Ev.
Susan Kwok
Daniel 1:3-7
3
Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa
beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum
bangsawan,
4
yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan
baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang
mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja
dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.
5
Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja
dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun,
dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja.
6
Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel,
Hananya, Misael dan Azarya.
7
Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel
dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan
Azarya dinamainya Abednego.
Daniel 3 : 13-27
13
Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk
membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa
menghadap raja,
14
berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: "Apakah benar, hai Sadrakh,
Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung
emas yang kudirikan itu?
15
Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala,
seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian,
sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah,
kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala.
Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?"
16
Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar:
"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.
17
Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan
melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu,
ya raja;
18
tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa
kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang
tuanku dirikan itu."
19
Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap
Sadrakh, Mesakh dan Abednego; lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat
tujuh kali lebih panas dari yang biasa.
20
Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya
untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan mereka ke dalam
perapian yang menyala-nyala itu.
21
Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, celana, topi dan
pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke dalam perapian yang
menyala-nyala.
22
Karena titah raja itu keras, dipanaskanlah perapian itu dengan luar
biasa, sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang mengangkat
Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas.
23
Tetapi ketiga orang itu, yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego, jatuh ke
dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan terikat.
24
Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera;
berkatalah ia kepada para menterinya: "Bukankah tiga orang yang telah kita
campakkan dengan terikat ke dalam api itu?" Jawab mereka kepada raja:
"Benar, ya raja!"
25
Katanya: "Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan
bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat itu
rupanya seperti anak dewa!"
26
Lalu Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu;
berkatalah ia: "Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha
tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!" Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh
dan Abednego dari api itu.
27
Dan para wakil raja, para penguasa, para bupati dan para menteri raja
datang berkumpul; mereka melihat, bahwa tubuh orang-orang ini tidak mempan oleh
api itu, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah
apa-apa, bahkan bau kebakaranpun tidak ada pada mereka.
Pendahuluan
Kita
mungkin tidak bisa memiliki iman seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Namun
kita tahu bahwa kita memiliki Tuhan yang sama yang memberikan pertolongan pada
anak-anakNya. Ada orang yang berkata beriman adalah tanda bahwa orang itu lemah
, bodoh dan tidak punya pikiran. Orang non Kristen, cenderung melihat orang
Kristen sebagai orang yang lemah dan bodoh. Itulah dunia. Di sisi lain ada juga
orang Kristen yang malu untuk mengakui atau menyatakan imannya. Jadi orang
tersebut dengan sengaja justru menyembunyikan imannya. Jadi ada orang yang mau
menyatakan iman tetapi dianggap bodoh tetapi ada juga yang tidak mau menyatakan
imannya karena malu dsbnya. Di samping itu ada juga orang Kristen yang
menyatakan iman sebatas di gereja dan aktivitas rohani.
Ada
seroang petani di suatu pedesaan yang akan pindah ke desa yang lebih jauh.
Setelah memasukkan barang terakhir ke dalam truk yang akan membawanya pindah
tempat, anaknya yang terkecil bertanya kepadanya, “Papa di sana ada gereja tidak?”
Papanya menjawab,”Mungkin tidak ada anakku.” Anaknya bertanya kembali, “Di sana
ada sekolah minggu tidak?” Papanya menjawab,”Sepertinya juga tidak ada, anakku.”
Lalu sang anak masuk ke kamarnya dan menulis di atas suatu kertas. Ia menulis
sesuatu dan menaruh tulisannya itu di atas meja. Suratnya ditujukan untuk Tuhan,
di mana ia menulis,”Tuhan di tempat yang baru tidak ada gereja dan sekolah
minggu. Jadi pasti tidak ada Tuhan di sana. Karena itu selamat tinggal Tuhan! Selamat
jalan Tuhan!” Gawat kalau orang Kristen sudah berkata seperti itu. Seperti anak
kecil itu yang berpikir, “Tuhan hanya ada dalam gereja atau dalam aktivitas
rohani saja”.
Iman Sadrakh, Mesakh dan Abednego
Hari
ini kita melihat siapa Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka adalah orang Yahudi
yang menjadi tawanan dari Raja Nebukadnezar (Raja Babel) dan mereka telah meninggalkan
bait suci, komunitas dan tanah air mereka. Apakah mereka berkata (seperti anak
kecil di atas), “Di Babilonia tidak ada bait Allah, oleh karena itu selamat tinggal
Tuhan!”. Siapa mereka? Pada kitab Daniel 1:3-7, minimal terdapat 2 hal yang
luar biasa dalam diri Sadrakh, Mesakh dan Abednego :
1.
