Pdt. Irwan Hidayat
Filipi 2:1-11
1 Jadi karena dalam
Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih
mesra dan belas kasihan,
2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan
ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau
puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia
dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala
yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus
adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Pendahuluan
Saat kita melakukan
perjalanan atau bila ada orang mengajak kita bepergian maka tujuan (destinasi) adalah
hal pertama yang menjadi perhatian kita Mau kemana? Pertanyaan ini penting karena
kalau tahu kemana kita akan pergi maka kita bisa membayangkan tempat yang
dituju. Apakah tempat itu indah, menarik ,nyaman atau tidak? Misal : Papua, kita
bisa membayangkan medan seperti apakah di sana. Bila kita bisa membayangkan
tempat itu maka kita bisa membuat persiapan dan membawa perlengkapan yang
dibutuhkan. Misalnya : kita akan membawa obat nyamuk. Bila destinasinya Bali maka
kita membayangkan tempat yang indah dengan pantai dan pemandangan yang begitu
bagus. Atau bila kita berpikir tentang India, mungkin ada kesan akan ada banyak
orang, banyak orang berdagang, berlalu-lalang dan tempat yang kotor penuh
sesak. Ketika kita tahu tempat yang dituju, maka kita bisa membayangkan tempat
itu dan bisa mengambil keputusan-keputusan penting terkait tempat itu.
Demikian pula dengan
Tuhan Yesus saat diutus turun ke dunia. Tahukah Tuhan Yesus ke mana Ia akan
melangkah? Apakah ia mempunyai gambaran tentang dunia yang ke dalamnya Ia akan
datang? Tentu Tuhan Yesus tahu. Ia akan datang ke dalam dunia yang digambarkan
oleh Alkitab sebagai tempat yang cemar oleh dosa, dunia yang oleh Penginjil
Yohanes dihuni oleh orang-orang yang justru akan menolakNya, dunia di mana Ia
tidak akan mengalami kenyaman, namun Ia akan datang melalui kandang yang hina,
kotor dan jorok. Dunia yang membuat Tuhan
Yesus tidak tidur di atas ranjang yang empuk tetapi di palungan yang busuk.
Dunia dimana Tuhan Yesus tidak akan tinggal di istana mulia tetapi ia akan akan
tinggal menuju ke palang yang hina. Tuhan Yesus tahu persis tentang gambaran
kemana ia akan pergi. Pertanyaan selanjutnya : mengapa Ia mau? Ia tahu di mana
penghuni dunia akan menolakNya, dunia yang penuh kekotoran dan penuh penghinaan
, penderitaan dan di mana Ia akan mengalami kematian. Bila tempat yang dituju
tidak seusai dengan yang dibayangkan maka sebelum pergi, kita dapat
membatalkannya daripada pergi ke sana dan menderita. Tetapi mengapa Tuhan Yesus
mau meneruskan perjalananNya, jika Ia tahu tempat yang akan dituju? Apakah
memang Tuhan Yesus harus datang? Apakah ada keharusan bagiNya untuk datang ke
dalam dunia? Tidak ada! Tidak ada sebuah keharusan atau kewajiban bagi Tuhan Yesus
untuk datang ke dalam dunia. Kita akan terus mengejar, “Mengapa Ia masih
meneruskan perjalanan dan rencanaNya datang ke dalam dunia?” Jawabannya jelas,
karena Ia maunya begitu! Mengapa Ia maunya begitu? Mengapa Ia putuskan begitu?
Alasan Tuhan Yesus Tetap
Datang ke Dunia
Melalui nats Alkitab Filipi
2:1-11, kita mau menggalinya. Walaupun sampai mati, kita tidak akan paham 100%
tetapi pada bagian ini, kita akan menemukan alasan-alasan setidaknya sebagai
manusia kita bisa sedikit memahami. Tetapi sebetulnya apa yang terjadi lebih
daripada apa yang sanggup kita pahami
1. Yesus datang ke tempat
yang akan menolaknya dan penuh kehinaan dan penderitaan karena kesungguhan cintaNya.
Rasul Paulus menggambarkan tentang Tuhan Yesus pada Filipi 2:1-11 ini dan
kita menyebut bagian ini sebagai kristologinya Rasul Paulus (pada Filipi pasal
2 banyak deskripsi / keterangan tentang Tuhan
Yesus). Pada Filipi 2:6 dikatakan “yang
walaupun dalam rupa Allah (ov en morfh yeou, ov en morfh yeou)”. Siapa Tuhan Yesus itu? Rasul Paulus secara straight to the point mengatakan “Yesus yang
dalam rupa Allah”.
