Ev. Natanael
Efesus 2:11-22
11 Karena itu ingatlah,
bahwa dahulu kamu -- sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang
disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat,"
yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --
12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak
termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan
yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.
13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu,
yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat" oleh darah
Kristus.
14 Karena Dialah damai
sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan
tembok pemisah, yaitu perseteruan,
15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah
membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk
menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan
itu mengadakan damai sejahtera,
16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam
satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib
itu.
17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera
kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang
"dekat,"
18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu
Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.
19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan
pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah,
20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan
para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi
tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.
22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan
menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.
Kol 3:11 dalam hal ini
tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak
bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi
Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.
Pendahuluan
Hampir dua bulan di TV
ada berita tentang kondisi di Suriah yang nyaris tidak ada gedung yang utuh.
Kalaupun ada gedung, bentuknya sudah setengah hancur. Bisa kita membayangkan apakah kita bisa ke gereja dalam kondisi
seperti itu? Kita bersyukur hari ini kita tidak perlu ada kegelisahan dan
ketakutan saat datang ke rumah Tuhan. Sehingga waktu datang ke rumah Tuhan
seharusnya kita memberikan hati yang siap, hati yang mau menyembah dan hati
yang mau taat. Kalau tidak memiliki hati seperti itu, kita datang ke gereja
hanya karena rutinitas semata atau hanya kewajiban sebagai orang Kristen saja. Apa
yang firman Tuhan katakan tentang gereja? Tema kita hari ini “Allah itu Nyata”
(Gereja tidak eksklusif dan egois). Bicara tentang gereja, sekali lagi kita
harus berpatokan pada apa itu gereja? Tanpa pengertian yang benar dan tanpa
mengetahui gereja, maka kita tidak bisa menilai apakah gereja itu eksklusif
atau egois.
Pengertian Gereja
Banyak di antara jemaat yang masih bingung , apa
itu gereja? Jemaat di sini berkata,”Gereja saya adalah Gereja Kristen Kalam
Kudus.” Itu nama gereja seperti ,”Saya dari Gereja Kristen Kebenaran.” Kalau
saya katakan , “Apa itu gereja, kita harus bisa menilai apakah gereja saya ini
eksklusif atau egois atau ada sesuatu yang lain?” Bila diperhatikan , gereja
adalah orang-orang yang diambil dari
dunia yang gelap dan berdosa. Gereja itu dipanggil keluar (dipisahkan) dari
dunia oleh karena kita sudah percaya Kristus. Jadi kita dipisahkan dari dunia,
kita dikuduskan, kita dilayakkan dari berbagai macam suku dan agama.
Paling tidak ada 2 kisah (fenomena) di dalam
Alkitab yang mengindikasikan bahwa gereja itu bukan milik sekelompok orang, yang
dalam hal ini orang Yahudi yang merasa mereka adalah umat pilihan Allah, bangsa
kudus, imamat yang rajani, sedangkan yang lain dianggap masyarakat kelas dua
seperti orang Yunani, orang barbar (Skit) bahkan budak yang mungkin disetarakan
dengan masyarakat kelas empat. Mereka beranggapan,”Saya umat pilihan Allah.”
1. Pada Kisah Para Rasul 2
dikisahkan saat Pentakosta, ketika orang-orang percaya berkumpul di suatu rumah.
Tiba-tiba turunlah dari langit suatu
bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dan ada fenomena
murid-murid berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Mereka adalah orang-orang
Yahudi yang mengerti satu bahasa (bahasa Yahudi), tetapi saat itu mereka
menggunakan berbagai macam bahasa yang ada dan orang-orang Yahudi yang berasal dari segala bangsa di
kolong langit yang hadir di sana mengerti. Ini mengindikasikan gereja mulai
membuka diri pada bangsa yang lain.
