Ev. Susan Kwok
2 Tim 1:3-5
3
Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang
murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau
dalam permohonanku, baik siang maupun malam.
4 Dan
apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat
engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.
5
Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang
pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku
yakin hidup juga di dalam dirimu.
Maz 78:1-8
1 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah
telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan
mulutku.
2
Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki
dari zaman purbakala.
3
Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada
kami oleh nenek moyang kami,
4
kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan
ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan
kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.
5
Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di
Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada
anak-anak mereka,
6 supaya
dikenal oleh angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak,
bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka,
7
supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan
perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintah-Nya;
8
dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan
pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada
Allah.
Pendahuluan
Ada sebuah lelucon yang mungkin
terjadi dalam kehidupan yang nyata. Lelucon ini mengisahkan tentang wawancara seorang
mahasiswa UI dengan seorang pengemis. Seorang mahasiswa baru (maba) terlihat sedang
asyik berbicara dengan seorang Pengemis di sebuah halte bus di depan kampus
Universitas Indonesia ( UI ) Depok.
Mahasiswa
: "Sudah lama mengemis di
sini Pak ?"
Pengemis
:
"Kurang lebih sudah 30 tahun , Nak!"
Mahasiswa
: “Wah, Bapak senang dengan pekerjaan
mengemis di sini ya?”
Pengemis :
“Ya, bagaimana lagi? Saya sudah tidak punya pekerjaan lain”.
Mahasiswa : "Sehari biasanya dapat uang
berapa Pak ?"
Pengemis
:
"Lumayanlah untuk keluarga..."
Mahasiswa
: “Memang Bapak punya anak berapa?”
Pengemis
:
“Ada 3”
Mahasiswa
: “Apakah dengan mengemis bisa
membiayai ketiganya?”
Pengemis
:
“Oh bisa”
Mahasiswa
: "Ngomong-ngomong anak Bapak
ada di mana ?"
Pengemis
: "Yang ke-1 di UGM Yogja
, yang ke-2 di ITB Bandung dan yang ke-3 di IPB Bogor..."
Mahasiswa
: “Wah hebat ya anak Bapak. Di
sana jadi apa?Jadi dosen, dekan atau administrasi?”
Pengemis
: ”Oh tidak. Ya semuanya jadi
pengemis seperti saya”
Mahasiswa
: "????!!???"
Jadi
menurut pengemis ini tanda sukses adalah menjalani profesi seperti yang dilakukannya.
Prinsipnya : “Anak akan menjadi orang
yang berhasil kalau ia melakukan pekerjaan sesuai dengan pekerjaan, harapan dan
cita-cita orang tua”. Kalau pekerjaan orang tua seorang dokter, maka anak-nya
juga harus menjadi dokter dan menganggap pekerjaan lain tidak sebaik pekerjaan
dokter. Demikian juga anak seorang pengusaha yang diharapkan meneruskan usaha
orang tuanya. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya tidak memiliki pekerjaan
yang tetap. Itu sebabnya orang tua sibuk dan berusaha mewujudkan impiannya. Itu
tidak salah. Yang salah, kalau kita kembali ke tema kita “Jadilah Ahli Waris
Rohani”. Warisan yang ini seringkali dilupakan. Harapan dan cita-cita dalam hal
materi penting namun jangan melupakan warisan yang bersifat rohaniah yang tidak
kalah penting-nya.
Warisan Hal-Hal Rohani
Orang tua tentu tidak bisa begitu
saja menjadikan anaknya seperti yang diinginkan tanpa menanamkan pondasi yang
baik. Orang tua tidak mungkin bisa
memberikan rumah atau perusahaan yang bagus tapi tidak bisa dikelola dengan
baik. Tanpa dasar yang baik, pengajaran yang kokoh, pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai tidak mungkin anaknya melanjutkan dengan baik. Orang tua yang
takut akan Tuhan tidak boleh melupakannya. Setiap orang Kristen yang sudah
dewasa baik yang sudah punya anak atau tidak atau hanya punya keponakan mempunyai
tugas untuk mewarisi hal-hal rohani dari Bapa. Itu sebabnya dalam perikop 2 Tim
1:3-5 (Aku mengucap syukur kepada Allah,
yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek
moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun
malam. Dan apabila aku terkenang akan
air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah
kesukaanku. Sebab aku teringat akan
imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu
Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu) Rasul
Paulus memuji Timotius “Setiap kali terkenang akan pelayanan dan airmatamu,
saya ingin bertemu denganmu.” Di dalam diri Timotius yang masih sangat muda,
Rasul Paulus melihat ada sesuatu yang luar biasa baik. Pelayanannya yang murni
dan hati yang berbelaskasihan kepada orang-orang yang belum percaya sampai Timotius
meneteskan air mata. Bagaimana bisa ada anak muda seperti dirinya?