Dalam Bahasa Yunani ada 2 istilah yang berarti “rupa” yaitu morfh-morfh dan schma-schma. Schma bicara tentang sesuatu
yang kelihatan di luar dan morth natur
yang tidak terlihat di luar (hanya bisa dilihat dari dalam). Ada orang yang
bisa dilihat dari luar (misal : pipinya tembem, rambutnya keriting, kulitnya),
itu yang dikatakan schma, rupa yang
dilihat dari luar. Tetapi Rasul Paulus tidak memakai kata schma pada Fil 2:6 tetapi kata morfh
yaitu rupa yang tidak kelihatan dan disebut sebagai natur (kodrat). Rasul Paulus
pada bagian ini mengatakan secar gamblang siapa Yesus itu sebenarnya yaitu
Yesus adalah Allah karena Ia mempunyai natur Allah dan kodrat Ilahi bahwa
sesungguhnya Ia adalah Allah. Rasul Yohanes mulai dari pasal 1:1 sudah berbicara
banyak tentang Yesus yang adalah Allah : Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah. Rasul Yohanes menegaskan apa yang dikatakan Rasul Paulus dan menggambarkan
bahwa Yesus adalah Allah yang pada mulanya Ia bersama Allah dan pada karya penciptaan
dunia, Yesus hadir. Yesus adalah Allah sendiri. Pada Filipi dikatakan Yesus
mempunyai hal-hal yang setara dengan Allah artinya kalau kita mengenal Allah
sebagai Bapa yang maha kuasa maka Yesus juga punya atribut yang berkuasa dalam
kualitas yang sama dengan Bapa. Kalau Bapa adalah Maha yang maha suci, maka
Yesus sebagai Allah punya atribut kesucian yang sama dengan yang dimiliki oleh Bapa.
Ada pernyataan Rasul Paulus mengatakan “yang walaupun dalam rupa Allah”
menegaskan bahwa Yesus yang sebetulnya adalah Allah tetapi ia tidak menganggap
semua itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Itu milikNya, kodrat ilahi
adalah milikNya. Kalau itu milik, siapa yang mau kehilangan milik baik besar
atau kecil , baik mahal atau tidak? Manusia tidak mau atau tidak rela kehilangan milik seperti mobil,
berlian dan yang lainnya. Kita diingatkan tidak ada orang yang mau kehilangan
milkinya. Tetapi pada bagian ini Yesus mengambil keputusan yang berbeda dengan keputusan
yang manusia (kita) ambil. Kalau kita kehilangan milik, kita mungkin marah. Yesus
memiliki hal-hal yang dimiliki Allah tetapi menganggap semua milkNya bukanlah
hal yang harus dipertahankan melainkan (sebaliknya) Yesus mengosongkan diriNya.
Mengosongkan diri diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Inggris Jesus made himself nothing. Yesus yang
mempunyaI segala sesuatu (Jesus ,Lord of Everything,
made himself nothing. Ini pernyataan yang luar biasa. Ia yang memiliki
segalanya membuat diriNya tidak punya apapun supaya manusia yang sudah
kehilangan segala sesuatu dalam dosanya sekarang dapat everything di dalam Dia Hal ini dilakukanNya karena satu hal. Yesus
tetap menempuhnya dengan setia sampai akhir karena cintaNya kepada manusia. Tidak
peduli manusia menolakNya, Dia tanggalkan
kemuliaan dan kedudukanNya karena cintaNya kepada manusia.
Cinta tidak pernah memberi yang sisa. Saat berpacaran (mencintai pacar)
maka kita akan memberikan yang terbaik yang bisa kita berikan. Pada dia
berulang tahun, maka kita tidak akan memberikan kerupuk yang dijual di luar tetapi
coklat yang lebih berharga (bernilai). Cinta selalu mendorong orang memberi
yang paling baik yang bisa diberi. Itulah yang diberikan Tuhan Yesus untuk kita
semua. Walaupun Ia tahu seperti apa dunia ini, namun Ia tidak membatalkan
kedatanganNya. Walau punya hak untuk membatalkan
, tetapi Ia tetap datang karena Ia mencintai kita. Dalam cintaNya Ia tidak
memberi kepada kita alasanNya. Berbicara tentang kesetiaan Tuhan karena
cintaNya pada kita, maka kita perlu merenungkan apakah kita cinta pada Dia.
