tambah kecil , tidak lama kemudian diganti dengan tali tambang dari sabut kelapa. Lalu diganti dengan tali plastik. Tidak akan lari karena sudah terbiasa. Ia biasa sehingga tidak lari. Dosa seperti itu mengikatnya. Dosa mengikat kita dengan kebiasaan walau hati sudah diperbarui tetapi tubuh sudah terbiasa. Sama seperti kita biasa pakai sepatu kaki kanan dulu dengan reflek. Kalau pakai sepatu dengan kaki kiri dulu rasanya aneh padahal tidak dosa. Terbiasa setipa kali Piala Dunia nonton sampai pagi padahal besok mau ke gereja. Tapi begitu percaya Tuhan Yesus dan hidup baru, maka merasa dosa kalau tidak pergi ke gereja walau ada Piala Dunia. Jadi bertekad untuk ke gereja. Tidak apa-apa setelah tidak nonton Piala Dunia. Tetapi ada orang-orang nonton Piala Dunia di rumah kita, jadi ikut nonton juga. Itu kebiasaan bertahun-tahun. Ini yang Rasul Petrus maksudnya dalam konteks hidup kita, membuat kita terbiasa dalam dosa. Di satu sisi tubuh kita terbiasa dengan dosa, di sisi lain konteksnya mendorong kita hidup dalam dosa. Sehingga kita belajar seperti Rasul Paulus beat up my body blue and black. Melatih diri sedemikian rupa sehingga kita punya otoritas atas tubuh kita. Hati kita menderita. Ingin yang itu tapi harusnya begini.
              Suatu kali Togar pulang dari main basket, lalu taruh bola basketnya dan menggeletak sembarangan. Mamanya teriak, “Togar kamu hanya main basket saja. Kau lupa tidak ada telor dan bawang, kau mau makan apa besok pagi. Antarkan mama untuk beli telor dan bawang”. “Aduh ma, capai. Mama pergi saja sendiri”. “Engkau anak kurang ajar” mamanya kesal. Tak lama telepon berbunyi, Shinta pacarnya telpon. Togar mendengar pacarnya telpon, langsung loncat dan angkat telpon, “Ada apa babe?”. “Bang masih di Cengkareng ? Cape?” “Iya di Cengkareng. Cape”. “Bang, aku ada di Rawamangun kemalaman karena lamar pekerjaan. Tidak ada lagi yang antar, nanti aku diculik, bagaimana bang.?” Togar pun meminta pacarnya diam dan langsung jemput. Mamanya langsung tahu di mana hati Togar. Kalau kita punya hati sebesar itu untuk Tuhan, kita memang akan bergumul melawan dosa. Kita mungkin akan sakaw tetapi kita akan bertahan karena kita tahu kita mencintai Tuhan.

1.     Kita akan bertahan karena kita mencintai Allah.
         4 minggu istri saya sakit. Selama ini saya jadi papa dan mama juga, mencari nafkah, masak, cuci, strika, nyapu, ngepel. Semua pekerjaan ibu rumah tangga saya kerjakan. Selama sebulan saya kerjakan. Bangga? Tidak karena menderita. Istri saya bertanya “Capai tidak? “ Saya jawab tidak padahal setelah itu memijat badan sendiri, tapi dijalani terus. Saya lakukan itu untuk anak-istri saya. I love them. Kasih sayang seperti itu membuat kita melampaui semua yang sulit dilakukan.

