Wednesday, April 29, 2015

Integritas Pelayan Tuhan


(Kelas Pembinaan Tiranus kedua. 26 April 2015)

Pdt.  Irwan Hidayat

1 Kor 9:24-27
24   Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!
25  Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.
26  Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul.
27  Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
1 Tim 4:12-16
12  Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
13  Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar.
14  Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua.
15  Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang.
16  Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.

Pendahuluan

                Topik ini tidak mudah diwujudkan dan dilakukan dalam hidup kita. Kita bicara tentang integritas dalam konteks pelayan Tuhan. Sebagai pelayan Tuhan , kita dituntut untuk memenuhi banyak kualifikasi (harus punya kecapakan, menguasai berbagai hal). Kualifikasi ini baik, namun satu hal yang paling dituntut dari seorang pelayan TUhan akhirnya adalah integritas.

Integritas

                Definisi integritas menurut KBBI adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Bicara integritas berarti berbicara tentang aspek kehidupan kita secara utuh. Apa yang dipikir, diucapkan , dipercaya dan dilakukan adalah satu (utuh). Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford) defisininya : the state of being whole and undivided. Suatu kondisi menyeluruh sebagai satu kesatuan dan tidak terbagi / terpecah. Tanpa integritas kita tidak bisa melayani dengan baik. Apa yang dipikirkan sama dengan apa yang diucapkan dan dilakukan,. sama saat di gereja, di kantor atau di mana pun. Kegagalan pelayan Tuhan bukan karena kekurangan skill atau kemampuan. Skill bisa diajarkan dan dikuasai, kemampuan bisa dilatih namun integritas menyangkut karakter. Orang yang tidak berintegritas akan sulit dihadapi. Di Jawa Tengah ada istilah jarkoni (iso ujar ora iso ngelakoni yang berarti bisa bicara tapi tidak bisa melaksanakan). Kamu bisa mengajar tapi tidak bisa melakukan (hidupmu tidak begitu). Kamu bilang seorang pelayan Tuhan ketika melayani Tuhan harus melayani begini-begitu tapi kamu sendiri kenapa tidak melakukan seperti itu. Beberapa hamba Tuhan yang besar dan pengkotbah yang sangat baik dan talented jatuh karena tidak punya integritas. Khotbah yang paling baik adalah hidup sang pengkhotbah sendiri (bukan apa yang disampaikan di mimbar). Khotbah di mimbar untuk durasi 20-40 menit persiapannya lebih mudah dan jauh lebih sulit adalah hidupnya. Khotbah paling asli adalah apakah dia menghidupi apa yang dia ajarkan, apa yang dia lakukan, apa yang dia minta lakukan pada jemaatnya. Banyak hamba Tuhan tidak dihargai jemaat dan rekan junior nya karena tidak punya integritas. Di mimbar bagus, tapi di bawah mimbar jangan tanya. Di mimbar memukau,  di bawah mimbar  Wallahu A'lam(Allahlah yang Maha Mengetahui atau Allah yang lebih tahu). Itu tidak punya integrtias.

Seorang pelayan Tuhan terkait dengan beberapa pihak dari pelayanannya.
a.     Diri Sendiri
b.     Orang lain (rekan kerja, yang dilayani)
c.     Pekerjaan pelayanan
d.     Allah yang dilayani

1.    Integritas Nampak di Dalam Diri

a.     Hidupnya adalah pelayanannya.

      Sendiri harus bisa mengurus dirinya. Integritas harus terlihat di dalam diri sendiri. Hidup seorang pelayan Tuhan adalah pelayanannya. Kita tidak bisa memisahkan antara diri sebagai pelayan Tuhan dengan hidup kita. Misal : di gereja saya sebagai hamba Tuhan dan di sekolah teologi sebagai dosen. Boleh tidak suatu kali saya sedang cuti lalu saya berpikir, “Waktu saya di Bali saya tidak sedang menjadi pendeta (hamba Tuhan). Karena saya sedang cuti maka saya akan dugem, minum-minum, mabuk-mabukan sampai teler, mumpung sedang tidak jadi pendeta. Setelah cuti selesai, baru saya jadi pendeta lagi?” Tidak mungkin! Kadang ada yang berkata, “Tidak bisa menjadi seorang hamba Tuhan full-time” ini salah. Karena berbicara tentang hidup orang yang melayani Tuhan adalah pelayanannya. Status pelayanannya tidak bisa dipisahkan dari hidupnya. Jadi seorang guru sekolah minggu, pengurus, majelis , ke mana pun mereka berada status sebagai pelayan Tuhan terbawa. Kehidupan dia adalah panggung pelayanannya. Bukan saja saat berada di gereja pada hari Minggu tapi seluruh kehidupannya adalah panggung pelayanannya.

