Pdt.
Hery Guo
Maz
94:8-11
8 Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di
antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu?
9 Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak
mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang?
10 Dia yang menghajar bangsa-bangsa, masakan
tidak akan menghukum? Dia yang mengajarkan pengetahuan kepada manusia?
11 TUHAN mengetahui rancangan-rancangan manusia;
sesungguhnya semuanya sia-sia belaka.
Ibrani
11:1-6
1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang
kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
2 Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian
kepada nenek moyang kita.
3 Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta
telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi
dari apa yang tidak dapat kita lihat.
4 Karena iman Habel telah mempersembahkan
kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia
memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan
persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.
5 Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak
mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya.
Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada
Allah.
6 Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang
berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus
percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang
sungguh-sungguh mencari Dia.
Pendahuluan
Ada orang tua yang mengatakan kepada anaknya “Nak, kamu
harus belajar yang pintar. Jadi kalau sudah besar, kamu mudah mencari pekerjaan
dan mendapat uang. dan bila uangmu sudah banyak kamu akan hidup bahagia.” Pernyataan
bahwa “harus belajar untuk menjadi pintar” ada yang bilang benar (pernyataan
ini masuk akal atau mempunyai dasar yang kokoh). Tetapi ada juga yang tidak setuju
dengan pernyataan ini (argumentasinya : ada yang jadi pintar tanpa belajar dan
bila tidak mau belajar berarti tidak menggunakan otak yang diberikan Tuhan
dengan baik). Pernyataan bahwa “banyak uang akan hidup bahagia” juga tidak
benar karena ada orang kaya yang tidak bahagia. Kalau pernyataan itu benar berarti
kebahagiaan ditentukan oleh uang. Ada sebuah film Tiongkok yang inspiratif. Di
film itu dikisahkan seorang anak kecil yang mengalami kecelakaan sehingga
otaknya tidak bisa berfungsi dengan optimal. Namun ia bisa menggunakan tenaga
fisiknya dengan baik sehingga bisa memuat kayu ke atas truk dengan cepat dan
dibayar 50 yuan. Ibunya berwajah cantik dan bekerja di kota. Sayangnya setelah
kembali dari kota ibunya menjadi tidak waras. Anaknya kemudian ditanya,”Menurut
kamu kebahagiaan itu apa?” Sang anak menjawab, “Saya bahagia bila mama sembuh
dari penyakit gilanya.” Jadi kebahagiaan diperoleh tidak semata dari uang. Berikutnya
“Orang itu harus pintar. Kalau tidak pintar, tidak akan hidup menghadapi segala
macam tantangan dan bisa mati.” Pernyataan ini juga tidak benar. Apakah hidup
itu ditentukan oleh kepintaran? Siapa bilang kalau orang pintar akan terus
hidup? Ada yang pintar tapi usianya tidak panjang. Artinya pernyataan yang
sering kita dengar, itu lahir dari konsep (ide) yang diteorikan dari peristiwa nyata
yang ditemui. Lalu dengan konsep itu, manusia menjalankan hidupnya. Contoh :
dengan konsep “kebahagian dari uang”, maka orang akan mati-matian mencari uang.
Rasul Paulus menghadapi orang dengan konsep seperti itu sehingga ia menulis,”Karena akar dari kejahatan adalah cinta akan
uang” (1 Timotius 6:10).
Dalam tema “Rasio dan Iman’, kita menemukan ‘pertentangan’.
Ada yang berkata, “Saya harus hidup sesuai rasio saya” atau “Agama memperbodoh
kita dan membuat kita tidak bekerja dengan giat (tidak mau berjuang)”. Ada juga
yang berkomentar, “Jangan lama-lama di gereja”. Hal ini ada benarnya karena setiap
orang punya pekerjaan. Jadi kalau kamu tidak menggunakan rasiomu maka kamu
sendiri yang akan mengalami kesulitan. Dalam kelompok yang mendukungnya, rasio
sangat berkuasa. Sedangkan di sisi lain,
dikatakan “rasio itu berbahaya” atau “rasio adalah musuh yang membuat manusia tidak
mencari Tuhan”. Pertentangan ini membuat kita perlu untuk memikirkannya dengan Alkitab sebagai nara sumbernya.
