Berikut kesaksian Ibu Lydia Nursaid yang datang ke GKKK Mangga Besar 5 Juni 2016 (Minggu) untuk
memberikan persembahan pujian dan kesaksian hidupnya. Kesaksian ini sudah
dikombinasi dengan kesaksian dan data yang ada di internet, sehingga tidak
sepenuhnya disaksikan tanggal 5 Juni 2016. Kiranya kesaksiannya dapat menjadi
berkat bagi seluruh saudara seiman untuk boleh memberitakan Injil.
Saya lahir dari keluarga campuran.
Bapak campuran antara Padang (Sumatera Barat) – Arab - Italia dengan nama
Mohamad Said Bawasir dan Ibu Hasnur orang Madura (Jatim). Bapak saya seorang
anggota TNI. Setelah masuk tentara namanya menjadi Said Kelana. Kami hidup dalam lingkungan yang biasa dididik
“secara militer” dengan kedisiplinan yang tinggi. Sejak kecil saya beserta
dengan saudara diarahkan menjadi seorang yang taat kepada agama yang
kami anut sekeluarga. Kami sekeluarga memiliki keyakinan, bahwa agama kamilah
yang benar dan diberkati Allah.
Saya juga terlahir dari keluarga musik. Bapak dikenal sebagai seniman musik
yang konsisten di jalur R&B. Sebelum dikenal sebagai penyanyi solo, saya bergabung
dengan saudara-saudara dalam band keluarga, The Big Kids dan pernah berduet
dengan adik saya, Imaniar. Selain itu adik saya Iwang Noorsaid juga
berkecimpung di dunia musik mengambil aliran mainstream jazz, dan adik laki-laki saya yang lain Inang Noorsaid
terkenal sebagai drummer yang pernah bergabung dengan kelompok Band Emerald
yang beraliran jazz dan God Bless yang beraliran rock. Dari enam anak-anak Said
Kelana--Idham, Irommy, Lydia, Imaniar, Inang dan Iwang--, kini praktis hanya
Niar, Iwang dan Inang saja yang masih terjun di dunia musik komersial.
Nama Lydia meroket setelah berduet bersama Imaniar tahun 1986 dan berhasil
mencetak album hits. Selepas duo itu bubar, Lydia dan Imaniar masing-masing
sibuk dengan karir solonya. Setelah sempat menjadi vokalis tamu di album Karimata,
akhirnya saya merilis album solo pertamanya dengan judul Lupakan Segalanya.
Musisi-musisi kelas atas saat itu seperti Youngky Soewarno, Addie MS, James F.
Sundah dan Chandra Darusman membantu menciptakan aransemen yang pas. Tidak
begitu berhasil, tapi sempat menjadi radio hits.
Suatu kali saya menghadiri sebuah acara pemakaman. Saat menguburkan orang
yang meninggal dalam agama kami dikatakan, “Semoga arwahnya diterima sesuai
amal ibadah-nya” sedangkan di sebelahnya
ada kuburan orang Kristen yang pada nisannya bertuliskan “RIP (rest in peace)
telah dipanggil oleh Bapak di sorga”. Dalam hati saya berkata, “Jadi orang Kristen
enak karena saat meninggal dipanggil Bapak di sorga”. Kalau di agama saya belum
tentu masuk sorga walau setiap hari rutin menjalankan sholat. Seperti saya,
setiap pk 5 pagi saya sudah bangun. Pk 6 ustad datang untuk mengajar saya mengaji.
Saat menginjak remaja, saat itu saya selalu “mendoktrin” pacar saya, agar
masuk dalam agama yang saya anut. Namun, saat saya berusaha mempengaruhinya, justru pada
akhirnya saya terbawa arus dan mengikuti
Yesus Kristus. Tuhan Yesus telah
menangkap saya. Dan bersama pacar, saya
dibaptis di salah satu gereja di Kota Jakarta. Awalnya pacar saya itu orang
Kristen yang suam-suam. Tetapi sejak saat itu kami mulai aktif dalam beribadah.
Suami saya keturunan Tionghoa bernama Yongki D. Ramlan (menikah 14 Februari
1988). Waktu berkenalan saya belum tahu agamanya, namun akhirnya saya tahu
papanya Budha dan mamanya Kong Hu Cu. Saya yang dari muslim saja mau menerima
Yesus, belakangan ia juga menerima Yesus dan dibaptis bersama-sama dengan saya. Cara Tuhan ajaib.
Sekali tangkap 2 jiwa sekaligus. Sekarang ia hampir menyelesaikan tesis S2 Teologia
di Tiranus Bandung. Kami melayani di mana-mana sebagai penginjil. Saya menikah tanpa setahu orang tua saya pada
tanggal 14 Februari 1988.
Papa saya tahu kekristenan saya dari berita pernikahan saya di surat kabar.
