Pdt. Hendra G. Mulia
Lukas 18:9-14
9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap
dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan
perumpamaan ini:
10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk
berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam
hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama
seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan
bukan juga seperti pemungut cukai ini;
12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku
memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh,
bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan
berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke
rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan."
Pendahuluan
Mana yang paling berbahaya dan brengsek :
-
orang yang kelihatannya jahat tetapi hatinya baik,
-
orang yang kelihatannya baik tetapi hatinya jahat,
-
orang yang kelihatannya jahat memang hatinya jahat,
-
orang yang kelihatannya baik memang hatinya baik.
Orang yang kelihatannya baik
tetapi hatinya jahat adalah orang yang paling berbahaya.
Jadi di gereja kalau ada orang yang
kelihatannya jahat jangan dimusuhi siapa tahu hatinya baik.
Dulu sewaktu saya mengajar di
sekolah, seorang rekan memberi tips (petunjuk) : “Kalau mengajar anak-anak di
sekolah jangan dikasih hati karena kalau dikasih hati maunya jantung. Menghadapi
anak-anak kita harus tegas. Jadi perlu disiplin.”
Pertama kali mencoba mendiamkan
kelas yang ribut, saya berkata, “Tolong diam ya, saya mau absen.” Namun
dampaknya dapat diduga : murid-murid tidak bisa diam. Saya coba meningkatkan
mengeraskan suara, “Coba ya diam! Saya mau absen!” Ternyata kelas belum bisa
diam juga. Akhirnya dengan muka geram saya menghajar meja guru sehingga para
murid terkejut dan tiba-tiba semuanya terdiam. Saya tertawa dalam hati,”Dari tadi
disuruh diam tidak mau. Sekarang baru terkejut.”
Saya pun menjadi guru agama yang paling
terkenal di seluruh sekolah. Guru paling dibenci satu sekolah. Guru agama yang paling
dibenci. Kalau guru agama dibenci apalagi Yesusnya! Lama kelamaan, saya belajar
mendekatkan diri dengan para siswa. Ada siswa yang brengsek sekali. Setiap
masuk kelas dia sengaja membuat keributan. Begitu saya masuk, dia asyik
berbicara dengan teman sebangkunya. Saya pelototi , dia tidak peduli. Dia terus
mengobrol. Suatu kali saya tidak tahan. Saya tunjuk dan minta teman sebangkunya
keluar. Maka keluarlah dia. Anak yang menjadi teman ngobrolnya saya keluarkan.
Ternyata berhasil. Setelah itu tidak ada satu pun siswa yang mau duduk dengannya.
Waktu saya minta keluar temannya protes, “Bukan saya yang mengajak ngomong.”
Dalam hati mungkin dia berkata, “Sial dia yang mengajak omong malah saya yang disuruh
keluar.” Akhirnya anak biang ribut itu duduk di bangku paling depan dan tak ada
yang mau duduk dengannya.
Namun ulahnya tidak berhenti
dengan duduk paling depan. Dengan sengaja , ia memainkan pena-nya untuk mengetuk-ngetuk
meja. Ia pura-pura duduk suci , lalu pena-nya dijatuhkan. Dengan perlahan-lahan ia pun keluar
dari bangku-nya untuk mengambil pena yang jatuh tersebut sambil melihat ke arah
saya. Rasanya mau saya tampar. Kalau tidak ada larangan, ingin saya menghajarnya. Saya pun mulai mendoakan anak itu dan terakhir
dia bertobat juga. Waktu saya ke Amerika kami tidak bertemu lagi. Setelah saya
kembali dia sudah tidak ada di gereja karena tidak ada yang memperhatikan dia.