2.   Miliki tujuan yang lebih tinggi dan berharga dari hidup itu sendiri.
Saat ditanya ibu,”Anak saya hobinya main game , bagaimana menghilangkannya?” Saya jawab,”Ambil saja gamenya”. Sang ibu keberatan,”Kalau sakaw bagaimana?” Saya bertanya lagi,”Anak Ibu punya tujuan tidak?” Coba dicek, (anak) lelaki yang obrolannya tentang cewe dan tiap hari uber cewe, tidak ada hari lain kecuali main game , tanya  kepada mereka : apa tujuan hidupnya? Pasti tidak punya tujuan hidupnya. Orang yang tidak punya tujuan hidup yang tinggi, hanya akan mengarahkan hidupnya pada hal-hal yang lebih rendah. Saya tidak berkata, cewe lebih rendah. Hanya kalau di usia saya tahu : cinta tidak bisa untuk beli susu di Indomaret. Mencintai harus diiringi dengan tanggung jawab yang besar dan benar. Seorang laki-laki yang lebih dahulu mencintai tanpa memikirkan kemampuan bertanggung jawab, jelas dia tidak punya tujuan hidupnya dan belum pantas disebut laki-laki. Jadi milikilah tujuan! Anak muda cari tujuan hidupmu! Orang dewasa cari makna dalam hidupmu!  Bukan hanya mengejar kekayaan, tetapi apa makna hidupmu? Apa yang telah ditinggalkan untuk masyarakat. Image apa yang orang akan ingat tentang diri kita. Kita harus mengarahkan diri kita ke tujuan yang lebih tinggi, lebih besar daria hidup kita sehingga kita rela mengorbankan diri demi tujuan itu. Kalau tidak, maka seluruh hidupmu akan ambyar. Kau akan seperti orang yang pakai celana kedodoran tapi tidak pernah memakai ikat pinggang. Ambyar semua hidupmu. Tujuan mengikat semua yang kedodoran menjadi focus ke satu titik.

3.     Bersedia bayar harga.
Untuk setiap tujuan yang besar, di mana cinta kita tertanam di dalamnya bersedia bayar harga. Kalau orang sudah tahu tujuan hidupnya, dia akan kejar dan arahkan hidupnya ke sana. Dia akan mati-matian mengejarnya. Dia tidak punya waktu lagi untuk nonton bokep, merokok, mabuk. Bapak-bapak senasib dengan saya. Dulu waktu remaja hobi nonton film, TV. Anak remaja sekarang tahu Johny Depp kalau dulu 21 Jump street. Kalau ada acara itu tidak ketinggalan nontonnya. Sekarang, boro-boro buka TV, bisa duduk depan TV sudah bersyukur karena tidak ada waktu. Pikiran begitu penuh, yang dikerjakan begitu banyak. Bahkan ketika duduk ngopi pikiran masih berpikir ke sana. “Aduh Pak Jimmy kerjakan itu, remah-remah saja. Tidak ada uangnya” “Betul tidak ada uangnya apa yang saya kerjakan. Tetapi sory, kamu melihat apa yang saya kerjakan tetapi saya melihatnya 10 tahun ke depan menjadi apa itu.” Buat anda pekerjaan saya remeh. Anak saya ditanya gurunya, “Joshua , apa pekerjaan bapakmu?” Dia menjawab,”Karate teacher”. “Joshua kamu jangan seperti itu tetapi pendeta!” “Malu papa!” jawab Joshua. Kemarin ada acara bazar. Guru-gurunya menyanyai,”Madu di tangan kananmu. Ayo guru ajak orang tua siswa untuk dansa sama-sama”. Guru -guru pun mengajak orang tua untuk menari, tidak ada yang mengajak karena saya karate teacher. What’s papa doing? He is a coach. He is a pastor. Itu berbeda. Itu yang dia lihat, tetapi itu yang bukan saya lihat. Saya melihat pelayanan yang bersifat holistik, saya melihat sebuah tempat, sebuah fasilitas, sebuah hasil. Saya melihat dalam 5 tahun apa yang saya kerjakan, maka hasilnya seperti ini. Kalau saya berhasil melakukan dalam 5 tahun, maka dalam 10 tahun ini akan terjadi dengan anak muda di Indonesia, orang-orang yang bersentuhan dengan saya. Ini yang terjadi dengan mereka. Untuk pekerjaan ‘remeh’ seperti itu dengan tujuan besar yang saya tekankan, saya tidak waktu nonton TV . Bayarlah harganya! Tetapkan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya, arahkanlah seluruh hidupmu untuk bayar harga tujuan itu. Karena ketika kita punya kasih dan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya maka kita tidak punya waktu  untuk sakaw lagi di dalam dosa.



No comments:

Post a Comment