Ev. Astri Sinaga
Maz 37:23-24
23 TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang
hidupnya berkenan kepada-Nya;
24 apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak,
sebab TUHAN menopang tangannya.
Pendahuluan
: Mengapa Tuhan?
Pemazmur mengatakan Tuhan menetapkan
langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya dan dengan yakin
mengatakan apabila ia jatuh tidak sampai tergeletak karena Tuhan menopang
tangannya. Ini ungkapan orang yang sangat yakin sekali padahal seringkali dalam
hidup kita tidak seyakin itu. Saat dalam keadaan senang dan berkecukupan , kita
merasa yakin sekali akan Tuhan, tetapi saat kehilangan, kesusahan atau penyakit
datang bertubi-tubi, kita sulit merasa yakin. Bisakah saat menderita, kita mengatakan
“Tuhan tetap menopang aku” atau “Tuhan itu baik”?. Kenyataannya saat susah,
kita sulit mengatakannya. Beberapa waktu lalu, mama saya yang berusia 80 tahun
mengalami sakit di bagian punggungnya (tulang belakang nomor 1 dan 2). Dia yang
biasanya aktif, paham firman Tuhan dan
senang mendengar khotbah harus terbaring di tempat tidur selama 3 bulan. Karena hal itu, ia mengajukan pertanyaan
kepada saya, “Mengapa ya aku sakit?” Saya menjawab, “Kok tanya kenapa? Kan
sudah 80 tahun, pasti bisa sakit”. Dia menambahkan,
“Tetapi aku kan cinta Tuhan, kenapa aku dikasih penyakit?” Kita mungkin sering
mempertanyakan hal seperti itu, kalau sedang susah kita mengatakan, “mengapa
Tuhan?”, “kok bisa?”, “mengapa aku sakit?”, “mengapa aku kehilangan?”, “mengapa
orang jahat kepadaku?”, “mengapa aku menderita?”, “mengapa aku, kenapa tidak
orang lain?” atau “mengapa Kau biarkan aku bangkrut?” Pertanyaan ini
seakan-akan menyatakan bahwa bukan saya yang harus mengalaminya. Dan dalam
menghadapi penderitaan, kita tidak bisa mengatakan seperti pemazmur “Tuhan
tetap menopang tangannya”.
Kalau kita menyaksikan kisah
orang-orang di Alkitab, hampir tidak ada yang tidak menderita. Semakin hebat Tuhan
memakai seseorang, semakin hebat penderitaannya. Yusuf dipakai dengan hebat
oleh Tuhan, tetapi ia juga mengalami penderitaan yang hebat. Ia dijual oleh saudara-saudaranya
dan masuk ke penjara yang dalam sekali. Yeremia dipakai Tuhan luar biasa,
tetapi hidupnya juga banyak penderitaan dan ditolak orang-orangnya sendiri. Daniel dipakai
Tuhan tapi juga mengalami penderitaan. Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimasukkan
ke perapian yang menyala-nyala. Tetapi walau menderita mengapa mereka punya
keyakinan kepada Tuhan? Walau diancam, mereka tetap punya keyakinan. Apa yang
sesungguhnya mereka pahami tentang Tuhan? Apa arti Allah bagi mereka sehingga
walau menderita mereka tetap yakin kepada Tuhan? Apa yang kita pahami
mempengaruhi respon kita dalam menghadapi masalah.
CS Lewis (1898-1963) seorang teolog dan sastrawan Inggris
dalam bukunya A Grief Observed (1961)
menulis, “Di manakah Tuhan? Sewaktu anda besuka-cita anda tidak memerlukan Dia,
sewaktu datang kepadaNya Dia menyambutNya dengan tanganNya. Saat mengalami
penderitaan, apa yang didapatkan? Pintu yang terkunci rapat-rapat sehingga anda
berbalik dan pergi. Sebelumnya ia juga menulis buku The Problem of Pain (1940). Melalui buku ini Lewis berusaha
memberikan tanggapannya sebagai intelektual Kristen dalam memandang
penderitaan. Buku ini berupaya mendamaikan iman Kristen ortodoks dalam Allah yang
adil, penuh kasih dan mahakuasa dengan rasa sakit dan penderitaan. Lalu dia
menikah namun 3 bulan kemudian istrinya meninggal karena kanker tulang. Setelah
itu CS Lewis menulis A Grief Observed.
