Ev Johan Djuandy
Ibrani 12:3-13
3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun
menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang
berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
4 Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu
belum sampai mencucurkan darah.
5 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang
berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah
anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkan-Nya;
6 karena Tuhan menghajar orang yang
dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah
memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar
oleh ayahnya?
8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran,
yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak
gampang.
9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya
kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita
harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang
pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita
untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia
diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia
menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih
olehnya.
12 Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan
lutut yang goyah;
13 dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga
yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.
Pendahuluan
Minggu lalu , saya diundang
berkhotbah di sebuah gereja dan secara kebetulan bertemu dengan seorang bapak yang
sudah lama tidak berjumpa. Melihat wajahnya terbayang ia sedang memiliki beban
berat dan dilanda kesedihan. Saya tahu sudah lebih dari 1 tahun, istrinya
menderita penyakit kelainan syaraf yang mengakibatkan kemunduran kesehatannya. Penyakitnya
sudah berat dan tidak juga kunjung sembuh, sehingga istrinya tidak mau lagi dikunjungi
oleh orang lain dan bapak ini sangat berduka. Akhirnya dalam akhir
percakapan kami, ia berpesan ke saya, “Tolong doakan istri saya.” Ia tidak
minta didoakan agar istrinya sembuh tapi supaya istrinya tidak tawar hati dan
meninggalkan Tuhan. Saya sangat mengerti permintaan bapak ini, dan sejak itu
saya mendoakan istrinya tiap hari dalam doa saya.
Dalam menghadapi
penderitaan dalam hidup, orang Kristen punya kekuatan yang mungkin runtuh dan
menjadi tawar nati. Penulis kitab Ibrani sangat mengerti kenyataan ini sehingga
ia mengatakan,” Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun
menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang
berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (Ibrani 12:3). Ada
penderitaan yang besar yang berpotensi menjadi ancaman bagi jemaat untuk
menjadi lemah dan putus asa. Maka hal ini normal bagi orang Kristen. Bahkan orang Kristen yang punya kerohanian yang
baik sekalipun punya dalam menghadapi tekanan dan penderitaan yang lama (panjang),
saat itu ia menjadi lemah hati dan putus asa. Apa yang dulu menjadi kekuatan mereka kemudian
bisa menjadi kelemahan mereka. Ada yang sudah berdoa lama dan merasa Tuhan
tidak menjawabnya, mereka lalu meragukan dan mempertanyakan Tuhan. Maka penulis
ibani mengatakan lemah iman dan putus asa berbahaya bagian kerohanian jemaat.
Tekanan , Penganiayaan
dan Penderitaan untuk Melatih dan Mendisiplinkan UmatNya.
Saat pemerintahan
Romawi dahulu, jemaat Tuhan mengalami penganiayaan dari orang-orang Romawi. Di samping itu orang-orang Yahudi lainnya juga membenci orang Kristen. Saat
itu orang-orang Kristen dibenci, dikucilkan
dan dianiaya karena iman kepada Kristus. Begitu beratnya penderitaan
mereka sehingga ada potensi bagi untuk menyerahkan iman mereka dan tidak mau lagi mengikuti Tuhan. Mengapa mengikut
Tuhan malah menghadapi penganiayaan? Penulis Ibrani sangat mengerti hal ini dan
menasehati jemaat untuk bertekun dan jangan menyerah. Ini bukan nasehat
pertama. Pasal 10:32-35 penulis menguatkan jemaat di tengah penderitaan agar
terus bertekun. Ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak
menderita oleh karena kamu bertahan dalam perjuangan yang berat,baik waktu
kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan, maupun waktu kamu
mengambil bagian dalam penderitaan mereka yang diperlakukan sedemikian. Memang kamu telah turut mengambil bagian
dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu
menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta
yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya. Sebab itu janganlah kamu melepaskan
kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.Di pasal 12 ini kembali ia
mengulangi nasehat dan memberi semangat
Kondisi jemaat tidak mudah, mereka menghadapi
penganiayaan dan penderitaan yang berat dan panjang. Harta mereka dirampas dan
mereka tidak bisa melawan dan berbuat apa-apa. Dari surat Ibrani kita belajar, bahwa
hidup mengikuti Kristus tidak pernah menjadi hidup yang mudah. Jikalau ada
orang Kristen yang berpikir menjalani hidup kekristenan akan lancar, makmur dan
tidak ada masalah, itu adalah pikiran keliru. Namun kenyataannya banyak orang
yang memilih agama yang bermanfaat bagi dirinya. It works for me. Kalau kita tanyakan agama apa yang paling baik dan
paling dimintai? Jawabannya : agama yang tuntutannya paling sedikit dan
manfaatnya paling banyak. Itu yang paling banyak dicari. Bahkan di dalam kekristenan
banyak pengkhotbah yang mengemas ulang kekristenan dengan menutupi pesan
radikal dari Yesus Kristus untuk mengikuti Dia bahkan sampai mati dan menggantikannya
dengan pesan tentang kesuksesan dan kemakmuran. Alkitab menjanjikan penderitaan
bagi yang mau mengikuti Yesus. Alkitab tidak pernah meutupi penderitanan. Tantangan,
penganiayaan, penderitaan bukan seharusnya mengejutkan orang percaya yang mengikuti
Yesus Kristus. Menjadi orang Kristen ‘relatif mudah’ tetapi mengakhiri hidup Kristen
dengan tetap setia pada Kristus adalah tantangan yang besar. Kesulitan yang
melanda iman percaya bukan dari penganiayaan tetapi dari penderitaan seperti
penyakit, relasi yang rusak dengan orang lain, dosa atau doa yang tidak dijawab.