-   Hidup kesehariannya (life style)
Bagi seorang hamba Tuhan yang berintegritas “seluruh kehidupanku adalah pelayananku”. Tidak bisa ia mengatakan, “Yang ini bagian pelayanan saya sedangkan yang itu bukan!”. Status sebagai hamba Tuhan tetap terbawa. Kalau majelis bekerja dengan cara kotor, tidak jujur dan suatu kali orang non gereja melihatnya, maka kelakuannya akan  dikaitkan dengan statusnya “Katanya majelis gereja, tapi kalau kerja kotor benar!” Ketika memutuskan menjadi seorang hamba Tuhan maka ia sudah memperhatikan life style (gaya hidup) nya. Di sekolah teologi , mahasiswa diajar untuk melihat dirinya sebagai hamba Tuhan. Mahasiswa tidak boleh pakai kaus dan sandal (apalagi sandal jepit). Semua memakai sepatu walau di perpustakaan. Ada yang berkata, “Bukankah yang penting pakai baju? Apa bedanya?” Ini bukan masalah kain atau kerah tapi bagaimana seorang hamba Tuhan membawa diri. Bagaimana kesan jemaat bila hamba Tuhan pada hari minggu memakai kaos dan saat rapat majelis memakai sandal? Hal ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seharinya sebagai hamba Tuhan. Bagaimana membawa diri sebagai hamba Tuhan adalah hal yang penting. Dalam pelayanan maka kita harus hati-hati karena status kita sebagai pelayan Tuhan tidak terpisah dari kehidupan kita. Di mana saja kita berada, kita tetap seorang pelayan Tuhan. Perkataan dan cara berpakaian kita dikaitkan dengan status kita sebagai pelayan Tuhan.
Rasul Paulus dalam 1 Kor 9:27 mengatakan Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. Ketika berbicara tentang tubuh, Rasul Paulus tidak bermaksud mengatakan hanya tubuh jasmani saja yang merupakan lambang kehadiran (keberadaan kita dimanifestasikan melalui tubuh). Menguasai tubuhku berarti menguasai hidupku supaya setelah memberitakan Injil jangan aku sendiri ditolak. Bila ada pengkhtobah yang sangat bagus penggembalaannya luar biasa, tapi cara hidup sehari-harinya tidak sesuai dengan firman Tuhan maka kita akan menolaknya. Karena itu perhatikanlah cara kita hidup!

-   Pergaulan, komunitas.
Kita boleh dan harus bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan. Namun bagaimana bergaul dan punya komunitas mempengaruhi keberadaan kita sebagai hamba (pelayan) Tuhan. Saya pernah melayani di sebuah gereja. Saat mendengar khtobah pendeta di gereja itu, saya merasa sangat bagus dan saya ingin seperti dia. Namun sayangnya sang pendeta punya satu kumpulan teman-teman yang rupa-rupanya menarik dia melakukan sesuatu yang tidak benar sehingga akhirnya ia tersangkut paut dengan bisnis kayu illegal yang disimpannya di gereja. Begitu digrebek polisi, gereja yang digeledah dan para majelis diinterogasi! Dengan siapa kita bergaul perlu dipertimbangkan, mengingat status kita sebagai seorang pelayan Tuhan. Jangan sampai orang tidak mau datang ke gereja, karena kita tidak punya integritas dalam keseharian (pergaulan dan komunitas) kita.

-          Performance (kerapiahan, kesompanan, kesahajaan).
Setiap gereja punya gaya, aturan (tertulis atau tidak tertulis) tentang bagaimana seorang hamba Tuhan membawa dirinya, kostum dan kesehariannya. Waktu kami remaja, saat pembinaan dikatakan bahwa, “Kamu boleh memakai baju dan model apa saja karena uangnya punya kamu sendiri. Memang boleh tetapi pikirkan satu hal! Pikrikan prinsip Rasul Paulus dalam Roma 14:20-21  Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. Saat remaja, ada yang bertanya,”Mengapa sih saya yang belum tua tapi kalau ke gereja tidak boleh memakai celana jean bolong, rok yang ‘kurang kain’, dan pakai tangan buntung ke gereja. Itu kan hak saya, duit saya, badan saya. Apa urusannya dengan anda?” Waktu menyerahkan diri sebagai seorang pelayan, berarti menyerahkan hak kita kepada Tuhan. Yang sebetulnya kalau kita mempersoalkan hak, apakah kita punya hak? Seharusnya kita sudah binasa, sehingga apakah kita punya hak? Waktu diangkat dari jurang kebinasaan kita seharusnya tidak punya hak. Kita menyerahkan hak kita sebagai pelayan Tuhan. Kita harus menjaga dan melihat hidupku, caraku, pergaulanku, apa yang kukenakan, kehidupanku seluruhnya adalah pelayanan agar Tuhan dipermuliakan. Mari kita jaga! Ketika bicara tentang ‘integritas dalam diri kita’ harusnya hal itu nampak dalam diri kita.