Mereka berusia muda dan produktif.
Mereka
mempunyai kekuatan dan masa depan yang bagus. Masih ada harapan dalam diri anak
muda seperti ini. Oleh sebab itu yang dibawa Raja Nebukadnezar ke Babel adalah orang muda (belum terlalu tua) yang sehat dan masih
kuat untuk bekerja. Karena Raja membutuhkan mereka untuk membangun negaranya.
Nebukadnezar tidak mau membawa orang-orang tua, sakit-sakitan dan matanya rabun.
2.
Kecerdasan mereka melebihi rata-rata orang Babilonia.
Mereka
berintelektual tinggi alias pintar (bukan orang bodoh). Tetapi biar
bagaimanapun mereka adalah tawanan.
Mereka berada dalam situasi yang sangat terjepit. Nama Daniel, Sadrakh,
Mesakh dan Abednego diubah (menjadi nama Babel). Hanya Daniel yang kita kenal
dengan nama aslinya yaitu Daniel. Tetapi nama Sadrakh, Mesakh dan Abednego
adalah nama Babel (bukan Yahudi). Alkitab menjelaskan bahwa situasi mereka sebagai
tawanan tidak mudah. Pemerintah mencoba
untuk memberikan jatidiri yang baru dengan mengubah nama mereka.
Nama
saya Susan Maqdalena (lebih dikenal sebagai Susan Kwok). Nama Maqdalena
konotasinya kalau tidak Kristen atau Katolik. Kalau suatu kali nama saya diubah
menjadi Susan Siti Nurhalizah. Ada huruf ‘Siti’-nya dan di depannya tidak
ditambah penginjil tapi Hajjah. Suatu hari misalnya saya ditawan oleh orang
Arab, dan diberikan nama Hajjah Siti Nurhalizah. Saya berkata saya belum
hajjah. Pemerintah bilang haji atau tidak bukan urusan saya, tetapi supaya
orang tahu bahwa kamu adalah tawanan saya. Ingat kamu adalah tawanan dan saya adalah
penguasa. Kira-kira begitulah kondisi politik yang dihadapi Sadrakh ,Mesakh dan
Abednego. Nama mereka menunjukkan siapa yang berkuasa secara politik. Kamu
tidak bisa bebas , tetapi harus mengikuti perintah saya dan kamu harus menjado
orang Babel sesuai dengan namamu. Seringkali hal ini menjadi kesulitan bagi Sadrakh,
Mesakh dan Abednego.
Kesulitan
pertama yang dihadapi ketika Raja mengharuskan mereka untuk makan dan minum yang
sudah dipersembahkan ke berhala, dan tidak boleh ada yang menolaknya karena status
mereka sebagai tawanan. Apa yang mereka lakukan kemudian? Sebagai tawanan
mereka berkata, “Ya sudahlah saya kan tawanan, saya ikut saja”? Tidak demikian!
Mereka memberikan usulan kepada penyaji
makanan. “Tidak usah memberi kami daging
dan anggur tetapi sayur-syayuran dan air biasa, dan nanti kita lihat siapa yang
lebih sehat. Di dalam Daniel 1, Sadrakh, Mesakh dan Abednego ternyata jauh
lebih sehat dan bugar. Lebih kuat dari orang-orang yang makan–makanan raja yang
sudah dipersembahkan kepada berhala. Allah menolong mereka , memimpin mereka
luar biasa, ketika mereka ingin terus belajar percaya kepada Allah. Bahkan di
dalam ayat 17,19 dan 20, Alkitab mencatat mereka orang pandai, dan tidak ada
yanga menyamai. Mereka 10 kali lebih cerdas daripada orang-orang muda di
Babilonia. Mereka akhirnya dipekerjakan dengan kedudukan yang baik. Sepertinya situasi
sudah tenang dan aman. Apakah benar?
Ternyata tidak demikian. Hidup ada saat tenang, tetapi ada saat di mana ada
permasalahan besar datang. Mereka bekerja baik-baik, tidak mengganggu orang,
menujukkan kualitas yang luar biasa, menunjukkan kesetiaan kepada pemerintah,
namun tidak berarti tidak masalah. Tiba-tiba Nebukadnezar mendirikan patung
yang sangat tinggi dan mengumumkan semua orang harus menyembah patung. Ada orang Kasdim (orang Irak) yang tidak suka
orang Yahudi dan mencari cara untuk menyalahkan orang Yahudi. Mereka menemukan
bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak menyembah patung tersebut.