Yang meliput berita pernikahan itu
adalah artis yang menjadi wartawan. Seperti juga Asmiranda dan Jonas, anaknya
Idris Sardi ketahuan dari Kristen karena media massa. Papa saya juga tahu saya
menikah dari surat kabar “Lydia Nursaid menikah”. Tapi ia melihat saya
pemberkatan nikah di gereja bukan di KUA. Saya dicari , rumah saya diketahui
padahal 3 tahun saya pergi tidak dicari tetapi sekarang ditangkap dan digebuki.
Babak belur. Papa saya ambil samurai. Suami saya yang baru 1 minggu menikah,
tidak boleh ikut.
Bapak saya tentara, keras. Waktu mengetahui saya jadi Kristen, ia yang
lebih dulu marah. Di keluarga saya banyak mualaf , semua agama masuk muslim. Sekarang
saya dipanggil murtadin karena murtad. Waktu masuk dibacok, bapak saya berkata,
“Lydia kau mati saya masuk penjara, tetapi saya tidak punya anak yang beragama
Kristen” Waktu itu saya berkata, “Sekalipun mati saya tidak akan tinggalkan
Yesus, karena saya tahu jalan satu-satunya masuk sorga hanyalah Yesus Krisuts.”
Saya berani bicara seperti itu, karena ada ayatnya di Alkitab. Mereka tidak
beriman pada Alkitab apalagi Inji. Kalau saya ditanya mereka, saya bisa jawab.
Tetapi bapak saya murka dan papa saya minta saya berlutut, hitungan ketiga saya
akan dibacok. Saya berlutut dan berdoa, “Tuhan kalau saya mati rumah saya di
surga. Tetapi kalau hidup pertemukan saya dengan suami saya.” Baru seminggu
pemberkatan sudah mau dibacok. Begitu berkata amin, bapak saya jatuh. GUBRAK.
Bapak saya ditomplok paman saya. Saya lari ke lantai 3 ke kamar saya dan terjun
dari lantai 3 dan terjun ke atap genteng tetangga. Saya jadi buronon 3 tahun ke
Bandung dan Tasikmalaya. Yang saya lakukan adalah mengampuni dan mendoakan
mereka. Saat datang ke rumah keluarga , datang tidak hari biasa karena bisa
dibacok. Datangnya lebaran, karena saat itu datang tidak boleh bacok anak. Saya
datangi dan diusir. Bapak saya berkata, “Kau bukan anakku, karena darahmu
Kristen, kau kafir.”, Saya pergi baik-baik, tidak melawan tetapi tahun depan
saya datang lagi. Seperti malam ini teraweh, puasa pertama, tidak boleh
melakukan kejahatan karena saya lakukan dulunya.
Setelah lebih dari 2,5 tahun
mengarungi rumah tangga, saya mendengar kabar, bahwa ayah dan ibu hendak
berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah. Namun, niatnya itu diundur hingga dua kali. Dengan “tuntunan”
Roh Kudus, saya memberanikan diri datang ke rumah orang tua. saya terus berdoa
agar mereka bisa menerima saya kembali.
Saat kunjungan, ia mengatakan, “Kamu sudah saya gampari, datang lagi datang
lagi.” Saya datangi bapak ibu saya. Dia bertanya,”Maumu apa?” Saya hanya
berkata, “Abah dan umi mau pergi ke Timur Tengah mau apa?” “Iya, saya mau hapus
dosa. Di sana rumahnya Allah” Saya hanya berkata, “Abah kalau mau hapus dosa
bayarnya berapa?” Dia bilang,”Satu orang Rp 25 juta, dua orang dengan ibumu Rp
50 juta”. “Abah, mau tidak yang gratis?”
saya tawarkan. “Saya mau” dia pikir mau
dibayarin saya. Saya kenalkan nama Isa Almasih, dia berkuasa di bumi dan di
surga. Dia mampu menghapus dosa manusia. Saya tunjukkan ayatnya di Alkitab mapun
kitab kita. Bapak saya mengusir saya, “Cepat pergi sebelum saya berubah
pikiran”. Buru-buru saya kabur daripada dibacok.
5 hari kemudian bapak saya datang. Suasana mendekati Idul Adha (lebaran
haji). Ia bilang, “Yang kamu bilang betul. Kalau orang yang seperti saya mampu
bayar sehingga bisa menghapus dosa sedangkan yang miskin sampai mati tetap
berdosa.” Saya berkata dalam hati, “Dia tanya, dia sendiri yang menjawab.” Saya
tidak mempengaruhi yang demikian keras karena kita menginjil dengan kasih. Melalui
hidup dan perkataan kita saja. Ia berkata, “Lydia, kalau memang Isa Almasih bisa
menghapus dosa saya, hari ini juga saya mau menjadi Kristen.” Saya tantang “Bisa!
