Ev. Rony Sofian
Matius 6:25-34 Hal Kekuatiran
25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah
kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah
kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu
lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
26 Pandanglah
burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
27 Siapakah di
antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan
hidupnya?
28 Dan mengapa
kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh
tanpa bekerja dan tanpa memintal,
29 namun Aku
berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah
salah satu dari bunga itu.
30 Jadi jika
demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang
ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang
kurang percaya?
31 Sebab itu
janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang
akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
32 Semua itu
dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di
sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
33 Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.
34 Sebab itu
janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya
sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
Pendahuluan
Setiap orang memiliki pandangan
yang berbeda-beda tentang kehidupan. Ada sebuah pandangan (peribahasa) yang
cukup dikenal “Hidup ini ibarat roda pedati. Kadang ia ada di bawah, terkadang berada
di atas.” Sebagian besar mengartikan pandangan ini secara harfiah bahwa
"bila sedang mengalami kesusahan mereka berfikir sedang berada di bawah,
adapun bila mereka mendapatkan keberhasilan mereka cenderung berfikir
"saya sedang berada di atas”. Tetapi kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Ada orang yang hidupnya selalu di bawah alias tidak pernah berada di atas. Bertahun-tahun ia
menjalani hidup yang rasanya seperti di bawah terus dengan beban menindih. Ada
juga yang hidupnya di atas terus. Jadi belum tentu hidup seperti roda pedati.
Ada juga yang mengatakan bahwa hidup
itu ibarat sebuah garis lurus (linear), ada awal dan akhirnya. Dalam
menjalaninya, ada faset (bagian) yang tidak akan terulang. Hidup dan usia
memang tidak terulang lagi. Pada Mazmur
90:10 dikatakan Masa hidup kami tujuh
puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah
kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang
lenyap. Bila usianya melebihi 80 tahun maka selebihnya adalah penderitaan.
Saya sudah menjalani umur kehidupan saya lebih dari separuh, ada juga yang baru
memulainya atau yang tinggal mencapai garis akhir, tetapi kehidupan tetap merupakan
misteri. Yang usianya lebih lebih muda belum tentu lebih menikmati masa hidup
yang lebih panjang dari yang usianya lebih tua karena Tuhan bisa saja memberi umur
yang panjang bagi yang lebih tua itu. Hidup ini sesungguhnya misteri. Dalam
menjalaninya kita harus mengakui walaupun kita anak Tuhan dan telah mengikuti
Yesus dan menjadikan Dia sebagai tempat kita bergantung, hidup tidak selalu
baik dan lancar saja. Mengikut Tuhan Yesus tidak selalu sejahtera tetapi
menghadapi masalah. Itu adalah separuh kebenaran. Hidup ini ada pergumulan, kita
akan melalui proses pembentukan sehingga setiap hari semakin serupa dengan
Tuhan Yesus.
Kedua, ,kita tidak tahu apa yang terjadi di depan. Misal : sepatu yang kita
pakai , tidak tahu apakah kita akan memakainya lagi besok. Kalau ditanya,
apakah lebih enak kalau tahu kapan kita meninggal, kebanyakan menjawab “tidak
enak” padahal bukankah kita bisa melakukan persiapan bila tahu? Tapi saya
memilih tidak tahu. Misalnya usianya tinggal 4 tahun lagi, maka dalam usia yang
tersisa akan menjadi banyak pergumulan dan semakin mendekati akhir akan semakin
stress. Ada banyak pergumulan dan tekanan dalam hidup kita.
Kekuatiran Hidup
Sejauh manusia hidup pasti ada
masalah dan kekuatiran adalah sepupunya. Satu-satunya tempat tidak ada masalah
adalah TPU (tempat pemakaman umum). Kalau sudah di dalam kuburan manusia tidak
lagi menghadapi pergumulan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan
sehingga hal ini membuat kita khawatir. Kekuatiran didefisinikan perasaan
tertekan karena gelisah dan takut akan sesuatu hal yang mungkin saja terjadi
namun belum tentu terjadi. Kita kuatir karena terlalu memikirkannya, sekalipun
belum tentu terjadi. Beberapa waktu lalu, datang seorang a-yi ke saya. Dia bertanya,”Kalau Pak Rony berangkat dengan
keluarga besar, apakah Pak Rony pergi dengan satu pesawat?” Dia khawatir kalau pesawatnya
mengalami kecelakaan maka semua anggota keluarga akan meninggal secara
bersamaan). Padahal kekuatiran ini belum terjadi dan itu menakutkannya. Walau belum
terjadi tapi karena perkataan seperti itu terkadang membuat kita jadi ikut
kuatir dan merasa takut. Namun sebagai orang percaya, kita percaya bahwa Tuhan
yang menopang dan memelihara. Bukankah kita seharusnya menyadari hal ini?
