Pdt.
Jimmy Lucas
Kis
2:32 Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua
adalah saksi.
Moment of Truth
Moment of truth adalah istilah untuk
menyatakan apakah kita siap menghadapi kebenaran kita sendiri. Orang bule
mengatakan,” Jim, ini saatnya untuk kamu melihat kebenaran kamu sendiri”. Biasanya
istilah ini digunakan saat kita diperhadapkan pada tantangan besar yang
mengharuskan kita untuk memilih apa yang benar-benar penting bagi kita. You know what is your truth (apa yang
benar-benar penting bagi kita). Memilih mana yang betul-betul kita cintai
(sukai). Di hari Pentakosta Para Rasul berhadapan dengan moment of truth mereka. Ketika Roh Kudus dicurahkan , mereka yang
melihat, mengejek para rasul sebagai orang-orang yang sedang mabuk di pagi hari.
Rasul Petrus kemudian berdiri, kemudian bersama-sama dengan 11 rasul yang lain
memberikan apologetika (pembelaan iman mereka). Ini tidak mudah karena tindakan
ini bisa menimbulkan konsekuensi serius. Mereka bisa saja dilempari dengan batu
sampai mati karena mereka dianggap menghujat. Namun ini adalah kebenaran mereka.
Mereka harus melihat dan bisa menunjukkan apakah keyakinan mereka
sungguh-sungguh bisa diuji.
Kesaksian Rasul Petrus
Rasul Petrus berbicara tentang 3 hal yang mendasari
kesaksiannya (martus , baca Kisah
Para Rasul 2:14-40) :
1.
Berdasarkan
firman Allah.
Di dalam khotbah, Rasul Petrus mengutip begitu banyak
firman Allah.
2.
Ke-mesias-an
Yesus.
Dia menunjukkan bahwa Yesus yang disaksikan adalah
Mesias yang dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi.
3.
Berita Injil
adalah pengalaman yang berpusat pada Yesus sendiri.
Ia bersaksi tentang
pengalamannya.
Poin 1 dan 2 terkait dengan apa yang diketahui. Poin 3
adalah terkait pengalaman Rasul Petrus dan rasul-rasul lainnya. Maka para rasul
kemudian berkata bahwa kami adalah saksi. Kata “saksi” berasal dari bahasa
Yunani yaitu martus.
Kata martus mengandung
3 pengertian :
1.
Saksi di dalam
pengertian legal.
Misalnya : kita dipanggil di sebuah pengadilan, maka status
saksi kita sebagai saksi hukum (legal). Ketika Rasul Petrus menggunakan kata martus maka sebetulnya ia adalah secara
sah dan meyakinkan atas dasar hukum / firman Allah, ia adalah saksi yang legal
(kesaksiannya adalah kesaksian yang legal).
2.
Pengertian
historis
Ia menjadi saksi karena mempunyai pengalaman masa lalu
dengan apa yang disaksikan . Ia bukan saja melihat an memahami tapi ia juga
mengalami apa yang dia saksikan.
3.
Kesaksian yang
etis.
Rasul Petrus bukan orang yang bersaksi hanya
berdasarkan dengan apa yang dilihat / dialami, tetapi secara etis hidupnya
mendukung kesaksian itu.
Kata martus
mengandung pengertian yang luar biasa. Dia adalah saksi yang sah secara hukum,
ia mengalami apa yang disaksikan dan hidupnya setangkup dengan apa yang
disaksikan. Rasul Petrus menggunakan kata ini, untuk menunjukkan ia saksi yang
sesungguhnya berdasarkan pengalaman bukan hanya pengetahuan. Ini adalah cara para
rasul bersaksi. Ketika Rasul Yohanes menulis
suratnya (1 Yohanes 1:1-3) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah
kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan
dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup -- itulah yang
kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu
telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan
memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa
dan yang telah dinyatakan kepada kami.
Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan
kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan
persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus
Kristus.