Itu bisa membuat kita mundur. Ibrani 12 ini menjadi perhatian. Secara khusus , Ibrani
12 melihat ujian yang melanda orang percaya adalah cara Allah mendisiplinkan,
melatih dan menggembleng anak-anakNya. Penderitaan bisa menjadi cara Tuhan
melatih dan mendisiplinkan orang-orang percaya untuk punya kerohanian yang
sejati.
Ada 1 kata yang menonjol dari bahasa Yunani untuk
kata ‘disiplin’ yakni paideia, yang terus diulang dari ayat 5
dan seterusnya. Sayangnya dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan, didikan
, hajaran dan ganjaran. Contoh : "Hai
anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan” (maksudnya disiplin). Kata
displin ini sangat penting dalam perikop yang kita baca hari ini. Disiplin
digambarkan seperti seorang ayah yang mendisiplinkan anaknya agar hebat, sukses
dan punya kedewasaan kerohanian dan moral, tangguh menghadapi tantangan
kehidupan. Ayat 7 Jika kamu harus
menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat
anak yang tidak dihajar oleh ayahnya
Saya cukup senang
membaca cerita bagaimana pengusaha sukses mendidik anak-anaknya agar kelak
menjadi orang sukses juga. Bagaimana
Sofjan Wanandi (1941), pendiri group Gemala (sekarang Santini Group), melatih
anaknya dari muda untuk menjadi anak tangguh. Anaknya tidak diberikan kemudahan
dalam bentuk uang yang banyak. Banyak pengusaha sukses yang melatih anak-anaknya
untuk bekerja keras dan menghadapi kesulitan. Misalnya anaknya Luki Wanandi yang
sekarang menjadi presdir Santini group dilatih dari bawah. Dari karyawan sederhana
di pabrik perusahaan papanya sendiri. Kalau salah membuat laporan, ia ditegur
atasan. Ia melakukan pemeriksaan fisik (stock
taking) melihat berbagai kegiatan sebagai orang yang rendahan. Bahkan dia
dikirim ke Singapore untuk berlatih dengan gaji 1.000 S$ (lebih rendah dari gaji
supir). Hal yang sama juga terjadi dan berlaku dalam kerohanian.
Pembaca kitab Ibrani
perlu didisplin dalam kerohaniaan. Ayat
5-6 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang
berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah
anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkan-Nya; karena Tuhan
menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya
sebagai anak." Jelas cara
pandang pasal 12 ini , kita adalah anak. Jemaat adalah anak dan pertanyaannya, “Di
mana ada anak yang tidak didisiplin oleh bapak yang bijak?” Di tengah
penderitaan yang berat yang dihadapi jemaat saat itu, mereka harus menghadapi
kenyataan penderitaan yang mereka alami bukan karena Allah meninggalkan atau tidak
sanggup menolong mereka atau Allah tidak peduli pada mereka. Sebaliknya
penderitaan yang mereka alami justru bukti kasih Allah kepada anak-anakNya.
Mereka didisiplin untuk bertumbuh dalam kedewasan rohani. Jemaat ini melihat
penderitaan ini tanda Allah memperlakukan mereka seperti bapak memperlakukan
anak-anaknya yaitu mendisiplinkan anaknya. Ayat
8
Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap
orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Kalau kita tidak
mau disiplin maka kita menjadi anak-anak gampangan. Maka jemaat harus mengubah
cara pandang dan prespektif. Di balik penderitaan , Allah sedang bekerja
memproses jemaat untuk menjadi murid Kristus yang tangguh. Penulis Ibrani juga mengingatkan
agar jemaat berjuang terus dan melihat Yesus Kristus. Ini yang paling besar
dalam hidup : melihat penderitaan dengan memandang Yesus Kristus. Karena Yesus
Kristus sebagai Anak mengalami proses
yang sama. Ia alami proses disiplin Anak oleh Bapak. Yesus adalah Anak Allah
tetapi dalam statusnya yang istimewa sebagai anak , Yesus Kristus tidak
melewati penderitaan itu. Yesus Kristus menjalani penderitaan agar Dia
disempurnakan. Kalau kita tidak mengerti ayat-ayat ini mungkin kita akan salah
paham.