Kekuatiran hidup membuat kita terjaring
dan terkukung (terpenjara) sedangkan hidup dalam Kristus memerdekakan. Hidup dalam kekuatiran membuat takut dan gelisah.
Hidup yang benar adalah jangan kamu terlalu khawatir. Hidup menghadapi semakin
banyak halangan dan kesulitan. Misal : dengan peraturan pemerintah berubah maka
impor barang menjadi susah, bagaimana kita
tidak menjadi kuatir. Namun kebenaran firman Tuhan berkata, “Jangan kamu kuatir!”
Kita tidak perlu kuatir. Mengapa?
1.
Ada sesuatu yang lebih penting dari segala hal yang
kita kuatirkan dalam hidup ini yaitu hidup itu sendiri.
Kalau kita diberikan hidup, itu jauh lebih berharga dari
semuanya. Matius 6:25 "Karena itu
Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu
makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak
kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu
lebih penting dari pada pakaian?
Seringkali
kita lupa bersyukur untuk hidup kita. Apakah ada yang saat bangun tidur lalu
berdoa untuk mengucapkan syukur atas tarikan nafas setiap hari? Padahal kalau
kita masuk ke rumah sakit barulah tersadar bahwa oksigen itu relatif mahal harganya.
Kita baru saja memperingati Jumat Agung dan merayakan Paskah. KematianNya
membuat kita hidup hari ini dan nantinya. Hidup itu lebih penting dari segala
sesuatu, itulah anugerah yang besar. Keselamatan yang tidak bisa kita peroleh
dengan usaha sendiri tetapi melalui pengorbanan di kayu salib. Sewaktu kita
percaya Yesus sebagai Allah, kita menerima janji Allah yang diwariskan kepada
kita. Sebagai Allah, Dia berjanji untuk menyertai kita, tapi semuanya itu
terjadi hanya karena kita tinggal di dalam Dia. Yoh 15: 4 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam
kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia
tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu
tidak tinggal di dalam Aku. Pada ayat
5 bagian terakhir ditekankan sebab di
luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Relasi kita dengan Tuhan sebagai
orang yang sudah menerima anugerah dari Allah , itu jauh lebih penting dari
segala hal dalam hidup ini. Kalau Dia sudah memberikan hidup yang kekal untuk kita,
bagaimana kita menjalani hidup kita? Apakah kita mengasihi dan mengutamakan
Dia? Jangan kuatir akan hidupmu karena banyak hal yang lebih penting!
2. Kekuatiran adalah
sia-sia.
Matius 6:27 Siapakah di antara kamu yang karena
kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Kalimat ini adalah kalimat retorik ini yang jawabannya
tidak. Kalau kuatir bisa membuat hidup ini jauh lebih panjang, saya juga mau. Bahkan
kalau kuatir saja bisa membuat kita terbebas dari masalah, siapa yang tidak mau?
Mengkhawatirkan banyak hal tidak membuat
kita jauh lebih sehat dan masalah kita selesai, bahkan menambahkan beban yang
belum tentu terjadi dan membuat kita semakin berat dalam menjalani hidup ini.
Yesus memberikan contoh burung-burung yang terbang tetapi dipelihara Allah dan bunga
bakung yang didandani Allah. Di alam ada rumput-rumput liar dan seringkali kita
takjub dengan begitu indah bagian-bagiannya tapi usianya tidak panjang. Dia tidak
bekerja dan mengerjakan banyak hal tetapi Tuhan pelihara dan dandani. Daripada
khawatir dalam hidup ini lebih baik kita mengambil sikap jangan hidup dengan menanggung kekuatiran yang tidak harus kita
tanggung karena belum tentu terjadi, tetapi menarilah seperti bunga di padang
yang bebas bergoyang ditiup angina karena Allah penciptaMu memelihara engkau.
