Pdt. Jimmy Lucas
Ibrani 6:9-20
9 Tetapi, hai
saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu,
kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung
keselamatan.
10 Sebab Allah
bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu
tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang
masih kamu lakukan sampai sekarang.
12 agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi
menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian
dalam apa yang dijanjikan Allah.
13 Sebab ketika
Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri,
karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya,
14 kata-Nya:
"Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat
engkau sangat banyak."
15 Abraham
menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan
kepadanya.
16 Sebab
manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu
pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
17 Karena itu,
untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian
putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
18 supaya oleh
dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin
berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk
menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
19 Pengharapan
itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai
ke belakang tabir,
20 di mana
Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan
Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
Pendahuluan
Setiap kali memasuki tahun baru biasanya
kita melakukan refleksi atas apa yang telah dilalui pada tahun sebelumnya. Seperti
saya juga melakukannya dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri dan juga
kepada orang lain. Hampir seminggu yang lalu saya bertemu dengan seorang adik
seperguruan dan saya menanyakan keadaannya. Kondisi kesehatannya baik namun bisnis
kosmetik-nya sedang sepi. Saya merasa heran
karena sampai saat ini bukankah perempuan masih perlu berhias tetapi mengapa
bisnis kosmetik-nya sepi? Saya pulang ke
rumah dan selama beberapa hari kami sekeluarga berbincang-bincang mengenai
banyak hal dan tidak jauh dari bencana yang sedang menimpa Indonesia akhir-akhir
ini seperti gempa dan tsunami. Apa yang dialami ini bukanlah cara yang baik
untuk mengakhiri tahun 2018. Namun tsunami yang melanda Selat Sunda (Banten-Lampung)
pada tanggal 22 Desember 2018 lalu terlalu besar untuk diabaikan. Belum lagi
kemudian ada berita tentang gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami seperti di
Filipina yang baru saja dilanda gempa 6,5 Skala Richter dan berpotensi
menimbulkan tsunami. Indonesia memang berada di lempeng yang rawan terkena (berada
dalam ancaman) gempa dan tsunami.
Pagi ini saya mendapat pesan
singkat dari istri teman baik saya yang minta didoakan karena mama dari
suaminya meninggal dunia. Menjelang Natal kemarin, mereka mengajak saya makan
siang. Saat itu mereka memberitahu bahwa Sang Suami sedang mengalami perawatan karena
sakit diabet dan mengalami struk mata kemudian di bola matanya ada darahnya.
Warna matanya menjadi merah karena ada darah. Untuk menangani penyakitnya, biaya
yang telah dikeluarkan cukup besar dan bersyukur sebagian ditanggung asuransi.
Kami saling berbagi pengalamanan dan berharap ia dapat melewati tahun 2018 ini.
Namun ternyata suami teman saya itu harus menerima kenyataan bahwa mama yang
dicintainya meninggal dunia.
Bisakah kita memasuki tahun 2019 dengan
optimis? Dengan terjadinya bencana dan mungkin kesulitan ekonomi di penghujung
tahun 2018 apakah bisa kita memasuki tahun 2019 dengan optimis? Iya! Apapun
yang terjadi di 2018 kita tetap bisa optimis memasuki tahun 2019 selama dan
karena kita punya pengharapan. Jika
kita punya pengharapan, semuram apapun tahun 2018 diakhiri kita bisa memasuki
tahun 2019 dengan optimis.
3 alasan untuk memiliki harapan
1. Kita punya
Allah yang adil.
Adil bukan berarti sama rata
dan sama rasa. Sama rasa dan sama rata bisa saja tidak adil. Kalau seseorang bekerja
4 jam dengan bayaran Rp 10.000/jam maka ia akan mendapat Rp 40.000 sedangkan
orang lain yang bekerja 8 jam dengan tarif upah yang sama seharusnya mendapat
Rp 80.000. Tapi demi sama rata dan sama rasa, dia hanya dibayar Rp 40.000 dan
hal ini buat dia ini tidak adil. Jadi
sama rata dan sama rasa bisa saja tidak adil. Adil artinya kita mendapat
sesuatu sebagaimana seharusnya. Di dalam keadilan, Allah memberikan kepada kita
apa yang seharusnya kita dapatkan . Penulis kitab Ibrani menulis dalam Ibrani 6:10 Sebab Allah bukan tidak adil,
sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap
nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan
sampai sekarang. Jadi jelas dalam
keadilannya, Allah mengingat apa yang kita lakukan bagi orang lain di dalam
pekerjaan Allah. Allah akan memberkati kita sesuai dengan apa yang kita lakukan dan tabur
di dalam pekerjaanNya. Maka kita harus hati-hati dengan apa yang kita tabur dan
kita harus bersemangat dalam menabur. Ibrani 6:11-12 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing
menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik
yang pasti, sampai pada akhirnya, agar
kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh
iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah. Jadi kalau
ingin mendapat berkat dalam hidup kita dan melihat bagaimana Allah memberkati
kita dengan adil maka kita harus melakukan bagian kita. Kita harus menabur! Dalam
proses menabur itu, kita harus melakukannya dengan kesungguhan. Kita harus
betul-betul memastikan agar tangan kita jangan menjadi lamban dan kita harus bersabar
dalam apa pun yang kita lakukan. Kalau hal ini sudah kita lakukan, maka Tuhan
akan memberkati kita. Karena itu yang menjadi tuntutan keadilanNya.
