Ev. Susan Kwok
Kej 22:1-8; 14
1 Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia
berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan."
2 Firman-Nya:
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah
ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada
salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
3 Keesokan
harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan
memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu
untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang
dikatakan Allah kepadanya.
4 Ketika pada
hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu
dari jauh.
5 Kata Abraham
kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini;
aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami
kembali kepadamu."
6 Lalu Abraham
mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak,
anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya
berjalan bersama-sama.
7 Lalu
berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: "Bapa." Sahut Abraham:
"Ya, anakku." Bertanyalah ia: "Di sini sudah ada api dan kayu,
tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?"
8 Sahut
Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran
bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
14 Dan Abraham
menamai tempat itu: "TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai sekarang
dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."
Pendahuluan
Kalau
diberi sesuatu yang baik atau miliknya ditukar dari yang jelek menjadi yang
baik, manusia tidak akan bertanya apakah hal (pemberian / penukaran) itu logis
atau tidak. Misalkan ada seorang hamba Tuhan berkata, “Ayo ikut persekutuan doa
dengan rajin. Kalau rajin ikut Persekutuan Doa,maka rumahmu yang berukuran 7 m x
15 m tahun depan akan diganti Tuhan dengan yang berukuran berkali-kali lipat lebih
besar”. Kalau mendapatkan hal seperti itu dari Tuhan, maka tidak akan ada yang
bertanya lagi ke Tuhan. Ketika Tuhan memberikan hal yang baik, atau menukar
dari yang kurang menjadi yang lebih , kita tidak akan mempertanyakannya dan
tidak ada tema hari ini “Ketika Allah Meminta : Logis?” karena kita akan
menerimanya dengan senang hati. Seperti
waktu Raja Hizkia sakit dan hampir mati, lalu ia berdoa dan menangis minta agar
disembuhkan, lalu Tuhan mendengarkan doanya bahkan umurnya diperpanjang 15
tahun lagi (2 Raja 20:1-6). Jadi Raja Hizkia menerima hal yang baik dan
menganggapnya anugerah dan seolah-olah ia berkata,”Puji Tuhan! Harusnya hari
ini saya mati tapi diberi hidup 15 tahun lagi”. Bila kita mengalami hal sepeti
ini, kita juga akan menerimanya. Permasalahannya berbeda jika ternyata apa yang
Allah akan beri (minta) menurut kita tidak baik (tidak masuk akal). Sepertinya
permintaan Allah mengada-ngada atau Allah
tidak adil dengan meminta / mengambilnya daripadaku. Kita akan menjawab
demikian, bila kita berada di posisi Abraham seperti pada nats di atas (Kej
22:1-8). Allah sepertinya meminta sesuatu yang tidak masuk akal. Dulu waktu
Sara (istri Abraham) mandul, dijanjikan keturunan Abraham akan seperti pasir di
laut banyaknya. Namun sekarang setelah
dikasih seorang anak (Ishak yang artinya membawa tertawa dalam keluarga),
kenapa permintaan Tuhan tidak masuk akal untuk mempersembahkannya? Ketika kita
merasa pemberian Allah tidak masuk akal, maka biasanya responnya, kita menjadi kecewa,
ragu, takut, bergeser (tidak lagi mau percaya Allah yang demikian) atau
lainnya.
Ukuran Manusia Berbeda dengan Ukuran Allah
Ilustrasi
berikut tentang apa yang harus diberikan kepada Tuhan. Ada 3 orang (A, B dan C)
yang kikir semuanya. Mereka cari akal (logika) bagaimana caranya untuk tidak memberi
persembahan. Si A berkata, “Tuhan sekarang saya akan memberi persembahan
kepadamu. Saya akan membuat lingkaran kecil , lalu saya akan melemparkan uang
tinggi-tinggi. Jika uang itu jatuh di lingkaran kecil, maka itu milik Tuhan. Tapi
kalau jatuh di luar lingkaran itu punya saya”. Karena lingkarannya kecil, maka kebanyakan
uang jatuh di luar lingkaran. Hanya ada sedikit uang yang jatuh di dalam
lingkaran, lalu diberikannya ke Tuhan. B tidak mau kalah. Dia berkata, “Tuhan
saya berjanji akan memberi persembahan untuk itu saya akan membuat lingkaran
yang besar. Saat saya melemparkan uang, lalu ia jatuh dalam lingkaran besar maka
uang itu menjadi milik saya dan yang jatuh di luarnya itu milikMu”. Karena lingkarang
yang dibuatnya sangat besar maka saat ia melemparkan uang, kebanyakan jatuh di
dalam lingkaran. Sedangkan yang jatuh di luar lingkaran sangat sedikit dan itu
yang diberikannya ke Tuhan. C pun tidak mau kalah. “Tuhan saya tidak mau
seperti A dan B yang membuat lingkaran. Saya akan melempar uang ke atas. Setiap
uang yang jatuh ke bawah menjadi milikku, sedangkan yang tidak jatuh itu
milikMu”. Setelah dilempar, maka semua uangnya jatuh (karena mengikuti hukum
gravitasi bumi). Karena semua uangnya jatuh maka semuanya menjadi miliknya.