Hidup kita jauh lebih berharga dari burung-burung di
udara dan bunga di ladang. Waktu Allah
menciptakan kita , Dia berkata,”Sungguh amat baik”. Barang-barang yang limited edition lebih berharga dan mahal
daripada barang-barang mass product.
Seandainya ada produk tas Hermes yang salah satunya dimiliki kita, maka kita
akan menjaganya. Lebih baik beli tiket pesawat satu lagi daripada ta situ ditaruh
di bawah. Kita bukan limited edition,
tetapi satu-satunya. Setiap kita unik di mata Tuhan. Ia mengasihi dan
menciptakan kita berharga. Orang tua tanpa sadar sering
membandingkan anak. Kalau kamu baik dan rajin kamu anak mama, kalau bandel kamu
anak papa. Kita menghargai orang yang lebih pintar, penampilan lebih baik dan
lebih sukses dalam hidupnya. Sedang yang ‘kurang’ akan kurang dihargai. Manusia
bisa begitu tetapi Allah mengasihi kita dengan luar biasa. Dia mati dan menebus
saya. Kalau Dia berikan yang terbaik dengan mati untuk menebus kita, apalagi
yang harus kita khawatirkan dalam hidup kita? Apa yang kita bisa berikan yang
paling berharga bagi Tuhan kecuali hidup kita? Masalahnya : apa yang kita
pandang baik bisa berbeda dengan apa yang Tuhan pandang baik. Selain baik Allah
berkuasa, lalu untuk apa kita khawatir? Karena kekuatiran itu menjadi sia-sia.
3. Allah memelihara
ciptaanNya terutama kita anak-anakNya.
Matius 6:30-31 Jadi jika demikian Allah
mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api,
tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?
Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan?
Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Kalau burung di langit dipelihara, apalagi kita.
Karena dia Allah yang memelihara hidup kita. Masalahnya : Kita suka punya pandangan
yang keliru tentang Allah. Kalau Allah memelihara tidak berarti kita bebas dari
masalah. Kalau Allah memelihara hidup kita, kita bisa menyelesaikan masalah kita
dengan cara paling mudah. Kalau Allah memelihara kita berarti Dia menuntun kita
di jalan yang tidak pernah keliru sekali pun mungkin Dia melewati masalah demi
masalah dalam hidup kita. Kalau Allah memelihara , maka Dia berjalan dan menuntun
kita. Kalau pun kita harus berjalan di padang gurun sekalipun, Tuhan bisa mengubah
menjadi padang rumput yang berair tenang. Itu janji Tuhan dan itu iman. Masalahnya
: apakah kita memilih kuatir dan berlari ke sesuatu yang lain yang bukan Allah
atau kita datang dan berserah kepada Tuhan? Percaya kepada Tuhan tidak hanya mengakui
bahwa Dia baik dan berkuasa dalam hidup kita. Tetapi kita mempercayakan hidup
kita sepenuhnya kepada Tuhan karena kita tahu Dia berkuasa untuk memelihara
hidup kita. Saat kita menaruh kekuatiran
kita di tangan Allah, Dia menaruh
kedamaian-Nya di hati kita.
18 tahun lalu ketika saya menuju Malang untuk sekolah
teologi, saya berangkat dari Kosambi Baru. Sebelum pergi, ada teman-teman yang mengajak saya ke Ancol. Saya belum pernah
pergi ke sana sehingga saya dibawa dan dibayarin ke Ancol lalu pergi bermain ke Dufan. Mereka berkata,
“Pokoknya Dufan itu menyenangkan dan banyak permainan menarik di dalamnya” Saya
tertarik dan percaya kepada mereka. Menjelang masuk ke Dufan, ada seorang teman
berkata, “Kalau mau menarik, maka mulailah dari permainan Kora-Kora (seperti Bahtara
Nuh). Dan menjelang naik, mereka berkata,”Kalau mau menikmati sensasi main
Kora-Kora maka duduklah di paling ujung. Karena saya percaya kepada mereka,
maka saya bersedia duduk di belakang dengan diapit mereka. Sambil menunggu sampai
tempat terisi penuh, mereka tersenyum sehingga membuat saya tenang dan
tersenyum. Saya menunggu permainan dimulai. Saat dimulai, bagian penyangganya
naik, saya berpegangan. Mereka melihat saya dan tersenyum-senyum, saya juga
tersenyum. Saya pikir ini permainan aman dan permainan dimulai. Makin ditarik
makin tinggi dan sampai ketinggian tertentu dilepas. Saat dilepas, saya tahu
bahwa saya tidak suka permainan ini. Waktu dilepas, sepertinya jantung saya tinggal
di atas. Saya berteriak, “Berhenti! Saya tidak mau.” Makin saya berteriak,
makin mereka tertawa. Saya begitu pucat.