Suatu kali saya diajak makan bakso di Pontianak. Dia
antusias sekali mengajak saya makan bakso ikan. Padahal teman saya itu tahu
bahwa saya bukan penggemar bakso ikan. Tapi teman saya berkata, “Ini bakso ikan
enak lho. Kamu tidak akan menyesal!” Masalahnya, saya tidak suka makan bakso
ikan karena baunya amis. Tetapi ia terus berkata, “Bakso ikan ini enak”. Dia
berulang kali mengungkapkan betapa enaknya bakso ikan tersebut. Akhirnya saya
putuskan untuk makan bakso ikan. “Ini spesial Jim. Kamu kan orangnya
motivasional. Kalau makan di sini kamu akan termotivasi. Sudah lama pedagangnya
menjual di Pontianak sini. Baksonya enak. Ia yang paling sukses di sini. Ia
bisa bertahan begitu lama. Sudah 15 tahun ia berjualan bakso!” imbuhnya lagi. Karena
perkataannya tersebut, saya jadi tertarik ingin tahu. Begitu sampai, saya
melihat bakso pinggir jalan di sebuah gerobak yang sederhana. Setelah makan, saya
merasa baksonya biasa saja, tidak ada yang spesial. Tetapi teman saya berkata,”Dia
sudah berjualan selama 15 tahun. Dulu tidak pakai gerobak, dagangnya dipanggul.”
Jadi kemajuannya sekarang pedagangnya sudah pakai gerobak. Buat saya, ada
perbedaan antara setia dan tidak bisa maju. Terkadang ada yang berkata bahwa ia
setia melakukan pekerjaan kecil tapi ternyata kecil terus. Saya melihat tukang
bakso ikan ini telah berdagang selama 15 tahun, seharusnya kalau baksonya begitu
terkenal, maka tempat jualannya sudah berubah. Contoh : Bakso Jawir yang
awalnya bermula dari gerobak. Lalu pemiliknya berani mengambil stand di pinggir mal kemudian masuk ke
mal. Bahkan di salah satu perumahan owner
bakso Jawir ini mengambil ruangan penthouse
secara cash and carry. Menurut saya
ini baru namanya maju. Jadi kalau tidak maju-maju pasti ada sesuatu yang salah
dalam mengelola bisnis.
Seringkali kita menyalahkan faktor ‘X’ (eksternal) atau
orang lain ketika tidak mendapatkan apa yang kita mau. Kita jarang sekali
mengevaluasi diri , melihat apakah kita
sudah melakukan fit and proper test ,
melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk memastikan hidup kita
melangkah jauh ke depan? Saya paling tidak suka dengan orang yang suka menyalahkan
orang lain. Saya tidak ingin berada dekat-dekat dengannya. Buat saya orang
seperti itu adalah racun. Selama ia menyalahkan orang lain maka ia tidak akan melihat
kekurangan dirinya, selama itu juga ia tidak pernah maju dalam melangkah dan
memperbaiki hidup maka selama itu juga ia akan menebarkan ‘racun’ di dalam hubungannya
dengan orang lain. Kalau mau maju dan hidup lebih baik pada tahun 2019 maka
berhenti menyalahkan factor ‘X’ , eksternal, menyalahkan orang lain dan
keadaan. Belajarlah bertanggung jawab atas diri sendiri. Pastikan diri kita
telah melakukan apa yang harus kita lakukan! Misal : sebagai seorang pedagang lakukan
evaluasi apakah sudah memberikan produk , menjual jasa dan menyediakan layanan
yang baik? Kalau bekerja sebagai seorang karyawan bertanyalah apakah telah melakukan
tugas sesuai sistem (SOP) yang dituntut? Atau sebagai seorang hamba Tuhan apakah
sudah melakukan tugas sebagai seorang rohaniawan dengan baik? Apapun yang dilakukan,
sudahkah kita melakukan semua sebagaimana seharusnya? Apakah kita menabur
dengan tepat, bertahan, bersabar, mengucap syukur dan melakukan apa yang Tuhan
mau kita lakukan? Bila itu sudah kita lakukan , dan pada tahun 2018 kita tidak menyimpang
kemana-mana maka percayalah Allah sedang memberikan sesuatu yang jauh lebih
baik! Tapi itu kasus khusus. Kalau kita sudah melakukan semua sebagaimana
seharusnya kita mendapat yang lebih baik, mari kita melihat ke belakang dan
tidak usah melihat faktor-faktor di luar. Mari kita melihat diri sendiri terlebih
dahulu, apa yang harus kita ubah, kerjakan, kembangkan dan perbaiki? Baru
kemudian kita mengambil keputusan untuk masuk tahun 2019 dengan melakukan
perbaikan-perbaikan.
