Ev. Putra A.P. Waruwu
1 Petrus 2:18-25
18 Hai kamu,
hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada
yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis.
19 Sebab adalah
kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung
penderitaan yang tidak harus ia tanggung.
20 Sebab
dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa?
Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu
adalah kasih karunia pada Allah.
21 Sebab untuk
itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
22 Ia tidak
berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
23 Ketika Ia
dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia
tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan
adil.
24 Ia sendiri
telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang
telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu
telah sembuh.
25 Sebab dahulu
kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan
pemelihara jiwamu.
Pendahuluan
Di dalam dunia ini ketika kita
mengingini sesuatu pasti yang diingini itu punya kualitas. Misalnya, kalau kita
mau membeli makanan kita akan melihat terlebih dulu cita rasa dan isinya
seperti apa. Kalau kita membeli handphone
kita bertanya tentang fitur,kualitas dan kelebihannya seperti apa. Ketika
memilih pasangan hidup kita juga punya kriteria tertentu seperti penampilan,
sikap dll. Semua kriteria dan kualitas yang dituntut adalah yang baik dan bisa
memuaskan kita. Ketika datang beribadah di gereja, kita punya kerinduan ingin
menikmati ibadah yang kusuk , indah dan menyenangkan hati. Kalau ibadahnya adem-ayem
maka setelah selesai ibadah, kita merasa tidak mendapat apa-apa. Setiap kita
menginginkan segala sesuatu yang berkualitas yang bisa kita lihat dari penampilan
(casing). Tetapi kita juga melihat manusia
dituntut dan membutuhkan kualitas dari sebuah karakter. Orang percaya yang
sudah diselamatkan, janji imannya berkata,”Saya akan berusaha menjadi orang
yang rendah hati dan sabar”. Itu keinganan kita ketika menjadi bagian atau
milik dari Kristus. Ketika semua keadaan normal, tidak ada yang mengganggu,
mengusik atau menyinggung, kita menjadi orang yang sabar dan rendah hati.
Tetapi ketika mendapat umpatan, fitnahan, cacian, makian, cemoohan, apa yang
menjadi respon kita? Apakah kita tetap sabar dan rendah hati atau menjadi
sebaliknya kita menjadi seperti singa yang ingin menerkam orang yang sedang mengusik
kehidupan kita?
Hal-hal yang tidak menyenangkan
adalah alat ukur melihat keberadaan kita sesungguhnya. Ketika diperhadapkan dengan
banyaknya persoalan dan tantangan hidup, saat itu kita sedang diuji imannya (siapa
kita sebenarnya di hadapan Tuhan). Hari ini kita belajar dari 1 Petrus 2:18-25 dalam
satu tema “Penderitaan Kristus adalah Teladan Kita”. Teladan yang diberikan Kristus
tidak tanggung-tanggung karena berada paling atas (tertinggi). Bagaimana kita
meneladani Dia di tengah penderitaan yang sedang dialami?
Kenapa Rasul Petrus mau menuliskan
bagian ini kepada orang-orang Kristen yang saat itu berada di Asia Kecil? Kita
ditarik untuk kembali melihat akan pengorbanan Kristus di kayu salib, penderitaan
dan sakit penyakit, sebelum Dia mati dan bangkit pada hari ketiga. Kita sedang
ditarik ke belakang untuk kembali melihat dan mengingat bagaimana penderitaan itu
harusnya menjadi teladan untuk kita.
Surat ini ditujukan kepada orang-orang Kristen di Asia kecil saat itu yang tengah menderita
karena iman percaya kepada Tuhan. Orang-orang Kristen ini adalah pendatang dari
beberapa daerah dan negeri berkumpul di Asia Kecil. Asia Kecil merupakan tempat
berkumpul dan berdiamnya orang-orang kafir (orang-orang yang tidak mengenal Tuhan
dan belum percaya Tuhan). Mayoritas di sana adalah orang kafir. Suatu waktu orang-orang
Kristen datang berkumpul dengan orang-orang
kafir di sana. Bukan hal yang mudah dan enak berkumpul pada komunitas seperti itu.