Dari kecil hidup saya keras dan tidak pernah menangis. Tetapi di atas Kora-Kora
itu saya menangis. Sekian lama berayun, setiap kali turun ,jantung saya terasa
tertinggal di atas. Akhirnya waktu mau berhenti saya berkata “Puji Tuhan!”
tetapi ternyata diputar lagi sampai akhirnya berhenti. Waktu berhenti, saya
ucapkan terima kasih ke Tuhan , penderitaan saya selesai dan waktu turun saya
muntah. Semua isi perut saya keluar. Sejak itu semua permainan di sana tidak
menarik bagi saya. Jadi saya hanya membawakan tas mereka dan hanya main istana
boneka karena itu aman. Saya tidak berani naik permainan lain seperti Halilintar.
Saya tidak akan mimpi mencoba. Bagi yang lain, Ancol seperti tidak ada
apa-apanya karena lebih seru di Disney Land Hong Kong. Saya tidak berani.
Berbeda sekali dengan anak kecil yang tinggal di
pinggir Jakarta. Dia berkata ke papanya,”Papa, saya ingin ke Jakarta. Saya
tidak mau diajak ke mal tetapi saya hanya ingin masuk Ancol dan tidak usah main
semua tetapi hanya satu saja yang putar-putar itu (Halilintar).” Karena setiap
kali melihat iklan di TV tentang Ancol, dia senang. Ia merengek minta ke papanya
untuk ke Ancol. Papanya berjanji,”Kalau semester ini prestasi baik, papa ajak
ke Ancol.” Dia belajar sungguh dan ujiannya baik. Papanya tepati janji dan
membawanya ke Ancol. Permainan pertama yang dituju adalah Halilintar. Mereka
menunggu antrian. Sambil menunggu giliran, anak ini melihat orang yang bermain
lalu ia mengajak papanya pulang. Papanya heran dan bertanya alasannya. Dia
berkata, “Tidak seindah seperti di TV. Di TV yang main tertawa-tawa tetapi itu
ada menangis dan muntah-muntah.” Papanya berkata,”Tenang saja, sebentar lagi
giliran kita. Itu tidak ada yang jatuh” Tetapi karena masih kecil, dia tetap
ketakutan. Dia menarik papanya untuk pulang. Papanya berkata,”Nak, tenang saja.
Kalau nanti kita di kereta dan kamu takut, tutup matamu. Saat kereta berputar
kamu masih takut, kamu berteriak ‘Papa’ dan papa akan menjawab ‘Anakku’” Hal
itu terjadi, anaknya berteriak dan memanggil papanya. Lalu papanya membalas.
Perlahan-lahan sang anak bisa menikmati permainan itu sampai akhirnya berhenti.
Saat turun, anak itu malah mengajak papanya bermain lagi.
Hidup kita seperti saat main Halilitar. Bertahun-tahun
hidup dan usaha berjalan lancar dan tiba-tiba kita terjun bebas. Kita kesulitan
membiayai anak-anak studi dan kebingungan sakit-menyakit menerpa mereka
sementara asuransi tidak bisa menutupi biayanya. Bisnis yang tadinya lancar
tiba-tiba entah mengapa customer pegi
satu persatu. Kita merasa terjun bebas dan membuat kita ketakutan. Tetapi
ingatlah Tuhan berkata,”Anakku, Aku di sini.” Kita berteriak,”Saya tidak
sanggup” tetapi Allah berkata,”Aku di sini bersamamu!” Hidup ini bisa berputar
tetapi Allah berjanji untuk selalu memelihara, menjaga dan menyertai kita.