2. Pada Kisah Para Rasul 10
diceritakan bahwa ketika Petrus selesai bekerja sebagai nelayan dan merasa lelah
lalu pergi ke bagian atas rumah untuk berdoa. Tiba-tiba rohnya diliputi kuasa
ilahi dan ia mendapat penglihatan di langit turun berbagai jenis binatang yang
menurut orang Yahudi tergolong binatang yang najis. Lalu ada suara yang
mengatakan, "Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!". Reaksi
dari Petrus, "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu
yang haram dan yang tidak tahir." Jangan kata makan, mungkin menyentuh
saja harus cuci tangan berkali-kali. Tetapi Tuhan menyuruh makan sampai tiga
kali. Saat itu Petrus tidak tahu bahwa penglihatan itu ditujukan untuk
Kornelius, seorang perwira pasukan Roma (centurion)
yang disebut pasukan Italia. Akhirnya Rasul Petrus membaptisnya sebagai anak
Tuhan.
Dari 2 cerita ini jelas sekali bahwa gereja tidak
diperuntukkan untuk satu bangsa saja. Bisa saja pengertian gereja bersifat eksklusif,
tetapi jangan lupa perkataan Kristus,”Aku mengutus engkau dalam dunia. Jadilah
terang dan garam. Setelah Aku memisahkanmu dari pendosa menjadi anak terang, Aku
kembalikan kamu ke dalam dunia agar engkau menjadi terang dan garam di dalam
dunia.” Dalam pengertian ini , jelas bahwa gereja bukan gedung. Gereja itu
bukan fisiknya. Gereja itu adalah anda dan saya yang dikembalikan ke dunia.
Tugas kita menjadi terang dan garam. Karena di dalam dunia, pasti kebalikannya.
Dunia yang tadinya gelap dan busuk karena dosa, kamu datang untuk menjadi
penawar dan menghambat pembusukan itu. Di mana pun gedung gereja itu ada tidak
masalah. Yang menjadi soal adalah aksi kita ini di dalam dunia.
Saya belum pernah ke Tiongkok. Sekali waktu saya
menonton film China Cry (1990) , sebuah film misionaris. Hal ini sudah berlalu lama sekali
yakni waktu saya masih kuliah di STT Iman. Saat menonton, tiba-tiba suaranya
tidak ada. Saya merasa heran. Saya kira ada kerusakan atau masalah sound system.
Mungkin teknisi nya sibuk. Ternyata bukan begitu. Dikisahkan orang-orang dalam
film tersebut sedang merasa ketakutan luar biasa. Penyebabnya : kalau mereka ketahuan
memuji nama Tuhan dan menyanyikan lagu gereja, maka tahu sendiri akibatnya. Akibatnya
mereka ingin memuji Tuhan tetapi tidak bisa karena ketakutan kepada pemerintah.
Gedung gerejanya tidak sebagus di sini, dan
mereka berada di bawah tanah. Saat kebaktian , hanya diterangi oleh 1 lampu
saja. Cara membaca Alkitabnya beramai-ramai. 1 orang membaca 1 ayat secara bergilir
lalu sharing apa yang didapat dari
ayat yang dibaca. Kalau menyaksikan hal seperti itu, apakah hal ini memberi
inspirasi bagi kita? Tuhan menciptakan gedung gereja ini supaya kita datang
kepada Tuhan, ingin mendapatkan firman Tuhan, tidak menyia-nyiakan dan membiarkan
diri kita hanyut pada firman Tuhan. Apakah hal ini menjadi kerinduan kita?
Apabila dikatakan eksklusif terlebih lagi. Tuhan hadir tidak pilih-pilih. Dia
datang ke dunia sebagai manusia, pasti ada bangsa yang Ia pilih. Ia ingin
beritanya sampai ke semua bangsa. Bukan saja kepada orang-orang Tionghoa atau
orang-orang Barat tetapi kepada semua manusia. Semua etnis, tanpa terkecuali.
Kalau begitu, apakah gereja kita eksklusif , menyendiri, dan merasa lebih baik?
Sifat eksklusif seperti itu keliru. Tidak benar bila merasa pelayaan saya lebih
indah dari yang lain.