Banyak tantangan dan persoalan hidup yang menjadi bagian hidup mereka. Mereka
hidup di bawah tekanan, penganiyaan , tuduhan, direndahkan, hidup sebagai budak
bahkan ada yang hidup dengan suami non Kristen. Itu merupakan penderitaan
mereka saat itu, bagaimana mereka berjuang untuk mempertahankan iman di tengah
lingkungan yang sangat tidak mendukung. Namun di tengah penderitaan itu, Rasul
Petrus mengirimkan sebuah surat kepada mereka yang memberikan penghiburan dan
kekuatan. Isinya tentang bagaimana mereka harus bersikap di tengah penderitaan yang
mereka alami. Karena Rasul Petrus melihat orang-orang Kristen ini telah
mendapat hak yang sama untuk menjadi ahli waris kerajaan Allah. Penderitaan
yang digambarkan Rasul Petrus dalam surat ini merupakan ujian untuk membuktikan
kemurnian iman. Jadi kita harus memiliki pola pikir yang sama dahulu untuk
memahami perikop ini.
Definisi Penderitaan
1 Petrus 2:18-25 berkisah tentang bagaimana
Kristus mengalami banyak penderitaan, untuk apa Ia mengalami penderitaan itu dan apa hasil dari penderitaan yang Ia alami. Dalam
dunia yang telah jatuh dalam dosa, penderitaan adalah hal yang biasa. Penderitaan
itu ada 2 yaitu ada yang karena dosa
kita dan ada yang karena perkenanan Tuhan bagi kita. Pada Kejadian 3
mengisahkan bagaimana Tuhan menghukum manusia di Taman Eden akibat dosa manusia
itu sendiri. Kita harus berpikir mengapa kita menderita? Apakah karena dosa kita
atau karena kasih karunia Allah memperkenankan kita mengalaminya? Dalam Kejadian
3 dikisahkan bagaimana seorang perempuan akan susah ketika mengandung dan melahirkan,
bagaimana seorang laki-laki akan susah mencari nafkah hidup (engkau akan
berpeluh ketika menikmati hasil jerih payah). Sakit dan susah bukan? Semua itu karena
Tuhan menetapkan kita untuk menjalani dan menikmati penderitaan itu.
Sebagian orang memilih melarikan
diri dari masalah yang dihadapi, sebagian juga memilih untuk tetap bertahan dan
setia, namun ada juga yang menyalahkan diri, orang lain atau keadaan. Di KBBI,
penderitaan adalah suatu situasi ketidaknyamanan karena keberadaan kita sedang
diusik oleh sesuatu atau oleh orang lain. Kita tidak nyaman karena diganggu dan
diusik, itu namanya penderitaan. Tetapi yang menarik, ketika Rasul Petrus
megingatkan penderitaan yang terberat adalah ketika kita diperlakukan dengan
tidak adil tanpa alasan yang benar. Maka Petrus kembali mengingatkan dengan
kisah penderitaan Kristus. Dalam kalimat yang lebih sederhana, penderitaan
adalah suatu keadaan di mana seseorang
mau menderita karena kebenaran.
Ingatkah kita akan kisah Rasul Petrus
yang menulis surat ini? Bagaimana akhir hidupnya? Ia mati dengan cara disalib
dengan posisi terbalik. Bukan hal yang mudah dan enak, tetapi Tuhan berkenan
bagi dia. Dalam surat Paulus dikatakan “kasih karuniaKu cukup bagimu”. Petrus
kembali mengingatkan kita, bagaimana seharusnya kita meresponi penderitaan
kita, menghadapi tantangan iman di tengah keluarga, dunia pekerjaan ,lingkungan
masyarakat atau gereja saat ini. Bukan berarti di tempat ini tidak ada
tantangan iman. Justru di sini banyak tantangan iman. Walau sama-sama Kristen
tetapi pola pikir kita berbeda-beda. Kalau kita tidak mempunyai satu titik temu
yang jelas, maka kita akan bisa berpisah. Bagaimana kita meresponi penderitaan
yang sedang kita alami, karena kita tengah berbuat kebenaran?
Makna Penderitaan Bagi Orang Kristen (Penghiburan
Rasul Petrus dalam menghadapi penderitaan)
1.
Orang-orang Kristen tidak dikecualikan dalam hal
penderitaan.
Jadi
jangan tanya mengapa kita menderita karena itu sudah menjadi bagian kita.
