Ev. Susan Kwok
Kej 19 (Lot dan kedua
anaknya) : 31,34-36
31 Kata kakaknya kepada adiknya: "Ayah kita
telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita,
seperti kebiasaan seluruh bumi.
34 Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada
adiknya: "Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga
kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita
menyambung keturunan dari ayah kita."
35 Demikianlah juga pada malam itu mereka
memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur
dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan
ketika ia bangun.
36 Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari
ayah mereka.
Ulangan 6:4-7
4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah
kita, TUHAN itu esa!
5 Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu.
6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini
haruslah engkau perhatikan,
7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun.
2 Tim 3:2
Manusia akan mencintai
dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan
diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua
dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
Pendahuluan
Dalam buku “Selamat Menabur”,
Pdt. Dr. Andar Ismail menceritakan
tentang seorang anak yang lari tergopoh-gopoh memohon pendetanya untuk datang
ke rumah dan mendoakan yang sakit. Karena mendengar ada yang sakit, maka sang pendeta
dan anak itu segera pergi. Setibanya di tempat yang dituju, sang pendeta agak
kecewa sebab ternyata yang sakit itu bukan manusia tetapi seekor kucing. Pendeta
itu agak kesal dan merasa dipermainkan oleh anak kecil. Masa kucing sakit saja harus
memanggil pendeta? Tetapi sang pendeta tentu tidak ingin mengecewakan sang
anak. Apalagi dia diminta untuk mendoakan kucing kesayangan sang anak. Oleh
sebab itu, sang pendeta menghampiri kucing yang sedang terbaring sakit dan
berdoa,”Hai kucing, kalau kamu mau hidup, hiduplah; kalau kamu mau mati,
matilah. Amin.” Setelah sang pendeta selesai mendoakan kucing kesayangannya, sang
anak merasa senang sekali. Rupanya doa sang pendeta itu “manjur”. Beberapa hari
setelah didoakan, kucing tersebut sembuh. Dan sebagai tanda terima kasih kepada
sang pendeta, anak itu membuat sebuah gambar yang bagus. Sang anak kemudian pergi
ke rumah sang pendeta untuk memperlihatkan gambar hasil karyanya. Setibanya di
rumah pendeta, ternyata rumahnya sepi dan sunyi. Si anak mengetuk pintu
beberapa kali. Kemudian terdengar suara sang pendeta yang agak lemah karena ia
sedang sakit. Bertanyalah anak itu, “Bolehkah saya masuk sebentar Pak Pendeta?”
Sang pendeta menjawab, “Tentu saja. Anakku, silahkan masuk!” Setelah masuk ,
sang anak berkata, “Pak Pendeta , ini saya membawa sebuah gambar karya saya
sendiri. Gambar ini untuk Pak Pendeta sebagai ucapan terima kasih karena kucing
saya telah sembuh berkat doa bapak. Si pendeta pun senang menerima gambar itu
dan mengucapkan terima kasih. Namun sebelum pamit pulang, sang anak bertanya, “Pak
Pendeta bolehkah saya berdoa untuk Bapak yang sedang sakit? tanya sang anak
dengan polosnya. ” Oh tentu saja boleh, anakku”, jawab pendeta itu. Maka dengan
penuh kesungguhan berdoalah anak itu,”Hai Bapak Pendeta, kalau kamu mau hidup,
hiduplah; kalau kamu mau mati, matilah! Amin.” Hati pendeta itu tertemplak dan
tertegur. Anak ini dengan cepat belajar dari apa yang dia lihat dan dengar,
sehingga ia sadar bahwa ia telah memberi contoh yang buruk.