Anak saya berkata,”Papa, tahun ini adalah tahun
terakhir Joan bermain handphone. Joan
janji mulai tahun 2019 tidak main handphone
lagi!’ Saya berkata,”Joan, jangan berjanji seperti itu, tetapi berjanjilah seperti:
Joan ingin menjadi anak yang berprestasi di sekolah.” Format kalimat ini lebih
positif. Kalau sekarang dapat ranking nomor 5 maka capailah peringkat
pertama.” Mengapa? Kalau berkata, “saya tidak mau ini-itu” tapi itu yang akan dia
kerjakan. Tetapi kalau dia berkata,”Saya bertekad mau melakukan hal ini atau
itu “, itu adalah target dan itu yang akan dia kejar. Itu didasarkan pada sebuah pemahaman di tahun ini, saya tidak
mampu mengejarnya karena saya melakukan kesalahan. Sekarang saya tidak mau
melakukan kesalahan ini di satu sisi dan sekarang saya mau mengejar target itu
sekarang. Kembangkan diri! Kejar apa yang harus dikejar. Lakukan apa yang
seharusnya kita lakukan. Allah adalah adil dan Ia akan memberkati hidup kita.
2. Allah sudah
berjanji.
Apa pun yang membuat Abraham tetap berharap mendapat
anak meskipun istrinya sudah tua dan tidak mungkin punya anak lagi? Karena yang
memberikan janji adalah Allah! Ibrani
6:13 Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi
diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya. Di
dalam aturan mengenai janji dalam Ibrani 6:18 dikatakan Sebab
manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu
pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. Dengan kata lain
aturan dalam membuat janji contoh : Si A berjanji ke B demi sesuatu atau seseorang
yang lebih tinggi maka janjinya
dikokohkan (dimeteraikan) demi sesuatu yang lebih tinggi. Ketika Allah berjanji kepada Abraham, Ia
berjanji demi diriNya sendiri karena tidak ada yang lebih tinggi dariNya. Allah
yang paling tinggi dan Ia berjanji demi diriNya sendiri.
Penulis kitab Ibrani menunjukkan terdapat 2 fakta
tentang Allah yang menjadi pondasi pengharapan Abraham yaitu :
a.
Allah sudah
berjanji demi diriNya sendiri.
Jadi ada
2 pihak yang terikat dalam janji Allah yaitu Allah yang yang memberikan janji
dan Allah yang menjadi saksi dari janji itu. Janji itu sah. Misalnya : demi
Allah saya berjanji dengan Pdt. Hery. Jadi waktu perjanjian dibuat, di satu
sisi Allah yang membuat janji memberikan janji dan di sisi lain Allah yang
menjadi saksi dari perjanjian itu menyaksikan perjanjian ini. Maka Allah
mengikat diriNya dengan sumpah. Allah terikat dengan sumpah kepada Abraham.
Ketika Abraham memandang Allah, ia memiliki harapan karena Allah sudah
berjanji.
b.
Allah tidak
pernah berdusta.
Kejujuran,
ketulusan dan kekekalan yang menjadi pondasi Allah dari tidak mungkinnya Dia berdusta.
Kekal itu apa? Orang berkata kekal itu selama-lamanya dan saya setuju. Dalam
kekekalan tidak ada present , past
dan future tense. Kekekalan itu seperti
orang berada dalam aquarium di mana tidak ada waktu kemarin, hari ini dan besok
(tahun depan). Bagi Allah, kemarin sama dengan hari ini dan hari ini seperti tahun depan, masa depan sama
seperti hari ini dan hari ini sama seperti masa lalu. Buat Allah tidak ada
keterangan waktu di dalam kekekalan.