Ketika
Tuhan meminta dedikasi, uang , pikiran, waktu dll, manusia merasa Allah tidak
logis. Tuhan tahu kita sibuk, mengapa Tuhan memberi kita banyak waktu untuk
melayani? Atau saat sedang kekurangan harta, mengapa Tuhan meminta uang kita? Atau
saya tidak pintar, mengapa Tuhan minta saya menjadi majelis, aktifis dan
lain-lain? Alasannya sebenarnya manusia mengapatakan “apa yang Allah minta
tidak logis” adalah manusia punya ukuran sendiri dalam melakukan sesuatu. Sampai
kapanpun manusia, akan merasa Allah tidak logis karena ukuran manusia dengan Allah
berbeda. Tujuan dan rencana Dia berbeda dengan manusia. Manusia merupakan Karena
kita ciptaan Allah. Manusia tidak mampu memahami apa yang dikehendaki Penciptanya.
Dia kudus, manusia hina. Dia pencipta kekal tidak terbatas oleh waktu, manusia sangat
terbatas. Bagaimana mungkin yang tidak terbatas bisa memahami yang terbatas?
Ketika Dia meminta atau memberi sesuatu seringkali ada kesenjangan antara
pikiran kita dengan pikiranNya. Dan bila terjadi demikian, kita sering berpikir
bahwa yang salah itu adalah Tuhan (bukan kita yang salah). Itu sebabnya Rasul Paulus
mengatakan dalam Rom 11:33-36 O, alangkah
dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki
keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran
Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu
kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari
Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Tak seorang pun mengetahui pikiran Allah. Sehingga kita tidak boleh menghakimi
Allah dengan mudah atau kita meragukan apa yang telah kita jalani walau ada
sesuatu yang tidak logis atau terlalu sulit untuk dikerjakan.
Belajar dari Abraham
Apa yang Allah minta
ke Abraham sepertinya tidak logis, menyusahkan dan mengada-ada, namun kita bisa
belajar dari respon Abraham.
1.
Saat Allah “mencoba”nya, Abraham memberikan
tanggapan, “Ya Tuhan”. Allah tidak pernah mencobai untuk sesuatu yang
jahat, melainkan untuk sesuatu yang positif. Sehingga istilah yang digunakan adalah
kata “menguji” untuk membawa manusia lebih “tinggi” lagi. Ketika Allah menguji
manusia, seperti guru menguji siswa sesuai dengan materinya. Ketika anak kelas
6 SD diuji, tidak mungkin bahan yang diuji berasal dari pelajaran kelas 3 SMP.
Semua sesuai porsi dan aturan. Kalau Allah meminta dari kita, Allah tahu apakah
tingkat (ukuran) kita sampai di sana atau tidak. Waktu Allah meminta dari
Abraham, Dia tidak meminta hal yang sama kepada nabi lainnya. Jadi itu
merupakan suatu permintaan yang khusus. Dia ingin agar Abraham menjadi lebih baik
, dekat , tinggi dan lebih kuat lagi. Dia memberikan ujian ke Abraham bukan
utnuk menjatuhkan Abraham, karena kalau demikian Dia bukanlah guru yang baik. Dialah
Guru Agung yang jauh lebih baik dari guru terbaik di dunia. Dia tahu ujian apa
yang diberikan. Abraham menjawab, “Ya Tuhan” (dalam bahasa aslinya Abaraham
menjawab “Aku disini ya Tuhan” atau “Ya Tuhan, aku ada”. Ini memberikan makna, aku mendengarkan Tuhan dan aku siap menerima apa
yang akan Kau firmankan kepadaku. Aku berdiri di sini di hadapanMu, siap
mendengarkan firmanMu. Ketika Abraham berkata, “Aku disini siap mendengarkan
firmanMu”.
2.
Abraham menang atas pergumulannya. Lalu Allah berkata, “Abraham, ambil anakmu”. Allah
tidak meminta harta yang lain tapi anaknya. Kalau Tuhan meminta sapi 10 ekor,
kambing 100 ekor, kerbau 1.000 ekor sekalipun mungkin tidak menyulitkan
Abraham. Namun bukan berarti Abraham tidak bergumul saat anak “satu-satu”nya
diminta untuk dipersembahkan. Anaknya Ishak
bukan anak yang lain (Ismail). Ishak
artinya tertawa, karena waktu nubuatan untuk Abraham datang, Sara yang ikut
mendengarnya kemudian tertawa. Karena saat itu ia sudah tua, rambutnya putih
dan sudah menopause sehingga waktu dikatakan
tahun depan akan hamil, ia tertawa. Ishak waktu akan dipersembahkan berumur
sekitar 6-8 tahunan. Saat diminta “”Ambillah anakmu yang tunggal itu”, ini
merupakan hal yang berat. Bahkan kalau anaknya banyak dan diminta 1 orang, hatinya
tentu tidak rela. Anak yang diminta bukan untuk
diajar mengenal Tuhan seperti Samuel (supaya bisa datang ke bait Allah),
tetapi diminta jadi korban bakaran. Itu berarti harus disembelih, darahnya
tercurah, lalu ditaruh di atas mezbah, dibakar sampai habis sampai tidak ada
apa-apanya. Sebagai orang tua, permintaan Allah itu sesuatu yang luar biasa
beratnya. Tetapi pada ayat yang ke-3, Allah
tidak sedang melecehkan perasaan Abraham sebagai manusia, sekalipun Alkitab
tidak mengatakan pergumulan Abraham, tetapi lebih mengangkat kemenangan
Abaraham di atas pergumulannya. Sehingga dikatakan , Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham. Kita tidak tahu dengan
tepat waktu Allah berfirman kepada Abraham. Tetapi ada jeda waktu antara saat
Allah berfirman dengan saat Abraham melaksanakannya dan pasti antar waktu itu
ada pergumulan Abraham. Alkitab tidak meremehkan pergumulannya, tetapi Allah
mengajar bagaimana ia bisa menang dan melakukan apa yang dikehendaki. Keeseokan
harinya bagunlah Abraham dan melakukan apa yang disampaikan Tuhan.
3.
Abraham punya keyakinan Allah akan menggenapi janjinya
menurut caraNya sendiri. Ayat 5, Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu:
"Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan
pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."
Di dalam bahasa aslinya , kata ganti yang digunakan bersifat jamak (kata “kami”
yaitu saya dan Ishak akan kembali lagi). Ini perkataan kepada bujangnya. Apakah
perkataan ini bohong untuk menenangkan
hati bujangnya atau benar-benar demikian? Demikian juga pada ayat 7b-8a
dikatakan " Bertanyalah ia: "Di
sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran
itu?" Sahut Abraham: "Allah
yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.",
Apakah jawaban Abraham ini benar atau karena tidak tega? Sebagai bapa, mungkin
ia tidak tega untuk mengatakan, “Kamu yang akan dipersembahkan”. Apakah
jawabannya merupakan kalimat diplomasi untuk menenangkan Ishak saja seperti
saat ia menenangkan bujangnya? Pada Ibrani 11:17-19 dikatakan Karena iman maka Abraham, tatkala ia
dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela
mempersembahkan anaknya yang tunggal,
walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari
Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah
berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari
sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. Dengan demikian jawaban yang
diberikan Abraham adalah iman dari Abraham. Allah yang memberi , Dia berhak
mengambil. Kalau Dia janji untuk memberikan keturunan yang banyak, Dia akan menepati
janji bagaimanapun caranya. Abaraham punya keyakinan Allah akan menggenapi
janjinya tergantung cara Allah sendiri. Pada ayat 1, jawaban Abraham, “Aku di sini
Tuhan siap mendengarkanMu”. Dia melakukan perintah Tuhan dari awal sampai akhir.
Dia percaya Allah yang sudah berjanji tidak akan pernah melanggar janjiNya
sendiri, entah bagaimana caranya sehingga Abraham disebut bapa orang beriman (punya
iman yang luar biasa). Pada Perjanjian Lama, ada banyak respon dari tokoh
Alkitab karena mereka punya iman yang kuat. Ketika Tuhan berbicara, mereka
menempatkan diri sebagai orang yang mendengar dan melakukannya. Contoh : ketika
Hosea dipanggil oleh Tuhan melakukan hal yang tidak masuk akal. Hosea diminta
untuk mengawini Gomer yang merupakan seorang pelacur (Hosea 1:2). Ini berat
untuk Hosea namun Hosea adalah nabi yang luar biasa. Ia pun pergi mengawini
perempuan sundal karena ia mengetahui ada maksud Tuhan untuknya. Ini merupakan
permintaan khusus Allah untuknya. Tidak ada lagi yang seperti Hosea. Demikian
juga ketika nabi Yeremia dipanggil untuk memberitakan firman Tuhan ke Yehuda,
namun diberi peringatan “Tetapi kamu harus siap karena mereka akan menolak”.
