Pdt. Rusdi Japri
Yesaya 40:27-31
27 Mengapakah engkau berkata demikian, hai
Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN,
dan hakku tidak diperhatikan Allahku?"
28 Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN
ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi
lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.
29 Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan
menambah semangat kepada yang tiada berdaya.
30 Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan
teruna-teruna jatuh tersandung,
31 tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN
mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan
kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan
tidak menjadi lelah.
Pendahuluan
Dalam
menempuh perjalanan hidup di dalam dunia, Tuhan tidak pernah menjanjikan orang
percaya bahwa langit akan selalu berwarna biru dan jalan akan selalu lurus atau
tidak berbatu. Tetapi yang dijanjikan saat kita menghadapi permasalahan hidup, Tuhan
akan senantiasa menyertai kita. Kita semua pernah menghadapi masalah. Ada
masalah yang dirasakan begitu berat sehingga kita tidak sanggup menanggungnya
dan merasa putus asa. Masalah ibarat
beban yang akan diangkat. Kalau ringan, kita merasa punya kekuatan untuk
mengangkatnya. Tetapi ketika beban semakin berat, maka kita merasa tidak
berdaya. Seringkali saat menghadapi masalah, kita akan menilai masalah tersebut
: apakah masalahnya dan sanggupkah kita menanggungnya? Contoh : Peristiwa
memilukan terjadi di India. Sepasang
suami istri nekat bunuh diri. C.N. Madanraj, seorang pria berusia 67 tahun
bersama istrinya, Tarabai (63), ditemukan telah tidak bernyawa di rumah mereka di
pinggiran Hyderabad, India selatan. Kakek-nenek itu tidak sanggup menahan
kesedihan atas kematian anjing kesayangan mereka. Pasangan lanjut usia yang
tidak memiliki anak itu gantung diri di kamar tidur mereka. Menurut kepolisian
setempat, pasangan tua itu baru saja mengadakan upacara pemakaman anjing mereka
yang sudah 13 tahun tinggal bersama mereka. Suami istri itu sangat kehilangan
atas kepergian anjing yang diberi nama Puppy tersebut. Yang menarik, sebelum
gantung diri, pasangan tanpa anak itu sempat mengadakan pesta untuk teman-teman
mereka. Ternyata itu merupakan pesta perpisahan. Hal ini berbeda dengan kita.
Kematian anjing kesayangan kita anggap sebagai masalah ringan. Walau kita
sedih, tapi pasti tidak sampai mati bunuh diri. Tetapi bagaimana kalau kita
mengalami apa yang dialami Ayub? Dalam satu hari ia kehilangan segalanya baik harta kekayaan
maupun anak-anaknya. Kalau berada dalam posisi Ayub, bagaimana sikap kita? Ada
yang berkata, “Mungkin saya akan mati bunuh diri!” Hal ini dianggap wajar karena masalahnya
begitu berat.
Jadi
sewaktu menghadapi masalah, kita memilahnya menjadi 2 aspek yakni masalah yang
dihadapi seperti apa (masalah berat atau ringan)? Dan Apakah kita sanggup atau
tidak menanggungnya? Contoh : kalau sakit, saya sakit apa? Kalau sakitnya flu
saya sanggup. Kalau kehilangan satu jenis kekayaan saja saya anggup tapi kalau
seluruh kekayaannya hilang, kita tidak sanggup. Ada berbagai cara orang dalam
menghadapi masalah :
1.
Masalah
yang besar anggaplah sebagai masalah yang kecil.