b.    Integritas dalam perkataan, perbuatan, pikiran/perasaan (motif)

Saya pernah diutus untuk melayani sebuah gereja di semarang sehingga saya pernah melayani 18  tahun di Semarang dan 5 tahun di Surabaya. Padahal saya lahir dan besar di Jakarta. Untuk beradaptasi di Semarang saya merasa sulit karena orang di jawa Tengah sangat tertutup. Contoh : saat hati seseorang kesal, ia masih bisa bertanya, “Pak apa kabar?” Hatinya tidak mau mengungkapkan kekesalannya. Kalau mau menegur seseorang, maka perkataannya akan berputar panjang (tidak straight to the point). Ssaya kalau berbicara langsung ke masalah sedangkan orang Jawa Tengah bicaranya harus berputar-putar sehingga suatu kali saya mendapat kesan, “Ini yang di mulut berbeda dengan di pikiran dan di hati. Orang bisa senyum padahal hatinya dongkol. Orang bisa cool padahal ternyata menusuk dari belakang. Itu kesan awal. Setelah lama melayani saya akhirnya paham. Integritas sebagai pelayan Tuhan berkaitan dengan diri sendiri karena orang lain (teman dan rekannya) tidak tahu hanya engkau dan Tuhan yang tahu. Kita punya satu kesatuan (undivided), apa yang kulakukan, pikirkan dan rasakan, tidak terpisah. Tanpa integritas ini, maka akan terjadi kemunafikan. Orang yang munafik, ngomongnya A padahal di dalam hatinya B. Kita ajarkan A, kalau tidak terlihat yang dilakukan B. Ada guru sekolah minggu yang berkata,”Anak-anak harus rajin baca Alkitab.” Padahal dia sendiri tidak baca. Rick Warren berkata, “Orang lebih tertarik untuk pagi-pagi baca Koran daripada baca Alkitab. Koran lebih dicintai dan bisa dibawa-bawa ke ruang pribadi seperti kamar mandi karena tidak ingin ketinggalan berita.” Kita dalam proses berjuang untuk memiliki integritas. Kalau saya mengkhotbahkan sesuatu yang tidak saya lakukan, alarm di dalam hati saya berbunyi, “munafik kamu.” Saya berdoa, “Ajari saya Tuhan agar melakukan apa yang akan saya khotbahkan.” Bicara integritas harus sinkron antara pikiran, perasaaan, perkataan dan perbuatan . sehingga tidak ada yang menuduh kita. Tuhan memberikan kita hati nurani sehingga ketika ada yang tidak sesuai, maka alarmnya akan bunyi. Contoh : ketika menjadi pelayan Tuhan di gereja, laku keesokan harinya melakukan sesuatu yang tidak cocok dengan firman Tuhan, maka alarmnya berbunyi.

c.     Kredibilitas (keuangan, dll)
2 Tim 2:2 Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.
Salah satu ujian bagi kredibilitas seseorang (apakah orang dapat dipercaya atau tidak) adalah dalam hal keuangan. Kalau ia kredibel dalam hal keuangan, hampir dipastikan ia kredibel dalam hal lain. Suatu kali, saya berkhotbah di sebuah gereja dan  majeslinya berpesan, “Pak, kami serahkan viaticum Bapak setelah kebaktian 1. Bapak harus berhati-hati menyimpannya” Ternyata pengkhotbah minggu lalu mendapat viaticum di ku 1 lalu menaruh di tasnya yang diletakkan di ruang konsistori (ruang untuk para panatua). Ketika KU II selesai dan mau pulang, ia memasukkan Alkitabnya ke dalam tas , amplop viaticumnya sudah hilang. Padahal sewaktu mau kebaktian, pintu konsistori sudah di tutup. Jadi tidak mungkin ada orang luar yang masuk dan konsistori dilengkapi kamera CCTV. Ternyata setelah diputar rekamannya diketahui panatuanya yang mengambil. Di gereja tempat kami melayani dulu, saat menghitung uang kolekte oleh banyak orang, ternyata ada yang sambil menghitung, uang dimasukkan ke kantong sendiri dengan cepat. Orang mungkin tidak tahu. Tetapi seorang pelayan Tuhan yang tidak kredibel, dipastikan tidak punya integritas. Dalam 2 kasus di atas, keduanya jatuh. Imun (kebal) untuk pendeta dan pengurus? Tidak.! Ketika dulu melayani di salah satu jemaat, ada pengurus komisi yang membuat laporan tanpa kwitansi. Gereja umumnya menjadi tempat yang sangat mudah  untuk melakukan hal seperti ini. Karena kita didasarkan pada kepercayaan. Kita punya tidak integritas dalam hal itu (bisa dipercaya)?. Maka saya tidak mau membantu menghitung uang kolekte. Setelah selesai khotbah saya menyingkir dari ruang itu, karena menurut saya tidak baik. Keredibilitas kita dipertaruhkan.

d.    Spritualitas (Christian values – fruits of the Spirit)
Seorang yang punya integrits terlihat dari spiritualitasnya. Nyata adalam kehidupan kreohaniannya. Ada nilai Kristen yang nampak dari hidupnya. Ini tidak bisa dipungkiri. Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri. (Galatia 5:22-23). Kejujuran dan kebenaran akan nyata dalam hidup pribadinya.

2.    Integritas akan terlihat dalam kerekanan
.
a.     Partner atau saingan

-        Iri hati
Bagaimana kita memandang rekan kerja? Sebagai partner atau rival? Bagi guru Sekolah Minggu senior yang tiba-tiba didatangi guru Sekolah Minggu baru, maka kalau tidak terlalu menonjol maka menganggapnya sebagai pendatang baru biasa. Namun kalau orangnya sangat berbakat dan disukai anak-anak, maka sangat mungkin muncul rasa iri hati, tidak suka atau tidak senang. Sebelum pindah ke STT, selama 18 tahun saya pelayanan di GKI Surabaya. Kami (saya dan adik kelas kelas saya bernama Samuel) melayani berdua di gereja tersebut. Setelah 3,5 tahun tidak memiliki pendeta, kami masuk dan diteguhkan berdua menjadi pendeta di gereja tersebut. Saya kemudian berbicara dengan Samuel . Ia mengatakan “Passion saya bukan di mengajar dan berkhotbah. Jadi kamu yang lebih banyak di mengajar dan berkhotbah. Saya akan focus ke penggembalaan saja.” Saya menanggapi, “Saya bukan gembala yang baik. Jujur saya bukan tipe gembala yang bisa menyebutkan nama orang sambil memberi salam dan menghafal nama anak cucu jemaat.  Saya tidak sanggup seperti itu. Saya  tidak fokus ke penggembalaan ,pembesukan dan konseling. Kebetulan saya lemah di situ. Passion saya mengajar.” Dengan demikian di antara kita berdua tidak ada masalah. Lalu kami berdua sampaikan ke rapat majelis. “Saya focus banyak mengajar yakni 18 sesi, sedangkan Samuel mengajar 2. Saya akan besuk, tapi Samuel yang berangkat dahulu, lalu saya menyusul. Saya fokus ke pembinaan. Karena seorang pendeta tidak semua bisa. Pendeta tidak bisa unggul dalam semua hal, kalau begitu pendeta umurnya pendek.” Majelis setuju. Kami senang karena antara pendeta bisa saling mengerti. Tapi ketika saya banyak berhotbah dan Samuel sedikit berkhotbah , ada jemaat yang bertanya kepada saya, “Mengapa Samuel tidak dikasih khotbah? Apa khotbahnya putar-putar dan saya tidak mengerti?”. Sebaliknya ada juga jemaat yang dibesuk Samuel yang berkata, “Pak terima kasih sudah dibesuk. Bapak penuh perhatian sedangkan Pak Irwan kurang perhatian.” Untung antara kami terjaga komunikasinya sehingga kita saling memberi informasi. Jemaat yang memuji saya dan merendahkan rekan saya itu atau sebaliknya tidak masalah. Kadang muncul perasaan ini sainganku dan perbandingan, hal itu wajar. Tetapi masalahnya kalau dibanding-bandingkan (beda dengan membandingkan).  Karena sangat mungkin kita bisa injak kepala rekan kita suapaya kita lebih tinggi. Saya keluar dari gereja di semarang dengan menangis, saya tidak ribut dengan rekan dan jemaat. Waktu saya keluar gereja dalam kondisi seperti orang habis berperang. Kami pendeta bertujuh. Yang senior merasa tidak nyaman, dengan kehadiran yang yunior. Saya pikir , “Ada apa sih? Kalau Hamba Tuhan disharmoni, maka tanggal 31 Desember malam saat orang sedang enak makan di restoran menjelang pergantian tahun, kami mengikuti rapat. (setelah kebaktaian pk 7 malam). Makannya ribut sambil gebrak meja, sampai majelis terpecah dua. Sebagian panatua keluar dan exodus ke gereja lain.” Akarnya kolegitas merasa rekan bukan partner tapi saingan. Kalau seorang pelayan Tuhan punya integritas, ia akan tunjukan ke rekannya sebagai mitra.

-        self – glorification (memuliakan diri)
Kalau membuat Kritus dimuliakan maka kita akan senang. Ketika dalam pelayanan, kita mencari self-glorfication tetapi bukan soli deo Gloria (artinya hanya Tuhan yang dimuliakan atau pujian hanya bagi Tuhan) tapi soli daku Gloria (kemuliaan  hanya untuk aku), maka ujung-ujungnya gereja pecah.

b.     Saling (banyak kata saling dalam Alkitab). Ini menjadi hal yang penting. To each other.

c.     Kenosis
Fil 2:1-7 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,  karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,  dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;  dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.  Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,   melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Sebagai seroang pelayan Tuhan yang berintegritas apakah kita sanggup mengosongkan diri kita supaya Tuhan saja (bukan aku) dan  tidak menganggap diri kita yang utama, kita pikirkan orang lain.

d.     Mindset “satu” team building , kita satu tim dan tidak menonjolkan diri.
Ef 4:4-6 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,  satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,   satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
1 Kor 12:20 Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh.

3.     Tunjukkan Integritas dalam Mengerjakan Pekerjaan Pelayanan (Profesionalisme)
 
a.      Seperti untuk Tuhan
(Kol 3:23 Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.) 
-     yang terbaik bukan asal.
Ada banyak definisi tentang profesionalisme. Memanggil pemusik professional terkait bayaran. Ada suatu tingkat kualitas terbaik. Bicara tentang pelayanan gerejawi, seringkal kita tidak bisa mengerjakan secara professional dan berkata,”Ini kan hanya untuk gereja saja!”. Apakah kalau untuk gereja kualitasnya KW2? Apa memberi ala kadarnya? Kalau punya integritas, dia tahu memberi yang terbaik. Waktu mengerjakan pelayanannya, akan meiakukan dengan sebaik-baiknya. Terkadang kalau khotbah “yang dengar hanya anak kecil” anggapannya tidak perlu disiapkan padahal Tuhan Yesus duduk di kelas dan mendengarkan. Sedih kalau pekerjaan sekuer dilakukan secara professional tapi yang rohani kehilangan profesionalisme.
-        disiplin (waktu pekerjaan)

b.     persistence / perseverenace (ketekunan)
(Rm 5:3-4  Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.)
Mendengar hamba Tuhan mogok melayani bukan sesuatu yang baru. Ada hamba Tuhan yang berdoa, “Tuhan susah sekali pelayanan ini, saya tidak suka dengan orang itu. Saya lebih baik keluar.” Seperti Abaraham dan Lot, saya ke sini kamu ke situ. Akhirnya banyak orang yang dalam melayani putus di tengah jalan. Kelihatan sekali tidak professional. Kalau saya senang, akan saya lakukan. Sebaliknya kalau saya tidak senang, saya tinggal. Begitukah pelayanan yang sebenarnya? Apakah itu orang yang punya integritas? Kalau dia punya integritas dan dinyatakan dalam pelayanannya, maka ia akan punya ketekunan.

c.   kesetiaan sampai akhir (2 Tim 4:8)
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

d.  rahasia jabatan.
Sebagai pelayan professional maka kita harus menjaga rahasia jabatan. Apa yang dibicarakan di rapat, tidak menjadi siaran berita. Mungkin banyak orang yang punya talenta jadi presenter Silet (sebuah program informasi hiburan di TV). Rapat majelis baru diadakan semalam, besok paginya isi rapat sudah ketahuan. Seakan-akan tembok rapat ada kupingnya. Itu bukan tembok. Apa yang dibicarakan di rapat majelis, tidak boleh diceritakan kepada pasangan (istri atau suami). Pasangan juga jangan bertanya “Apa yang dibicarakan saat rapat?”  Biasanya kia suka merohanikan, “Eh jangan bilang-bilang, jangan kasih tahu orang. Saya hanya kasih tahu ke kamu.” Karena itu berarti ia sudah memberi tahu ke 10 orang kalimat rohani ,” mohon didoakan”. Rick Warren menulis,  “Domba meninggalkan gembala bukan karena serigala tapi oleh sesama domba.” Kita jaga profesionalisme dalam pelayanan.

4.    Berintegritas di Hadapan Tuhan

a.     Fulfilling Gods’ Will
.
Tuhan Yesus sedang berdoa untuk muridi-muridNya (judul perikop doa Yesus untuk murid-muridNya). Ada 1 ayat “nyelip”, Yoh 17:4 Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya. I’ve glofied you by fulfilling pekerjaan yang engkau suruh aku kerjakan. Suatu kali mampukan mengatakan, Tuhan saya sudah selesai. Tetapi permisi tanya, ukuran selesai apa? Selesai masa jabatan. Selesai emeritus baru bisa ngomong. Makananku adalah melakuakan kehendak dia yang mengutus aku. Ukuran selesai (membawa kemulian buat TUhan0 bukan ukuran masa jabatan , waktu sudah emertisu karena sangat mungkin walau sudah emeritus belu melakukan kehendak Tuhan. Majelsi selesai masa ajbatan, pedneta emeritus belum melakuakn kehendak Tuhan. Ini yang saya takutkan, Tuhan jagan sampai waktu habis, umur tua, saya emertitus tapi kehendak Tuhan belum terlaksana. Satu hal yang kita bisa tunjukkan, kita ingin TUhan senang, berkenan atas pelayanan kita. APa ayng paling Tuhan kehendaki? Filospfi : dari Cat and Dog theology (Bob Sjorgren) Keesaran diri ditandai dari Berapa banyakkah orang usdah aku layani. Tuhan yesus : ekbesaran diri seseroang tidak terleteak pada berapa banyak orang yang melayani tapi terletak pada berapa banyak orang yang dia layani sewaktu hidup. Waktu bisa selesai kapan saja , oleh karena ini kita harus punya hati yang jujur untuk melayani lebi hbanyak .

b.    Tuhan senang, puas berkenan,
Terhadap pihak ini kita akan memikirkan integritas semacam apa yang harus dimiliki pelayan Tuhan.

QA

1.     Bagaimana bila ada yang berkata, “lebih baik saya tidak melayani daripada menjadi batu sandungan” ?
Hal ini harus diselidiki, apakah punya alasan yang kuat dan cukup prinsip. BIla iya maka kita bisa menerimanya. Tapi kalau hanya karena ia merasa saja dan bukan hal yang prinsip, maka kita harus berikan dorongan pada orang itu. Apakah pelayanan menuntut kesempurnaan? Mari kita melayani dalam keterbatasan. Memang ada orang yang dalam pertimbangan yang matang  mengatakan,”tidak melayani dulu kalau tidak jadi batu sandungan”.

2.     Bagaimana bila menghadapi seorang guru SM yang mengatakan , “Sudah cape tidak mau melayani.”?
Harus dikasih tahu bahwa “Tuhan tidak pernah capai”. Pasti ada sesuatu dengan kerohanian orang itu sehingga merasa kering dan jenuh. Harus didorong mengapa akan berhenti? Persoalan harus dibereskan dengan spiritualitas. Ada yang ingin cuti sebulan karena cape dan jenuh. Kadang orang butuh sesuatu untuk melihat sesuatu berbeda. Perlu berhenti sejenak untuk berjalan lebih jauh. Terkadang memang dibutuhkan hal seperti itu. Guru SM saat saya ikut persekutuan SM sekarang masih jadi GSM sampai saat ini.  Selama kebutuhan wajar maka menurut saya masuk akal untuk memahami kebutuhan seperti itu. Kalau karena capai , harus didorong untuk tetap melayani.