Mengapa
nama Daniel pada pasal 3 tidak disebutkan? Hanya Sadrakh, Mesakh dan Abednego
lalu di pasal lain, hanya nama Daniel yang muncul (yang lainnya tidak ada). Tidak
ada keterangan tentang hal itu. Jadi hanya bisa menerima , mereka sedang
diceritakan secara khusus. Ketika mereka
tidak menyembah, maka Nebukadnezar menjadi sangat marah. Dalam ayat 16-18, ada
perdebatan antara Sadrakh, Mesakh dan Abednego dengan raja Nebukadnezar.
Nebukadnezar menyarankan mereka untuk menyembah patung dan Tuhan pasti mengerti
. Nebukadnezar mengenal mereka karena mereka 10 kali lebih pintar. Ia coba
membujuk mereka,” Ayo sembahlah. Kalau tidak sembah, mana kamu akan masuk ke
dalam dapur api yang menyala-nyala dan dewa mana yang akan menolong kamu?” Ada
kalanya iman kita dibenturkan seperti ini. Ada orang (teman kerja, keluarga)
yang belum percaya mencoba melunturkan iman percaya kita. Mereka mencoba
memasukkan pikiran-pikiran yang sepertinya masuk akal. Misalnya : Ambil saja
tidak apa-apa walaupun bukan milikmu. Anakmu sedang sakit, Tuhan akan mengerti.
Ada begitu banyak cara dunia yang ingin mengalihkan diri dari cara yang benar.
Apalagi dihadapi pada pilihan hidup atau mati. Mereka bicara, “Tidak ada
gunanya berdebat denganmu, karena biar bagaimana pun kami akan tetap menyembah
Allah.” Kadang saya berpikir, bagaimana kalau saya yang berada pada situasi Sadrakh,
Mesakh dan Abednego? Kalau Sadrakh, Mesakh dan Abednego memikirkan masa depan,
maka lebih baik mereka mengikuti saja kemauan Nebukadnezar. Pekerjaan baik, pemasukan
okey, tidak usah dirongrong tentara dan hidup bisa tenang. Tetapi saat itu mereka
mampu untuk memilih apa yang terbaik dalam hidup mereka. Mereka melihat saat
itu adalah momentum yang tepat untuk menyatakan, “Inilah iman saya”. Tidak
semua orang bisa menangkap momentum seperti ini sehingga kita tidak bisa mengatakan,
“Ini maunya Tuhan untuk kita menyatakan
iman”.
Mengapa
kita susah menyatakan iman?
Karena
pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal yang sifatnya jasmani yang enak-enak. Alih-alih
pikiran dibuka dan dunia harus tahu posisi kita di mana. 24 jam kita sibuk
mencari nafkah, memikirkan anak, keluarga dan pelayanan sehingga membuat kita
tidak mampu menangkap momentum seperti itu. Sadrakh , Mesakh , Abednego juga
punya pekerjaan yang bagus yang mendatangkan penghasilan yang banyak dan itu
yang harus dipertaruhkan. Tetapi mereka berkata,
“Allah yang kami puja sanggup melepaskan kami.” Tapi mereka tidak berhenti saat
itu. “Allah yang kami puja juga sanggup tidak
melepaskan kami”. Allah sanggup menolong dan membiarkan masalah terjadi dalam
hidup saya. Apakah kita hanya punya satu sisi pemahaman, Allah sanggup menolong
tetapi lupa yang lain bahwa ada kedaulatan Allah yang bisa membiarkan masalah terjadi.