Waktu
Allah berjanji hari ini, Ia tidak akan
lupa karena lupa itu menuntut akan adanya waktu. Sementara Allah tidak terikat
waktu maka Allah tidak akan pernah melupakan janjiNya. Misalnya : Allah
berjanji, Jimmy tahun 2020 kamu pasti jadi konglemerat. Saya mengamini. Tetapi
tahun 2018 bisnis malah jatuh dan pada akhir tahun 2018 tidak naik-naik. Apakah
Tuhan lupa dengan janjinya? Tuhan tidak bisa lupa. Karena waktu Tuhan bicara
pada tahun 2018 buat Tuhan, tahun 2020 sama dengan 2018 dan tahun 2018 sama
seperti tahun 2020 karena tidak ada waktu. Bagaimana Allah bisa lupa? Sama seperti
ada yang berkata, “mu-shi hari ini ganteng
lho”. Terus dia menyambung, “Eh saya lupa, apa yang saya bicarakan tadi.” Hal
seperti ini tidak bisa terjadi dengan Allah, karena buat Allah waktu bicara
seperti tidak ada keterangan waktu, jadi Ia tidak mungkin berdusta selama Ia
terikat dalam kekekalan. Selama Ia mahluk kekal, tidak mungkin Ia berdusta. Ia adalah
pribadi yang tulus, jujur dan apa adanya menyampaikan apa yang Dia ingin
berikan pada kita. Maka Yakobus menuliskan dalam Yakobus 1:17 Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang
sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya
tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Allah tidak akan berubah. Allah tidak akan
bias ketika Ia memberikan sesuatu. Allah terikat pada kebaikan dan kasih dalam diriNya
dan terikat dalam kekekalan yang menjadi naturNya. Jika demikian, mungkinkah Abraham
dan bahkan kita tidak punya keberanian untuk berharap kepada Allah? Allah sudah
berjanji , jadi seharusnya kita memegang janji Allah.
Pada waktu awal saya menerima panggilan pelayanan, saya
dibina di sebuah gereja Pentakosta yang pendetanya tidak menerima gaji dan
hidup dari persembahan persepuluhan jemaatnya. Kalau jemaatnya kaya maka hamba
Tuhannya tenang-tenang saja. Namun untuk jemaat yang rintisan dan ekonomi
menengah ke bawah, maka hamba Tuhannya bergumul. Kebetulan saya berada pada
jemaat mula-mula dan rintisan. Gembalanya baru merintis dan jemaatnya memiliki
ekonomi ke bawah. Saya melihat hamba Tuhan yang kekurangan (bukan kelimpahan).
Saya hidup dengan Bapak Gembala selama 2 tahun. Bapak Gembala bergumul walau
tidak terlihat. Secara kasat mata, saya melihat sendiri terkadang ada beras terkadang
tidak. Waktu saya menerima panggilan sebagai rohaniawan, Bapa Gembala berkata, “Kamu
yakin mau menjadi hamba Tuhan dan hidup susah?” Saya berkata,”Siap!” tetapi dia
berkata, “Kamu tidak siap!” Di gereja Pantekosta , ada ibadah (persekutuan doa)
setiap pagi pk 5. Karena tinggal di dalam pastori gereja , maka saya ikut doa pagi
setiap hari. Hari itu hari libur anak SMA, kami tidur dan bangun pk 5 dan berdoa
pagi sampai pk 6. Setelah itu karena masih mengantuk dan tidak ada pekerjaan,
jadi kami tidur lagi. Ibu gembala yang menjadi
guru SD pergi mengajar. Bapak Gembala memiliki 4 orang anak. Kedua anak perempuan
sudah pergi keluar entah ke mana. Kedua anak lelakinya keluar untuk kuliah sehingga
yang tinggal hanya Bapa Gembala berdua dengan saya.
Begitu bangun pk 9 pagi saya merasa lapar, lalu saya
ke dapur namun tidak ada makanan. Tempat nasi bersih. Biasanya Ibu Gembala (tante)
meninggalkan uang tapi kali ini tidak meninggalkan. Lalu saya berjalan ke ruang
tengah (ruang tamu). Bapak Gembala berkata, “Ada makanan tidak?” Saya
menjawab,”Tidak ada!”. Sang Gembala berkata,”Bagaimana toh? Jim, saya lapar!”. Saya
menjawab,”Saya juga om.” Dia bertanya lagi, “Jadi makan apa?” “Saja juga tidak
tahu” jawab saya. Lalu ia bertanya, “Kamu mau makan apa?” Saya menjawab,”Nasi putih dan hangat, ayam
goreng Bangka dan sayur hijau agar tidak panas dalam.” Dia berkata, “Iya,setuju.
Ambil piring”. Gembala pun duduk di meja makan. Lalu saya keluar ambil piring
kosong dan menaruh di depan saya dan di depan Gembala. Lalu ia berkata,”Jim,
hayo kita berdoa.” Saya merasa heran,”Makanannya tidak ada!” Dia berkata
lagi,”Kamu percaya dengan Tuhan?” dan saya membalas,”Saya percaya!” “Doa!”
serunya. Lalu ia berdoa, “Tuhan anak ini menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan.