Sepanjang 2016 yang hampir selesai, bila digambarkan dalam bentuk grafik,
seperti apa grafik cinta kita kepada Tuhan? Kita tidak berbicara tentang cinta
yang emosional seperti janji muluk di dalam KKR. Tetapi seberapa cintakah kepada
Tuhan yang teruji di dalam waktu yang selalu bersedia memberi terbaik kepada Tuhan
yang terlebih dahulu mencintai kita. Keinginan untuk sampai umur tua tetap
memikul salib mungkin tidak akan menjadi kenyataan, kita tidak kuat memegang
salib Kristus sampai pada akhirnya. Cinta kita pada Tuhan mudah sekali pudar. Badai
hidup, ajakan teman-teman, godaan-godaan, cuaca yang panas, penderitaan atau
kesenangan menyebabkan orang bisa kehilangan kesetiaan cintaNya kepada Tuhan.
Padahal Tuhan tidak pernah bertindak demikian kepada kita. Jadi tema kesetiaan
yang teruji bila dikaitkan dengan Tuhan Yesus, maka kita tidak perlu
meragukannya. Tetapi tema ini dikaitkan dengan diri kita maka perlu
dipertanyakan apakah kesetiaan dan cintaku kepadaMu Tuhan teruji oleh waktu? Apakah
orang yang sudah komitmen dalam pelayanan dan komitmen memberi talenta yang
Tuhan berikan dalam diri kita akan teruji sampai masa kini dan sampai selamanya?
Itu menjadi sebuah tanda tanya. Tetapi di hari natal ini kita punya suatu model,
model kesetiaan yang teruji atas nama cinta yaitu Tuhan Yesus yang walaupun
dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraannya dengan Allah sebagai milik yang
harus dipertahankan. Melainkan dalam cintaNya Dia mau datang untuk kita.
2.
Yesus datang karena taat
Yesus mau datang juga dilihat
dari hubungan Yesus dengan Bapa. Ia mau datang dan tetap datang, mengapa tidak membatalkan
jadwalNya? Kita bisa melakukan itu, ketika mengetahui tempat yang akan dituju
tidak nyaman. Orang mau datang, di tempat yang orang demo kita, maka kita tidak
akan datang. Tetapi mengapa Yesus meneruskanNya bahwa melalui pintu kehinaan
(bukan pintu kemuliaan)? Dalam dimensi hubungan dengan Allah maka kita bicara
tentang penundukan (submisi) taat pada kehendak Bapa. Filipi 2:7 mengatakan melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Jesus made himself nothing. Yesus sendiri
yang membuat dirinya tidak ada apa-apanya. Jadi keputusan untuk berada dalam
keadaan nothing adalah keputusanNya.
Lalu mengapa Ia memutuskan seperti itu dalam bentuk tidak menganggap kesetaraan
pada Allah sebagai milik yang harus dipertahankan? Kesetaraan yang
dipertahankan dalam bahasa Yunai disebut huparchon.
Huparchon dalam bahasa aslinya
berarti rampasan. Saya pernah melihat adegan rampasan di area tempat jualan
makanan di Green Ville. Di situ penuh dengan mobil yang parkir karena banyak orang
yang sedang makan. Suatu siang di hari kerja, dari kampus saya mencari makan dan
melewati daerah Green Ville tersebut . Ada sepasang suami-istri berusia hampir
60 tahun baru selesai makan. Awalnya mereka bergandengan tangan dan Sang Isti
memegang tas dengan tangan lainnya. Suaminya kemudian masuk terlebih dahulu ke dalam
mobil. Istrinya masih di luar karena pintu mobil tidak bisa dibuka karena menunggu
suaminya memajukan mobil. Ketika menunggu di tempat yang ramai itu dengan
kondisi kendaraan berjalan merayap , tiba-tiba 2 orang laki-laki muncul
mengendarai sepeda motor yang melaju kencang dan mencoba merampas tas Sang
Istri (a-yi). Ayi ini secara spontan berteriak, membungkukan tubuhnya lalu mempertahankan tasnya yang mau dirampas.
Terjadilah adegan (seperti di film) tarik-menarik antara perampok dengan ayi tersebut.
Tetapi kedua laki-laki kemudian menodongkan pistol ke kepala, maka terpaksa ayi
ini melepaskan tasnya. Saat milik pribadi akan dirampas, tidak akan ada orang yang
berkata,”Silahkan ambil” malah ada
refleks untuk mempertahankan agar milkiknya jangan sampai terlepas. Kalau tidak
pakai pistol, ayi akan terus menarik tasnya.
Dalam konotasi rampasan ada yang harus dipertahankan (dipegang)
mati-matian. Kata huparchon ini yang
dipakai Rasul Paulus, namun Yesus tidak
mengangagap kesetaraan dengan Allah seperti rampasan dan sebagai hal yang harus
dipertahankan, dipegang erat-erat . Melainkan Yesus justru dengan rela memberikan.