Itu suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Ia mengalami penderitaan, dan
kehilangan yang dalam. Waktu ia menulis buku yang kedua berbeda dengan yang
pertama. Dia lebih dari sangat emosional. Meluap hatinya. Yang tidak berubah,
kepercayaannya kepada Tuhan. Dalam A
Grief Observed, dia akhirnya mengatakan, “Kalau mengalami hidup dan mati,
kita akan menemukan pengetahuan yang dalam tentang siapa itu Allah”. CS Lewis
menulis buku berdasarkan pengalaman yang berbeda namun tidak berbeda keyakinan
kepada Allah. Apa yang kita pahami tentang Allah akan mempengaruhi sikap kita dalam
menghadapi masalah. Kita bisa melihat orang yang percaya kepada Tuhan seperti
nabi, rasul dan jemaat mula-mula. Mereka tidak punya keraguan sedikitpun
terhadap siapa itu Tuhan.
Paling tidak
ada 3 hal yang diyakini orang-orang dalam Alkitab tersebut
1.
Allah
adalah Allah Pencipta. Fakta bahwa Allah adalah pencipta tidak bisa
diganggu gugat. Allah mencipta dan
mempunyai tujuan dalam penciptaanNya. Allah menempatkan maksud hatiNya dalam
ciptaanNya. Mungkin hal ini bisa digambarkan melalui ilustrasi sbb : saat punya
anak, orang tua mempunyai tujuan di dalam anak-anaknya. Mungkin ada yang ingin
anaknya menjadi dokter. Maka orang tua membimbing dan memperlihatkan dunia
kedokteran seperti apa, sehingga suatu saat ia menjadi dokter. Allah adalah
pencipta yang mempunyai tujuan atas ciptaanNya, Dia mencipta dalam kebaikanNya.
Sehingga sewaktu mencipta Dia melihat dan mengatakan semuanya baik. Dia yang
baik menciptakan ciptaan yang baik. Dia yang baik meletakkan tujuan yang baik
dalam ciptaanNya. Sehingga rancangan yang Dia buat, juga merupakan rancangan
yang baik. Sebagai lawannya, ada rancangan yang jahat. Yang jahat adalah hati
manusia.
2.
Setelah
mencipta, Allah tidak meninggalkan ciptaanNya melainkan Dia terus memeliharaNya. Dia bisa memelihara karena Dia
berkuasa. Dia bahkan berkuasa atas hidup kita sehingga Dia bisa ikut campur
tangan (intervensi) dalam hidup kita. Kalau tidak punya kuasa, Dia tidak bisa melakukan
intervensi. Di STT Amanat Agung, saya bertugas sebagai pembantu ketua di bidang
akademi. Kalau ada mahasiswa yang kelihatannya kurang baik belajarnya, saya
bisa memanggilnya. Saya panggil dan kemudian mengajaknya berbicara, “Kenapa
nilaimu turun?”, “Ada apa dengan masalah belajar?” Kau punya masalah di kelas?
Di keluarga? Saya berhak mengatakan kepadanya, “Karena nilaimu turun, semester depan kamu tidak boleh mengambil
pelajaran banyak-banyak”. Saya berhak ikut campur karena saya punya kuasa.
Tetapi dengan siswa di sekolah lain, saya tidak bisa karena tidak punya kuasa.