Ini tidak masuk akal. Ia diminta untuk memberitakan firman tapi akan ditolak. Untuk
apa buang-buang waktu? Namun ia mengetahui ada sesuatu yang Tuhan ingin ia kerjakan
sehingga ia melakukannya. Contoh terakhir nabi Yunus. Ia diminta Allah untuk pergi
ke kota Niniwe. Itu kota yang jahat sehingga ia berkesimpulan mengapa harus
ditobatkan? Harusnya tidak ada penduduknya
yang selamat! Sehingga ia lari ke Tarsus dan dimakan ikan. Akhirnya ketika ia
menobatkan Niniwe, penduduk Niniwe pun bertobat. Tuhan merasa kasihan kepada orang-orang yang bertobat, Tapi malah nabi Yunus
menyesal. Karena ia tahu Tuhan akan mengampuni Niniwe. Dengan demikian ia merasa
“lebih” dari Tuhan. Dengan demikian, saat
dipanggil ada yang menjawab “ya”, “tidak” atau “setengah hati”.
Permintaan Allah sekarang
ini tidak ada yang aneh seperti ketika Dia meminta kepada Abraham , Hosea,
Yunus (tidak sampai seberat itu). Tetapi yang Dia minta secara umum , berlaku
untuk semua, kecuali sesuatu yang spesifik. Secara umum, Allah meminta kita untuk mendengarkan suaraNya. Zaman
ini adalah zaman anugerah di mana anugerah Allah begitu berlimpah. Kita dapat
menjumpai Alkitab secara bebas di toko buku dengan berbagai terjemahan. Meskipun anugerahNya luas dan berlimpah,
tetapi di tengah hal demikian, justru para dombaNya paling tuli dalam mendengarkan suaraNya. Sampai dombaNya tidak
tahu apakah ini suara gembala yang asli atau asing. Contoh : ketika pengajaran
di sampaikan di atas mimbar tidak banyak jemaat yang mempunyai sikap yang kritis
, karena tidak membaca Alkitab dan menggalinya. Dengan demikian bagaimana kita
tahu suara yang benar? Hari ini domba
tuli dan buta terhadap isi Alkitab. Ada seorang penginjil bernama Robert
Samuel. Ia menemukan seorang korban kebakaran di Kansas, Amerika yang menjadi buta dan kedua tangannya buntung.
Padahal ia baru bertobat dan ingin belajar Firman Tuhan. Kemudian ia merasa putus
asa, karena tidak bisa membaca Alkitab dengan jalan merabanya. Waktu ia mencoba
meraba dengan bibirnya, juga tidak bisa karena bibirnya rusak terbakar. Suatu
kali, tanpa sengaja saat ada sesuatu yang terjatuh di mesin Braille, ia
berusaha membersihkannya dengan lidah. Ternyata ia bisa mengenali huruf Braile
dengan lidahnya! Sehingga mulai hari itu ia bisa membaca. Ia sudah membaca dari
kitab Kejadian sampai Wahyu 4 kali dalam 2 tahun. Bagaimana dengan kita yang
memiliki kelengkapan organ tubuh? Bagaimana kita tahu permintaan Allah yang
baik , walau sepertinya tidak masuk akal? Iman bertumbuh dari pendengaran akan
firman Tuhan, membaca dan merenungkannya.
Ada seorang Kristen,
karena tidak setuju dengan ajaran saksi Yehova, ia mengajak pengikut saksi
Yehova berdebat dan coba mempertobatkannya. Tapi ia kalah, karena ia tidak
punya banyak kemampuan, termasuk ayat hafalan. Pengetahuannya kalah jauh.
Terakhir, ia ditanya, “Berapa kali kamu sudah baca Alkitab?”. Ternyata walau
sudah 17 tahun menjadi Kristen, ia tidak pernah membaca seluruh Alkitab dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sang
pengikut saksi Yehova berkata,”Bagaimana mungkin kamu memenangkan pertobatan
saya, kalau kamu tidak pernah membaca seluruh isi Alkitab sekali pun? Saya
sudah membaca alkitab saya puluhan kali sejak masuk Saksi Yehova”. Sekarang ini
banyak ajaran yang tidak benar, tetapi banyak yang tidak bisa menangkalnya.
Mereka rajin “menginjili” dari rumah ke rumah. Mereka rajin baca Alkitab.
Bagaimana dengan kita? Abraham walau belum ada Alkitab terutlis, tetapi suara
Allah ia dengarkan sampai masuk dalam hatinya dan percaya. Sehingga saat
terjadi sesuatu ia percaya Allah itu baik.
No comments:
Post a Comment