Ini agak aneh. Saat orang dirampas tidak ada yang mau memberi. Tetapi Yesus
tidak memperlakukan hal-hal yang sama dengan Allah yang dimilikinya sebagai rampasan
tetapi Dia justru memberikannya dengan rela. Mengapa Ia memberikannya dengan
rele begitu saja? Kita mengetahui mengapa Yesus datang ke dunia yaitu karena
dari awal Ia sudah menyatakan, Kata Yesus
kepada mereka: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku
dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh 4:34). Ia tahu walau dunia tidak enak, orang akan menolak,
Ia akan disalahpamahi , dibenci, dihianati oleh orang terdekat, tetapi Ia melakukannya
dengan kesadaran bahwa makananku adalah
melakukan kehendak Dia (Kalau ini yang Bapak kehendaki, Aku akan terus
melalui jalan ini). Kalau berbicara kesetiaan Tuhan Yesus teruji oleh waktu,
mulai ketika ia datang ke dunia ini sampai ke kayu salib, tak pernah sekali pun
Ia berpaling dari jalan yang diambilNya. Dalam konteks cinta (yang pertama) dan
yang kedua dalam konteks ketaatan. Kesetiaan dan ketekunanNya melakukan sampai
akhir. Ia belajar tunduk dan taat kepada Bapak. Kalau hal ini diberikan pada
kita, kita tahu kegunaannya. Tapi apa yang membuat kita tidak setia dan
kesetiaan kita tidak teruji? Jangan-jangan kita tidak mampu setia bahkan dalam
pelayanan dan komitmen karena ketundukan kita kepada Bapa begitu rendah. Ada
banyak kali kita mengerti “ini yang Tuhan mau” tapi kita tidak belajar taat.
Ada banyak kali kita meninggalkan ladang pelayanan walau kita tahu bahwa “itu
yang Bapa mau” karena kita tidak mau taat dan tunduk pada kehendak Tuhan. Pada hari Natal ini kita berpikir tentang
kesetiaan bukan hanya ikut (percaya) dan
melayani Tuhan tetapi kita belajar berada di tempat di mana Tuhan tempatkan dan
di mana kita tunduk pada tempatnya dan terus bertekun sampai akhirnya. Mother
Theresa, secara manusia kalau disodorkan pilihan : misal melayani rumah sakit kusta
, TBC , banyak yang luka – miskin – bau -jorok atau pergi dan melayani di biara
yang bersih dan tertata rapi. Secara manusia mungkin ia akan memilih yang lebih
enak. Tetapi dalam kedudukannya pada apa yang ia mau : bukan apa yang aku mau
tetapi apa yang Bapa mau. Maka Mother Theresia mengambil keputusan, dengan
orang kusta mengerjakannya sampai selesai seperti Yesus mengatakan Tetelestai
yang artinya sudah selesai Dalam bahasa Jawa ada kata enteh (habis). Apakah seruan Tuhan Yesus di atas kayu salib
dimaknai dengan enteh? Tidak. Apanya yang selesai? Kehendak (rancangan) Allah
untuk keselamatan Hidup sudah genap. Yesus sudah setia dan teruji oleh waktu.
Sepanjang hati kita taat , maka kita akan tetap setia. Memang kesetiaan akan
tahan uji.
3. Bicara tentang kesiapan
hati. Dan dalam keadaan sebagai manusia,
Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib (Fil 2:8). Perjalanan Yesus menempuh 3 step yang makin ke bawah menurun.
Step pertama Yesus punya hal-hal yang sama dengan Allah. Downgrade (turun grade) ia punya hal yang sama dengan
Allah lalu menjadi manusia (downgrade-nya
Ia menjadi manusia seperti ciptaan. Itu beda (turun) kelas. Tetapi Rasul Paulus
tidak berhenti sampai disitu menjelaskan tentang kerendah-hatian Yesus. Bukan hanya mengirim, mengambil rupa budak atau hamba (doulos) yang dalam masyarakat Yahudi berarti
manusia yang sudah kehilangan kemanusiaan. Budak lebih di bawah manusia pada
umumnya. Itu yang diambil Yesus mula-mula. Allah yang merendahkan diri, Allah
punya segala sesuatu yang rela membuat diriNya nothing, membuatnya dirinya rendah, dari kekal masuk kefanaan yang
transenden jadi permanen yang luar biasa jadi terbatas. Ini menunjukkan
(mengekspresikan) kerendahan hati Yesus.
Penutup
Hari ini kita diajak untuk merefleksikan model dan teladan Tuhan Yesus. Apakah
kesetiaanku kepada Tuhan, karena karakter kerendahan hati yang ada di dalam
diriku atau ketaatan atau karakter / kerendahan hati dalam diriku, apakah akan
teruji atau tidak. Jawabannya? Tergantung masing-masing. Amin.
No comments:
Post a Comment