Untuk intervensi harus punya kuasa. Waktu anak masih kecil, kita bisa menyuruhnya
melakukan apa saja. Kalau kita minta, “Kamu tidur sekarang!” maka ia harus
tidur. Ketika sudah besar, mereka menjadi kuat dan berkuasa. Bahkan ketika
sudah menikah dan orang tuanya ikut campur dengan keluarganya, mereka akan
mengatakan, “Papa jangan ikut campur!” Kalau kita berkuasa, kita bisa ikut
campur. Allah berkuasa, maka Dia bisa ikut campur. Dia bisa berintervensi dalam
hidup kita, bahkan waktu kita tidak tahu apa yang terjadi dalam kita, Dia bisa
intervensi karena dia berdaulat penuh atas hidup kita. Konsep ini sebenarnya
juga kita miliki sehingga tidak susah untuk mengerti hal ini. Buktinya, kita
selalu berdoa meminta supaya penyakit kita disembuhkan, padahal dokter meminta
kita agar tidak lagi bekerja. Kita punya pikiran Allah lebih berkuasa dari
dokter. Kita juga berdoa agar anak kita
diberkati hidupnya atau kita berdoa agar punya umur panjang. Kita berdoa begitu
karena Allah berkuasa. Pemahaman kita terhadap Tuhan mempengaruhi cara kita
bersikap. Dalam keadaan senang kita bisa bersikap benar. Dalam keadaaan susah,
apakah tetap kita bisa mempunyai sikap benar dan apakah saat itu kita tetap
bisa katakan Tuhan itu baik? Saat menderita kita bertanya “mengenapa Tuhan?” seakan-akan
Tuhan tidak bisa apa-apa atas penderitaan kita.
Beberapa tahun lalu ada seorang alumni
STT Amanat Agung yang meninggal dunia dalam umurnya yang “baru” 30 tahun. 3
bulan sebelumnya ia baru mengetahui bahwa ia menderita kanker. Dalam waktu 3
bulan, kanker itu menyebar sedemikian rupa sehingga ia meninggal. Sebulan
terakhir, kami para dosen masih terus melakukan kontak dengannya. Dia seorang
hamba Tuhan yang baik, masih muda dan sungguh-sungguh dalam pelayanan. Seminggu
sebelum meninggal ia sempat mengirimkan pesan bahwa ia sudah tidak minum obat,
dokter sudah tidak bisa apa-apa lagi dan ia hanya menunggu di rumah. Ia
berpesan bahwa, “Saya akhirnya bisa mengerti apa artinya Tuhan itu baik”. Orang
yang kena kanker yang sedang menunggu kematiannya bisa mengatakan, “Tuhan itu
baik”. Kalau kita menyadari betul bahwa Allah itu Pencipta dan berkuasa
memelihara, kita meyakini bahwa Dia baik!
3.
Bila
Allah kita mencipta dan terus bekerja memelihara ciptaanNya, maka tidak ada
kebetulan dalam hidup kita. Segala yang terjadi, ada dalam rancangan
Tuhan. Allah mencipta dan merancang ,
memelihara supaya rancangan ini terjadi. Jadi Allah merancang hal-hal yang baik
dalam hidup kita. Sehingga buat orang percaya tidak ada istilah kebetulan. Kita
seringkali mengatakan kebetulan. Misalnya saat ada yang mengatakan, “Wah kamu
hebat ya pekerjaannya” atau “penjualan kamu bulan ini hebat” , supaya kelihatan
rendah hati kita mengatakan, “itu hanya kebetulan”. Orang percaya tidak punya pemahaman hoki atau
untung-untungan (untung yang kebetulan). Hidup kita tidak ada kebetulan. Istilah
“kamu lebih beruntung daripada saya” tidak ada dalam hidup ini karena semua ada
dalam rancangan Allah. Kalau Allah merancang, maka Allah tidak pernah kaget
melihat kita dan mengatakan, “kok bisa ya?” Tidak ada yang kebetulan, yang ada
adalah rancangan Tuhan. Sehingga suatu saat kita mengalami penderitaan, lalu
kita katakan, “Tuhan, nasibku buruk amat”. Yang benar adalah Tuhan mengijinkan
rancangan ini terjadi dalam hidupku. Maka aku harus belajar mencari kehendak
Tuhan dan apa yang harus kulakukan.
Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang
hidupnya berkenan kepadaNya. Tidak ada yang kebetulan, karena kuasa Tuhan tidak
ada yang kebetulan. Kebetulan tidak mungkin lebih besar dari kuasa Tuhan. Maz
37:23-24 mengajarkan :
1.
Walaupun hidup orang percaya di tengah kesulitan,
Allah adalah Allah yang berkuasa. Ia mempunyai rancangan dan ketetapan atas
kita. Karena Dia pencipta dan pemelihara ciptaanNya sehingga harusnya kita
berani melangkah dan mengambil keputusan. Karena Tuhan akan menolong. Banyak
yang tidak berani ambil keputusan. Padahal kalau kita salah mengambil
keputusan, Tuhan bisa memperbaikinya.
2.
Allah bukan saja menetapkan langkah pada orang
yang berkenan kepadaNya. He make his
steps firm. Allah senang orang yang mendahulukan (mementingkan) melakukan
kehendakNya. Dalam keadaan sulit tetap berpegang teguh dalam mencari dan melakukan
kehendakNya. Kalau pun mengajukan pertanyaan “mengapa”, itu bukan pertanyaan yang
bernada protes tetapi berkonotasi bahwa “Aku ingin mempelajari dan mengoreksinya agar menjadi lebih baik”.
3.
Dia menyatakan berarti ada janji bahwa kalaupun orang yang berkenan kepadaNya jatuh tidak akan
sampai tergeletak karena tangan Tuhan tidak pernah lepas menopangnya. Seringkali
saat jatuh, kita pikir Allah tidak sedang bersama dengan kita. Padahal Dia
tidak pernah melepaskan kita, sehingga orang percaya jangan takut (paranoid) atau
enggan hidup karena ada janji Tuhan. Kalaupun susah, menderita atau salah, Tuhan
akan menolong dan mengembalikan ke jalan yang benar. Berhentilah mengeluh dan
bertanya, “Mengapa Tuhan tega menerbitkan penderitaan? Tuhan aku tak sanggup
lagi?” Tuhan tidak mungkin tidak sanggup. Tuhan tetap sanggup karena Allah jauh
lebih berkuasa dan dalam kuasaNya Dia bisa memperbaiki yang salah. Saya punya
kawan yang sama-sama mengikuti kelas-kelas Sekolah Minggu sampai kuliah tahun
pertama dan bersama-sama di persekutuan pemuda. Waktu tahun pertama kuliah, ia mengalami
kecelakaan di tol. Umurnya baru 19 tahun dan dia mengalami gagal ginjal! Tubuhnya
kurus dan harus cuci darah. Dia bertahan hidup 20 tahun kemudian dengan cuci
darah. Setelah saya menjadi hamba Tuhan, saya melayani Christmas Carol dan perjamuan
kudus rumahan. Saat itu saya melayani dia. Setiap datang, ia selalu berkata, “Tahun
depan ketemu lagi tidak ya?” Saya beberapa kali menemani dia menjalani cuci
darah. Karena sudah begitu lama cuci darah, susternya mengalami kesulitan
mencari pembuluh darah yang bisa ditusuk jarum. Kalau tidak memahami, dalam peristiwa
yang berat itu muncul kebaikan Tuhan di tengah hidupnya. Dia hidup dari cuci
darah ke cuci darah. Namun banyak orang belajar dari dia. Papanya yang awalnya
menolak kekristenan, menjadi percaya. Anggota keluarganya menjadi saling
menolong. Dia menjadi berkat untuk keluarganya. Saya membuat film dokumenter tentang
dia berdurasi sekitar 40 menit dan telah diputar di tengah jemaat dalam acara
keluarga. Setelah itu setahun kemudian dia meninggal. 20 tahun hidupnya menjadi
berkat bagi orang lain. Di mata manusia hidupnya menderita dan tidak enak.
Terakhir kaki kanannya diampuntasi dan tulangnya ada yang sudah terpisah
(rusak), namun di tengah penderitaan dia menerima kebaikan. Kalau kita memahami
Allah pencipta dan memelihara hidup kita, maukah kita memiliki hidup yang
berkualitas dan mengimani hidup kita?