Anak Belajar dari
Lingkungan (termasuk Orang Tua), Membentuk
Kebiasaan dan Nantinya Sulit Berubah
Anakmu adalah tiruanmu. Jadi jangan marah bila ada
orang yang mengatakan, “Kamu mirip Ibu atau Ayahmu” karena memang benar seperti
itu. Misalnya : cara berjalan atau cara bicaranya sama. Ada bapak yang suka
makan di warteg (tidak suka makan di restoran). Setelah masuk warteg, ia akan
mengangkat kaki dan makan langsung dengan tangan (tidak memakai sendok). Menurutnya
dengan cara makan seperti itu terasa nikmat sekali. Sedangkan bila makan di
rumah walaupun di meja makan ada gelas kristal dan dihidangkan anggur rasanya tidak
nikmat. Jadi yang nikmat makan dengan kaki diangkat dan pakai tangan. Kalau ia
punya anak, tidaklah mengherankan bila anaknya akan meniru makan seperti
bapaknya karena sang anak melihat tanpa diajar. Karena melihat bapaknya setiap
hari demikian, maka jadilah anaknya seperti itu. Anak-anak usia dini banyak
sekali meniru lingkungannya terutama orang tuanya dan orang yang dekat
dengannya. Sehingga lebih baik mengajar hal-hal yang baik kepada anak-anak sejak
dini. Berilah yang baik untuk didengar dan dilihat sebelum pengetahun tidak
baik masuk. Anak dari kecil memperhatikan keluarganya. Bila seorang anak
menjadi pembohong, maka kemungkinan ia tumbuh dalam lingkungan orang-orang yang
biasa berbohong. Bergaul dengan orang-orang yang berbohong akan membentuk
kebiasaan berbohong pada anak-anak dan setelah kebiasaan berbohong terbentuk,
maka kebiasaan ini akan susah ditinggalkan dan diubah. Selanjutnya
jangan-jangan sesudah beranjak besar, ia tidak tahu bahwa berbohong itu salah karena
ia melihat sendiri sewaktu berbohong , ayahnya tidak mengalami kejadian yang buruk.
Sehingga ia pun senang berbohong. Ini berbahaya. Sejak kecil sampai dewasa ,
orang tua harus mewanti-wanti anak-anaknya. Kalau orang tua mengumpat (omong kotor)
maka anak-anak kecil akan menirunya. Sampai besar ia akan susah mengubah kebiasaan
berkata-kata kotor. Masalahnya orang bukan tidak bisa berubah , tetapi anak
kecil dengan cepat meniru dan lama-lama menjadi kebiasaan yang terus terbawa
sampai dia dewasa.
Pada usia sekolah, pengaruh
orang tua mulai memudar dan ia mulai mencari jati diri. Saat itu ia akan meniru
teman-teman sebayanya, tidak peduli apakah baik atau tidak. Yang penting apa
yang temannya perbuat akan diikuti sehingga di rumah orang tua harus waspada. Semakin
anak bertumbuh dewasa, ia semakin sedikit menyerap pengaruh dari orang tua. Saat
ia bekerja dan menjadi karyawan, ia akan melihat bos-nya. Bila bos-nya rajin maka dengan sadar ia akan
meniru hal-hal yang baik darinya. Itu sebabnya pada Yoh 13:15 Tuhan Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk
mengikuti teladanNya (sebab Aku telah
memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti
yang telah Kuperbuat kepadamu). Tuhan Yesus sudah memberikan begitu banyak
contoh dan harusnya sebagai orang percaya kita harus menjadi garam dan terang dunia
(Mat 5:13-16).
Peran dari Orang Tua
Kristen
Sebagai orang tua
Kristen , kita harus benar-benar waspada atas apa yang dipelajari anak-anak
bahkan dan cucu-cucu kita. 2 Tim 3:2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan
menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan
menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu
berterima kasih, tidak mempedulikan agama. Di sini, Rasul Paulus
mengingatkan Timotius banyak hal tentang pengajaran sesat dan lainnya. Ia
mengingatkan bahwa pada akhir zaman ini akan terdapat lebih banyak kesukaran
dan manusia akan mencintai diri sendiri (ego sentris), manusia membual dan
berbohong. Manusia biasa berbohong di
mana-mana (gereja, tempat kulaih, sekolah, tempat pekerjaan) dan dengan siapapun (istri, anak, mantu dan
lainnya). Pada masa yang sukar ini maka anak akan suka berontak kepada orang
tua mulai dari hal kecil sampai hal besar. Ia tidak mengindahkan perkataan
orang tuanya bahkan melakukan hal-hal yang bertolak belakang dari perkataan
mereka. Sekarang terjadi banyak tindakan kriminal seperti perkosaan dan pembunuhan.