Kristus panggil kita bukan dengan paggilan yang “nanti kita akan mendapat
sesuatu”. Yesus mengatakan,”Kalau mau mengikut Aku, maka sangkal diri ,pikul
salib baru ikut Aku.” Itu bukan perkataan mudah untuk dilakukan karena seringkali
kita lari dari Tuhan ketika menghadapi banyak tantangan hidup yang membuat kita
tidak bisa berkembang dengan baik. Tetapi Rasul Petrus mau mengingatkan, ketika
engkau menderita itu merupakan penetapan Allah. Ingatkah kita tentang kedaulatan
Allah? Itulah keadilan Allah. Penderitaan karena kebenaran bukanlah kebetulan
atau kecelakaan melainkan panggilan hidup kita. Ketika menyiapkan tema ini, “Oh
Tuhan, penderitaan pun Engkau sebut panggilan dalam hidup kami.” Kata panggilan
dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Saya menulis tugas akhir tentang panggilan
pelayanan dalam dunia kerja. Dalam penelitian kata panggilan vokasi itu disebut
bahwa penderitaan itu dikhususkan bagi orang-orang tertentu. Saya dan bapak-ibu
adalah orang-orang yang diperkenankan untuk dipanggil menderita karena
kebenaran. Ketika Allah memanggil kita untuk menderita maka Allah juga menghibur
kita dengan anugerah keselamatan yang Ia sediakan bagi kita. Itulah
penghiburan, kekuatan dan jaminan kita. Bukan awal yang menentukan tetapi akhirnya
seperti apa. Di awal bisa kita katakan, “Saya setia ikut Tuhan” tetapi akhirnya
belum tentu karena siapa tahu kita bisa berpaling dari Tuhan.
Ada
sebuah lagu yang sampai hari ini membuat saya bingung dan belum rela hati menyanyikannya
judulnya “Suka-sukaMu Tuhan”. Lirik lagunya “Sungguhlah hidupku t'lah ditebus oleh kuasa darah yang kudus. Sekarang
hidupku bukan millikku lagi. Apapun yang Tuhan mau lakukan, apa pun yang Tuhan
mau inginkan, asalkan Tuhanku senang, semua kurelakan namaNya dimuliakan. Suka-sukaMu
Tuhan (5x)”. Awalnya saya mendengarnya di sekolah teologi. Saya komplain ke
bagian ibadah karena merasa kalimatnya tidak tetap. Bagi saya “Tuhan itu tidak
suka-suka, Dia teratur, tersturktur, kreatif dan jelas”. Mereka menjawab dengan
rohani,”Iya betul. Tetapi Tuhan itu maha segalanya , apa pun bisa Dia lakukan”.
Akhirnya saya kalah namun setiap kali dinyanyikan saya tidak ikut menyanyi. Bahasa
terkadang membuat kita bingung namun intinya : Allah berdaulat atas kita. Tadi
malam saat menyiapkan khotbah saya mendengarkan lagi lagu itu dan merasa tidak
tenang. Bagi saya, saya ingin mengatakan Allah berdaulat dan Dia yang menetapkan.
2.
Ketika kita menderita ingatlah ada satu pribadi sebelum
kita yang telah menderita jauh lebih susah dari yang kita alami yaitu Kristus
Penebus mulia yang menyelamatkan kita dari belenggu dosa.