Dengan memahami ketiga hal di atas, maka hidup ini
tidak ada kebetulan lagi. Pemikiran ini yang ada dalam pemikiran pemazmur. Maka
ia bisa mengatakan TUHAN menetapkan
langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya (Maz 37:23) .
Karena Allah berkuasa, Allah yang menetapkan langkah-langkah bagi orang percaya
dan juga memeliharanya agar dapat menjalani hidup dengan baik. Allah inilah
yang memelihara hidup pemazmur. Pemazmur memiliki keyakinan, apabila ia jatuh, tidaklah sampai
tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya (Maz 37:24). Bukan berarti orang
percaya tidak berani jatuh dan menderita. Bukan berarti ia tidak pernah
mengalami kemalangan dan kerugian.
Tetapi ia punya keyakinan, kalau pun jatuh tidak akan tergeletak karena Tuhan
yang menolong. Begitu yakin, karena Allah lebih berkuasa daripada
kesulitan-kesulitannya. Ilustrasinya : Suatu kali dalam perjalanan ke Bandung ,
mobil saya rusak. Entah kenapa mesinnya tidak bisa menyala, “kebetulan” (coincidently)
dekat mobil berhenti, ada sebuah bengkel sehingga saya pun meminta bantuan montirnya. Montir itu kemudian membuka kap mobil lalu
coba mencari penyebab rusaknya. Namun setelah beberapa saat mencoba, ternyata
mobilnya tidak hidup juga. Lalu dia coba berbaring di bawah mobil dan mengutak-atik
mobil, tapi tetap tidak menyala. Akhirnya ia mengatakan, “Mobilnya tidak bisa
diperbaiki”. Saya katakan, “Ah, bapak tidak canggih”. Artinya ia tidak cukup
pintar memperbaiki mobil saya, artinya kerusakan mobil saya lebih besar dari kemampuan
dia. Kalau kita punya problem (masalah) yang besar, bisakah kita mengatakan, “Tuhan
engkau tidak bisa menolong saya”? Tidak mungkin kita mengatakan demikian.
Karena Dia lebih besar dari problem saya. Seberapa hebatnya masalah dalam hidup
kita, Dia bisa perbaiki. Apa yang kita pahami mempengaruhi bagaimana kita
bersikap dalam hidup. Kalau kita paham, Allah adalah Allah yang berkuasa dan
memelihara hidup kita, sanggupkah kita hidup dan beriman kepadaNya? Dengan percaya
Dia Allah yang baik dan memberikan yang terbaik bagi kita, pemahaman itu harus
bekerja dengan baik. Pemahaman itu bukan hanya di kepala saja sebagai informasi
(bukan hanya tahu saja), tetapi ketika penderitaan dan kesusahan itu datang,
apakah pemahaman itu bisa teruji baik? Hal ini ibarat kita punya TV besar (60 inch)
dan suaranya bagus, sehingga semua orang kagum dengan TV tersebut. Tetapi bila tidak
pernah kita nyalakan TV nya (hanya dipajang di ruang tengah saja), maka tidak
ada gunanya. Sama seperti pemahaman kita. Apakah kita tahu “Allah itu Pencipta”?
Tahu. Apakah kita tahu, “Allah berkuasa memelihara hidup kita?” Tahu. “Apakah
Allah merancang hidup kita?” Tahu. Tapi saat kesusahan datang, apakah kita
tetap mengatakan Tuhan itu baik? Dia tahu apa yang terbaik buat kita. Tahun
2014 baru memasuki bulan Januari atau tahun ini masih panjang. Namun begitu memasuki
tahun baru, terjadi banjir besar. Banyak orang tidak punya keyakinan untuk
hidup Tetapi kita punya keyakinan karena Dialah Allah yang memelihara hidup
kita sehingga kita punya keyakinan dalam hidup kita. Apapun yang terjadi, kita
percaya Allah memberikan yang terbaik.