Akan tiba saatnya di mana ia mengalami kekurangan. Tetapi ingatkan dia mujizat
burung gagak. Tuhan memberi makan Elia melalui burung gagak. Tuhan yang sama
tidak pernah berubah. Kami percaya dan menerima makanan-minuman dari Allah.
Terima kasih untuk nasi putih, ayam goreng dan sayur hijau yang kami terima.
Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin“. Bapak Gembala luar biasa. Ia tiap kali berdoa
seperti doa pelepasan pembakaran jimat di depan mata saya. Dia hanya
berteriak,”Dalam nama Yesus, Api!” maka
muncul api membakar jimat! Tidak pakai disundut langsung terbakar jimatnya.
Ketika mendengar dia berdoa seperti tiu, saya menjadi antusias, mujizat yang
sama mungkin terjadi. Saya pun membuka mata dan melihat piring, namun tidak ada
apa-apa! Saya berkata,”Tidak ada!” Dia berkata,”Tenang saja, Jim! Kamu percaya
Tuhan tidak?” Saya pun menjawab,”Percaya!”. Benar saja tiba-tiba seorang encim
yang menjual ayam goreng Bangka datang dan bertanya kepada gembala,”Apakah om mau
ayam goreng sisa kemarin tapi masih baik?” Gembala menjawab,”Oh mau Cim!” Si
encim menjawab,”Baik saya gorengkan ya?.” Setelah itu saya berkata,”Kita makan
ayam saja?” “Tenang saja” katanya. Kemudian ada Tante Mike datang dan berkata, “Om,
saya masak nasi kelebihan. Saya taruh di atas meja ya. Apakah om mau?” Gembala
pun membalas,”Mau Ci”. Nasinya masih hangat. Saya sudah lapar melihat ayam Bangka
dan nasi putih mau makan , tetapi Gembala berkata,”Nanti dulu! Kita kan tadi
berdoa minta sayur hijau.” Benar saja Tante Yenni datang membawa sayur hijau. Seumur-umur
saya tidak pernah makan daun papaya. Saya bertanya kepada gembala,”Om, pernah
makan sayur pepaya?” “Saya pernah makan,” jawab Sang Gembala,”tapi saya tidak
tahu apakah Jimmy pernah makan belum.” Saya berkata,”Belum Tante” Bentuknya seperti
daun singkong. Dalam hati saya berkata,”Cocok! Daun pepaya, nasi putih dan ayam
goreng.” Saya ambil daun papaya banyakan. Ternyata waktu dimakan sayurnya pahit.
Tante Yenni belum pergi dan bertanya. “Enak?” “Enak!,” jawab saya. “Ini Jimmy
mau tambah lagi” kata gembala dengan menginjak kaki saya. Sang tante
bertanya”Mau nambah lagi?” “Iya Tan,” jawab saya. Saya tidak pernah lupa hal
itu. Buat saya ini pengalaman yang mengingatkan saya pada janji Allah bahwa
Allah pasti memelihara hidup umatNya.
Saya tidak pernah bekerja untuk mencari makan. Buat
saya hal itu menghina Allah. Karena Allah berjanji burung pipit di udara Dia
beri makan dan bunga bakung Dia hiasi, padahal manusia lebih berharga dari
burung pipit, jadi Tuhan pasti memberi kita makanan. Bekerja itu jangan untuk
mencari makan tetapi untuk mencari ‘berlian’ dan untuk memuliakan Allah. Kalau
kita menerima upah dari pekerjaan itu,
puji Tuhan! Tetapi jangan kerja cari makan karena Tuhan pasti memberikan makan
tanpa kita kerja. Tetapi Rasul Paulus juga berkata,” Kalau kamu tidak kerja,
jangan makan! Maka itu jangan malas.”
Saya menerima janji Allah bahwa Allah memelihara burung
pipit di udara, menghiasi bunga bakung
dan Allah pasti menyediakan kita. Carilah dahulu kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semua akan ditambahkan kepadamu. Jadi carilah Allah, jangan
cari tambahannya.