Apa yang telah dilakukan Kristus dalam penderitaanNya
bukan sebatas penghiburan tetapi itu adalah keteladanan hidup dan iman. Teladan
itu adalah model dan pola yang dicontoh dan layak diikuti. Teladan sejati kita
adalah Kristus. Apa yang dilakukan Kristus bukan hanya terbatas untuk dikagumi
atau disyukuri, tetapi apa yang dilakukan Kristus adalah kemenangan untuk
diikuti. Artinya kita dipanggil untuk siap menderita, berjuang karena iman
kita. Kristus telah melakukan itu dan meninggalkan jejak-jejak bagi kita. Kalau
kita menjelajah di sebuah tempat yang belum pernah kita datangi lalu tertinggal
dari rombangan maka umumnya kita mencari jejak kemana-mana dan jejak itulah yang
Kristus tinggalkan untuk kita. Saya mengajak untuk kita berpikir mengikut Tuhan
itu susah, setelah ini kita akan menderita di sana? Tidak! Tetapi ingat hidup
menderita demi iman kepada Kristus adalah panggilan yang Tuhan berikan pada
kita! Penderitaan dan panggilan kita tidak sama (identik) dengan penderitaan
Yesus tetapi ada mirip-miripnya, serupa tapi tak sama. Kita juga menderita hari
ini di tengah dunia yang bergejolak dan menolak iman kita sebagai orang-orang
yang percaya kepada Kristus. Penderitaan Kristus bertujuan untuk mendamaikan
kita dengan Allah. Tetapi penderitaan kita adalah sarana bagi orang lain untuk
mengenal Allah. Itu yang penting. Kalau Kristus mati untuk kita didamaikan
dengan Allah, saat ini kita menderita supaya orang lain mengenal Allah melalui kehidupan
kita. Bagaimana kita meresponsi setiap penderitaan yang sedang kita alami?
3 teladan Kristus atas penderitaan yang dialami.
1. Kristus
bersedia menderita tanpa melakukan kesalahan
Ayat 22. Ia tidak
berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketidak-berdosaan Kristus
merujuk pada 2 hal : keseluruhan hidupNya yang tidak berdosa dan responNya yang
benar dalam menghadapi penderitaan itu. Kristus tidak berdosa ketika Dia
menerima dan menanggung penderitaan dan Dia tidak berdosa saat Ia menghadapi
penderitaan. Ini yang sulit untuk kita. Kristus menerima dan siap disalibkan, Dia
tidak berdosa, tidak melakukan apa-apa dan tidak mengancam. Ketika Dia mengalami
penderitaan pun Dia juga tidak melakukan apa-apa. Kita bisa jadi menerima penderitaan
tetapi ketika menjalani penderitaan, adakah kita tidak melakukan dosa? Apakah
kita malah bersungut-sungut kepada Tuhan? Ketika kita melihat saudara/i kita
sedang berjuang dengan imannya , mengalami dan merasakan ketidakadilan hidup, menjadi
korban dari peristiwa memilukan, jangan tanya mereka dulu tetapi tanyalah diri
sendiri, apakah kita mengumpat mereka yang melakukan itu atau kita mau berdoa
bagi mereka? Mudah bagi seseorang untuk berbohong demi menghindari penderitaan.
Ingat Rasul Petrus ketika ditanya,”Kamu juga salah seorang dari Dia kan?”
Petrus menjawab , “Bukan!”. “Kamu juga
kan? Terlihat dari bahasamu!” Petrus kembali menyangkal. Inilah kenyataan hidup. Inilah konsep yang Alkitab
ingin ajarkan. Terkadang supaya kita aman, nyaman tidak terusik, maka iman
seringkali menjadi taruhannya. Tidak sedikit sejarah mencatat banyak orang yang
menyangkal iman, meninggalkan Tuhan dan berpaling dari Tuhan. Tidak demikian
dengan Kristus. Tidak ada tipu daya dalam mulutNya. Kata “tipu daya”
pengertiannya suatu kondisi di mana seseorang tidak tersenyum kepada orang lain
tetapi pada saat yang bersamaan ia mengutuki orang itu di dalam hatinya. Misal
: saya merasa biasa saja saat bertemu
dengan seorang teman, teapi jauh dalam hati saya sedang mengutukinya. Itulah
tipu-daya. Yesus tidak melakukan itu. Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati
siapa tahu?
Dalam buku “The Voice of the Martyrs” dikisahkan
tentang Nikolai Khamara, seorang penjahat dari Rusia yang masuk ke penjara Uni
Soviet tahun 1970 karena mencuri. Di sana ia bertemu dengan orang Kristen yang setia beribadah dan berdoa. Ketika dapat
makanan mereka berbagi dengan orang-orang di sekitar mereka. Akhirnya di dalam
penjara Khamara menjadi seorang percaya kepada Tuhan. Setelah dibebaskan ia kembali
ke Rusia dan bergabung gerakan penginjilan dari gereja bawah tanah. Ketika banyak melakukan
penginjilan di beberapa tempat, mereka ketahuan. Gembala sidangnya ditangkap
dan dipaksa untuk menyangkali iman, meninggalkan Tuhan tetapi ia tidak mau
melakukannya. Akhirnya gembala sidangnya diancam dengan menangkap pengikut nya jika
tidak mau menyangkal iman. Khamara ditangkap dibawa dan dihadapkan kepada
gembalanya. Gembalanya kembali ditantang, “Sangkal imanmu dan kalau tidak mau
matanya dicungkil.” Gembala menangis tetapi Khamara berkata,”Setialah kepada Kristus
dan jangan mengkhianati Dia. Saya bahagia menderita demi nama Kristus.” Akhirnya
mata Khamara dicungkil. Pendetanya menangis histeris karena tidak kuat melihat penderitaan
dari seorang pengikutnya yang militan dalam penginjilan. Gembala diperhadapkan
dengan penderitaan yang semakin panjang,”Sangkal imanmu dan kalau tidak
lidahnya akan dipotong!” Gembalanya menangis tetapi Khamara berkata,”Saat
mataku diambil aku melihat hal-hal yang lebih indah daripada yang aku lihat dengan
mataku. Aku akan melihat Sang Juruselamat. Untuk itu anda harus setia kepada
Tuhan. Jikalau kalian menginginkan
lidahku sekarang ini, maka potonglah lidahku!” Adakah iman seperti itu Tuhan temui
di dalam hidup kita? Jangankan kita berkorban mau dicungkil matanya, mau
dipotong tangan-kakinya atau lidahnya, tetapi bagaimana ketika dalam lingkungan
, keluarga dan masyarakat ada orang-orang yang tidak bisa menerima keberadaan
kita sebagai orang Kristen? Adakah kita mulai undur atau kita tetap memiliki semangat
yang sama untuk mengabarkan siapa Tuhan di tengah kesulitan yang sedang kita
alami? Inilah kenyataan hidup. Zaman dahulu telah terjadi pada Yesus dan bapa
gereja dan orang-orang setelah itu. Hari ini pun juga terjadi. Minggu lalu kita
dikagetkan dengan bom yang memilukan di Surabaya. Beberapa gereja menjadi
sasaran bom. Maka doakan kami (hamba Tuhan, karyawan dan tukang-tukang) yang
tinggal di gereja. Kita tidak tahu, sekalipun kita mengatakan lingkungan kita
aman. Dahulu kondisi GPPS aman karena di sepanjang jalan raya besar ada banyak gereja.
Tetapi kalau Tuhan ijinkan terjadi seperti itu, siapa bisa menahan dan menolak?
Natan dan Evan (anak usia 11 dan 8 tahun) menjadi korban bom di Gereja Katolik Maria
Tak Bercela itu. Ada artikel yang menulis bagaimana respon seorang ibu ketika
menghadapi kenyataan itu? Mereka Katolik yang setia dan dikatakan dalam artikel
itu Ibu Wenny (mamanya) berkata,”Aku memaafkan pelaku. Aku mau belajar seperti Bunda
Maria yang ketika Yesus disalibkan, ia tidak melakukan apa-apa yang mungkin membuatnya
berdosa, ia menerima dan memaafkan itu.” Adakah rasa dendam dan kebencian yang masih
tersimpan dalam hati kita? Bersediakah kita menderita sekalipun kita tidak
bersalah tetapi karena kita sedang memperjuangkan iman kita? Para pemuda juga
bergumul dengan iman mereka, lingkungan kerja mereka berada seakan-akan tidak
menolong mereka untuk bertumbuh dalam kerohanian. Ketika saya menyinggung
sesuatu yang rohani, hal itu akan mengancam saya. Inilah yang Kristus
teladankan untuk kita, menderita tanpa salah.
2.
Bersedia menderita dengan sabar.