Kapan?” Hari itu juga langsung saya ajak
ke pendeta. Papa menerima konseling,
semacam katekisasi. Akhirnya bapak mau menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat dan dibaptis.
Perjalanan ibadah pun dibatalkan. “Saya bersyukur!” di saat-saat terakhir ayah
saya mau menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan saya sungguh
berbahagia menyambut pertobatan ayah,” katanya.
Setelah bapak menjadi
Kristen, ibu saya mengusirnya. Sebagai kompensasinya ibu naik haji 3 kali
setiap tahun. Semua adik perempuan saya (termasuk Imaniar) sudah berhijab. Di
Jakarta ada gereja Padang dan saya perkenalkan ke ibu saya. Setelah 23 tahun berdoa
kemudian, barulah ibu saya dibaptis. Saat itu usianya sudah 76 tahun. Di
Jakarta ada gereja Minang yang memakai bahasa Padang. Setelah usai ibadah,
jemaat diajak nyanyi “Kampuang Nan Jauh Di Mato” (ciptaan A. Minos) agar jemaat
mengingat orang-orang yang belum percaya di kampung halaman. Setelah masuk
Kristen, ibu saya sekarang mengecat rambutnya. Bebas merdeka. Kalau dulu jadi
haji, ia tidak boleh mengecat rambut karena tidak tembus air wudu (air
sembayang). Sedangkan bapak saya setelah masuk Kristen , tertawa terus karena
dosanya sudah diampuni.
Abang paling besar
(Idham), istrinya mantan Kristen karena mau kawin. Tapi abang saya ini dari
Muslim jadi Kristen padahal istrinya sudah jadi Muslim. Demikian pula dengan
anaknya (keponakan saya) sudah menerima Kristus dan dibaptis.
Saya mempunyai hati misi, karena keluarga saya sudah Tuhan selamatkan.
Sebelum keluarga saya diselamatkan saya sudah pelayanan ke Kalimatan. Di sana,
anak-anak jemaat disekolahkan dengan biaya dari islamic centre karena tidak ada
sekolah Kristen di pedalaman sana. Saya datang membawakan Injil menguatkan iman
mereka agar orang tua yang mualaf kembali. Saya pelayanan di pedalaman seperti
di papua dan di Toraja. Tidur di mana
saja, tidak masalah yang penting Injil diberitakan. Di Kalimantan Barat daerah
Amsangdarif. Daerah saya tidur di bawahnya ada kandang babi dan babinya
mengorok. Jadi yang ngorok babi duluan. Hal ini karena pendeta tempat saya
tinggal memelihara babi. Karena untuk kehidupan mereka tidak ada sawah. Untuk
mandi di Kalimantan harus pergi ke Sungai Kapuas. Saat sedang menyikat gigi dan
menyendok air tiba-tiba ada kotoran manusia lewat. Di NTT jalanannya hancur dan
mandi seminggu sekali di Sumba, NTT. Waktu
mau KKR di Weiha tidak ada listrik. Sudah 24 tahun tidak ada listrik. Karena
gelap, cahaya didapat dari pakai lampu mobil yang distarter. Waktu KKR
anak-anak, tidak ada ibu-bapaknya yang
datang karena orang tua nya sudah muslim. Ini daerah Oekam, Onlasi, Kupangsoe. Waktu
saya tanya siapa yang mau pendeta dan vikaris? anak-anak kecil itu maju. Ada anak
kecil maju dan saya bertanya “Orang tua kemana?” Anak itu menggambarkan dengan
tangan mereka bahwa ibunya sudah memakai jilbab agar dikasih rumah yang ada
listrik. Dikasih gratis asal pindah iman. Rumah yang asli tidak ada listrik selama
24 tahun dan campur babi. Saya tanya mengapa om tidak pindah? Dijawab, “Buat
saya Yesus lebih berharaga” Om ini tidak pindah rumah karena tetap pegang
Yesus.
Kita punya Allah yang ajaib. Allah yang kita sembah, lebih dari segalanya. Itu
yang saya alami. Saya yang jadi Kristen pertama kali di keluarga. Ini kesaksian
hidup saya, true story. Keluarga yang mau bunuh dan bacok saya dan saya jadi
buronan 3 tahun, tidak berani ke Jakarta. Tapi saya hidup untuk Tuhan, saya
setia. Akhirnya saya boleh beritakan Injil. Keluarga bertobat satu per satu. Masih
ada 4 saudara kandung saya yang belum terima Yesus. Ini yang menjadi pokok doa
saya. Dengan Injil yang kita tabur, maka kita akan menuai jiwa-jiwa. Kita
beritakan Injil, baik atau tidak baik waktunya. ... Saya mau ikut Yesus
selama-lamanya, meskipun saya susah, saya mengikut Yesus selama-lamanya. Doakan
pelayanan saya. Doakan keluarga saya dan penginjilan-penginjilan. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment