Sesi 3 Retreat
Aktifis GKKK Mabes 14 Januari 2014
Pdt. Ridwan
Hutabarat
Definisi Rendah
Hati
Melayani dengan rendah hati berarti memiliki pikiran
dan bertindak seperti Kristus. Seluruh agama di luar Kristen selalu
memfasilitasi kepentingan untuk membela diri . Contoh : lirik lagu si Doel Anak
Bertawi, kerjaannya sembahyang dan
mengaji. Lirik di sini hanya sampai ke dimensi aksi, namun reaksinya nihil.
Karena kalimat berikutnya Tapi jangan bikin dia, sakit hati. Orang
bisa mati. Kalau elo baik, gua baik, kalau elo jahat gua jahat dasarnya
penjahat. Tapi kalao elo jahat gua baik itu rendah hati. Khotbah yang bagus itu
adalah dimensi aksi bukan dimensi reaksi. Kerohanian orang bukan dilihat dari
khotbahnya. Pada Mat 5:39b dikatakan “siapapun
yang menampar pipi kananmu” reaksinya “berilah
juga kepadanya pipi kirimu.” atau pada Rm 12:17 dikatakan “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan” reaksinya “lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!”
itu reaksinya. Itu tidak terjadi kalau tidak rendah hati. Ini penting sekali.
Makanya pelayanan itu lihat dari kehidupan sehari-hari.
Melayani
dengan Iman
Orang yang melayani dengan rendah
hati akan berbicara tentang melayani dengan iman. Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm
10:17). Sekarang banyak orang yang memanipulasi kata “iman”. Suatu kali saya
didatangani seseorang yang berkata, “Saya mengenal anak gadis ini. Saya mau menerima
dia jadi istri saya” Itu bukan iman tapi keinginan. Ada juga seorang Bapak berkata, “Pak Pendeta,
pada tahun 1998 situasi ekonomi Indonesia sedang sulit. Rumah saya di Pondok
Indah 6 buah dan saya beriman rumah saja
akan menjadi 7 buah”. Itu bukan iman, tapi keinginan. Kalau tahun ini ingin mendapat
pekerjaan, itu bukan iman tapi keinginan.
Iman itu berarti apa yag dikatakan Tuhan, itu yang dilakukan.
Biarpun istri saya cerewet , ia tetap istri saya. Itu iman. Makin cerewet,
makin sayang. Orang yang rendah hati itu orang yang beriman, karena melakukan
apa kata Tuhan, walaupun bertentangan dengan keinginan kita. Tanpa menyangkal
diri dan memikul salib, bagaimana melakukan iman? Dalam setiap diri kita ada
mental melawan firman Tuhan. Maka kita harus terlatih untuk menyangkal diri
dengan mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan berarti menomorsatukan Tuhan. Dia yang
terindah, teragung, termulia di dalam hati kita. Hal lain tidak menggoyahkan kita.
Kita mengasihi istri, karena tertarik dengan kata Tuhan. Bagaimana pun dan apa
pun yang terjadi dengan sang istri, saya mengasihi dia. Karena saya yakin , apa
yang dikatakan Tuhan itu terbaik. Saya mengasihi istri bukan karena kelakuan, tapi
karena tingkat pengenalan saya kepada Tuhan. Mungkin istri saya lebih cerewet,
tapi cerewetnya dia tidak punya kemampuan mengurangi kasih saya ke dia. Dia lebih
banyak berbuat kasih daripada cerewet. Sehingga terlalu bodoh, kalau berkata,
“Gua nyesel kawin dengan loe” atau yang lebih bodoh berkata, “Elo beruntung
kawin dengan gua” seharusnya “Gua beruntung kawin dengan elo”. Itu harus menundukkan
diri. Jangan katakan “Kau yang terindah” tapi tidak dengan sebenarnya. Bila
Alkitab tertinggal di gereja akan kembali ke pemiliknya, tapi kalau ponsel
tertinggal?