Sejak 3 Januari 2008 sampai hari ini (30 Des 2018),
saya tidak bernaung dan bergabung dengan gereja dan institusi manapun. Secara
praktis hitam di atas putih, saya tidak pernah menerima gaji , fasilitas dan
tunjangan. Saya berulang kali dilarang oleh gereja, ditolak oleh sekolah dan
berulang kali dihalangi untuk melayani. Saya blow up hidup saya sendiri. Terkadang ada orang yang ‘menyerang’
saya. Tetapi sampai hari ini kami masih makan. Saya mengajak keluarga saya ke
Bandung berjalan-jalan selama seminggu. Saya baru dari big-bang berbelanja. Istri saya berkata, “Pokoknya, jangan larang
saya berbelanja!” “Saya tidak pernah melarang” jawab saya. Saat dia belanja,
saya diam saja dan hanya memandanginya. Tapi istri saya membawa pulang banyak belanjaan.
Saya tidak berkata saya orang kaya tapi saya juga bukan orang susah. Saya tidak
punya utang, walau ada yang berutang kepada saya. Saya tidak pernah pinjam uang
dari orang, namun Tuhan cukupkan apa yang diperlukan. Tidak berlebihan, namun ada
saja saat dibutuhkan. Istri saya membuat catatan keuangan dari Januari sampai Desember
2018 dan membuat analisanya. Dari sana, saya bisa tahu mana bulan yang ‘sepi’.
Tetapi setiap tahun istri saya berkata, “Bulan yang kamu anggap sepi ini, entah
uang dari mana, ada saja Tuhan cukupi!”.
Kalau saya memberi kesaksian, bagaimana Tuhan pelihara, terlalu banyak mujizat.
Itu sebabnya saya komitmen pada diri sendiri,”Kalau saya kerja bukan untuk
mencari makan. Tetapi karena selama masih hidup ini kesempatan untuk bekerja
karena setelah mati tidak bisa bekerja. Saya mau bekerja agar hidup saya bisa
berguna bagi orang lain. Mengenai orang lain mau membayar atau tidak bayar, itu
urusan dia dengan Tuhan. Kalau dia merasa layak untuk membayar maka ia akan
membayar. Kalau dia merasa tidak layak bayar maka dia tidak akan bayar. Kalau
ia punya uang maka ia akan membayar. Kalau ia tidak punya uang, maka akan saya kasih.
Tuhan tidak pernah mengecewakan hidup saya sampai hari ini. Pegang janji Allah.
Sekali berjanji, Allah mengikatkan diri dengan janji itu dan kita tidak perlu
khawatir. Jangan pernah ragukan Allah, Allah tidak pantas diragukan! Ragukan
dirimu , bisakah kau pegang terus janji Allah?
3. Pengharapan
kita adalah pasti
Banyak orang yang berharap pada sesuatu yang tidak
pasti (“mudah-mudahan”, namanya juga berharap). Ada yang berkata kepada
temannya,”Kamu berani sekali datang ke rumah Amoi!”. “Iya, saya berharap dia menjadi
pacar saya!” jawabnya. Itu berharap dalam ketidakpastian. Itu jomblo yang
mengharap dalam ketidakpastian. Tetapi pengharapan yang kita punya adalah
pasti. Rasul Paulus berkata dalam Roma
8:24-25 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang
dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa
yang dilihatnya? Tetapi jika kita
mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. Natur
dari pengharapan adalah tidak terlihat, maka diharapkan. Tetapi pengharapan ini
pasti atu tidak? Pengharapan kita memang tidak kita lihat tetapi kepastiannya
di dalam Yesus. Sehingga penulis kitab Ibrani menulis pada Ibrani 6:19-20 Pengharapan itu
adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke
belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika
Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.
Ini yang perlu dipahami tentang Yesus. Yang pertama
Yesus adalah bukti dari penggenapan janji Allah. Ketika kita berharap pada
Yesus, Yesus sendiri adalah pengharapan, sauh, batu karang yang pasti dan ia
mengikat pengharapan itu dengan diriNya. Yang kedua, Yesus adalah imam besar
menurut peraturan Melkisedek. Artinya keimaman Yesus di dalam kekekalan untuk
selama-lamanya. Berarti pelayanan Yesus bagi
orang percaya tidak pernah selesai. Selama-lamanya, Yesus terus-menerus melayani
orang percaya dan melayani kita. Selamanya Yesus itu Immaneul. Ia terus
bersama, mendengarkan doa, bersyafaat dan melakukan karya keselamatan di dalam hidup
kita, tidak pernah berubah. Di dalam
Tuhan Yesus, Rasul Paulus berkata, “
Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah
kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan
"tidak," tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada
"ya". Sebab Kristus adalah
"ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan
"Amin" untuk memuliakan Allah. (2 Korintus 1:19-20).
Jadi Yesus adalah penggenapan janji Allah. Di dalam
Yesus, Yesus memberikan pelayananNya buat kita, di dalam Yesus Allah mendengar
dan melihat kita. Itu sebabnya di dalam Yesus hanya ada “Ya” untuk semua janji
Allah . Penulis kitab Ibrani dalam Ibrani 7:22
berkata demikian pula Yesus adalah
jaminan dari suatu perjanjian yang lebih kuat. Kalau kita (orang tua,
saudara laki-perempuan) punya Yesus, maka pengharapan kita adalah pengharapan
yang pasti.