Rasio
vs Iman
Manusia memiliki konsep karena manusia bisa berpikir. Pada
Maz 94:9
Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentuk
mata, masakan tidak memandang? Allah yang menciptakan kita secara
keseluruhan termasuk otak, masakan Ia anti terhadap rasio yang ditaruh di dalam
kepala kita? Waktu kita diciptakan menurut peta dan teladan Nya, manusia memiliki
sesuatu yakni iman dan akal budi. Prof Rush
berkata manusia memiliki struktur dan kemampuan untuk mengerti dan berpikir. Sehingga
manusia punya konsep dan pengertian dari peristiwa yang konkrit lalu dijadikan
pandangan hidupnya. Itu yang membedakan manusia dengan binatang. Itu sebabnya saat kita berkata
pada kucing,”Pergi!” ia tidak pergi karena ia tidak mencium adanya ikan
(makanan kesukaannya). Ia tidak tahu bahwa kita kesal. Binatang tidak punya
struktur dan kemampuan dalam otak untuk mengerti.
Prof. Dr..Stephen Tong berkata, “Manusia yang adalah
gambar dan peta Allah diberikan hak khusus yakni hak memiliki rasio. Kalau
manusia meniadakan dan tidak menganggap penting rasio, maka manusia menjual hak
yang penting dalam hidupnya.” Firman Allah dalam Alkitab tidak pernah
mengenyampingkan rasio. Allah memberikan otak di dalam diri kita dan kemampuan
otak itu luar biasa. Bahkan Prof. Habibie berkata, “Kita hanya memakai 10% dari
kemampuan otak kita.” Jadi masih ada 90% kemampuan otak yang tidak dikembangkan
dalam diri kita. Dengan 10% saja, manusia bisa sampai ke planet Mars dan
menemukan bahwa kemungkinan ada
kehidupan di Mars karena ditemukan air. Dengan kata lain, Alkitab tidak anti
dengan rasio.
Permasalahannya dalam Maz 94:8 ditulis, “Perhatikanlah,
hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu
memakai akal budimu?” Apakah
pemazmur sedang meniadakan rasio? Bukan! Ia mempermasalahkan manusia yang telah
jatuh dalam dosa dan melanggar perintah Allah, tetapi malah menuhankan rasio!
Semua tindakan diyakini berdasarkan rasio. Pada zaman lalu muncul filsuf,
Descrates, yang mengatakan cogito ergo sum (aku berpikir maka aku
ada). Pikiran saya yang mengendalikan dan mengontrol saya. Pikiran saya akan menentukan
langkah yang saya perbuat. Apakah dalam kekristenan kita hidup seperti orang yang mengandalkan
rasio? Apakah rasio digunakan sebagai Tuhan , dewa dan digunakan dalam hidup
yang tidak mencari Allah. Itu yang dibahas Alkitab. Bukan Alkitab benci dan
anti rasio, tetapi justru rasio yang diberikan dalam diri manusia, seharusnya digunakan
untuk kemuliaan Allah, Sehingga rasio harus sesuai kehendak Allah. Orang yang hidupnya
hanya dengan kekuatan rasio, mereka memungkiri kebenaran bahwa rasio diciptakan
Tuhan. Waktu diciptakan, ciptaan itu terbatas dan tidak sama dengan Pencipta. Otaknya
tidak sama dengan otak Pencipta yang maha tahu. Kalau kita mengandalkan rasio,
ada keterbatasannya yaitu alam semesta. Kita bisa pikirkan alam semesta
(termasuk planet Mars, Pluto dan seluruh yang bisa dipikirkan, ada di bawah
langit). Di atas langit tidak ada yang bisa menerobos dan memikirkan. Pada
waktu mengandalkan kekuatan sendiri, ternyata manusia jatuh (manusia terbatas
dalam cakrawala, alam semesta ini) dan ia tidak bisa mendapat jawaban saat
menghadapi masalah yang sulit. Saat pergumulan terjadi, manusia tidak yakin
adanya mujizat (contoh : kalau orang jatuh dari tempat tinggi dan selamat ,
dianggap itu hanya kebetulan saja). Dia tidak memecahkan masalah yang ia lihat
di bawah kolong langit yang tidak bisa ditembus rasionya. Berbicara tentang
rasio, rasio hanya bisa dikalahkan saat ditaklukkan oleh iman kita. Orang
percaya diberikan rasio namun harus tunduk dalam pimpinan iman.