Hidupku
Bukannya Aku Lagi
Dalam diri kita ada perlawanan
kepada nilai Kristus. Makanya harus terjadi aku makin berkurang Yesus makin
bertambah. Ia harus makin besar,
tetapi aku harus makin kecil (Yoh 3:30). Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:20). Itu keren. Makanya orang benar
itu paling cocok mendapat kejadian yang tidak cocok daripada cocok. Karena itu
memfasilitasi untuk penyangkalan diri. Maka mulailah dari perkawinan. Tidak ada
yang menikah, langsung cocok dengan pasangannya kecuali menikah dengan tiang
listrik. Tuhan “menginginkan” pasangan kita punya sikap yang menjengkelkan. Saat
istri tidur doakan, “Tuhan cocok benar istriku dengan saya. Sungguh saya tidak
saya pilih. Jangan dia lebih dahulu mati”. Makin lama pernikahan, maka semakin kukagum
dan hormat pada pasanganku. Sangkallah diri, pikullah salib! Agar kita setia
kepada Tuhan, perlu melalui proses yang panjang. Belajarlah melihat yang Tuhan
lihat. Setelah kami pulang berbelanja, pembantu kami menaruh barang belanjaan di
meja, tIba-tiba minyak goreng terjatuh. Penyebabnya bukan karena anak kecil
yang aktif sekali, tetapi karena barang tersebut ditaruhnya miring. Istri saya
yang sedang merapikan barang di dapur, mengetahuinya. Karena mengira anak
laki-laki yang lakukan , maka dia tangkap anak tersebut lalu dipukul. Saya yang
mengetahui hal tersebut tidak bisa membentak istri di depan anak. Anak saya
berkata, “Pak kenapa aku dipukul?” Saya sakit di hati melihat dan mendengarnya.
Lalu saya tuntun dia sikat gigi, cuci kaki dan berkata,”Saya tahu kamu tidak
senggol”. Setelah istri selesai bersih-bersih, lalu kami tidur. Sewaktu berbaring,
saya berkata,” Bukan dia yang jatuhkan”. Istri saya langsung membalas, “Papa
mau bela?”. Saat dibilang tidak, dia menambahkan,”Kalau mau bela, bilang aja”.
5 menit kemudian dia tidur. Rasanya geregetan , saya tidak bisa tidur.
Pagi-pagi saya bangun dan memijat dia. Dia lalu bertanya, “Maksud papa tadi
malam apa? Mama dengar, minyak goreng jatuh bukan disenggolnya”.Saya berkata,”Saya
lihat sendiri, mama waktu itu kan sedang beresin barang”. Istri saya menyahut,”Kenapa
tadi malam tidak kasih tahu?” Memang tidak mudah. Itulah hamba Tuhan. Sekolah “teologia
di bawah kaki Tuhan” dalam kehidupan sehari-hari memerlukan waktu panjang.
Bagaimana kita bisa lemah lembut dengan istri orang tapi dengan istri sendiri
kasar? Maka perlu rendah hati sehingga waktu melayani pun indah sekali.
Iman
Perwira Romawi
Matius
8:5-10
5 Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah
seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:
6 "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena
sakit lumpuh dan ia sangat menderita."
7 Yesus berkata kepadanya: "Aku akan
datang menyembuhkannya."
8 Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya:
"Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja
sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
9 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di
bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu:
Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang,
ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
10 Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia
dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara
orang Israel.
Kalau Tuhan Yesus yang berkata, pasti benar dan tidak perlu
ditinjau lagi. Pada ayat 10 dikatakan Setelah
Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang
mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak
pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel. Setelah Yesus
mendengar perkataan perwira Romawi tersebut, heranlah Ia. Itu hal yang positif.