Ayat 23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas
dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia
menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Kata “caci maki” lebih tepat diterjemahkan dengan “kata-kata
mengejek”. Pelecahan secara verbal seperti “Kalau kamu anak Allah selamatkanlah
diriMu.” Ada kata-kata ejekan yang keluar dari mulut tentara-tentara Romawi
yang sedang menghajar dan membawa Yesus untuk disalib di bukit Golgota. Tetapi dikatakan,
ketika dicaci maki Dia tidak membalas dengan caci-maki. Kalau melihat bagian
ini, rasanya kita enak dan teduh mendengarnya, tetapi ketika diperhadapkan pada
bagian ini, belum tentu kita bisa tenang dan menerima. Dunia mengajarkan
kejahatan dibalas dengan kejahatan , caci maki dibalas dengan caci maki (contoh
: memang hanya dia yang punya mulut? Kita punya mulut, tetapi jangan gunakan
mulut seperti itu). Senjata paling tajam ada di mulut. Lebih sakit daripada
ditikam langsung, maka Yesus tidak mau berkata apa-apa, tetapi Dia diam dan
menyerahkan diri kepada Tuhan. Ketika iman kita ditentang, boleh kita berjuang untuk
mempertahankan iman tetapi jangan sampai membuat keributan dan menimbulkan
masalah. Yesus bukan hanya tidak membalas tetapi Dia juga tidak mau mengancam karena
Yesus seratus persen Allah dan manusia. Ia punya kuasa baik di langit maupun di
bumi, tetapi Ia tidak menggunakannya untuk mengancam para tentara Romawi.
Seharusnya Dia bisa berkata, “Kamu hati-hati. Setelah ini kamu akan binasa.
Kamu tidak tahu gua siapa?” Tetapi Yesus tidak melakukannya , Dia hanya berdoa bagi
mereka yang menganiaya bagi mereka, “Ya Bapa ampunilah mereka karena mereka
tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Manusia ada batas kesabaran. Ada ungkapan berkata,
“Terlalu sabar diinjak-injak orang, tidak apa asal tidak diinjak-injak dan
ditinggalkan Tuhan.” Kita harus sabar sampai kapan pun. Ada ukuran kesabaran?
Tidak ada alat ukurannya (belum ditemukan). Itulah iman kita, iman tidak ada
ukuran yang nyata kecuali firman Tuhan sendiri.
Ketika saya hendak menulis
tentang karakter dan iman. Dosen saya bertanya, “Apa ukuran iman sehingga kamu bisa
mengukur iman seseorang?”. Saya katakan ,”Tidak lain dan tidak bukan, hanya
firman Tuhan yang menjadi standar dan ukuran dari iman itu sendiri. Ketika
Yesus tidak mengancam, ini mengingatkan kita, bahwa bukan hanya orang yang
berkuasa yang bisa mengancam, tetapi orang yang tidak berdaya dan memiliki
kekuatan pun juga bisa mengancam. Tidak berdaya bukan berarti tidak mampu untuk
membalas. Mungkin kita kalah fisik dengan orang yang sedang bermasalah dengan
kita, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hati kecil kita berkata, bisa saja
ada umpatan dan kutukan. “Kamu ya…!!” Yesus menghindari keduanya. Ia tidak
membalas dan tidak mengancam melalui kutukan atau semacamnya. Yesus menyerahkan
semua kepadaNya yang adalah Allah yang adil. Ia menyerahkan hidupNya, perkaraNya
, penderitaanNya dan musuh-musuhNya, semuanya Yesus serahkan kepada Allah yang
di surga. “ Ketika bagi Yesus semuanya, maka bagi Yesus kita serahkan semua tantangan
kehidupan dan penderitaan yang sedang kita alami , menderita dengan sabar.
Kemarin dalam pembesukan kami dapat jadwal ke RS Husada di bangsal Nusa Indah.
Menarik karena umumnya pasien lagi down.
Biasanya saat kita datang, mereka sedang bersuka cita tetapi kemarin mereka sedang down. Ada ibu yang jadi
langganan kita. “Ibu sedang apa?” dijawab,”Saya sedang error.” “Mau didoakan tante?” dijawab,”Boleh”. Jadi kita doakan.
Setelah itu kita keluar bertemu dengan anak muda, 21 tahun. Namanya Fernando,
anaknya cakap putih. Ia sedang berbaring dan menutup muka dengan bantal guling.
Setelah sudah banyak pertanyaan diajukan tetapi tidak dijawab. Pasien
disebelahnya, bapak-bapak hanya melihat kita. “Ada apa Pak? Dia tidur”. Tetapi
Tuhan gerakan kita untuk bertanya banyak hal tetapi ia tidak mau menjawab. Akhirnya
ia ditanya, “Kamu sekolah tidak?” Tidak . “Lalu adikmu?” “Tidak mau sekolah karena ikut-ikutan aku.”