Itulah metode kesaksian dari para rasul. Para rasul bukan
saja menyaksikan pengetahuan saja tapi mereka menyaksikan juga pengalaman pribadi
mereka dengan Yesus. Itu yang membuat kesaksian mereka menjadi kuat (powerful). Yesus sendiri menegaskan,”Kita
akan menjadi orang Kristen yang berbuah jika kita punya pengalaman seperti itu
dan kita menjadi orang Kristen yang berbuah bila kita tinggal di dalam Yesus”. Dalam
Yohanes 15:4 Yesus berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan
Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya
sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak
berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” Yesus mendorong kita
untuk memiliki hubungan yang saling-tinggal. Hubungan di mana saya tinggal di
dalam Yesus dan Yesus tinggal di dalam saya. Hubungan di mana saya mengalami
Yesus sebagai hal yang nyata. Ketika kita memiliki hubungan ini, maka kita akan
memiliki pengalaman yang nyata dengan Tuhan Yesus dan pengalaman inilah menjadi modal kesaksian kita kepada orang
lain.
Tidak semua orang suka Gado-Gado Boplo, tetapi tidak
ada yang boleh melarang saya untuk berkata bahwa Gado-Gado Boplo enak. Karena
itu adalah pengalaman saya dan saya berhak untuk menyaksikan apa pun dengan
Gado-Gado Boplo. Jadi saksikan apa yang kita alami!
Saya punya seorang adik ipar dan ia punya seorang adik.
Adiknya ini kemudian menikah. Suaminya saat dilihat pertama kali tidak
simpatik. Sosok tubuhnya besar sehingga ada yang menyebutnya kodok blentung (kintel, brown bullfrog). Adik ipar saya
cantik sekali, mengapa ia bisa mendapatkan seorang ‘kodok blentung’? Di samping
itu , kalau ia hanya sekedar gemuk, keringatan dan bawaannya basah terus, tetapi
kalau ramah dan baik masih tidak masalah. Tetapi yang ini, malah asem , bau dan
tidak ramah. Sehingga membuat kita merasa tidak simpatik kepadanya. Tapi bagaimana
pun juga itu pilihan dia. Saya hanya diam saja, tersenyum dan tidak ada urusan.
Setelah menikah kami hanya bertemu sekali selama 10 tahun yakni saat imlek.
Namun setelah itu saat pertemuan kami yang ketiga , saya menjadi terkejut.
Karena sekarang sosok tubuhnya menjadi kecil , berotot dan ia memakai baju yang
slimfit. Saya pun bertanya,”Kamu
sakit?” Lalu ia pun mulai bercerita tentang produk anti-aging yang dimakannya. Dalam waktu 90 hari berat badannya turun
20 kg! Turun namun bukan berarti sekedar kurus tapi berotot! Dengan antusias dia
bercerita tentang produknya yang telah mengubah tubuh dan seluruh hidupnya. Ketika
mendengarnya saya menjadi skeptik karena saya punya pendidikan dan latar belakang di bidang ini. Tanpa menggunakan
obat seperti itu, silahkan datang ke dojo saya. Dalam waktu 8 bulan, saya bisa
membentuk tubuh menjadi kecil dan berotot juga melalui pelatihan Muay Thai
(olah raga nasional kerajaan Thai) di dojo saya. Tapi melihat penampilan orangnya
dan bagaimana ia bercerita tentang produk itu dan pengalaman dengan produk itu saya
melihat bahwa ia benar-benar bisa berubah! Dari orang yang malas berbicara sekarang
menjadi orang yang antusias dan bersemangat. Dari orang yang tidak percaya diri
sekarang menjadi orang yang penuh percaya diri. Dari orang yang cuek menjadi orang
yang penuh perhatian terhadap lawan bicara. Biasanya dulu kalau diajak bicara membuang
muka, tetapi sekarang saat berbicara ia memperhatikannya. Orang ini berubah 180
derajat dari orang yang sebelumnya saya kenal. Jadi saya bertanya, “Produk apa yang
kamu pakai?” Akhirnya saya membelikan 1 paket produknya untuk istri saya. Saya yang
awalnya skeptis, tapi saat melihat hidupnya berubah, maka mau tidak mau saya membelinya.
Itulah kekuatan sebuah testimoni (kesaksian)!
Suatu kali saya jatuh sakit dan pergi berobat ke seorang
sinshe (tabib Tionghoa tradisional).