Lalu Dia berkata kepada mereka yang mengikutiNya yaitu Petrus cs, “Aku berkata
kepadamu”. Tanpa mengucapkan kalimat tersebut, memang kenyataannya Tuhan Yesus sedang
berkata. Jadi kalau sampai mengucapkan kalimat tersebut maksudnya adalah agar
hal tersebut dicamkan dan jangan dilupakan seumur hidupmu. Sesungguhnya berarti
tidak relatif. Yang sejatinya , iman sebesar ini (kata “sebesar” bukan menunjukkan
kuantitas, melainkan nilai) tidak pernah AKu jumpai pada seorang pun di antara
orang Israel termasuk Petrus, Yakobus dan Yohanes dan murid-muridNya yang lain.
Pada situasi bagaimana hal ini dikatakan? Yesus menampakkan diri sebagai
manusia biasa dan sederhana. Dia layaknya jemaat biasa, bukan imam. Sedangkan
yang menjumpai Dia adalah seorang perwira berarti setingkat danrem (sekarang setara dengan
pangkat letkol atau colonel) dengan umur lebih tua dari Yesus (mungkin sekitar
50). Jadi secara jabatan lebih tinggi dan secara ekonomi lebih kuat dibanding
Yesus. Namun di hadapan Yesus ia memohon. Kata
“memohon” digunakan oleh bawahan
kepada atasannya (kalau sebagai atasan, ia akan digunakan kata “memerintah” dan
bila “sejajar” digunakan kata “meminta”). Pada ayat 6 dia menggunakan kata
panggilan “Tuan”. Ini luar biasa, karena
perwira ini seorang Romawi. Ibarat saat penjajahan lalu, orang Belanda sulit
memanggil orang bumi dengan sebutan “meneer” (tuan). Sedangkan perwira Romawi (Romawi menguasasi
Israel saat itu) memanggil Yesus dengan sebuat “tuan”. Ia menempatkan dirinya
sebagai bawahan Yesus. Ini luar biasa dan konsisten. Dia berkata, Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam
rumahku. Si “mewah” berbicara pada orang “sederhana” seperti itu, ini luar
biasa. Dilanjutkan dengan kalimat “katakan
saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh”. Penekanannya pada penundukannya
bukan sembuhnya. Ayat 9 Sebab aku sendiri
seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jadi dia hayati sebagai
bawahan dan Yesus sebagai atasan. Jika
aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan
kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang,.". Hal ini menunjukkan
bahwa dia bawahan Yesus, entah akan sembuh atau tidak katakan saja. Bahkan
puncaknya dikatakan, ataupun kepada
hambaku, artinya aku budakmu. Lalu “Kerjakanlah
ini!, maka ia mengerjakannya”. Yesus tidak bisa dibohongi. Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia.
Kristen yang setia itu keren. Ini
penting sekali. Maka kita harus berani memberi nilai yang dianggap Yesus
terbaik, maka kita dengan senang melakukan perintahNya bagaimanapun lingkungan yang
di hadapi. Orang yang berbahagia bukanlah orang yang sakitnya sembuh, bukan setelah
sekian tahun tidak punya anak akhirnya mendapat anak, mendapat pacara setelah
lama tidak punya pacar atau menjadi presiden. Orang berbahagia adalah orang
yang mendengar firman Tuhan dan
memeliharanya. Banyak kali kita sombong. Sehingga kita menganggap pelaku firman
bukan sesuatu yang bahagia.
Ada 3
jenis bahagia di dalam dunia ini :
1.
Kebahagian yang bobrok, hina dan bodoh. Kebahagiaan
yang didapat akibat perbuatan dosa yang dilakukan tidak ketahuan. Hal ini menyeramkan. Bisa juga
kebahagiaan ini diperoleh saat melihat orang lain menderita. Contoh : saat
mengantri panjang di lift, tiba-tiba ada orang yang memotong (menyelak), lalu
orang tersebut tiba-tiba kepalanya terpentok. Ketika melihatnya ada yang bilang
“syukurin”. Itu bobrok. Contoh lain : karena sering konflik dengan pasangan
hidup, maka begitu mengetahui pasangannya
terkena kanker, merasa senang karena
bisa menikah lagi . itu bobrok. Terlalu rendah derajat kebahagian seperti itu.