Kalau itu terjadi, kenapa harus khawatir dan menyerah dan berkata kepada
Tuhan,”Tuhan aku berhenti , aku tidak sanggup ikut Tuhan. Kenapa hidup ini begitu
berat dan aku tidak sanggup menjalaninya.” Tetapi ingatlah yang terbaik yang sudah
diberikan untuk kita (hidup yang kekal). Dia Allah yang baik dan berkuata. Tetapi
Dia juga Allah yang Mata Tahu, dia tahu pergumulan dan kebutuhan hidup kita.
Suatu kali seorang jemaat berkata,”Pak Roni, orang pikir saya baik-baik saja.
Padahal sebenarnya saya tinggal menghitung hari kebangkrutan saya. Kalau orang
lain mendengar saya bangkrut, mereka tidak percaya. Mereka melihat hidup saya
yang sukses padahal hidup saya penuh pergumulan. Bahkan untuk memberi makan
anak saya besok, tidak tahu apa saya masih sanggup atau tidak.” Setiap pergumulan
kita pasti berat tapi jangan lupa kita punya Tuhan yang tahu apa yang kita
butuhkan dalam hidup ini.
4. Allah tahu
yang kita perlukan
Matius 6:32-33 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu
memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu.
Kalimat
ini adalah bagian dari khotbah Tuhan
Yesus di bukit yang begitu terkenal. Khotbah ini bicara tentang satu bagian yang
penting bahwa Yesus dalam dunia tidak untuk membuat fans club dan mencari pengikut. Alkitab mengatakan kemanapun Dia
pergi, orang banyak berbodong-onong. Tetapi Yesus tidak puas dengan orang
banyak yang berbondong-bondong karena bukan itu yang menjadi tujuanNya datang
ke dunia. Bila kita bergabung dengan sebuah fans
club, maka kita akan bergaya, bertingkah , cara berpakaian – dan potongan
rambutnya mengikuti idola kita. Namun suatu kali pamor sang idola turun, maka
klubnya juga bubar. Yesus tidak mau menjadi seperti itu. Dia datang ke dalam
dunia mencari murid-murid yang berkomitmen penuh untuk hidup sesuai dengan
nilai-nilai kerajaan Allah.
Pada kitab Matius pasal 5-7 Yesus berbicara tentang
nilai-nilai hidup seorang anggota kerajaan Allah. Kita menjadi bagian dari
kerajaan itu sewaktu kita percaya kepada Tuhan Yesus sehingga sikap dan cara
hidup kita harus berbeda dengan dunia. Nilai-nilai hidup kita harus berbeda
dengan dunia. Dalam 3 pasal itu, Yesus sedang membalik nilai-nilai dunia.
Contoh : Ia berkata, “Barang siapa menampar pipi kananmu berikan kepadanya pipi
kirimu”. Kalau kita pernah ditampar pipi kanan atau kiri umumnya kita membalas.
Tetapi Tuhan mengajarkan prinsip pengampunan. Kita harus mengampuni seberapa
kali pun kita disakiti. Dunia mengajar kepada kita, kalau kamu baik kepada
kita,maka kita akan baik kepadamu. Demikian juga bila kita diperlakukan jahat.
Tanpa sadar itu menjadi nilai hidup kita dan Yesus membaliknya. Di sini Dia
katakan, “Kalau engkau ingin mendapatkan semua itu maka carilah dahulu Kerajaan
Allah.” Hiduplah berdasarkan nilai-nilai yang Tuhan Yesus ajarkan dalam 3 pasal
ini. Setidaknya ada 7 sikap radikal yang harus kita punya dalam hidup ini.
Hiduplah sesuai dengan apa yang Yesus ajarkan dan di sanalah kita akan
menikmati segalanya. Jadi bukan hanya belajar. Dikatakan “Carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya”. Kebenaran tidak hanya bicara pengetahuan.
