Dari : majalah Standard Februari 2015
Majid John mengalami kepahitan karena Revolusi Iran. Ia mencari kedamaian
dengan berbagai cara, akhirnya ia menemukannya di dalam sebuah gereja. Berikut
ini adalah kesaksiannya.
Virginia, 16 Mei 2013
Saya berusia 8 tahun ketika gejolak yang memicu Revolusi Iran tahun 1979
pertama kali terjadi. Sejak saat itu sampai saya berusia 16 tahun, pemerintah
menewaskan delapan saudara dan saudari saya. Saya menyaksikan ini. Bahkan adik
ipar saya, yang sedang hamil dua bulan, dibunuh, meskipun hukum agama secara
tegas melarang membunuh seorang wanita hamil. Ibu saya dan adik perempuan
lainnya di penjara.
Dari usia 16 hingga 19,
saya ditinggalkan sebagai satu-satunya pengasuh bagi ayah saya yang menderita
penyakit Alzheimer. Selama masa ini Iran dan Irak mengalami konflik peperangan
(1980-1988), dan saya juga kehilangan banyak teman saya karena pertikaian
tersebut.
Semua orang yang saya
kasihi tewas terbunuh atau dibawa ke penjara. Saya tidak bisa memahami hal ini
sehingga saya menjadi sangat marah.
Saya lahir di Teheran,
Iran, pada akhir 1960-an, anggota termuda dari keluarga yang besar dan
terkenal. Ayah saya adalah seorang guru yang dihormati dan pejabat senior di
pemerintahan, menjadi anggota senat Iran dari kelompok Syiah dan kemudian
sebagai pemimpin majelis parlemen selama masa pemerintah transisi dan setelah
revolusi.
Visi di Lembah
Setelah revolusi berakhir
pada bulan Desember 1979, saya diundang untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
politik karena nama besar keluarga saya. Sebaliknya, saya berdebat dengan
mereka semua dalam pikiran saya – pemerintah, orang lain, sepupu saya sendiri.
Saya masih terlalu muda untuk memahami hal-hal , dan saya benci dengan mereka
semua. Saya membenci tanpa mengetahui alasannya. Saya tidak menyadari betapa
besar kebencian itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang saya tidak bisa jawab.
Saya dipenuhi dengan
kemarahan karena saya melihat semua orang yang bertanggung jawab atas kematian
keluarga saya – kelompok syiah, pemimpin baru Ayatollah Ruhollah Khomeini, kaum
revolusioner, mereka yang menolak revolusi. Tampaknya semua orang memiliki
kebencian di dalam hati mereka, bahwa tidak ada satupun yang mempunyai tangan
yang bersih. Saya ingin membalas dendam atas begitu banyak orang – terutama
sepupu dan teman-teman dekat yang telah menyebabkan kematian dan pemenjaraan
anggota keluarga kami.
Ketika saya masih 19, penyakit ayah saya menjadi parah dan saya
kurang bisa merawatnya. Sementara itu, saya sendiri juga sakit saat saya hendak
memandikannya. Saat itu, tatkala ayah saya sedang sekarat, saya hanya bisa
menatapnya saja.
Suatu hari saya
mengemudikan mobil dengan kecepatan sangat tinggi menuju ke suatu daerah yang
terpencil, daerah perbukitan di luar kota Teheran yang sangat berbahaya. Saya
hanya berharap untuk mati.
Ketika keluar tanpa
cedera, saya pergi ke tepi bukit dan melihat lembah besar. Sebuah lembah yang
penuh dengan orang-orang , seluruh kota. Saya memohon dengan suara keras :
“Mengapa Engkau mengambil segala sesuatu dari saya? Saya mengasihi kakak saya
dan ia dibunuh. Sehingga saya katakan ke teman yang lain,’Kamu adalah seperti
seorang saudara bagi saya,’ dan ia juga menghilang. Saat saya mengasihi seseorang, mereka
menghilang, dan sekarang ayah saya, guru saya. Mengapa? Mengapa? Mengapa?”
Saat saya menatap ke bawah
lembah, sebuah visi datang pada saya. Saya melihat ribuan orang berdoa untuk
musuh-musuh mereka bukan untuk
pertempuran. Sejak saat itu, kebencian dalam diri saya mulai melemah. Pengampunan
mulai menyembuhkan saya. Sejak saat itu, Seseorang telah membawa dan menolong
saya, meskipun saya masih sangat bingung. Saya masih punya banyak pertanyaan,
tapi untuk beberapa alasan, saya bisa melihat pada orang-orang dan
berkata,”Saya akan memaafkan kalian.”
Saya kemudian menemukan
banyak keberhasilan, menikah ketika saya masih berumur 20 tahun dan memulai
bisnis di bidang keuangan dan investasi pada tahun yang sama. Karena bisnis
saya populer, saya membeli mobil dan tanah dan kolam renang, dan akhirnya
memiliki 13 perusahaan. Saya menjalankan agama tapi masih punya banyak
pertanyaan. Dan saya tidak mempunyai kedamaian.