Pelakunya pasti mendapat pengaruh buruk yang
dilihatnya saat ia masih kecil. Rasul Paulus mengingatkan ada pengaruh (spirit) zaman yang buruk yang
harus diwaspadai dalam konteks keluaga. Spirit zaman ini membuat orang tua
Kristen tidak melakukan peran yang sesungguhnya. Peran orang tua sebagai mandataris
Allah sudah mulai bergeser. Slogan dan ilmu yang mengatakan bahwa anak harus menjadi
teman dan sahabat, sebenarnya merupakan suatu pendekatan yang betul di satu
sisi. Itu hanyalah cara komunikasi. Tetapi sebagai mandaratis Allah, orang tua harus
punya wibawa dan otoritas yang jelas (tidak arogan tetapi berwibawa). Jadi harus
ada suatu hirarki di mana orang tua statusnya sebagai orang tua dan anak sebagai
anak. Perhatikan perkembangan ilmu sekarang yang muncul di media masa mengatakan
“Jangan menggunakan kata ‘jangan’ atau ‘tidak’ kepada anak”. Apakah bisa
mengajari anak bila tidak menggunakan kata “jangan” atau “tidak” dan hanya
menggunakan kata “sebaiknya’ atau “bisakah kamu”? Di Alkitab dikatakan banyak
digunakan kata “jangan” dan “tidak boleh”
asal menggunakannya dengan tepat dan hati yang mau mendidik. Tidak semua kata
jelek, jadi permasalahannya bukan pada kata itu.
Apa yang ditulis dalam
Alkitab terkadang sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan macam-macam. Contoh yang
dapat dibaca pada Kitab Amsal 1-31,
Kolose, Efesus. Spirit zaman yang mulai mau menggeser sehingga ketika anak
berontak ke ortu tidak serta merta terjadi. Orang tua kaget karena dulu waktu
kecil anaknya baik-baik saja, lalu sekarang mengapa mereka memberontak? Bila
terjadi begitu, cobalah pikir dan evaluasi cara mendidik dan memberi contoh
bagaimana? Ada ilustrasi tentang cara bagaimana ayah mendidik anaknya. Ada
seorang ayah yang berkata kepada anaknya, “Anakku janganlah merokok!” sambil
menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Mendengar nasehat ayahnya yang
bertentangan dengan perbuatannya sendiri, apa yang ada di pikiran sang
anak? Anak ini walau diminta jangan merokok
tetap saja merokok, apalagi diperhalus dengan pernyataan “sebaiknya jangan
merokok” karena prioritas dan contohnya tidak ada. Dia menyuruh anaknya tapi ia
sendiri tidak mau melakukan , di mana wibawa dari apa yang dikatakannya? Ada
juga orang tua yang berkata kepada anaknya yang sedang tidur, “Bangun! Hari ini
kamu kan pergi ke gereja!” lalu ia sendiri pun tidur kembali. Jadi anaknya disuruh
sendirian pergi ke gereja . Mungkin anaknya kemudian pergi ke luar tapi tidak
ke geraja. Spirit zaman sekarang : anak
memberontak kepada orang tua.
Yang terjadi pada keluarga
Lot pada Kejadian 19 sangat memprihatinkan. Anak-anaknya pasti melihat contoh
yang buruk sebelumnya. Ketika Lot dalam masa mudanya dibawa ke dekat Betel oleh
pamannya Abram dan kemudian mereka berdua bersama-sama berusaha dan menjadi
kaya. Tetapi negeri itu tidak cukup luas
bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak,
sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama.
Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para
gembala Lot. Waktu itu orang Kanaan dan orang Feris diam di negeri itu. Maka berkatalah Abram kepada Lot:
"Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para
gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk
engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke
kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." (Kej 13:6-9). Ini baik. Pada umumnya manusia akan memilih hal-hal
yang menguntungkan dirinya. Abraham mengajarkan sesuatu yang luar bisa, tapi
Lot tidak memahami. Lot menggunakan prinsip aji mumpung. Ia memilih lembah yang
subur dan makmur. Berarti bagian yang kurang subur dan makmur menjadi milik Abram.
Lot mau memilih yang bagus untuknya , mumpung disuruh pilih duluan oleh
pamannya. Akhirnya anak-anak Lot juga hidup di dalam cara berpikir orang
tuanya. Aspek yang dipertimbangkan dalam hidup Lot adalah ekonomis dan
materi. Setelah Sodom dan Gomora dibumihanguskan, kedua anaknya
merasa sedang menghadapi masalah. Kej
19:31-32 Kata kakaknya kepada adiknya:
"Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat
menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. Marilah kita beri ayah kita minum anggur,
lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah
kita." Bila hal ini terjadi sekarang
maka beritanya akan masuk televisi. Secara logika, seharusnya kalau tidak ada
laki-laki, maka turunlah ke desa-desa dan mencarinya di sana. Zaman sekarang
ada bapak yang meniduri anaknya sedangkan zaman dulu ada anak yang meniduri bapaknya untuk mendapat
keturunan. Sepertinya permasalahan anaknya ini mendapat solusi dan Tuhan menjawab.