Iman
1. Tahu kepada siapa aku percaya
Rasul Paulus berkata pada
Timotius pada 2 Tim 1:12 Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini,
tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin
bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku
hingga pada hari Tuhan. Rasul Paulus mengungkapkan hal yang luar biasa. Aku
mengerti, tahu dan paham kepada siapa aku percaya. “Aku percaya” itu merupakan
pernyataan iman. Apa yang aku imani, aku paham (tahu). Rasul Paulus berbicara tentang
“iman yang dianugerahkan supaya aku percaya” bahwa aku mengerti tentang iman
itu. Ibrani 11: 3 Karena iman
kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga
apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Iman tidak pernah
menindas dan meniadakan rasio tapi menuntun rasio pada pengertian sejati. Rasul
Paulus berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya yaitu Allah yang
menyelamatkan aku”. Iman itu bukan sekedar aku mau percaya atau saya cukup
percaya saja. Tetapi di dalam iman, kita harus beranjak dengan mengetahui apa
yang dipercaya. Itu berarti iman menuntun rasio. Ada orang Kristen yang diajarkan
“Sudahlah yang penting percaya!” tetapi apa yang dipercaya tidak dimengerti.
Saya tidak tahu (mengerti) mengapa saya menjadi orang Kristen. Saya hanya tahu
bahwa saya diselamatkan karena percaya Tuhan, namun apa yang menjadi isi dari
keselamatan tidak jelas. Lalu apa yang kita lakukan adalah apa yang dunia
tuntun yakni hanya mencari kekayaan, kemewahan dan kenikmatan duniawi. Hal ini
terjadi karena kita tidak mengerti apa yang dipercaya. Disatu sisi, puji Tuhan
karena percaya kepada Tuhan. Allah yang membuatnya percaya dan itu kebenaran
yang tidak bisa ditolak. Namun menjadi pergumulan untuk bertanya, “Tuhan saya
ingin tahu apa yang saya percayai”. Rasul Paulus berkata, “Aku tahu kepada siapa
aku percaya” dan pengertiannya membuatnya menjadi hamba Tuhan (anak Tuhan, orang percaya) yang hidupnya berbuah. Jadi bukan
sekedar label “percaya”. Iman bukan sekedar pengertian dalam otak kita dan
tidak ada tindak lanjutnya. Iman bukan sekedar pengertian dan berada di dalam
otak namun tidak punya aplikasi dan bukti. Karena bila demikian sebenarnya kita
sedang berbohong. Saya pernah jadi guru agama di sekolah. Saya memberi ujian kepada siswa dan bisa
dijawab oleh mereka. Ada yang mendapat nilai “A”,”A-“, “B+” yang berarti para
siswa tahu apa yang ditanya dalam soal. Pertanyaannya adalah apa yang siswa
tersebut tahu ada kelanjutannya dalam
hidupnya? Bisa jadi dalam hidup ia tidak mempraktekkannya dan ia tidak yakin saat melakukannya
(termasuk saat pacaran). Jadi hanya ada dalam otak tapi tidak ada kelanjutan. Kita
seharusnya mengaplikasikan dalam hidup kita yang mengamini bahwa Yesus adalah Tuhan
dan Juruselamat kita. Iman harus sampai pada tahap menerima, mengakui apa yang
kita mengerti. Itu yang disampaikan oleh penulis kitab Ibrani.
2. Menerima dan mengakui iman percaya kepadaNya
Ibarni 11;1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.. Saat berdiri dalam
iman, kita menerima dan mengakui apa yang kita mengerti pada Dia. Karena Dialah
kebenaran. Yoh 14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku. Kita yang beriman pada Dia dibawa pada tahap menerima dan
mengakui apa yang kita mengerti dalam iman percaya padaNya. Iman di sini sangat
luar biasa. Ia bisa melihat segala sesuatu yang tidak kita lihat. Luar biasa iman
yang kita percaya. Bila sungguh-sungguh hidup dalam apa yang kita percaya dan
bergumul bersama Allah, maka kita bsia melihat apa yang tidak terlihat. Bila otak
buntu, iman bisa melampauinya. Rasul Paulus berani berkata, Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari
pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita (Roma 8:37).
Hidup dalam iman memampukan kita menerobos apa yang buntu. Itulah iman. Melihat
terhadap sesgala sesuatu yang belum dilihat. Iman itulah menerobos bukti yang
belum ada.
Minggu sore setelah
pelayanan di Tegal, saya dan shi mu diajak makan oleh majelis yang bergilir
mendampingi hamba Tuhan. Majelis ini adalah anak dari seorang pengusaha bawang.