Tanpa mengurangi hormat ke gereja tertentu yang berbeda
dengan gereja Injili, saat menjadi mahasiswa teologia, kami diminta untuk pergi
studi banding ke gereja-gereja lain . Maka pada pagi hari saya ke gereja
Katolik, sedangkan sorenya ke gereja
lain lagi. Saya konsentrasi dan mencatat apa yang saya dapati. Satu hal yang
saya perhatikan terkait fenomena ini : mereka tidak aplikasi saja tanpa firman
yang benar. Selama ini yang diekspose adalah emosi saja, namun sekarang dikombinasi
dengan firman yang benar. Jadi bukan sekedar emosi saja seperti ber-‘jingkrak-jingkrak’
sampai jatuh, tetapi mau diisi dengan firman Tuhan yang benar. Gereja sekali
lagi bukan soal gedung. Gereja itu anda dan saya. Kalau begitu, mari menilai
diri kita masing-masing. Sejak Pilkada DKI, seolah-olah di antara rakyat
Jakarta terjadi perpecahan sehingga timbul slogan : Saya Indonesia, saya Pancasila. Artinya negara
kita sedang berhati-hati. Kita ingin negara ini bersatu. Kalau negara ini ingin
bersatu apalagi anak-anak Tuhan. Kalau negara ingin tidak pilih-pilih lagi
tetapi Bhineka Tunggal Ika, apalagi anak-anak Tuhan. Siapa kita? Kita ditebus
dengan darah Kristus dan Roh Kudus yang sama. Menjadi manusia yang baru tidak
ada lagi tembok yang memisahkan. Tidak ada lagi yang mengatakan saya yang lebih
baik.
Dalam hal ini ,kecenderungan kita menarik diri ini
akan menjadi sesuatu yang kita perlu waspadai.Saya punya pengalaman suatu
ketika sedang praktek di suatu gereja. Sebelum beribadah, saya berbicara dengan
tukang sampah yang mau menagih uang iuran. Melihat hal itu ada teman saya
bertanya , “Mengapa kamu berbicara dengan dia sih? Kita kan sudah mau beribadah.
Ya tidak bolehlah.” Saya bertanya,”Mengapa?” Akhirnya saya paham karena tukang
sampah dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Apakah seperti ini panggilan
kita? Kita merasa lebih rohani. Kita merasa lebih baik dari panggilan dia.
Seharusnya sebagai anak-anak Tuhan, Rasul Paulus sudah mengatakan, “Perkataan ini benar dan patut diterima
sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang
berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” (1 Tim 1:15).
Seharusnya panggilan kita adalah menarik
mereka untuk menjadi satu dalam tubuh Kristus.
Panggilan dan tugas
gereja
1.
Bersaksi.
Kalau kita merasakan kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus tetapi tidak
berani bersaksi, tinggal 2 kemungkinan : apakah belum mengerti kasih Tuhan atau
merasa mereka bukan bagian saya. Bersaksi tentang kasih Kristus dan bagaimana
kita diselamatkan itu menjadi tantangan. Tiap kali melakukan kunjungan ke rumah
jemaat (besuk), saya bertanya,”Apakah ada yang belum percaya?” Biasanya
dijawab,”Oh ada. Mama atau papa saya.” Lalu saya catat namanya dan membawa
dalam doa saya. Dua atau tiga kali saya kerjakan seperti ini. Bersyukur, tepat pada
waktunya Tuhan memanggil mereka datang ke gereja, dan sekarang sudah dibaptis. Itu
karena Tuhan yang hebat bukan saya. Saya ingin mereka merasakan kasih Tuhan.
Kalau tidak mengakui kasih Tuhan, kita tidak akan pernah menyaksikan kasih
Tuhan apalagi mau berkorban. Sebatas apa pengertian kita tentang kasih Tuhan?
Apakah sekedar cerita Sekolah Minggu seperti Tuhan Yesus lahir di Betlehen lalu mati di
Golgota? Kalau benar, itu sangat dangkal sekali. Dia yang mati buat saya. Dia
yang sudah menyelamatkan jiwa saya. Tadinya saya di dalam dunia yang berdosa
sekarang saya sudah dipindahkan ke terangnya yang ajaib, saya mau menyaksikannya
kepada dunia. Mungkin kepada keluarga , teman bisnismu atau tetanggamu. Kalau
hal yang satu ini sulit dilaksanakan, saya yakin yang berikutnya lebih sulit
lagi.