Pemandangan Suasana Ilahi
Pada usia 32, saya
berangkat ke India untuk melihat apakah Budhisme bisa menolong saya. Dalam sebuah
perjalanan ke Calcuta, saya bertanya pada sesama penumpang bus apakah ia tahu
tempat-tempat yang baik untuk berwisata. Ia mengatakan kepada saya tentang
pelayanan Ibu Teresa.
Saya ke gereja sangat
awal, dan seorang pemimpin membawa kami ke tempat penampungan yang besar di
mana ada banyak orang miskin yang sakit keras dan dalam kondisi yang sangat
buruk. Pemimpin itu menunjuk saya untuk satu orang dan berkata,”Rawatlah dia.”
Saya tidak bisa percaya akan hal itu. Kondisinya seperti ayah saya. Dia bahkan
menggigit jari saya ketika saya mencoba untuk memberinya makan. Dia mengalami
kecelakaan yang mengerikan yang harus saya bersihkan. Dia juga menderita
Alzheimer. Di sini saya, seorang pengusaha, membantu seseorang tidak untuk
mendapatkan apa-apa.
Ketika saya kembali ke
Iran, saya mengambil lebih banyak kelas spiritual dan memutuskan untuk
mengambil perjalanan setiap tahun untuk mencoba dan mendapatkan jawaban atas
pertanyaan saya. Pada tahun 2008, saya memutuskan untuk berangkat ke tanah suci
untuk ziarah itu adalah waktu untuk mendapatkan pencerahan dan pengampunan,
saya bahkan bisa memaafkan paman saya yang telah mengeksekusi salah satu
saudara saya ketika ia berada di penjara. Walaupun masih ada banyak hal yang
saya tidak pahami.
Setelah perjalanan ibadah
itu, saya memutuskan untuk melakukan apa pun demi menemukan kedamaian. Saya
menjual semua bisnis saya dan memberikan semua uang dan aset untuk istri dan
anggota keluarga. Saya memutuskan untuk mengikuti tanda-tanda yang Tuhan
berikan pada saya.
Pada tahun 2009, seorang
teman mengajak saya ke Swedia. Sementara berada di sana, salah satu adik
perempuan saya yang masih hidup menelepon saya. Setelah penyiksaan dan
pemenjaraan, ia pergi ke Ameriksa Serikat, dan ia bertanya apakah saya bisa
datang untuk mengunjunginya. Tapi saya tidak punya uang dan harus kembali ke
rumah , dan hubungan antara Iran dan Amerika Serikat tampaknya menghalangi
kunjungan itu. Tetapi melalui sebuah keajaiban, teman saya membantu saya untuk
mendapatkan visa kunjungan selama enam bulan, dan keponakan saya membelikan
tiket pesawat untuk saya.
Saya tiba di Wasihington ,
DC, pada bulan Februari 2010, berniat untuk tinggal selama dua minggu.
Selama waktu itu, ibu saya
juga ada di kota untuk mengunjungi adik saya secara rutin setiap tiga tahun.
Adik saya membawa saya ke kelas bahasa Inggris di sebuah gereja lokal, karena
ia tahu saya senang belajar. Saya pergi bersamanya dan berpikir, ini berbau
Allah. Saya mencium bau Kalkuta. Saya terus pergi ke kelas itu.
Kemudian pada suatu hari
Minggu, saya pergi ke gereja yang mengadakan kebaktian pada pk 11 siang. Saya
tidak bisa menemukan guru kelas saya, jadi saya berdiri di bagian belakang.
Saya tidak mengerti teentang acara itu tapi saya melihat banyak orang
menyanyikan lagu-lagu, sukacita. Kemudian pendeta berlutut di depan mulai
berdoa. Aku mengenal satu kata : Iran. Saya menyadari bahwa 1.000 orang
berkumpul di sana dengan kepala yang tertunduk, berlutut – mereka berdoa untuk
Iran.
Sementara Iran yang
mengajarkan tentang kematian bagi Amerika, menginginkan untuk membunuh warganya
dengan senjata. Tetapi Anda berdoa untuk Iran? Apakah ini surga? Apakah mereka
adalah para malaikat ini? Ribuan orang berdoa untuk musuh-musuh mereka,
menunjukkan kasih dan bukan kebencian. Rupanya inilah yang saya saksikan dalam
sebuah visi ketika usia saya masih sangata muda.
Berdiri di belakang gereja
itu, saya mulai menangis, tertawa dan menari. Saya tidak peduli jika seseorang
yang saya kenal melihat saya. Saya sangat bersukacita. Ini adalah perdamaian.
Ini adalah surga. Saya akhirnya mengerti ini adalah tempat di mana saya bisa
mengenal Allah, di mana saya bisa tahu tentang kedamaian.
(Majid John – bukan nama lengkap – tinggal bersama keluarganya di Virginia.
Pada tahun 2011 ia menerima visa permanen untuk tinggal di Amerika Serikat.)
Christianity Today.
No comments:
Post a Comment