Suatu waktu saya khotbah di Jakarta. Dia datang menghampiri saya. “Pak masih
ingat saya?” tanyanya. Tentu saja yang mengenalnya dan menjawab, “Oh kamu
gereja di sini?!” Lalu ia pun bercerita. “Pak saya akhirnya bertobat. Tetapi
setelah itu saya jadi nakal lagi dan pergi ke Melbuorne lalu balik lagi.” Saya berkata,
“Dulu kamu brengsek! Dulu kalau lihat kamu saya mau tampar.” Dia menanggapi, “Iya
Pak. Kalau saya lihat foto saat muka saya masih muda memang menyebalkan sekali.”
Sebenarnya hatinya baik. Anak itu mukanya menyebalkan sekali. Saat itu saya
baru pindah dari Bandung ke Jakarta. Dia bertanya, “Pak sudah punya ranjang?” Saya
pun membalas,”Kamu mau kasih?” Ia pun berkata,”Iya, saya kerja di perusahaan ranjang.
Saya hanya kasih ranjang.” Jadi saya pun membeli kasurnya, namun ranjang yang
dijanjikan tidak juga datang. Setelah beberapa lama , akhirnya dikirim juga
ranjangnya. Ranjangnya terbuat dari kayu jati walau bukan yang bagus. Sekarang
mebel kayu jati sudah jarang. Sekarang saya tinggal di apartemen yang kecil dan
saya mengirim ranjang pemberiannya ke Bandung dan menaruhnya di rumah anak saya.
Saya ingin menyimpannya sebagai kenangan dari murid yang dulu menyebalkan tapi
hatinya baik. Orang yang hatinya baik gampang kita hadapi. Yang berbahaya adalah
orang yang mukanya baik tapi hatinya jahat. Di gereja yang mukanya menyebalkan
tidak ada karena tidak ada yang mau menemani ia jadi sudah keluar dari gereja
atau mencari gereja yang bisa menerimanya.
Orang Farisi
Orang Farisi maunya
mencari kesalahan Tuhan Yesus. Dari kecil kita sudah dikisahkan tentang orang
Farisi dan merasa sebal dengan orang Farisi. Terkadang kita menyebut teman kita
sebagai orang Farisi. Kalau dibilang orang Farisi, itu berarti kita munafik dan
kita tidak suka. Orang Farisi sebenarnya orang baik. Ceritanya gerakan Farisi punya
cita-cita bagus sesuai dengan Firman Tuhan. Banyak orang yang tidak mengikuti
firman Tuhan dan menjalani hidup sesuai dengan firman Tuhan. Sebenarnya gerakan
Farisi bagus. Ada cerita yang saya karang sendiri. Ada seorang Farisi
jalan-jalan ke mal. Saat itu orang jualan seminggu sekali di depan pintu
gerbang. Orang Farisi setiap Kamis datang walau tidak berbelanja. Mereka
melakukan window shopping, hanya
lihat-lihat dan pegang-pegang saja. Jadi ia pun berjalan-jalan. Lalu orang
Farisi ini melihat seorang perempuan. “Astaga cantik sekali”, gumamnya dalam
hati. Begitu mungil. Senyumnya membuat jantung Sang Farisi berdebar-debar. Lalu
ia membandingkan dengan istrinya. Kalau wanita itu langsing, istri saya
langsung. Kalau dia tertawa ada lesung di pipinya sedangkan kalau istrinya tertawa
menyebalkan sehingga ingin ditonjoknya. Pikirannya berubah menjadi jahat. Aduh perempuan
ini anak siapa? Saya nikahi saja. Sang Farisi pun berangan-angan mengajak
istrinya naik ke gunung lalu ingin mendorongnya ke jurang agar meninggal
sehingga ia pun bisa menikahi gadis itu. Tiba-tiba ia sadar dan berpikir “Ini
dosa!” jadi ia pun pulang agar tidak berdosa.