Dia tidak bisa berbicara bahasa Indonesia dan hanya menggunakan bahasa Mandarin, kebalikannya
saya hanya bisa berbicara bahasa Indonesia dan hanya mengerti sedikit bahasa
Mandarin. Ia kurang lebih bertanya ,”Kamu kenapa?”. Saya menjelaskan,”Badan saya
sakit semua, leher tidak enak seperti dicekik. Perut mual ingin muntah”. Lalu
ia membaui mulut saya dan kemudian berkata,”Organmu semua hancur! Hati , limpa
, jantung sudah rusak semua!” Sedikit terkejut saya bertanya,”Penyebabnya apa?”
Dia menjawab,”Penyebabnya adalah kamu stress! Kamu punya cita-cita tinggi tapi
tidak tercapai.” Saya sendiri tidak tahu bahwa saya sedang stress. Bagaimana mungkin
dalam Yesus merasa stress? Dia kemudian bertanya lagi,”Kamu menyembah apa?”
Saya menjawab,”Saya pergi ke gereja.” Dia pun berkomentar, ”Kalau melihat dari
mukamu dan kalau orang Kristen sepertimu maka saya tidak mau menjadi orang
Kristen!’ Dia berkata,”Kalau orang Kristen model dan mukanya seperti kamu”
padahal dia bicara dan tidak tahu dosa
saya, tapi melihat dari muka saya yang sepertinya berbeban berat, tidak damai
dan tidak ada sukacita, maka dia lebih baik tidak ikut Tuhan Yesus. Kalimatnya
itu mengubah hati saya walaupun muka saya tetap kereng (garang) karena tuntutan
kerjaan. Satu hal yang saya pelajari bahwa kesaksian saya penting karena saat saya
berbicara tentang Yesus, kalau kita berbicara tentang ‘produk’ bagus, tapi kamu
sendiri tidak menunjukkannya siapa yang akan percaya?
Saya pernah berkata ke istri, “Papa saya terkena stroke selama 6 tahun. Saya tidak mau ada
orang seperti itu. Saya mau ibu-ibu, anak remaja dan orang dewasa punya badan yang
langsing. Saya percaya orang yang berlatih dengan Muay Thai tubuhnya akan langsing.
Mendengar perkataan saya, istri saya memperhatikan saya dari atas (ujung
rambut) sampai ke bawah (ujung kaki) dan kemudian dia berkata, “Tidak bisa!”. “Kamu
jangan meremehkan, karena saya belajar karate dari umur 8 tahun!” sanggah saya.
Dia berkata,”Bukan masalah karatenya. Coba kamu mengaca!” Saya tahu alasannya
dan itu menusuk hati saya. Saya tidak gemuk tapi gendut. Gemuk berbeda dengan
gendut. Kalau orang gemuk perutnya masih merata, sedangkan orang gendut akan
terlihat di lingkar pinggang. Dengan tinggi saya 163 cm, tapi linggar pinggang saya saat itu 36
cm. Jadi saya mengerti apa maksudnya maka
setelah itu saya berlatih Muay Thai sehingga dalam waktu 3 bulan lingkar
pinggang saya turun menjadi 32 (ini masih belum ideal) dan saya kerja lebih keras
sehingga dalam waktu seminggu tinggal 29 sampai sekarang. Jadi hal ini bisa
menjadi testimoni Muay Thai bisa membuat tubuh menjadi langsing.
Kalau kita ingin berkata, “Yesus baik , luar biasa dan
dahsyat tapi kalau tidak mengalami sendiri, bagaimana bisa bersaksi? Itu hanya masalah
pemahaman (teori) saja dan semua orang bisa bicara seperti itu. Orang akan lebih
tertarik dari apa yang betul-betul kita alami.” Apa susahnya bersaksi tentang
Tuhan? Di daerah Mangga Besar ada restoran Kam Seng yang buburnya enak walau
pun ada yang berkata,”Bubur yang ada di sana lebih enak!”. “Kok tahu?” “Karena
saya pernah makan!” Kalau kamu sudah merasakan makanannya , maka kita baru bisa
dengan mudah mengatakannya. Mengapa kita tidak berani bersaksi tentang Yesus? Karena
kita tidak pernah mengalaminya! Saya bingung karena ada orang Kristen yang tidak
pernah menyaksikan tentang Tuhan Yesus. Selama ini ngapain saja di rumah dan di
gereja? Bersaat teduh tidak? Bergumul dengan Tuhan tidak? Waktu mengalami
pergumulan dalam kehidupan, apakah kita bersungguh-sungguh mencari Tuhan Yesus
dan berpegang padaNya? Seperti yang dialami oleh Yakub, di mana saat bertemu
dengan Esau ia merasa gemetar. Di dalam ketakutan, ia menggandoli Allah (berpegang
pada Allah) dan ia terus memegang Allah. Setelah itu baru ia bisa bercerita pengalaman
dia dengan Tuhan,”Inilah lho Yesus yang saya alami. Ini lho Tuhan Yesus yang
menolong saya dan melakukan mujizat buat saya.” Cerita ini nyata. Baru dari situ
kita bisa cerita, Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa, Yesus bangkit
kembali untuk memberi kita hidup yang baru , Yesus naik ke surga untuk menyediakan
tempat bagi kita, Ia akan datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan
mati tetapi starting point-nya selalu
memiliki pengalaman dengan Yesus.