Kebenaran Firman Tuhan yang dipelajari di
gereja tidak akan mengubah hidup kita kecuali dilakukan dengan taat dan setia
dalam hidup kita. Entah berapa lama kita telah menjadi orang Kristen dan
membaca Alkitab dari Kejadian-Wahyu dan menghafal banyak ayat Alkitab, tetapi
kalau kita tidak melakukannya maka kita tidak akan berubah. “Carilah dulu
kerajaan Allah dan kebenarannya” artinya belajarlah kebenaran itu, hidupi dan
lakukan dalam hidup kita. Sebagai orang Kristen, terkadang kita tahu banyak tentang
Allah, pertanyaannya apakah kita melakukan kebenaran itu dalam hidup kita.
Tokoh India, Mahatma Gandhi bisa jadi membaca apa yang
Yesus ajarkan pada khotbah di bukit itu jauh lebih banyak dari kita, kemana pun
ia pergi ia membawa penggalan dari 3 pasal itu. Suatu kali ia berkata,”Tidak
ada guru-guru lain di dunia yang mengajarkan yang jauh lebih tinggi dari yang
diajarkan Yesus. Namun mengapa ia tidak ikut Yesus dan tidak menjadi orang
Kristen? Dalam suatu wawancara ia
berkata,”Saya suka Kristus-mu tetapi saya tidak suka orang Kristen. Orang
Kristen tidak hidup seperti Kristus hidup.” Ini bukan kutipan kata-kata indah,
buat saya ini cermin untuk hidup. Sudahkah kita menghidupi kebenaran firman
Tuhan itu dalam hidup kita?
Penutup
Hari ini kita belajar tentang kekuatiran. “Carilah
dahulu Kerajaan Allah. Dia memelihara kita”
Kita belajar untuk tidak perlu khawatir dalam hidup kita karena ada
sesuatu yang lebih besar. Kekuatiran itu sia-sia. Allah memelihara kita karena
kita adalah anak-anakNya. Tetapi
semuanya ini tinggal menjadi pengetahuan belaka, kalau kita tidak melakukannya.
Setelah pulang mari renungkan sejenak, apakah ada yang membuat kita
menggelantung dan khawatir. Misal batuk tidak sembuh-sembuh sehingga membuat
kita khawatir ada penyakit yang lebih berat, demikian juga dengan kondisi
perusahaan yang hanya bisa bertahan selama dua tahun ini tanpa tahu apakah bisa
bertahan di masa depan. Mari datang kepada Tuhan dan bersandar padaNya. Kalau
gelisah dengan kondisi bisnis, regulasi yang ketat sehingga barang tertahan di
pelabuhan tidak bisa masuk lalu diakali oleh orang Indonesia. Tidak dapat
barang, tapi bisa didapat barang lain yang mirip aslinya. Tetapi apakah kita
tergoda melakukannya demi kehidupan mempertahankan bisnis? Kita khawatir dan
gelisah dengan kehidupan seperti relasi keluarga yang semakin jauh, suam-suam
kuku, anak-anak yang semakin tidak bisa dikontrol dan menyendiri di kamar,
tidak mendengar apa yang kita sampaikan. Apa yang kita kuatirkan dan kepada
siapa kita datang? Setiap mengawali dan mengakhiri khotbah saya selalu berkata,
“Kalau saudara-saudara pulang dari tempat ini tanpa membawa pesan khusus dari
Tuhan, maka sia-sialah ibadahnya”. Mari renungkan sejenak, pergumulan apa yang
begitu membebani, apa yang dialami hari-hari belakangan ini. Tuhan bicara apa
secara pribadi (jangan hanya dipikir). Kalau tangkap sesuatu tulislah, bawa
pulang dan renungkan sepanjang minggu.
Kedua, mari pikirkan kalau Tuhan sudah bicara secara pribadi dan
meneguhkan untuk kita tidak kuatir karena Dia tahu kebutuhan kita, pertanyaan
berikutnya : apa yang harus kita lakukan
mulai hari ini? Bergantung dan bersandar pada Tuhan, menolak godaan berbuat
curang, mengampuni orang yang menyakiti kita? Kalau kita tidak sampai ke sana,
tidak heran kita tidak akan bertumbuh. Kita tahu kebenaran Allah, tetapi belum
tentu kebenaran itu menguasai hidup kita.
No comments:
Post a Comment