Ibrani 5:8-9 Dan sekalipun Ia
adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
dan sesudah Ia mencapai
kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang
taat kepada-Nya. Ini menimbulkan pertanyaan, “Apa Yesus belum sempurna sehingga harus
menjalani proses untuk disempurnakan?” Yesus adalah Allah yang sempurna dan
tidak ada kekurangan apapun sebagai manusia. Apa maksud mencapai kesempurnaan?
Sebagai penebus manusia yang berdosa, Yesus perlu membuktikan ketaatan dan
kerelaanNya yang sempura dalam penderitaan yang berat sampai mati di kayu
salib. Kesempurnaan dan kerelaan membuktikan bahwa Dia adalah kurban yang
sempurna untuk menebus kita yang mau taat kepadaNya. Yesus menjalani proses
penyempurnaanNya. Ini yang Allah lakukan kepada Yesus Kristus. Pada Ibrani 12,
kita menemukan fakta yang indah. Allah memperlakukan kita, sebagaimana Dia
memperlakukan Yesus sebagai anak tunggalNya sendiri. Allah memperlakukan kita
tidak kurang seperti kepada Yesus : Dia mengijinkan Anak untuk melewati
penggembelangan sampai mati di kayu salib. Jadi apa yang dilakukan kepada kita
sebagai anak juga seperti ia menggembleng Yesus sebagai anak. Kita bersyukur
dan bersuka cita. Apa yang kita alami mungkin membuat kita hampir menyerah. Itu
yang pernah Allah lakukan kepada Yesus Kristus. Sehingga kita disempurnakan dan
dibuat jadi dewasa. Mari kita punya paradigma (cara pandang) yang diubahkan
oleh firman Tuhan dalam melewati jalan panjang dan berat. Bukannya mencurigai
kasih Allah tetapi sebaiknya kita bersyukur karena ini memperlihatkan kita
anak-anakNya dan mengerjakan disiplin pada kita seperti pada Yesus Kristus. Yesus
Kristus tidak bebas dari disiplin, mengapa kita harus minta dibebaskan dari
proses ini. Kalau Yesus yang sempurna mengalami proses disiplin, jangan pernah
berharap, hidup sebagai orang Kristen yang trouble-free
(bebas dari masalah).
Hal yang lebih indah
dari disiplin adalah tujuan mengapa Allah mendisiplinkan kita sebagai
anak-anakNya bukan tujuan untuk yang singkat (jangka pendek) tetapi tujuan yang
sampai ke kekalan. Ayat 10 mengontraskan disiplin yang dikerjakan bapak di
dunia dengan disiplin Bapa di surga. Bapak di dunia mendisiplinkan jangka
pendek, tetapi Dia mendidik agar kita beroleh bagian di dalam kekudusanNya. Ini
adalah tujuan yang indah dan kekal. Kalau bapak di dunia ini yang pengetahuan
dan bijaksananya yang sangat terbatas mencoba mendidik anaknya dalam jangka pendek,
maka Allah yang bijaksana sempurna, mempersiapkan untuk sesuatu yang kekal, untuk
mendapat bagian dalam kekudusan yang kekal. Artinya Allah mengajar kita untuk
makin bersandar padaNya dan bukan bersandar pada harta, uang kita dan manusia
lain. Kita lebih bersandar kepadaNya untuk mencari kehendak Tuhan lebih dari memaksakan
agenda dan keinginan kita. Ketika Yesus menghadapi konsekuensi yang sangat
berat, salib di depan mata, Dia berdoa 3 kali, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki." Di tengah penderitaan yang berat, ada peperangan
kehendak dan Dia menundukkan kehendakNya pada Bapa. Penderitaan adalah kesempatan
yang baik untuk kita belajar taat, baik untuk menggambil bagian dalam kekudusan
Allah. Sensitifitas kita jauh lebih terbentuk di masa yang sulit dibanding masa
yang lancar. Kita lebih mengetahui anugerah Tuhan di tengah kehidupan yang
sulit dibanding yang mudah. Saat kita ingin menyerah Rasul Paulus mengatakan dalam
2 Korintus 12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,
sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu
terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun
menaungi aku.