Papanya pernah berjaya dan menjadi konglomerat yang hidup dari bawang merah. Ia
termasuk 10 orang terkaya di Tegal. Keluarganya mewarisi perusahaan teh (teh Tong
Tji, teh Sosro dll). Papanya adalah orang Kristen yang saleh dan anak-anaknya
melayani sebagai majelis. Dulu waktu papanya menjadi orang Kristen dan rajin
beribadah, usahanya berhasil. Sekolahnya pintar dan ia bisa mengelola pertanian
dengan baik sehingga panen bawang tidak pernah gagal. Keuntungan usahanya 100 %
dari modal yang ditanam. Bila mengeluarkan Rp 100 juta maka akan mendapat hasil
Rp 100 juta. Selama 7 tahun ia mengajak orang untuk investasi dalam usahanya. Selama
7 tahun emas itu, semua yang dilakukan ayahnya berhasil sehingga ia sangat
dihormati. Pegawai yang bekerja di perkebunannya banyak. Ia menikmati masa
kejayaannya. Ia sudah punya video betamax dan punya mobil tahun 80-an. Lalu ia
berkata kepada istri dan anak-anaknya, “Kita sudah punya uang dan kekayaan. Kita
harus menikmatinya. Jangan tiap minggu terus di gereja. Mari kita nikmati” Lalu
dia tidak ke gereja secara rutin. 7 tahun ia menikmatinya. Namun mulai tahun ke
delapan ia mengalami kegagalan dan bangkrut. Ia punya utang di mana-mana. Walau
dengan kepintarannya memutar uang dengan system voucher mem bayar pegawainya,
namun toko yang menerima voucher tersebut tidak percaya (karena vouchernya
tidak dibayar). Hidupnya susah bahkan untuk makan saja ia minta dari gereja. Sebenarnya
ia punya emas yang didapat saat menikah.
Ia ingin menjualnya untuk membayar upah para pegawainya. Sayangnya emas
itu tidak dilengkapi dengan tanda terima dari toko sehingga tidak ada toko emas
yang mau menerimanya (takut dikira menjadi penadah barang curian). Ia pun
berada dalam ambang krisis. Suatu malam papanya bertobat . Ia berkata, “Saya
sudah tinggalkan Tuhan secara total. Beribadah sudah tidak serius, melayani
sudah tidak mau.” Setelah gagal ia bertobat dan berkata kepada anak-anaknya, “Saat
papa melawan Tuhan ibarat memukul tembok. Yang ada hanya tangan yang sakit.”
Tapi waktu bertekuk lutut bertobat, Tuhan membukakan jalan baginya. Ada orang
yang datang mencarinya. Ia saat itu sedang menjaga toko sendirian karena tidak
ada pegawai. Ia mengenakan pakaian yang sederhana. Orang yang mencarinya
berkata, “Saya mau bertemu dengan pemilik toko. Saya mau membayar utang karena
dulu saya pernah berhutang. Ini bon-bonnya” Papanya terkejut sekali. Orang yang
berutang mau membayarnya merupakan suatu keajaiban karena biasanya orang yang
berutang malah sembunyi (tidak mau membayar). Dari pelunasan utang tersebut,
papanya dapat membayar karyawan dan makan. Itu kisah iman yang menerobos rasio
saat pikiran (rasio) sudah tidak berdaya. Di situ ia benar-benar bertobat dan sekarang
ia melayani dan anak-anaknya menjadi majelis.
Penutup
Mari belajar dari Alkitab.
Belajar firman Tuhan yang mengubah konsep, cara pandang dan hidup kita. Firman Tuhan
mengubah kita. Saat percaya dan mengandalkan Dia, kita tidak takut menghadapi
hidup. Juga jangan takut saat memberi persembahan pada Tuhan karena Allah tidak
pernah behutang. Kita harus ke gereja dan melayani. Bila tidak, kita sendiri
yang rugi. Jangan pernah takut, waktu kita percaya padaNya. Ada orang yang
menahan harta tapi miskin tapi orang yang terus menabur harta tetap kaya.
Jikalau bukan Tuhan yang membangun, walau kita bekerja dari pagi sampai malam
rejekinya hilang dan pundi-pundinya bolong (bisa saja kesehatan merosot dan
investasinya hilang) Kebenaran ini diajarkan Kitab Suci. Mari kita belajar
punya iman sejati dari firman Tuhan. Waktu kebenaran ada, Dia memerdekakan kita
dari ketakutan dan kekhawatiran hidup.
No comments:
Post a Comment