Kalau ada masalah yang besar, jangan
dibesar-besarkan tetapi dikecilkan saja. Masalah itu seperti kapas. Kelihatan
mengelembung tapi saat ditekan ia akan menjadi kecil. Kadangkala metode ini ada
benarnya juga. Ada seorang ibu yang begitu khawatir dan ketakutan. Lalu ia menelpon
seorang pendeta. Keduanya saling tidak mengenal. Ibu ini menceritakan kekawatirannya. “Pak
kalau saya tua, saya takut tidak ada yang merawat saya.” Pak pendeta bertanya, “Apakah
anak ibu tidak peduli dengan ibu?” Sang Ibu menjawab “Bukan Pak, saya takut
menantu saya tidak peduli dengan saya!” Pendeta bertanya lagi, “Bu, apakah anak
ibu sudah menikah?” “Belum!” Pendeta terus menggali informasi dan bertanya
lagi,”Bu, apakah anak ibu sudah bekerja?” Yang mengejutkan Ibu itu menjawab,”Anak
saya ada di samping saya dan sedang tidur.” Ternyata anaknya masih kecil. Sang
Ibu mengira setelah nanti anaknya besar, bekerja, menikah, mendapat istri akan seperti
apa. Dia pikirkan kejadian di depan yang belum tentu terjadi. Banyak masalah
yang dihadapi yang kelihatannya besar tapi sebenarnya kecil dan mungkin tidak
ada. Tetapi karena ketakutan, kekhawatiran dan
keraguan kita terhadap Tuhan menyebabkan masalah kecil menjadi besar. Ibarat
mengupas bawang waktu mau dimasak. Kupas lapisan pertama dan kedua sampai bisa
digunakan. Seringkali masalah yang dihadapi
seperti itu. Kita harus mengupas kekhawatiran dan ketakutan, sehingga
kita mendapat realita sesungguhnya. Apakah cara dan metode mengatasi ini bisa
menjawabnya (masalah yang besar anggap saja sebagai masalah kecil)? Dalam hal
tertentu bisa menjawab. Kadangkala masalah besar sebenarnya masalah kecil (menjadi
besar hanya karena ketakutan dan kekhawatiran). Tapi seringkali dalam hidup
kita, ada realita yang harus dihadapi. Kita menderita sakit-penyakit. Mungkin
divonis kanker. Hal ini tidak bisa kita katakan,”Ah ini masalah kecil.” Saat
laporan keuangan menunjukkan kerugian, tidak bisa dikatakan yang minus (rugi) seharusnya
plus (untung). Karena itu adalah realita yang harus dihadapi. Ketika bangsa
Israel keluar dari Mesir dan mereka dikejar pasukan Firaun di depan mereka ada
laut Teberau yang mereka harus lewati agar selamat. Tidak bisa orang Israel
berkata “Ini hanya sungai kecil”. Mereka menghadapi laut yang begitu luas. Saat
Daniel dilemparkan ke gua singa dan berhadapan dengan singa-singa lapar, tidak
bisa dikatakan “Ah itu hanya kucing saja”. Atau saat Daud menghadapi Goliat
yang tinggi besar ,tidak bisa ia mengatakan “Itu orang biasa dengan kekuatan
biasa saja”. Itu kenyataan yang sebenarnya. Dalam kehidupan kita, ada masalah
yang kelihatan besar karena ketakutan dan kekhawatiran , tetapi ada realita
yang harus dihadapi, memang seperti itulah fakta yang dihadapi. Mungkin kita
kesulitan ekonomi atau menghadapi masalah kehidupan pernikahan, sakit
–penyakit, fakta itulah yang kita hadapi. Metode penyelesaian masalah seperti ini
tidak bisa menangkap realita yang dihadapi.
2.
Walau
kekuatan kita kecil anggaplah kita memiliki kekuatan yang besar.