Ayat 18, tetapi seandainya tidak,
hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku,
dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
Kalau
kita susah dan ditolong Tuhan, maka kita pasti menerimanya. Tetapi kita terkena
masalah dan berdoa, dan Tuhan berkata “Aku tidak akan menolongmu keluar dari
masalah ini” apakah kita terima? Itu yang terjadi pada Sadrakh, Mesakh dan
Abednego. Mereka tidak tahu, Tuhan akan menolong mereka atau tidak. Dulu Tuhan
menolong mereka, tapi dalam menghadapi masalah ini mereka tidak tahu apakah
Tuhan akan menolong. Bukan mereka tidak tahu kebaikan Tuhan tapi mereka tidak
tahu rencana Tuhan bagi mereka. Apakah Tuhan akan membiarkan mereka mati di
Babilonia di atas perapian yang menyala-nyala. Ketika mereka menjawab, “Kami
tetap tidak menyembah walaupun Tuhan tidak menolong kami”, maka meluaplah
kegeraman Nebukadnezar. Sehingga Nebukaknezar memerintahkan ”Panaskan 7 kali
lipat. Bawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego masuk dan biarkan mereka mati”. Dalam sebuah
drama, mungkin kita buat scenario di mana malaikat datang dan angkat Sadrakh,
Mesakh dan Abednego sehingga tidak terbakar. Orang Kristen pada umumnya ingin begitu
ada masalah Tuhan langsung turun tangan menolong. Tetapi Tuhan tidak menolong
dan membiarkan mereka masuk dapur api yang dipanaskan 7 kali lipat. Tetapi
justru kita bisa melihat karya Allah terjadi di sana. Campur tangan Allah
justru terjadi di sana. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak minta umur panjang,
tetapi akhirnya Tuhan kasih mereka. Waktu Salomo berdoa tidak minta kekayaan
dan hanya minta hikmat, tetapi Tuhan berikan hikmat dan harta kekayaan. Terkadang
saya pikir, apa kita perlu minta sesuatu kebalikannya. Saat ulang tahun minta
agar sehat dan umur panjang. Kata Tuhan, “Karena kamu minta sehat dan umur
panjang, bagaimana kalau saya kasih kamu sakit dan umur pendek?” Masih bisa
beriman bila diberikan seperti itu? Kembali pada cerita Daniel. Walaupun 7 kali
lebih panas, mereka bisa masuk lebih dalam ke dalam dapur perapian. Mereka
masuk dengan selamat tetapi yang membawa mereka mati karena kena hawa panasnya.
Itu mujizat yang Tuhan lalukan. Logikanya : yang membawa dan dibawa seharusnya
mati kena panas karena Sadrakh , Mesakh dan Abednego tidak memakai baju anti
api. Yang masuk 3 orang dan yang berjalan-jalan
ada 4. Allah menampakkan diriNya. Allah bersama anak-anakNya yang sedang dalam
kesulitan. Saya pikir mudah saja kalau Tuhan mau tolong. Begitu Sadrakh, Mesakh
dan Abednego, wajan menjadi dingin dan apinya mati. Tetapi Tuhan tidak
melakukan hal itu. Tuhan biarkan dapur perapian tetap 7 kali lebih panas,
tetapi dalam kesulitan itu, Ia hadir
bersama anak-anakNya yang sedang susah. Itulah Allah Immanuel, Allah yang
beserta umatNya. Dalam ayat 27, saat mereka keluar, mereka tidak hangus
terbakar dan tidak ada bau kebakaran sedikit pun.
Apa
yang menjadi dapur api kita? Apa yang menjadi masalah kita? Apa masalah itu
membuat kita menjadi tidak beriman atau tambah beriman? Apakah masalah itu
membuat kita menjadi tidak percaya atau membuat kita belajar. Masalah keluarga
dan kesehatan, mungkin kita punya anak yang tidak bisa diharapkan dan menjadi
sumber kekecewaan. Atau kita mempunyai hal yang menyakitkan kita dalam hubungan
kita dengan orang lain. Banyak hal membuat iman kita runtuh dan hilang. Tetapi
kalau kita sedang menghadapi dapur api kita, sebaiknya kita mengingat kisah Sadrakh,
Mesakh dan Abednego. Mereka menyerahkan
100% permasalahan mereka tanpa berusaha mendikte Allah. Mereka tidak pernah
memaksa Allah. Kalau kita, tanpa sadar kita suka mendikte dan memaksa Allah.
Kita sulit 100% membiarkan Allah bekerja sesuai kedaulatan, rencana, kebaikan
dan misteriNya. Itu sebabnya kita sulit melihat
portolongan Allah.
Penutup
Satu
kalimat dari buku yang saya baca “Belajarlah setuju dengan Allah”. Saya baca, bangun,
belajar setuju dengan Allah. Bukankah kita seringkali yang meminta Allah yang
setuju dengan saya? Saya buat rencana ini-itu dan minta Allah tanda tangan agar
menjadi lebih baik. Tuhan bilang, “Saya tidak setuju! Saya maunya seperti ini”
Itu yang terjadi dalam kehidupan kita. Tetapi buku itu mengajarkan “belajarlah setuju
dengan Allah”. Allah yang menentukannya dan kita yang belajar setuju dengan Dia.
Dengan demikian baru kita bisa melihat pertolongan Allah. Biarlah kita belajar untuk
setuju dengan Allah dan jangan mau-maunya sendiri. Karena belajar setuju dengan
Allah berarti kita memposisikan sebagai anak. Allah yang memberikan garis-garis
yang baik , agar hidup kita juga menjadi baik. Jangan kita menjadi umat Tuhan
yang selalu membangkang, melawan dan mau-maunya sendiri.
No comments:
Post a Comment