Suatu kali ia datang ke tempat orang-orang Farisi suka berkumpul dan
sharing firman Tuhan. Lalu ditanya,”Ada yang mau sharing?” Sang Farisi pun sharing,
“Saya kemarin ke mal.” Rekannya berkata,”Oh, saya juga pergi ke sana. Mengapa saya
tidak melihat kamu ya?” Sang Farisi berkata terbata-bata, “Saya hanya ke sana sebentar
saja.” “Oh hanya sebentar. Jadi kamu ngapain ke sana?” Sang Farisi menjawab,”Hanya
lihat-lihat saja sebentar.” Rekannya jadi penasaran dan terus bertanya,”Lalu
bagaimana?” Sang Farisi hanya berkata,”Saya pergi ke mal.” Rekannya kesal,”Iya saya
sudah tahu.” Sang Farisi berkata,”Saya malu menceritakannya.” Rekannya pun
mendesaknya,”Hayo cepat ceritakan. Kalau mau cerita cepat cerita. Kalau tidak
mau ya tidak usah.” Sang Farisi pun terpaksa berkata,’Waduh malu. Kemarin saya
ke mal. Lalu saya lihat seorang perempuan.” Rekannya menanggapi,”Kan memang
banyak perempuan di mal.” “Tapi yang ini cantik sekali.” Imbuh Sang Farisi. Rekannya
penasaran,”Lalu bagaimana?” Sang Farisi bertanya,”Saya pikir, mengapa istri
saya jelek amat.” “Terus?” rekannya menanti kelanjutannya. “Saya mau ajak istri
saya ke gunung dan setelah di jurang saya mau dorong agar jatuh.” Akhirnya Sang
Farisi mengungkapkan pikirannya. Rekannya berkomentar,”Oh begitu? Jahat amat
ya.” Tapi ternyata rekannya juga begitu. Temannya berkata, “Saya juga berpikir seperti
itu. Gadisnya seperti ini kan?” Rupanya gadis yang sama yang diceritakan Sang
Farisi. Rupanya semua Farisi itu punya pikiran jorok.
“Jadi bagaimana nantinya?” mereka sudah merasa berdosa dan ingin mencoba
mengatasinya. Jadi mereka berkumpul dan berkata,”Kita orang Farisi berdosa terus.”
Untuk mengatasinya lalu diusulkan peraturan, “Semua perempuan kalau berpergian harus
metutup mukanya sehingga hanya terlihat matanya.” Alasannya waktu perempuan berjalan
dan kita melihatnya jadi tidak naksir. Masa melihat jempol kaki atau matanya
saja bisa naksir? Tapi ada yang
membantah,”Tetapi kalau begitu kita kan repot. Anak dan istri kan harus
dikerudungi. Cara begitu kan mahal. Jadi bagaimana?” Akhirnya diusulkan cara
lainnya, “Kita tutup saja mata kita.” Namun tidak disetujui,”Masa sudah dikasih
mata malah ditutup?” Akhirnya ada lagi yang mengusulkan,”Kalau begitu kita
janjian saja begini. Kalau jalan, kita harus menunduk sehingga tidak bisa
melihat wajah orang. Kalau perlu pakai kacamata kuda. Waktu jalan kita hanya
melihat kaki perempuan. Jadi dengan demikian kita tidak bisa menaksir. Setuju?”
Usul ini pun disetujui. Setelah itu semua orang Farisi kalau berjalan semuanya menunduk.
Kota Israel jalanannya sempit. Ada pintu yang sempit supaya susah kalau ada
musuh yang mau masuk. Orang Farisi karena jalannya menunduk, maka menabrak
pintu itu. Sehingga kepalanya selain benjol juga berdarah. Jadi waktu zaman
Tuhan Yesus dikenal orang Farisi yang kepalanya berdarah. Agar jangan berdosa,
mereka lebih rela menabrak tembok. Mereka benjol tapi tidak berdosa. Ini Bagus.
Cita-citanya bagus. Daripada berdosa lebih baik benjol. Orang Farisi seperti
itu. Tetapi zaman Tuhan Yesus, semua tidak mencintai Tuhan segenap hati, jadi
hanya mengikuti aturan (harus begini begitu).