Mengapa seringkali saat menghadapi
kesulitan hidup, kita merasa tidak berdaya? Karena kita tidak menyadari kita punya potensi
(kekuatan) yang luar biasa dan belum kita gunakan. Ilustrasi bagi orang yang
punya pemahaman seperti ini. Ada seorang ibu yang kekuatan fisiknya terbatas
dan tidak mengangkat barang yang berat. Tapi ketika benda berat menimpa
anaknya, maka demi menolong anaknya, tenaga ibu itu mejadi berlipat-lipat
sehingga ia mampu mengangkat benda tersebut. Contoh lain : saat berlari pagi, biasanya
kita hanya kuat bila lari dengan santai. Untuk berlari cepat, biasanya kita
tidak terlalu kuat. Tetapi saat dikejar anjing galak, tiba-tiba kita berlari
dengan cepat lebih dari biasa. Artinya manusia punya potensi (kekuatan) luar
biasa yang belum digali. Maka para pakar (motivator) saat memimpin seminar
motivasi, menyuruh jalan peserta di bara api dan mengatakan bahwa “Kamu bisa…
kamu bisa”. Waktu peserta tersebut mencoba, ternyata dia benar-benar bisa!
Artinya manusia punya potensi dan kekuatan yang luar biasa yang bila
dikembangkan secara maksimal. Maka bila potensinya digali secara optimal, ia
akan menjadi pengusaha yang sukses, bila jadi pegawai ia jadi pegawai yang
sukses karena potensinya digali secara optimal. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa manusia hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuan otak. Ada juga mengatakan
kita adalah Galileo Galilei (1564-1642) yang belum sadarkan diri. Galileo
Galilei adalah seorang ilmuwan, seniman, pematung yang punya bakat luar biasa.
Kita pun demikian, kita punya bakat yang belum dikembangkan. Sebab itu
kembangkan bakat dan kemampuanmu. Bila bisa dikembangkan maka kita akan sanggup
untuk melewati masalah yang dihadapi. Mungkin kita buntu dalam usaha, tetapi dengan
menggali otak secara optimal maka masalah bisnis bisa diselesaikan. Apakah
jawaban ini alkitabiah dan bersumber kebenaran firman Tuhan? Tidak! Setiap kita
diberi karunia yang berbeda satu dengan lainnya. Kita tidak memiliki semua
karunia yang ada. Tetapi kita hanya diberi beberapa karunia. Kita terbatas
sehingga memerlukan orang lain. Sebagai ciptaan Allah, kita memiliki kemampuan
yang terbatas. Yang tak terbatas itu milik Tuhan. Ketika bangsa Israel melewati
Laut Teberau (Kel 14:1-31) mereka menyadari mereka tidak bisa berenang di Laut Teberau.
Saat Daniel dilempar ke gua singa, ia menyadari keterbatasannya dalam
menghadapi singa. Ketika Daud menghadapi Goliat, ia menyadari dirinya yang kecil
menghadapi musuhnya yang besar dan kuat. Sebagai manusia kita memiliki kekuatan
yang terbatas. Ada masalah-masalah hidup yang begitu besar dan berat dan
sebagai manusia, kita tidak sanggup menanggung masalahnya.
3.
Bukan
hanya masalah saya apa, sebesar apa, apa saya sanggup mengangkatnya, tetapi
biarlah kita diajar untuk memandang siapa Tuhan.
Orang biasa berlatih di tempat
fitness agar ototnya kuat. Untuk menjadi lebih kuat maka bebannya harus
ditambah. Kalau tidak kuat ada instruktur di belakang yang membantu
mengangkatnya dan dilatih agar semakin kuat. Dalam menghadapi masalah
kehidupan, maka fakta yang dihadapi adalah kita menyadari tidak sanggup
mengangkat (menanggung) masalah yang besar. Itu membuat kita putus asa dan
tidak berdaya (sanggup). Tetapi Tuhan mengajar kita untuk mengandalkannya.
Ketika Musa dipanggil untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, ia
menyadari dirinya terbatas dan merasa rendah diri untuk berbicara pada Firaun
dan tua-tua Israel. Sehingga ia berkata,”Tuhan
jangan aku, pilih yang lain. Aku tidak pandai bicara dan berat lidah” Musa merasa
tidak sanggup. Tetapi TUHAN berfirman
kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat
orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni
TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku
akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan."