3.     Kadang saat diminta melayani sebagai penterjemah, saya merasa tidak mampu. Saya merasa seminggu pergumulan berat sekali. Jadi atau tidak. Jadi rasa gelisah selama seminggu.  Jadi harusnya bagaimana?
Kadang kita merasa harus melakukan sesuatu dengan standard kita. Padahal yang diminta dari kita tidak seperti itu. Saat ujian kita merasa ujian berat sekali karena standard itu, padahal yang membuat berat karena kita memikirkannya berat. Menjadi translator adalah menjadi penyambung lidah, orang yang tidak paham bahasa diterjemahkan. Targetnya membuat orang mengerti. Ada banyak orang yang mengemas kata-kata lebih bagus. Tetapi ada standard tinggi yang ditetapkan diri sehingga menjadi beban. Dulu saya merasa khotbah saya harus seperti ini itu karena banyak pendeta emeritus datang, sehingga beban mental. Jadi saya harus siapkan yang excellent. Padahal bila tidak ada pendeta senior apa jadi tidak excellent? Kita jadi diri kita , do out best and let God do the rest. Kita lakukan yang terbaik agar tidak terbebani diri sendiri sehingga tidak damai sejahtera.

4.     Bagaimana bila ada hamba Tuhan yang diundang menilai jemaat suam-suam kuku dan merasa terjebak? 
    Dijawab : itulah sebabnya kami undang Bapak. Itu gunanya Tuhan mengutus hambaNya untuk menegur, mendorong jemaatNya lebih baik. Memang kalau jemaat sudah cukup baik dan sempurna hamba Tuhan baru mau ke sana? Tuhan Yesus saja berkata, “Aku datang bukan untuk orang sehat melainkan untuk orang sakit”. Hamba Tuhan diutus ke gereja yang membutuhkan pelayanannya, untuk itulah dia diundang.

5.     Apa indicator pelayan tuhan yang suam-suam kuku?
Kitab Wahyu : suam kuku tidak panas dan dingin. Apakah orang ini tidak percaya? Bukan tidak percaya, karena mengaku Kristen. Meayani tetapi tidak setia dalam pelayanan. Itu seperti suam-suam kuku maka “Aku akan memuntahkan engkau”. Hidup kita sebagai pelayan Tuhan punya nilai yang jelas supaya tidak suam-suam tapi sungguh-sungguh berkomitmen.

6.     Hasil rapat besoknya bocor. Orang yang bocorkan, ia ingin kasih tahu bahwa ia tahu. Bagaimana menghadapinya?
Menghadapi orang yang tidak dewasa , ada orang yang cepat berkata dan lambat mendengar (terbalik dari Alkitab), orang yang suka menceritakan sesuatu yang tidak patut , apalagi terkait dengan orang, hal itu harus diingatkan. Apalagi orang yang melayani dalam struktur kepengurusan , kemajelisan. Indikatornya seorang hamba Tuhan adalah ia bisa menjaga rahasia. Karena bila tidak, celakalah karena tidak ada jemaat yang mau konseling. Karena bahan konseling bisa jadi ilustrasi khotbah.

7.     Ada gereja yang mau pelayanan harus dilatih bahkan diaudisi dulu, ada juga yang coba dulu. Bagaimana bersikap?
Rick Warren berkata lihat SHAPE anda saat dipanggil untuk melayani. Spiritual gift, Heart (keinginan hati), Ability (kemampuan), Personality, Experiences. Tuhan waktu menciptakan dan membentuk kita dengan 5 unsur itu. Shape itu menentukan bidang pelayanan kita. Efe 2:10  Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Maka waktu Dia ciptakan kita tidak sembarang. Supaya SHAPE itu sesuai pekerjaan. Kalau kita sudah yakin dengan SHAPE kita, kita tidak perlu coba. Ada juga setelah coba, kita tahu bidang kita apa. Kalau kita belum yakin SHAPE kita apa, untuk mengetahui SHAPE kita dengan mencobanya. Jadi tidak ada yang benar dengan mutlak. Mencoba ada baiknya untuk tahu SHAPE kita. Setelah tahu bidang kita apa, kita tahu apa yang kita kerjakan. Saya paling berat disuruh pelayanan ke anak-anak. Suatu kali saya diminta menjadi pembina SM, untuk pimpin KKR anak-anak. Saya paling susah bicara dengan anak-anak yang saat kita bicara di depan, mereka malah goyang sana-sini. Saya bisa bertobat. Suatu kali saya di Bandiung diminta pimpin persiapan SM di suatu gereja (kebetulan waktu itu sedang stay di Bandung cukup lama). Saya tidak focus untuk persiapan pelayanan anak. Paling hanya dapat eksposisi dari ayat yang digunakan. Tentang bagaimana pernak-perniknya saya menyerah. Jadi lebih baik jangan undang saya karena banyak hamba Tuhan  yang fokusnya untuk anak-anak. Bukan saya tidak peduli karena saya tidak focus ke situ. Untuk eksposisi ayat , ada yang bisa arahkan. Saat diminta coba saya katakan tidak. Saya tahu SHAPE saya bukan disitu. Dalam hal itu saya tidak perlu coba. Tapi kalau masih mau mencoba, tidak ada salahnya.