Kalau hal itu terjadi pada kita, kita tidak bisa melayani Tuhan sehingga tidak
bisa memperoleh kebahagiaan sejati. Sayangnya masih banyak orang Kristen yang
menjadi pengikut model mencari kebahagiaan seperti ini.
2.
Kebahagian yang umum. Contoh : saat mendapat mobil baru
atau sembuh dari sakit-penyakit, kita merasa bahagia. Itu umum. Tidak ada
hebatnya! Tapi orang Kristen sering meletakkan kebahagian di situ. Kalau hilang
yang umum itu, hilanglah kebahagiaan kita. Seharusnya kebahagiaan kita terjadi
saat kita menjadi pelaku firman. Itu tidak
ada tandingannya. Ini yang harus terjadi pada kita.
3.
Kebahagiaan yang mulia yakni sebagai pelaku firman. Saya
pengamat dan dosen bidang musik. Saya amati lagu yang terbaik adalah lagu gereja
Joy to the World. Syair dan nadanya
harmonis sekali. Kebahagian dari surga. Hal ini tercermin dari do tinggi lalu
diikuti dengan do rendah. Ketika dunia mengalami “joy”, nadanya diangkat nadanya sol la dan seterusnya. Sayang lagu itu hanya dinyanyikan pada saat
natal. Belum habis lagunya dilanjutkan
dengan lagu yang dinyanyikan Hetty Koes Endang, “Aku masih seperti yang dulu”.
Jadi kalau pada tahun 2012 malas baca Alkitab, diteruskan pada tahun 2013 tetap
malas juga untuk baca Alkitab. Sekarang tanggal 14 Januari 2014, ada yang sudah
5 hari (bahkan sama sekali) tidak membaca Alkitab. Kebangetan, horror, ndableg
dan bebal kalau tidak membaca Alkitab. Ini menunjukkan tidak ada terima kasih dan
tidak sopan. Selama 14 hari masih memaki pasangan dan melawan ortu, itu
kebangetan! Apa terima kasih kita? Bahkan masih ada yang menipu. Tahu perbuatannya
merupakan dosa tetapi masih dilakukan juga, kebangetan! Tahun ini berjumlah 365
hari. Kalau 14 hari tidak bisa diperaya, masa diberi waktu 351 hari lagi?
Mungkin sebelah kiri anda besok meninggal.
Tuhan bukan pembantu, tapi sesembahan. Jangan bilang “dikasih karunia”
tapi tidak ada penghargaan. Itu namanya lip
service. Hargailah hari-hariNya! Mana bisa melayani kalau tidak menganggap
Tuhan nomor satu? Kita tidak bisa melayani kalau Dia bukan yang terbaik bagi
kita. Akhirnya tergantung situasi dan kondisi. Adakah aktifis yang mengundurkan
diri? Menjadi aktifis merupakan sarana yang indah untuk menyatakan terima
kasih. Namun seringkali paradigma ini tidak ada dalam diri para aktifis. Kita harus
berani mengatakan, “Melakukan firman Tuhan itu merupakan sukacita yang indah”
walau tIdak otomatis setelah ikut seminar bertema sukacita langsung berubah
menjadi sukacita. Kita harus konsisten melakukannya sehingga menjadi bagian
kehidupan. Ini yang harus dikerjakan dan kalau dikerjakan itu berarti kita sedang
melakukan apa yang dikatakan Tuhan. Aktifis Tuhan yang mengajar sekolah minggu tetapi
tidak membaca Alkitab, itu tidak melayani Tuhan! Karena tidak mau mengikuti perkataan
Tuhan. Majelis yang masih memaki istrinya berarti tidak melayani Tuhan. Karena apa yang
dikatakan seseorang itu menunjukkan bobotnya. Jadilah pelaku firman, dan untuk itu kita harus rendah hati. Kalau tidak
begitu, tidak bisa melayani Tuhan. Sehingga harus tegas memegang prinsip ini.