Seorang jemaat
remaja kami yang berusia sekitar 17 tahun menderita kanker ganas yang menyerang
pencernaannya sehingga perutnya membusuk dan membengkak penuh cairan. Itu masa
yang sulit baginya. Ia baru saja mulai bekerja, setelah lulus SMA dan tidak
kuliah karena tidak punya dana. Suatu kali saat kebaktian Jumat Agung di gereja
diadakan doa seharian. Ia naik ke mimbar dan berkata ,”Saya seringkali merasa
sakit sekali karena penyakit ini.” Memang tubuhnya sudah kurus kering karena
terapi dan ia sangag menderita. Di malam hari penyakit itu begitu hebat menderanya.
Dia berseru kepada Tuhan minta tolong
tapi rasa sakit itu tidak berkurang. Yang indah ia mengatakan, “Saya tidak
kecewa pada Tuhan.” Ia mengutip Ratapan 3:22-23 yang disampaikan dalam nyanyian
yang dikenal. Kasih Tuhan tak
berkesudahan, Tak habis-habisnya rahmatNya, Slalu baru stiap pagi, Baru stiap
pagi, Besar kasih setiaMu Tuhan. Besar kasih setiaMu. Saya baru hari itu melihat orang yang diserang
penderitaan yang hebat tapi bisa mengagungkan Tuhan dan merasa kasih Tuhan baru
setiap pagi. Beberapa minggu kemudian keadaannya sangat lemah sehingga
dimasukkan ke rumah sakit. Waktu saya besuk, dia sedang menderita yang hebat.
Dia mencoba mengubah posisinya berkali-kali. Saat melihat saya datang, ia meminta
saya bernyanyi lagu Kasih Tuhan Tak Berkesudahan. Saya menyanyi bersamanya dengan
terbata-bata karena emosi yang berkecamuk... Kasih Tuhan.. tak berkesudahan. Malam itu juga Tuhan memanggilnya
dan mengumpulkan dia kembali ke rumah Bapak di
surga.
CS Lewis (1898-1963,
sastrawan Inggris, pemikir yang dalam, penulis The Chronicles of Narnia) mengatakan , “God allows us to experience the low points of life in order to teach us
lessons that we could learn in no other way” (Allah mengijinkan kita mengalami
titik terendah dalam hidup untuk
mengajarkan kita suatu pelajaran yang tidak bisa diajar dengan cara lain). Itu
pelajaran yang diambil dari titik terendah dalam hidup kita. Mungkin dalam penderitaan
kita belajar anugerah Allah. Kalau kita mengharapkan hidup yang mudah untuk
mencapai titik puncak dalam hidup kita, mungkin kita tidak belajar tentang taat
dan berserah kepadaNya, anugerah Allah di tengah ketidakberdayaan kita
dan kehendak Allah. Allah mengijinkan titik terendah dalam hidup kita karena ia
ingin kita belajar dengan suatu cara yang tidak mungkin diajarkan melalui cara
lain. Ibarat emas murni 24 karat yang
dihasilkan dari proses pemurnian. Dalam proses tersebut, logam emas kotor harus melewati perapian. Emas kotor dipisahkan
dari logam lain dan kotorannya. Emas
yang melewati api baru menjadi emas murni yang bernilai. Hidup kita tidak
mungkin bernilai kalau tidak pernah dimurnikanan dalam api. Rasul Petrus mengatakan
pada dalam 1 Petrus 1:6-7 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun
sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang
jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya
dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan
kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Kalau emas saja dimurnikan api, bagaimana
kita yang diciptakan dengan tujuan yang kekal tidak dimurnikan oleh api? Saat
disiplin datang tidak mendatangkan
sukacita melainkan dukaciata tetapi memnghasilkan buah darinya. Itu sebabnya,
saat Rasul Paulus mengatakan, Sebab itu
kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; supaya imanmu jangan
menjadi lemah dan putus asa.
Penutup
Saya tidak tahu pergumulan
setiap jemaat yang hadir saat ini. Mungkin ada yang kecewa karena doa tidak dijawab sehingga meragukan
kasih dan kesetiaan Allah. Kalau memang penderitaan ini bukan karena dosa ,
mungkin Dia sedang mendisiplinkan anak-anakNya. Maka sebagai anak, kita seharusnya
bersyukur karena kita diingatkan untuk memandang kepada Tuhan Yesus. Kita diingatkan
pada Yesus yang menanggung bantahan yang sangat hebat agar kita tidak menjadi
lemah dan putus asa. Kalau kita sampai ke titik di mana kita menjadi lemah
dan putus asa, maka lihatlah penderitaan Yesus sehingga kita terus
dikuatkan untuk berjalan bersamaNya. Luruskanlah kakimu sehingga yang pincang jangan
terpelecok, tetapi menjadi sembuh