(Kel
4:11-12). Ketika Musa menyadari dirinya tidak pandai bicara. Tuhan mengajar
Musa, “Jangan lihat dirimu. Jangan lihat tugasmu yang begitu berat tapi
lihatlah Aku yang sanggup bicara kepada Firaun”. Rasul Paulus berkata, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu
apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu
yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal
kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku.” (Fil
4:12-13) Rasul Paulus menghadapi masalah dengan tidak tanggung-tanggung.
Masalah apa yang tidak sanggup untuk diatasi? Rasul Paulus dalam pelayanannya
mengalami penderitaan dan kesulitan yang sangat. Ia dilempar baru, mengalami kapal
tenggelam, tidak tidur, mengalami kelaparan, dirajam, dipukuli dan dihukum,
bahkan ingin dibunuh tetapi Rasul Paulus berkata “Segala perkara dapat
kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”.
Dalam Maz 23:1-4 Daud mengatakan TUHAN
adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang
berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di
jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Daud tahu, pemeliharaan dan penjagaan Tuhan dalam hidupnya.
Yesaya 40:27-31
Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai
Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan
Allahku?" Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah
kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan
tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan
menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan
teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi
orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama
rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak
menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah. Ayat ini ditulis saat bangsa Israel ada di negara lain
menjadi tawanan. Dalam kesulitan mereka berkata, “Hidup kami tersembunyi dan
hak kami tidak diperhatikan Tuhan.” Mereka berteriak, seolah-olah Tuhan tidak
peduli pada mereka. Dijawab, “TUHAN
ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi
lelah dan tidak menjadi lesu.” Bangsa Israel diajar Tuhan. Bangsa Israel pernah
menjadi tawanan di Mesir tetapi Tuhan membawa mereka keluar dari Mesir dengan
memberi tulah kepada bangsa Mesir. Bangsa Israel yang sedang tertawan mendengar
bahwa Allah itu adalah Allah yang besar. Kalau Allah mengatakan maka Ia mewujudkannya.
Pertanyaannya :
mengapa waktu kita menghadapi masalah yang genting, kita sulit mempercayai
Allah?
1.
Kita
mengira Tudah tidak peduli dan berdaya (sanggup). Seringkali kita melihat Tuhan
seperti seorang manusia. Ketika sakit pilek kita pergi ke dokter karena kita
yakin dokter sanggup sembuhkan. Sedangkan bila sakitnya berat, dokter mungkin
tidak sanggup menolong. Kita melihat Tuhan dengan kacamata demikian. Padahal
baik sakit bisul ataupun kanker, Tuhan sanggup menolong. Tuhan bahkan sanggup
membelah Laut Teberau! Ketika tidak berdaya, seringkali kita katakan bahwa Tuhan
itu terbatas.
2. Kurang sabar
Waku kita bukan waktunya Tuhan. Seharusnya bila kita mengikuti Tuhan ada
jalan keluar. Kta harus menghahapi masalah dengan sabar. Seperti ketika Yusuf
dijanjikan Allah menjadi orang besar, ia harus menjadi budak dan tertawan
(masuk penjara) terlebih dahulu. Biarlah saat menghadapi masalah, kita bersandarkan
waktunya Allah. Demikian juga dengan Abraham yang baru memiliki anak saat
usianya sudah 100 tahun. Jadi kita harus sabar. Dia bersama kita
menghadapi masalah dan memberikan kita kekuatan baru untuk menanggungnya. Ada
jalan keluar untuk masalah-masalah kita (seolah udara segar). Kita punya Tuhan yang
lebih besar dari semua masalah kita. Saat memohon kepada Tuhan, kita mendapat
kekuatan yang baru. Menurut ukuran manusia, mungkin kita sanggup mengangkat dan
menghadapi masalah. Tetapi kalau Tuhan memberi kekuatan, kita akan
disanggupkan.
No comments:
Post a Comment