Orang Farisi itu berdiri
dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu,
karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang
lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini (Lukas 18:11). Doanya sombong bukan lain. Seharusnya Humanity is the basic of spirituality. (Kerendahhati
adalah dasar untuk kerohanian). Orang Farisi ini mengucap syukur karena tidak
sama dengan orang lain. Dia merasa dirinya paling baik. “Aku berdoa dan berpuasa
2 kali seminggu.” Orang Yahudi yang baik biasanya berpuasa seminggu sekali .
Sedangkan orang Israel biasanya berpuasa 1 tahun sekali saat Yom-Kippur (Hari
Pendamaian atau hari grafirat) dalah hari yang dianggap paling suci dalam agama
Yahudi). Jadi kalau ia berpuasa 2 kali seminggu berarti dua kali lipat dari
kebiasaan. Ia memberikan 1/10 dari segala penghasilannya. Jadi ia membanggakan
diri. Orang Farisi melihat dirinya sebagai orang baik (saya mentaati agama).
Tapi jangan salah, orang yang taat agama, tidak baik. Sebab ia hanya taat
pada agama. Sehingga agama menjadi mengerikan. Kenapa ada bom bunuh diri? Puji
Tuhan, setelah Doktor Azahari bin Husin (lahir di Melaka, 14 September 1957) mati
pada tahun 2005, tidak ada lagi ahli bom di Indonesia. Setelah bom di Thamrin
(14 Januari 2016), pos polisi di persimpangan jalan MH Thamrin hancur dan yang membawa bom juga mati. Orang di luar
negeri kagum dengan orang Indonesia yang menonton tembak-tembakan antara polisi
dengan teroris. Juga bom yang meledak di Mapolresta Solo tanggal 5 Juli 2016. Puji
Tuhan bomnya berdaya ledak kecil. Di Bali, korban bom yang meledak tanggal 12 Oktober 2002 sebanyak 202
orang meninggal. Teroris punya agama dan sangat taat karena ingin dirikan
negera Islam agar kita semua mengikuti syariat Islam. Justru agama seperti itu
yang bahaya. Dia pikir ia benar. Mengapa mereka berani bunuh diri? Padahal kita
sumbang darah saja takut ditusuk jarum. Pembom bunuh diri mati dengan usus
keluar. Ia berani karena yakin kalau mereka lakukan itu, kalau mati maka ia
akan memperoleh hadiah 70 wanita cantik yang tidak pernah disentuh baik oleh manusia
maupun jin. Berbahaya karena berbahaya. Dalam agamanya itu, ia pikir “Saya
benar”.
Orang Farisi memberikan 1/10 dari segala penghasilan. Saya bukan perampok
atau penjinak. Bukan ini itu. Jadi dia apa? Kita bisa berdosa seperti orang
Farisi. Kita bukan perampok dan pemungut cukai. Namun kita pendendam dan
pembenci. Saya tidak taat pada orang tua. Saya bukan ini-itu, tetapi tidak
bilang dia siapa. Maka di hadapan Tuhan ia tidak berani bilang siapa dirinya
sebenarnya.
Agama yang benar
Dijelaskan tentang pemungut
cukai yang dibenci karena menekan dan
memberatkan rakyat dengan cara yang kejam dan tidak adil. Mereka menarik pajak
lebih dari seharusnya. Di Israel mereka sangat dibenci. Waktu ia datang, ia
tidak berani masuk ke bait Allah. Tetapi
pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke
langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini (Lukas 18:13). Bangunan Bait Allah dibagi 2 yaitu ruang maha
kudus (Holy of Holies , kodesh hakodashim, dulu ada tabut perjanjian).
Setelah pembuangan orang Israel ke Babel ruang maha kudus ini tidak ada isinya.