Membandingkan
ayat 4-5 dengan kondisi anak muda sekarang berbeda. Masa kini sedikit sekali
orang yang kagum melihat karakter, kepribadian dan kerohanian. Jarang ada
pemuda seperti yang dikatakan Rasul Paulus di atas. Yang ada sekarang justru
kebalikannya. Anak muda yang identik dengan kekuatan, daya kreativitas yang
tinggi, sesuatu yang luar biasa, sepertinya tidak punya kesan dan pengaruh
apa-apa. Malah dunia atau orang-orang generasi di atasnya, melihat anak muda
sekarang anak muda yang ingin mudahnya saja dan hura-hura. Anak muda yang tidak
fokus di dalam pekerjaan dan pelayanan. Saat bekerja atau melayani malah ada
yang bermain Pokemon dan games
lainnya. Anak muda yang tidak menitikkan air mata ketika melihat orang lain
gagal atau melihat jiwa-jiwa yang belum
mengenal Kristus dan hidupnya ingin bersenang-senang tanpa berpikir
panjang. Namun sebagai orang tua tidak bisa menyalakan anak itu sepenuhnya. Mengapa
orang tua tidak mengajar dan mendidik mereka dan menunjukkannya dalam perbuatan
dan tingkah laku? Seperti Rasul Paulus menunjukkannya dengan perbuatannya di
samping mengajar dengan perkataan. Rasul
Paulus memuji iman Timotius seperti juga
iman neneknya Lois dan ibunya Eunike (ayat
5). Di ayat ini tidak disinggung tentang ayahnya yang mungkin saja sudah meninggal.
Orang-orang dewasa bukan mendidik agar secara fisik sehat , secara akademis
pintar tapi agar anak-anak muda memiliki kerohanian yang baik dalam hidupnya.
Itulah pondasi yang diberikan nenek dan ibu Timotius. Rasul Paulus melihat
keluarga inti Timotius yang luar biasa dan memberi warna kehidupan pada
Timotius.
Bagaimana keluarga inti sekarang
mempengaruhi kemampuan anak dalam bidang akademi dan fisik? Dalam hal ini mungkin
baik. Walau tetap harus diwaspadai. Akhir-akhir ada berita tentang vaksin palsu
yang telah beredar sejak 13 tahun lalu (dari 2003) sehingga membuat orang tua
menjadi khawatir. Karena secara prinsip orang tua pasti ingin memberikan
anak-anaknya yang terbaik. Tetapi pernahkah orang tua dengan sungguh-sungguh
menyuntikkan hal-hal rohani kepada anak-anak? Biasanya hal-hal rohani hanya
terjadi kepada diri anak-anak secara alamiah dan tidak disengaja. Di sini orang
tua sering alpa.
Pengajaran Asaf
Mazmur 78 merupakan nyanyian pengajaran dari Asaf.
Asaf bersama Heman dan Yedutun merupakan 3 kelompok orang yang membawahi bidang
ibadah di Israel saat itu. Yang cukup terkenal adalah Asaf karena ia adalah kepala
paduan suara. Paduan suara penting karena puji-pujian menyatakan kehadiran dan
kekuatan Allah. Asaf mewarisi kerohanian Gerson, ayahnya yang berasal dari keturunan orang Lewi. Warisan iman dan pelayanan
di keluarga ini dilakukan secara turun temurun hingga akhirnya dipegang oleh
Asaf dan anak-anaknya. Maz 78:1-2 Nyanyian pengajaran Asaf. Pasanglah telinga
untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan
mulutku. 2 Aku mau membuka mulut
mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala. Pada
perikop ini, Asaf dengan sengaja memberi
pelajaran kepada generasi di bawahnya. Ia seakan-akan berkata, “Hai generasi di
bawahku, dengarkan dan sendengkanlah telingamu pada pengajaran tentang Allah.