Di tempat saya melatih Muay Thai, saya tidak membuat
dojo untuk melatih kekerasan tapi membangun keluarga. Saya tidak mengurus orang
latihan Muay Thay saja tetapi saya selalu kepo. Saya suka bertanya ,”Kuliah
sudah lulus belum?”, “Bagaimana keluarga?”, “Pekerjaan lancar atau tidak?” dll.
Suatu kali ada yang datang ke dojo dengan muka cemberut dan pulang dengan muka cemberut
lagi. Muay Thay tidak membawa keselamatan. Saat coba bertanya ,”Ada apa
denganmu?” dan ia mulai bercerita tentang
bagaimana ia bergumul tentang kuliah nya yang hampir drop out, ia bercerita tentang ini-itu. Saya mendengarkan dia
bercerita. Saya berusaha menjadi pendengar yang baik. Lalu setelah itu dia bercerita
untuk kedua kalinya minggu berikutnya dan setiap kali bertemu ia bercerita lagi
tentang hal yang sama. Mungkin karena ada yang mendengarkan. Hingga suatu kali,
saya berkata, “Cukup!” Saya bertanya, “Kamu pernah puasa?” Dijawab,”Pernah!” “Puasa
apa?” saya kembali bertanya. “Kan kalau mau Jumat Agung, kita puasa”, jawabnya.
“Tidak, tidak! Bukan itu yang saya
maksud. Kalau saat Jumat Agung berpuasa maka itu adalah puasa ritual. Banyak orang
di jam-jam itu puasa, tetapi apakah kamu puasa dalam pergumulan mu?” Dia
menjawab,”Tidak pernah!” Saat ditanya lagi,”Mengapa tidak pernah puasa?” Ia
terdiam. Saya berkata, “Kemarin ada seorang murid Muay Thai dan saya minta dia
diet.” Dia langsung berkata,”Koko, saya diet bukan sekedar diet. Besok saya puasa
selama 2 minggu.” Saya bertanya lagi,”Kamu kuat tidak ikut Muay Thai lagi?” “Kuat,
Ko! Tenang saja! Pokoknya saya tekadkan untuk puasa 2 minggu!” Saya bertanya
lagi,”Memang kamu ada pergumulan apa?
Mengapa kamu bergumul lalu puasa?” Dia menjawab,”Waktu punya pergumulan, saya berpuasa.
Dan ternyata Tuhan menjawab saya dengan luar biasa!” Saya terdiam. Ia punya
pengalaman sehingga ia bersaksi bagaimana ia bergumul bersama Allah dan
bagaimana ia menggelandoti Tuhan melalui puasa. Saya berkata pada orang lain,”Dia
puasa, kamu puasa tidak?” Ada berapa agama di Indonesia?” Dijawabnya,”Enam”.
Dari semuanya hanya Tuhan Yesus yang bangkit dari orang mati. Itu menunjukkan
Yesus hidup. Kalau Yesus hidup berarti Ia ada di sini bersamamu sekarang.
Mengapa kamu menganggap Dia angin lalu. Mengapa kamu tidak melibatkanNya dalam
pergumulanmu, menggandoli Dia, mengganggu Dia dan bersikap “kurang ajar” terhadap Dia? Jadi
orang Kristen, Yesus itu Tuhannya, mengapa tidak bersikap kurang ajar dengan
Tuhan Yesus (bukan dalam pengeritan ‘mengata-ngatain’)? Beranilah sedikit! (Tuhan
saya mau ini, Tuhan, tetapi mengapa tidak bisa?. Tolong Tuhan! Tuhan tolong sembuhkan sakit kanker tetapi biarlah
kehendakMu terjadi!” Mengapa berdoa seperti itu? Belum bergumul sudah menyerah.