Ahli probabilitas, Peter Stoner (1888-1980) dalam
bukunya Science Speaks, berusaha
menunjukkan 8 nubuatan tentang Yesus. Dia berkata,”Kemungkinan seseorang
memenuhi semua nubuatan tentang Yesus adalah 1 dibanding 100 kuadrilion.”
Artinya ada 8 nubuatan tentang Mesias, seberapa besar dari 8 nubuat ini
digenapi dalam diri Yesus. Bayangkan uang logam 500-an yang dicat pakai warna
emas lalu dilempar ke area yang dipenuhi uang logam 500-an setinggi lutut.
Dengan diikat matanya , diputar 10 kali lalu diberi dayung dengan mata
tertutup. Lalu dia mencari di dekat daerah di mana uang itu jatuh. Berapa besar
kemungkinan didapat coin emas tersebut? Mungkinkah didapat? Mungkin! Tetapi
kemungkinannya adalah 1:100 kuadrilion. Kemungkinan yang sangat presisi ini tidak
mungkin terjadi kecuali Allah memang intervensi dan memastikan bahwa Yesus
menggenapi janji Allah. Kemungkinan Yesus menggenapi janji Allah, nubuatan
Mesias dalam seluruh Alkitab adalah 1:100 kuadrilion. Ketika Yesus datang dan
menggenapi janji Allah , itu adalah penggenapan yang presisi dan tidak mungkin
terjadi pada orang lain. Dengan kata lain, hanya Yesus yang bisa menggenapi
janji itu dan Yesus telah menggenapi janji itu sehingga Yesus adalah
penggenapan janji Allah dan bukti bahwa Allah setia dalam menggenapi
janji-janjiNya. Ketika kita merasa ragu dalam hidup ini, apakah Allah peduli
dan mengasihi kita dan apakah Allah pasti menggenapi janjiNya dalam hidup kita?
Lihat Yesus.
Setiap kali saya ragu, saya hanya memandang Yesus.
Saya pernah ragu. Untuk menghadapinya, saya berdoa. Tahun 2018 adalah tahun di mana saya gagal sebagai
rohaniawan, ayah, suami, orang Kristen dan pengusaha. Saya berkata saya gagal karena
saya punya standar pencapaian. Saya punya SOP dan tolok ukur. Waktu saya
berkata saya gagal, saya bukan bicara secara emosional dan tidak merasa minder.
Seringkali saya merasa jatuh dan putus asa, hilang harapan. Di tengah-tengah
kondisi seperti ini, pertanyaan yang mendasar, apakah Allah tetap mengasihi
saya, mau memegang tangan saya dan tetap mau peduli kepada saya? Ketika saya
merasa tidak layak, apakah Allah mau tetap mendampingi saya? Kalau pertanyaan
ini dibiarkan terus-menerus tanpa jawaban yang pasti, saya tidak berani memasuki
tahun 2019. Dulu saya waktu merasa minder , saya berkata ke mama, “Ma saya
tidak mau sekolah lagi karena teman saya berpikir saya ada apa-apanya. Padahal
saya tidak ada apa-apanya karena saya orang miskin!” Saya ingat apa yang mama
saya katakan. Ia berkata,”Jimmy, teman yang bergaul dengan kamu karena merasa
kamu ada apa-apanya, suatu kali dia akan
berhenti bergaul dengan kamu. Kamu jangan minder. Lagipula kamu spesial karena
Yesus mau mati untuk kamu.” Yesus ada di dalam kekekalan melihat saya dilahirkan,
jatuh-bangun dalam dosa namun dalam kondisi itu Ia tetap memutuskan mati untuk
saya. Saat Dia mati bagi saya, Yesus menyelamatkan saya, melihat bagaimana saya
menerima Dia. Dia juga tahu bahwa dalam
kekekalan itu saya pasti akan mengecewakan Dia berulang kali, tetapi Dia tetap
memutuskan untuk mati bagi saya. Kasih Yesus tidak berubah hanya karena saya
melampaui ekspektasinya, Kasih Yesus tidak berkurang hanya karena saya gagal
memenuhi ekspektasiNya. Setiap kali merasa gagal, saya memandang Yesus. Dia mencintai
saya apa adanya. Dia mencintai kita semua dengan cara yang sama. Maka peganglah
tangan Yesus.