Baru dia mulai cerita banyak hal. “Kamu mengapa ? Apa yang dipikirkan?” “Saya
tidak mau cerita”. “Kamu apa yang mau didoakan?” “Saya tidak mau cerita!” Saya
mulai takut, sebentar lagi ia ngamuk. Dia tidak mau cerita dan akhirnya kita
tinggalkan dan pindah ke kamar sebelah. Yang ini bisa didoakan dan sedikit sharing. “Apa yang dipikirkan ?” “Tidak
ada.” “Sakit apa?” “Tidak ada yang sakit.” “Di sini enak tidak ?” “Enak.”
Setelah didoakan kita pindah lagi ke kamar paling depan. Kita bertemu dengan
seorang bapak muda. Mungkin ia seorang professional dilihat dari cara bicara
dan postur tubuhnya, kelihatannya ia seorang intelektual. Kita tanya sedikit dan
selesai. Kita kembali ke Fernando, bertanya lagi namun tetap tidak menjawab. Setelah
disinggung tentang adiknya baru ia mau terbuka. Akhirnya ia duduk dan menyampaikan
maksudnya,”Saya mau pulang. Saya sudah bolak-balik masuk ke sini. Dokter sudah
ijinkan pulang tapi tidak diinjinkan
pulang oleh Mami. Karena saya tidak mau minum obat di rumah. Kadang saya marah
omelin papi mami karena mendengar sesuatu yang bising sehingga membuat saya
pusing. Saya mau pulang” “Tunggu sabar ya. Ketika kamu tidak diijinkan pulang
bukan berarti doamu tidak dijawab oleh Tuhan.” Ia pun minta dibawa pulang, minta
dibayarkan rumah sakit karena uang ibunya sudah habis. Dia sebutkan nilai
nominal biayanya. “Bagaimana mau bawa pulang, nanti kamu kumat lagi masuk sini
lagi?” Dia tersinggung,”Jangan tertawa dong!” Kita diam. Tetapi yang dinantikan
dia mau keluar dari tempat itu. Terlepas dari persoalan yang dialami, ia mau
keluar. Tetapi kita datang untuk menguatkan. Tidak mudah berkata kepada orang
lain untuk sabar.
3.
Bersedia menderita bagi orang lain.
ini paling penting dan membuat kita harus berjuang
lebih keras lagi. Ayat 24-25 Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam
tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup
untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi
sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu. Ungkapan “dosa”
diletakkan di awal ayat 24. Ini menunjukkan Kristus tidak mengenal dosa, tetapi
diperkenankan Allah untuk menggantikan kita sebagai korban untuk disalibkan.
Semua penderitaan akibat dosa Dia pikul dibahuNya untuk kebaikan kita. Ia bukan
saja memikul dosa-dosa kita tetapi membuat kita hidup untuk kebenaran. Terbebas
dari kuasa dan hukuman dosa adalah satu hal yang penting tetapi hidup untuk
kebenaran adalah juga hal yang penting. Artinya ketika kita telah merasakan dan
mendapatkan keselamatan kita diminta tindakan nya apa? Buktinya apa? Adakah
kita menjadi orang Kristen yang duduk diam, berpangku tangan, menikmati dan
menunggu semuanya berjalan seperti biasa atau kita punya kegerakan hati untuk mau
berjuang, berbagi dengan orang-orang lain, tidak selalu ngomong tetapi melalui
sikap hidup kita bisa menceritakan tentang hidup Kristus. Itulah yang Tuhan
kehendaki dalam hidup kita : mau bersedia menderita bagi orang lain. Ketika
melihat orang di sekitar kita susah dan sulit, kekurangan adakah sejenak kita
mau memutar pikiran kita , mencoba merasakan apa yang sedang mereka rasakan dan
mengambil suatu keputusan untuk membantu mereka. Itulah penderitaan kita hari
ini : mau menderita bagi orang lain. Bukan hanya itu, bilur-bilur Kristus juga menyembuhkan kita.
Ketika ayat ini menyebutkan bilur-bilur Kristus menyembuhkan kita , jangan
disalahpahami karena bukan berarti semua penyakit akan sembuh dan segera sirna.