Namun terbukti di kemudian hari, bangsa Amon dan Moab yang menjadi keturunannya
terus menjadi biang kerok dan bermusuhan dengan bangsa Israel.
Membesarkan Anak Bukan
Secara Alamiah
Banyak anak dibesarkan
dengan alamiah secara turun temurun. Apa yang dilakukan oleh orang tua
dilakukan juga oleh anak-anaknya dan tidak boleh berubah-ubah. Sering orang tua
mendidik anak seperti itu. Ulangan pasal 6 memberikan kita pemahaman bahwa
mendidik anak atau hidup dalam keluarga yang mau memuliakan Tuhan maka
pendidikan, pengaruh dan perkembangan itu tidak boleh terjadi secara alamiah,
turun temurun tanpa dipikirkan. Harusnya cara mendidik anak dipikirkan,
dikondisikan dan direkayasa sedemikian rupa maunya sepreti apa. Bagi yang mau
menikah harus sudah memikirkan rumah tangga yang dibangun tidak boleh berjalan
secara alamiah tapi dikondisikan dari awal. Di dalamnya ada perjuangan. Ulangan 6:7 haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di
rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun. Mendidik anak
tidak boleh dilakukan secara alamiah. Allah mendidik bangsa Israel lewat Nabi Musa
yang mengatakan,” Dengarlah, hai orang Israel (Shema Yisrael)!” (Ul 5:1, 6:3-4, 9:1, 20:3, 27:9). Banyak
kali Allah meminta Israel untuk mendengar (shema) suaraNya, “Dengarkan apa yang
Aku katakan dan perbincangkan.” (Kalau sedang sibuk, berhentilah dan dengar apa
yang Aku sampaikan dan inginkan). Ketika musa berkata, “Dengarlah hai Israel!” maka segala kesibukan itu harus berhenti. Orang
Israel harus menyediakan waktu untuk mendengarkan apa yang Tuhan inginkan.
Ulangan 6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu Ayat 5 ini seperti kredo. Segala sesuatu harus mulai dari
Tuhan. Bagaimana mungkin membangun rumah tangga tanpa mengasihi Tuhan?
Mengasihi Tuhan tidak bisa terjadi secara alami (begitu saja). Jangan mentang-mentang
keluarga Kristen maka tidak waspada sehingga ada istri yang selingkuh, suami
kawin lagi, anaknya nakal karena Tuhannya tidak jelas. Siapa Tuhan itu bagi
ayah dan ibu? Siapa yang kita ajarkan kepada anak? Ada yang berprinsip “Yang
penting anak ke gereja, yang lainnya tidak tahu.” Ul 6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini
haruslah engkau perhatikan. Haruslah kamu memperhatikan perintah Tuhan (ayat
6) dan mengajarkannya (ayat 7). Itu bukan sekedar untuk memenuhi otak kita. Ibarat
memperhatikan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan kesalahan.
Jadi jangan kamu tidak perhatikan melainkan perhatikan saja agar tidak sampai menyimpang.
Walau tidak menyimpang dengan berhenti saat lampu merah, bisa saja ditabrak kendaraan
dari belakang karena adanya kesalahan
manusia (human error) apalagi kalau
tidak ada waktu memperhatikan.
Penutup
Manusia modern sekarang
seringkali menganggap Alkitab sudah kuno dan usang untuk mendidik anak.
Hati-hati dengan pandangan ini karena Alkitab mencatat agar mengajarkan
berulang-ulang. Jadi ada proses yang panjang dalam mengajar anak. Itu
membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Tidak ada mental instan di Alkitab.
Membangun rumah tangga tidak bisa instan. Kalau kita semua serba instan, suatu
kali kita terpuruk dan kaget karena kita tidak mau bayar harga untuk duduk
dengan anak kita, membangunkan anak kita karena harus membaca Alkitab, sekolah
atau yang lainnya. Oleh sebab itu , jikalau kita tidak memberi satu perhatian
yang khusus maka anakmu = tiruanmu. Kalau engkau berikan yang jelek, ia akan
meniru jauh lebih jelek laigi. Bila engkau membuat 1 kejahatan maka ia bisa membuat 10 kejahatan tanpa perlu
diajari yang 9 lainnya. Sebagai orang tua, kita harus sungguh-sungguh dalam
mendidik anak. Mengusahakan hidup keluarga tidak boleh alamiah, namun harus
dikondisikan sesuai firman Tuhan.
No comments:
Post a Comment