2.
Persekutuan.
Kita rindu untuk dikenyangkan oleh firman Tuhan. Berapa
banyak kita datang ke gereja dengan antusias? Kita lebih takut untuk datang terlambat
ke bandara. Untuk itu, 2 jam sebelumnya kita sudah hadir. Bagaimana dengan ke
gereja?. Apakah kita rindu dikenyangkan dan hati kita ingin dipuaskan? Apakah
seperti itu? Bersekutu untuk menikmati satu dengan yang lain. Tidak lagi ada tembok-tembok.
Yang pemuda sendirian, pemuda dan orang tua tidak sambung. Siapa bilang?
Apalagi Sekolah Minggu, dikatakan ini pelayanan anak kecil. Tidak ada hubungannya
dengan orang dewasa. Apakah seperti itu? Gereja yang tidak punya Sekolah Minggu
adalah gereja yang tidak punya masa
depan. Waktu kita datang ke gereja, apakah kita rindu Firman Tuhan? Saya ingin
mendengarnya dan mau bersekutu dengan semua di dalam persekutuan?
3.
Melayani
Setelah kita rindu menyaksikan kasih Tuhan, dikenyangkan
firman Tuhan dalam persekutuan atau ibadah lalu kita merasa rindu mau melayani
(diakonia). Kalau begitu, minimal kita bisa menilai apakah saya, gereja yang
eksklusif atau egois. Allah itu nyata. Justru di dalam kenyataan itu, wakilnya
adalah kita. Itu wujud yang seharusnya gereja nyatakan dan harus terlihat.
Masyarakat harus bisa merasakannya. Kehadiran saya harus bisa dirasakan oleh
masyarakat.
Ketiganya harus dinyatakan. Sebagai manasia yang baru Firman Tuhan katakan,
tidak ada lagi tembok-tembok pemisah. Di dalam Kristus, engkau adalah ciptaan
yang baru. Luar bisa firman Tuhan. Siapa pun yang mau datang, silahkan datang beribadah
pada Tuhan.
Di dalam
hidupnya, Mahatma Gandhi, tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan India dengan
cara damai, sering mengutip dari Khotbah di Bukit (Matius 5-7). Seorang
misionaris , E. Stanley Jones, bertemu dengan Gandhi dan
bertanya,"Sekalipun Anda sering mengutip kata-kata Kristus, mengapa Anda
kelihatannya dengan keras menolak untuk menjadi pengikutnya? Jawab Gandhi,
"Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus Anda. Tapi saya
tidak suka dengan orang Kristen Anda." "Jika orang Kristen
benar-benar hidup menurut ajaran Kristus, seperti yang ditemukan di dalam
Alkitab, seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini," katanya lagi. Kita
akan mengerti mengapa Gandhi mempunyai pandangan itu jika kita melihat pada
pengalamannya saat ia bekerja sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan yang
menjalani sistem apartheid pada waktu itu. Sebagai seorang anak muda, Gandhi
sangat tertarik dengan Kekristenan dan ia mempelajari Alkitab dan ajaran-ajaran
Kristus. Dia serius mempertimbangkan untuk menjadi seorang Kristen dan mencari
sebuah gereja untuk dikunjungi yang dekat dengan tempat tinggalnya. Di pagi
minggu saat ia mau melangkah masuk ke gereja, seorang penerima tamu menghalangi
langkahnya. "Mau ke mana kamu orang kafir?" tanya seorang pria
berkulit putih padanya dengan nada yang angkuh. Gandhi menjawab, "Saya
ingin mengikuti ibadah di sini." Penatua gereja itu membentaknya dengan
berkata, "Tidak ada ruang untuk orang kafir di gereja ini. Enyahlah dari
sini atau saya akan meminta orang untuk melemparkan kamu keluar!" Suatu
tindakan keangkuhan dari seorang yang seharusnya mewakili Kristus menghentikan
langkah seorang Gandhi untuk mempertimbangkan kekristenan bagi dirinya, namun
dia tidak dapat menyangkal kebenaran ajaran dan juga teladan hidup Kristus.