Tetapi pengertian utama adalah penebusan dan pembalikkan hidup untuk hidup di dalam
kebenaran. Itulah yang menyembuhkan, menguatkan dan memampukan setiap kita. Bilur-bilur
Kristus menjadi kesembuhan bagi setiap
kita.
Saat pembesukan kemarin, kita melayani di ruang ICU
bertemu seorang bapak yang menderita tumor otak sehingga dipasangi selang untuk
mengeluarkan cairan yang ada di otak. Kita datang dan bertanya. Namun beberapa
pertanyaan dijawab tidak sesuai mungkin fokus pikirannya sedang terbagi. Tetapi
ia minta “Tolong doakan saya. Ini sulit.” Beliau meneteskan air mata, saat itu
tidak ada keluarga yang mendampingi. Sedikit waktu yang diberikan kepada kita,
karena sebenatar lagi ia akan menjalani MRI. Ia minta dikuatkan dan didoakan.
Ada nada-nada keputusasaan dan kelemahan ada di sana. Tetapi yang ia minta hanya
satu yaitu,”Tolong doakan saya!’” Ketika ada teman , rekan , sahabat dan
anggota keluarga minta “Tolong doakan saya!”, adakah kita telah berdoa untuk
mereka? Adakah kita mau meluangkan sedikit waktu untuk berdoa bagi dia? Kadang saat
bertemu jemaat di pasar minta didoakan, walau sudah meng-iya-kan, terkadang
saya lupa mendoakannya. Tetapi hari ini, Yesus mengajarkan kita bersedia
menderitalah bagi orang lain. Kita telah merasakan anugerah pemeliharaan Kristus.
Dia memanggil dan menyelamatkan jiwa kita. Daniel Agung Putra Kusuma, siswa SMA
kelas 2 usia 15 tahun yang menjadi salah satu korban bom di depan gereja GPPS Surabaya,
dalam cuplikan Mata Najwa saat berkunjung ke rumah duka, diceritakan bagaimana
anak ini yang bekerja setiap Minggu sebagai tukang parkir di depan gereja yang cukup
besar dan banyak jemaat, ia bekerja menjadi juru parkir menggantikan kakeknya.
Tetapi pagi itu kejadian naas terjadi. Mobil datang menabrak pagar berusaha
masuk. Daniel dan temannya berusaha menghalangi dan tidak ada yang tahu seketika
itu bom meledak. Saya tidak habis pikir, bagaimana jika setelah ini kita keluar
gereja dan menghadapi penderitaan lahir, adakah kita seperti mereka yang
memberi maaf bagi mereka yang melakukan? Neneknya Daniel berkata, “Tuhan sayang
kita. Tuhan mengasihi kita. Semua ada dalam perencanaan Tuhan.” Terkadang kita menolak
kesusahan terjadi dalam hidup kita. Kita maunya enak , nyaman dan aman saja, tidak mau susah,
sulit, tidak mau berkorban. Tetapi peristiwa yang terjadi hari-hari ini kembali
mengingatkan, menegur dan bahkan mungkin sedang menampar kita untuk mempertanyakan
bagaimana iman kita di hadapan Tuhan? Mungkin kita saat melihat peristiwa itu berkata,”Tuhan
saya bersyukur mereka bisa mengampuni.” Tetapi suatu waktu saat kita menghadapi
seperti itu, adakah kita seperti mereka yang mau mengampuni dan menderita berkorban
bagi orang lain?” Penderitaan ada untuk mendisiplinkan manusia, Allah membawa manusia
mencapai suatu tujuan. Adakah saat ini kita sedang menghadapi persoalan besar? Penderitaan
yang sedang kita alami, bagaimana kita meresponi setiap penderitaan itu? Tidak
ada lagi alasan dirundung kesusahan dan diliputi penyesalan. Tidak ada lagi waktu
untuk menyalahkan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Waktu yang ada adalah
memandang Allah yang menetapkan dan mengontrol segala sesuatu. Pandanglah
kepada Kristus yang telah lebih dahulu mempersiapakan jalan bagi kita. Relakah kita memuliakan Allah melalui
penderitaan kita? Amin .
No comments:
Post a Comment