Orang yang berbahagia adalah orang yang memelihara (artinya merenungkan dan
melakukan) firman Tuhan.
Memelihara Firman Tuhan
Yosua 1:8 Janganlah engkau lupa
memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya
engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab
dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung. Itu kalimat dampak (imperative). Juga pada Mat
6:33 Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu. Tapi karena kita masih ego-centre, jadi tidak tertarik untuk mencari kerajaan Allah. Harusnya
yang bernilai itu adalah “carilah dulu kerjaan Allah dan kebenaranNya”. Kita adalah
duolos (hamba) dan Dia adalah Kurios (tuan). Yos 1:8 mengatakan,” janganlah engkau lupa” (atau “tidaklah
engkau lupa” yang merupakan harga mati karena kalau ditulis “jangan” maknanya
jadi “lembek”), memperkatakan kitab Taurat ini (digunakan kata
memperkatakan karena dulu tidak ada catatan yang tertulis, sekarang konteksnya adalah
jangan lupa baca Alkitab, atau tidak boleh lupa membaca firman Tuhan). Tetapi renungkanlah
itu siang dan berlawanan sehingga mengakibatkan
makna pada kalimat pertama bisa menjadi tidak berbobot. Contoh : bapak itu
ganteng lho tetapi jorok. Sehingga berkurang nilainya. Atau “Ibu itu cantik lho
tetapi maling”, itu merusak. Kenapa yang
positif pakai kata tetapi? Karena kebodohan dan kesombongan kita! Kita membaca
firman Tuhan tapi mengira kita sudah men jadi pelaku firman, padahal itu belum!
Apa pun yang kita dapat di seminar, masih merupakan wacana. Misalnya : kita
mengikuti seminar “Bagaimana menjadi pegawai bahagia”, setelah pulang seminar,
kita belum bahagia karena harus dilakukan dahulu. Maka baca firman Tuhan (Alkitab)
namun tidak merenungkan dan melakukannya, bisa lebih jahat. Maka firman Tuhan harus direnungkan
dan khotbahkan untuk diri kita sehingga firman itu bisa “menembak”. Bapak
rohani saya berkata, “Jangan khotbahi apa pun yang belum kau lakukan”. Karena
khotbah bukan membagi firman tapi menghidupinya. Banyak pembicara yang khotbahnya
biasa saja dan dingin karena tidak dilakukan. Pelaku firman punya sesuatu untuk
diceritakan. Orang yang mengalami kapal pecah dapat menceritakan kejadiannya
dengan lebih hidup dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami yang
hanya bercerita berdasarkan teori saja. Maka semua aktifis tidak boleh lupa membaca
firman Tuhan dan mem-follow-up nya siang
dan malam. Dari aspek waktu “merenungkan” lebih banyak mengkonsumsi waktu daripada
“membaca”. Kemudian supaya engkau
bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. Berarti
setelah merenungkan firman siang dan baru baru keluar sinerginya diawali dengan
kata “supaya”. Tanpa sinergi itu kita tidak jadi orang yang rendah hati dan
berbahagia (yang disimpulkan dalam pelaku firman). Tanpa melakukannya kita ibarat
menjual obat. Kalau tidak ada gairah dalam membaca Alkitab berarti kita jadi pembohong.
Untuk
membaca Alkitab tiap hari perlu proses. Baik lelah atau tidak, tetap baca
Alkitab dan itu perlu proses. Karena
saat lelah, rasanya lebih tertarik dengan bantal guling daripada baca Alkitab.