Itulah yang membuatnya mengangkat hal-hal yang baik yang ditemukan di dalam
ajaran dan kehidupan Kristus dan menerapnya sebagai falsafah kehidupannya.
Di dalam
ucapannya kepada organisasi Misionaris Wanita (Women Missionaries) di tanggal
28 Juli 1925, Gandhi berkata, "...sekalipun saya bukan seorang Kristen,
namun sebagai seorang pelajar Alkitab, yang mendekatinya dengan iman dan rasa
hormat, saya ingin menyajikan pada Anda intisari dari Khotbah di Bukit."
Di dalam ucapannya, Gandhi berkata bahwa terdapat ribuan pria dan wanita hari
ini, yang sekalipun tidak pernah mendengar tentang Alkitab atau Yesus, namun
memiliki iman dan lebih takut pada Tuhan ketimbang orang-orang Kristen yang
mengenal Alkitab dan Sepuluh Perintah. Gandhi pernah berkata kepada seorang
misionaris yang lain, "Cara paling efektif untuk penginjilan adalah hidup
di dalam Injil, menjalaninya dari awal, pertengahan dan akhirnya. Bukan saja
mengkhotbahkannya, tapi hidup menurut terang itu. Jika Anda melayani orang
lain, dan Anda meminta orang lain untuk melayani, mereka akan mengerti. Tapi
Anda mengutip Yohanes 3.16 dan meminta mereka untuk menyakininya, dan itu sama
sekali tidak menarik bagi saya, dan saya yakin, orang lain juga tidak akan
memahaminya. Injil itu lebih kuat kuasanya saat dijalani/dipraktik ketimbang
dikhotbahkan." "Bunga mawar tidak perlu berkhotbah. Ia hanya
menebarkan wewangiannya. Aroma itu adalah suatu khotbah tersendiri...aroma
kesalehan dan kehidupan spiritual jauh lebih halus dari wewangian bunga
mawar." Tidak ada orang Kristen yang mawas diri yang akan menyangkal
kebenaran kata-kata Gandhi. Di lain pertemuan dengan seorang misionaris, Gandhi
berkata, "Jika Yesus datang kembali ke bumi. Dia akan memungkiri banyak
hal yang dilakukan di dalam nama Kekristenan."
Saat
berbicara dengan misionaris Stanley Jones yang meminta saran dari Gandhi,
Gandhi menyampaikan, "Pertama, saya menyarankan semua orang Kristen dan
misionaris mulai hidup lebih mirip dengan Yesus Kristus. Kedua, praktikkan
tanpa mengencerkan atau mengubahnya. Ketiga, jadikan kasih daya penggerak Anda,
karena kasih adalah unsur sentral di dalam Kekristenan. Keempat, pelajarilah
agama non-Kristen dengan lebih sistematis untuk menemukan kebaikan yang
terkandung di dalamnya, agar kalian mempunyai pendekatan yang lebih
simpatis." Gandhi melihat dengan tepat jantung permasalahan yang melanda
umat Kristen pada umumnya. Sekalipun, beliau telah meninggal , tapi pengamatan masih berlaku sampai ke hari ini. Yang pasti, umat
Kristen pasti akan dapat menjadi saluran kasih Tuhan yang lebih efektif jika
kita mempertimbangkan sarannya.
Ilustrasi tentang
Gandhi ini menjadi tantangan buat kita bukan? Apakah kita justru membangun tembok-tembok
itu kembali dan memisahkannya kembali? Herannya, terjadi di dalam tubuh
Kristus. Rasul Paulus menyampaikan dalam 1
Kor 12:15-18,”Andaikata kaki berkata: "Karena aku bukan tangan, aku tidak
termasuk tubuh," jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Dan andaikata telinga berkata: "Karena
aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh," jadi benarkah ia tidak termasuk
tubuh? Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran?
Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman? Tetapi Allah telah
memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada
tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.” Mari kita wujudkan semua dalam tubuh
ini. 3 hal : bersaksi , bersekutu dan melayani. Kita akan bisa menilai apakah
kehidupan kita ada dalam hal ini.