Penutup
Ada 2 tokoh. Yang pertama Daud. Ia adalah gembala yang
tidak ada apa-apanya. Dia melalui proses
jatuh-bangun dan melalui proses yang
begitu berat untuk menjadi seorang raja. Namun pada akhirnya ia menulis Mazmur
yang begitu indah, “Sekalipun Aku berjalan di dalam lembah bayang-bayang maut,
Aku tidak takut bahaya, sebab Engkau
bersertaku!”. Lembah kekelaman dalam bahasa Ibrani harusnya diterjemahkan sebagai
lembah bayang-bayang maut (Hades).
Dengan kata lain Daud mengatakan, “Sekalipun aku berjalan menuju lembah dunia
orang mati, di tengah malaikat kematian, di tengah gegap gempita peperangan ,
bunyi senjata di sekelilingku aku tidak takut bahaya!” Saya membayangkan, dia
sedang memegang pedang dan di depan dia ada tentara Filistin. Ada ribuan
tentara Filistin. Tentara Isarel berlari ketakutan. Ia tidak bisa lari karena tidak
bisa lari. Tuhan tidak akan tinggal diam. Tahun 2019, kamu tidak tahu apa-apa
tetapi yang kamu tahu , sekalipun kamu harus melewati lembah bayang-bayang
maut, tidak perlu takut bahaya. Tuhan besertamu.
Tokoh yang kedua adalah Petrus. Di tengah gelora ombak
yang besar, Yesus berjalan di atas air. Tapi Petrus melihat dan berkata,”Itu
setan!”. Suara itu menjawab,”Bukan, itu Yesus. Lalu Petrus berkata,”Kalau itu
Engkau, Ijinkan saya berjalan ke arahMu!” Di tengah gelombang besar,
keyakinannya timbul dan ia berjalan ke arah Dia. Kemudian Yesus berkata,”Datang ke sini. Jalan!”.
Baru berjalan 3 langkah, kakinya basah
terkena air. Lalu ia lihat di bawahnya ikan hiu bergerak dan angin berhembus
kencang, ombaknya tinggi. Ia baru sadar bahwa ia bukan aquaman. Begitu dia sadar, ia tidak bisa lagi melihat Yesus kali. Ia
melihat Yesus tapi sebenarnya ia tidak melihat. Matanya buram. Ia sudah lupa siapa
Yesus, apa yang sudah dia minta, lupa Yesus berjalan di atas air. Yesus tidak
berkata, “Nah begitulah kamu kalau tidak punya iman. Biar saja kamu terlelap
dan mati sekalian.” Waktu Petrus tenggelam, Dia mengulurkan tanganNya. Yesus
berjalan mendekatinya dan memegang tangannya, Dia menarik Perus keluar dari
gelombang besar. Itu yang Tuhan mau lakukan untuk kita. Apapun yang terjadi di
2019 , ambil komitmen “Tuhan saya lemah dan tidak berdaya. Saya tidak punya
iman untuk memindahkan gunung, saya hanya punya iman sebesar biji sesawi.
Tetapi iman sebesar biji sesawi itu membuat saya memegang tanganMu. Ini tangan
saya Tuhan, pegang! Ini tangan saya Tuhan, tarik saya keluar! Ini tangan saya
Tuhan, tuntun saya melewati lembah
bayang-bayang maut. Ini tangan saya Tuhan pimpin saya melewati 2019 supaya saya
melewati 2020 dengan penuh gemilang. Saya punya anak didik yang sekarang
menjadi seorang konsultan bisnis. Dia menganalisa bisnis saya dan
memperhitungkan semuanya. Dia berkata,”Ko Jimmy, tahun 2019 adalah tahun di
mana koko tiarap dan tahun sepi buatmu.” Saya berkata, “Bro, kamu tidak usah
bicara seperti itu, koko tahu. Tahun 2019 mungkin adalah tahun tergelap buat
hidup saya. Secara analisa bisnis saya bisa perhitungkan. Yang kamu tidak perhitungkan
apakah Yesus ada untuk koko? Saya tidak takut karena saya punya Yesus” Suatu
kali, seorang gadis kecil yang mendengar khotbah tentang kiamat, bertanya, “Mama
percaya Yesus datang kedua kali? Percaya Yesus datang dalam waktu dekat ini?
Percaya tidak Yesus datang sekarang?” Mamanya menjawab,”Percaya!” Anaknya
berkata lagi,”Kalau Yesus datang, sisirkan rambut saya supaya saya cantik.”
Mamanya pun menyisiri rambutnya. Apakah kita percaya Tuhan akan menyertai kita? Mari percantik diri
dan berjalan bersama Tuhan, Dia pasti datang! Mari berjalan bersama Dia dengan cara
yang pantas. Jangan tinggalkan tahun ini tanpa pengharapan kepada Yesus!