Itu perlu sangkal diri. Tapi kalau sudah melakukannya misalnya selama 8-10
tahun dampaknya lain. Ketika mengendarai mobil dan merenungkan dan mengiyakan
firman Tuhan sambil berkata “ampuni aku Tuhan”. Orang yang hanya membaca harian
“Pos Kota” dan merenungkannya ,maka mukanya menjadi seram akibat dari apa yang
direnungkannya. Seperti kalau nonton film horror, muka kita jadi horror. Melayani
Tuhan tapi tidak rendah hati, ujung-ujungnya kecewa dan suka konflik karena terbiasa
melayani diri sendiri dan bila tidak dilayani akan marah. Jadi harus ada
penundukan diri. Maka mulailah melayani setiap hari. Pelaku firman akan melayani.
Tidak pernah kita bisa melayani dengan senang bila tidak menjadi yang terbaik
bagi Tuhan. Kalau begitu kita melawan Tuhan terus. Jangan kita menjadi lembut
seperti ular karena ular bila diinjak akan mematuk melainkan seperti ulat
karena kalau diinjak mati. Kalau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
aktifis gereja akan menikmati melayani. Bukan masalah berubah, itu bukan tujuan
pertama. Yang pertama adalah taat atau tidak karena masalah berubah Roh Kudus
yang akan lakukan. Bahagia bukan saat melayani orang itu berubah. Yang bahagia,
melayani persis seperti yang diperintahkan Tuhan. Maka layanilah
sebaik-baiknya. Menempatkan Tuhan diatas segala-galanya baru bisa melayani dan
memberikan yang terbaik. Kalau itu dilakukan, persembahan kita akan wangi di
hadapan Tuhan. Sepertinya alegoris (bertentangan). Dalam Perjanjian Lama
persembahan domba di hadapan Tuhan agar berbau wangi maka pertama-tama ambil
domba yang tak ternoda dan bercacat (dalam kandungan dia tidak ada yang rusak,
untuk itu imam akan memeriksanya dan di luar kandungan tidak boleh rusak,
seperti terpelecok kakinya atau tercakar binatang buas). Belum wangi bila
sampai di situ, maka dombanya harus ditusuk, dibunuh. Belum wangi bila hanya sampai
di sini. Maka harus dikuliti. Belum wangi juga bila sampai disini. Jadi dipotong-potong.
Belum wangi juga. Lalu dibakar. Begitu habis, maka wangi di hadapan Tuhan.
Ketika domba ditusuk, wujud domba masih kelihatan. Waktu dikuliti masih tahu
baunya domba, juga waktu dipotong. Waktu
dibakar, kalau tidak lihat prosesnya tidak tahu kalau itu domba. Setelah itu baru
wangi. Hidupku bukan aku lagi. Aku berkurang dan aku habis. Rendah hati, ini yang
harus kita kejar. Maka biarkpun kita bukan aktifis, kita tetap harus punya mental
melayani. Jadi bukan karena jabatan , kita melayani. Tanpa jabatan sinergi
melakukannya membuat gereja tumbuh. Sehingga harga mati untuk menjadi pelaku
firman! Dalam seluruh aspek kehidupan kita, jadi surat terbuka saat bisa dibaca
orang. Mengikut Tuhan bukan bisa atau tidak tapi mau atau tidak. Tidak mungkin
tidak melakukan apa yang disuruhNya. Kita lakukan, maka berubahlah pembaruan
budimu, apa yang baik , apa yang berkenan dan apa yang sempurna, maka Tuhan mencari
bukan hamba Tuhan yang banyak khotbah, kaya, banyak mujijat, tetapi “marilah
hambaKu yang setia”. Pasti perjalanan mu diberkati, berhasil dan beruntung.
Rumah tangga berhasil. Beruntung dengan anak-anak takut akan Tuhan. Akhirnya
jemaat semakin senang menjadi anak Tuhan. Kesembuhan dan keturunan bukan hal
yang utama. Karena baik kaya miskin semuanya tetap akan mati. Karena Dia yang menilai,
maka arahkan kepada nilai kekekalan. Kumpulkan harta yang tidak habis dimakan nengat.
Pasti tidak habis dan kecewa hidupmu. Hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan.
No comments:
Post a Comment