Bisa juga kita mengambil dari sisi : “gereja besar punya source banyak sehingga bisa select, gereja kecil bisa coba-coba kalau tidak, bisa tidak jalan. Bisa jadi, hukum tentang SHAPE tidak kaku “saya hanya mau di sana tidak di tempat lain”, ketika mendesak dan dibutuhkan , kita tetap harus melakukan sesuatu di luar SHAPE kita karena itu kebutuhan. Bukan harga mati yang tidak bisa dibargain lagi. Karena kita melayani  di tempat yang tepat.

8.     Bagaimana untuk penempatan orang dalam kepantiaan?
Tidak ada salahnya untuk mencoba karena untuk mengetahui SHAPE bisa dari orang lain. Ada orang yang diberi kesempatan dan ternyata bagus . Bagaimana mengetahui orang lain punya kemampuan seperti dia kalau tidak diberi kesempatan. Mencoba orang untuk ditempatkan apakah mahir di bidang tertentu tidak ada salahnya dengan pertimbangan tertentu.

Tentang empat jendela, semua orang tahu , kedua saya tahu orang lain tidak tahu. Ketiga yang tahu dirinya sendiri tidak tahu orang lain tahu. Keempat  hanya Tuhan yang tahu. Kalau kita lihat orang bisa, tetapi ia merasa tidak bisa, maka kita bisa mengajak. Bagaimana tahu kalau tidak pernah mencobanya. Ijinkan untuk memberi kesempatan apakah tempatku di sana atau tidak. Berikan kesempatan pada diri sendiri. Apakah betul tempatnya di situ. Tapi bisa juga orang merasa saya bisa di sekolah minggu tapi saya tidak sanggup.

9.     Bagaimana pandangan tetnang pelayan yang non full-time yang dibayar karena profesionalisme?
Kalau undang orang dari luar dibayar. Sedangkan dari dalam tidak. Ini kembali ke teologia dan budaya gereja tertentu. Secara tradisi  dan culture , ada sifat pelayanan yang volunteer sukarela, seperti GSM, paduan suara, pengurus dan jiwa itu menjadi jiwa pelayanan yang sungguh bukan karena motif yang lain. Dalam kemajuannya ada orang yang profesionalisme diundang lalu dibayar (hired). Ini terjadi karena kekurangan resources, tapi gereja-gereja lain bukan saja kekurangan resoures, namun menjadikannya budaya mereka. Artinya banyak sources dan dibayar. Secara pribadi, saya belum mau masuk ke sana. Sebab kalau demikian maka kita masuk ke dalam suatu system yang diberlakukan secara menyeluruh. Begitu satu dibegitukan maka yang lain sama. Lalu lama-lama orang melakukan sesuatu di gereja ini karena di-hire. Gereja jadi perusahaan. Orang bekerja dan contribute dan mendapat kompensasi. Beda dengan bantuan transportasi. Dalam jumlah memadai untuk transport saja karena ada yag harus bolak balik ke gereja dalam seminggu sehingga mendapat bantuan dalam transportasi. Saya okey saja. Tapi kalau judulnya di-hire maka akhirnya main berapa jam dan pemain music bisa mengatakan “kami juga cape”. Lalu anggota padus komentar,”Apa kami tidak capai?” Majelis juga bisa berpikir yang sama. Kami rapat sampai malam, bagaimana? Ini harus dikaji. Maka secara pribadi belum ke sana.

10. Bagaimana menanggapi cara orang berkata-kata karena kata-katanya bisa terdengar tidak biasa bagi yang lainnya?
Untuk perkataan, harus kenal culture. Karena kultur di satu kota beda dengan yang lain. Bisa saja oke di satu gereja bisa tidak oke di gereja lain seperti Timotius dikatakan “jadilah teladan dalam perkataanmu”. Jangan sampai setelah memberitakan Injil lalu ditolak. Betapa penting perkataan diperhatikan.


No comments:

Post a Comment