Hanya imam besar yang boleh setahun sekali masuk. Lalu ada ruang kudus. Kalau
perempaun berdoa harus diluar. Orang Farisi berdoa dari ruang kudus. Pemungut
cukai berdiri mengangkat tangan dan kepala diangkat ke atas. Tapi orang Yahudi
tidak boleh mengangkat tangan. Pemungut
cukai, “Tangan saya kotor. Menerima uang yang kotor. Tuhan kasihanilah aku, aku
orang berdosa.” Berbeda dengan orang Farisi yang berkata, “Aku bukan ini dan
itu”. Pemungut cukai menunjukkan bahwa “Saya orang berdosa”. Lalu Tuhan
Katakan, orang ini yang pulang dibenarkan. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke
rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:14).
Dari kecil, saya diajarkan lagu “Baca Kitab Suci”.
Baca Kitab Suci doa tiap
hari, doa tiap hari, doa tiap hari
Baca Kitab Suci doa tiap
hari,
Kalau mau tumbuh, Kalau
mau tumbuh, kalau mau tumbuh
Glori Haleluya
Baca Kitab suci doa tiap
hari, kalau mau tumbuh
Kalau persembahan hanya memberi jumlah sekedarnya, padahal kalau menyanyi
lagu Lebih Dalam Lagi.
Lebih dalam lagi ku rindu
Kau Tuhan, lebih dari segala yang ada
Lebih dalam lagi ku cinta
Kau Yesus, Ku mengasihi Mu
Jadi antara perbuatan dan perkataan tidak sesuai alias bohong.
Petrus adalah murid Tuhan. Dibanding orang Farisi , yang lebih banyak membaca
Kitab Taurat adalah orang Farisi. Orang Farisi berdoa tiga kali sehari. Agama
itu bukan agama yang dilakukan dan dikerjakan. Agama bukan agama seperti yang
dianut oleh para teroris dan orang Farisi. Agama itu agama hati. Tuhan akan
melihat hati. Bukan usia yang dilihat. Orang yang punya penghasilan Rp 500.000 dan
mau memberi Rp 10.000. Hatinya tetap mau memberi walau hanya sedikit memiliki dan
Tuhan tahu. Kekristenan bukan agama syariah. Jadi bukan sekedar baca kitab suci
doa tiap hari. Tuhan akan jijik mendengar doanya. Kalau berdoa ia berkata, “Berkatilah yang kita makan?” karena bukan sesuatu yang keluar
dari hati. Ada seorang anak perempuan berumur 3 tahun dapat menghafal doa Bapa Kami
dalam bahasa Inggris. Inggrisnya seperti anak Singapore. Kalau punya anak atau cucu
seperti itu tentu kita bangga. Tidak salah sedikit pun hafalannya. Banyak Guru
Sekolah Minggu yang tidak mengajarkan anak berdoa seperti yang seharusnya tetapi
mengajar anak sekolah minggu untuk menghafal doa. Jadi dia tidak berdoa,
melainkan hanya menghapal doa. Lihat makanan langsung berdoa. Baik makan tahu,
es krim, atau pun nasi langsung berdoa. Otomatis. Suatu kali ada keluarga yang
terdiri dari papa, mama dan anaknya yang mau makan. Lalu sang papa meminta anaknya
berdoa. Anaknya menjawab tidak mau. Papanya meminta lagi, “Giliran kamu berdoa”.
Dijawab sang anak,”Tapi saya malu. Saya kan bicara dengan Tuhan” tetapi akhirnya
ia berdoa juga, “Tuhan Yesus terima kasih, kami mau makan, amin!” Ia berdoa
dari hati. Daripada berdoa Bapa Kami yang dihafal. Doanya hanya,”Tuhan Yesus
ini kami mau makan.” Bukan berapa lama kamu berdoa tiap hari, tetapi apakah kamu
mencintai Tuhan?
No comments:
Post a Comment