Aku mau mengajarmu. Aku mau meluangkan waktu mengajarmu. Aku ingin
sungguh-sungguh memberi pengetahuan rohani kepadamu. Aku mau bayar harga untuk
memberi pengajaran kepadamu tentang apa yang telah kuperbuat.” Hari ini berapa
banyak orang yang sungguh-sungguh meluangkan waktu untuk mengajar generasi yang
ada di bawahnya? Yang terjadi hari ini orang (terutama orang kota) mengatakan, “Aku
tidak punya waktu untuk mengajar hal-hal rohani kepada anak-anak.”
Ayat 3-5, Asaf mengatakan Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan
yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami, kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak
mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada
TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. 5 Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan
hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk
memperkenalkannya kepada anak-anak mereka. Asaf ingin menceritakan apa yang
sudah didengarnya seperti ia juga mendengarnya dari nenek moyang dan sekarang ia
mau mengajarkannya kepada generasi di bawahnya. Seharusnya kita belajar bahwa Adam mewarisi dosa dan kemurkaan Allah dan seharusnya
saat itu selesai hidup manusia. Tetapi Kristus yang adalah Adam rohani
mewarisikan iman yang harus kita warisi kepada generasi di bawah kita. Tanggung
jawab sebagai orang yang menerima warisan rohani tidak hanya diam tetapi “Aku
sudah menerima warisan rohani dan aku mau mengajarkannya kepadamu.: Ayat 6-8
Asaf mempunyai tujuan agar Allah dikenal oleh angkatan yang kemudian. Anak-anak
yang lahir menceritakannya kepada anak-anak yang lahir nantinya sehingga tidak putus
dan mandeg. Tidak ada jarak antara satu generasi dengan yang lainnya. Maka orang
dewasa harus menceritakannya. Jangan sampai kita menganggapnya tidak penting.
Saya sering minta agar jemaat membaca Alkitab agar kita mewariskan apa yang
Tuhan ingin kita wariskan yaitu supaya Allah dikenal dan anak-anak kita percaya
dan memegang perintah-perintahNya (ayat 7) karena Asaf tahu bahwa dunia semakin
lama semakin jahat dan tidak mengenal Allah. Maka warisan rohani harus
ditanamkan pada generasi berikutnya.
Lirik lagu
“Bagi Tuhan Tak Ada yang Mustahil” mengatakan :
Ku yakin saat Kau berfirman
Ku menang saat Kau bertindak
Hidupku hanya ditentukan oleh perkataanMu
Ku aman karna Kau menjaga
Ku kuat karna Kau menopang
Hidupku hanya ditentukan oleh kuasaMu
Reff:
Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
MujizatNya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkanNya
Saat
menyanyikannya, apakah kita bersungguh-sungguh? Saat menyanyi terkadang saya merasa
ngeri (apakah benar apa yang kita nyanyikan). Ada singer dan pemusik yang merasa kata-katanya bermakna terlalu dalam.
Menurutnya, “Belum tentu kita bisa melakukannya.” Jadi setiap baris syairnya
kita tambahkan dengan kata: “Benar?” Banyak orang tua yang malah mewarisi
kebencian misal karena diperlakukan tidak adil oleh anggota keluarga yang lain.
Padahal saat bernyanyi mengucapkan kata-kata : “Kudiangkat dan dipulihkanNya.”
sehingga yang diwariskan adalah hati yang dipenuhi kebencian. Ayat 8 mencatat, “dan jangan seperti nenek moyang mereka,
angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan
tidak setia jiwanya kepada Allah. Pada ayat ini dikatakan sebagai “angkatan
yang tidak setia jiwanya”. Asaf ingin generasi hari ini belajar dari generasi
sebelumnya. Karena biasanya kalau sudah
makmur dan sibuk sedikit maka ia melupakan Tuhan. Asaf ingin generasi
yang tetap hatinya.
Penutup
Pertanyaannya sekarang : Apa
yang kita wariskan? Apa yang kita pentingkan selain warisan uang, nama,
asuransi (kesehatan dan pendidikan) atau tabungan? Apa kita mewariskan hal
rohani sama pentingnya seperti hal-hal jasmani? Perjalanan hidup kita akan memperlihatkan
apakah kita menghargai atau tidak warisan rohani. Amin.
No comments:
Post a Comment