Ngototlah berdoa (ketuk pintuNya) tiap malam. Sembuhkanlah ya Tuhan! Mengapa
tidak pernah berdoa seperti janda yang mengganggu hakim setiap malam sehingga
hakimnya menyerah? Mengapa tidak datang seperti seorang sahabat yang minta
roti, “Tolong dong, kasih!” Mengapa tidak percaya ketika Yesus berkata,"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;
carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.sehingga
pintu dibukakan kepadamu? (Matius 7:7). Mengapa tidak minta gunung pindah
sekalian? Iman apa yang kamu punya? Tempe!
Bergumullah dengan berani, minta dengan sungguh-sungguh,gedor pintu Tuhan, alami Dia sehingga kalau ditolakpun tahu ternyata
Tuhan tidak menjawab doa saya karena Tuhan tahu yang lebih baik dari saya.”
Alami Tuhan dan bergumullah bersama Tuhan setelah itu ceritakanlah kepada orang lain. “Saya sudah berdoa puasa, tetapi
Tuhan tidak jawab walau sudah berdoa seperti itu!” karena Tuhan sudah menyediakan
yang lebih baik dan ternyata itu benar. Tuhan saya hidup! Ia mati di atas kayu
salib untuk saya. Ia tidak berhenti kaena mati, tapi bangkit kembali dan hidup
bersama saya.” Jadi orang Kristen , jangan tidak pernah mengalami Tuhan! Tuhan
itu hidup dan bangkit dari orang mati. Satu-satunya pendiri agama yang seperti
itu. Mengapa tidak mengalami Dia dan kalau tidak mengalami Dia bagaimana kita
akan bersaksi tentang Dia? Mari, jangan jadi orang Kristen yang tidak mengalami
Dia! Tinggal terus di dalam Yesus, terus berdoa, terus cari kehendakNya, terus
intim denganNya , sehingga bisa bercerita Kristus yang termanis dan terbaik buat
kita. Kalau hanya tahu saja , orang
tidak setia dan hanya bisa beragumentasi.
Pada awal abad 20 ada 2 pengkhotbah akan yang mengubah
wajah kekristenan yaitu Billy Graham (1918-2018) dan Charles Templeton
(1915-2001) yang sangat pintar sekali. Suatu kali mereka berdua bertemu dan Billy
Graham kalah berdebat dengannya. Kemudian Billy Graham masuk ke hutan dan berlutut
lalu berdoa, “Tuhan, saya orang bodoh. Saya tidak tahu hal-hal lain dan tentang
teologi. Satu hal yang saya tahu adalah Alkitab adalah firman Allah dan Yesus
adalah firman Allah. Saya percaya kepada Yesus dan Alkitab. Dalam nama Yesus
saya berdoa. Amin”. Ia memutuskan untuk tidak tahu apapun. Yang dia tahu
hanyalah Alkitab dan ‘saya mengalami Yesus’ sedangkan teologi tidak perlu
pintar. Lawan debatnya itu kemudian masuk Universitas Westminster dan menjadi orang luar
biasa pintar tapi akhirnya menjadi ateis dan mati bunuh diri. Billy Graham
setiap kali berkhotbah memulai dengan kalimat, “and the Bible says”. Setiap kali berkhotbah ia bisa berkata begitu
sebanyak 150 kali. Apakah iman nya sederhana dan bodoh? Imannya hidup karena ia
beriman pada apa yang dia alami bersama Yesus. Yesus untuknya bukanlah teori
dan teologi tetapi pribadi yang nyata dan ia hidupi. Dari sana ia punya
kesaksian yang kuat!
Saya tidak melarang saudara bersaksi. Tetapi saya
menantang saudara untuk mengalami Yesus setiap hari seperti pada lirik lagu Day by Day (1971, Stephen Schwartz dan John-Michael
Tebelak). Day by day, Dear Lord, of thee
three things I pray: To see thee more clearly, Love thee more dearly, Follow
thee more nearly, Day by day. Hari
lepas hari., Tuhan, 3 hal yang saya doakan adalah melihatMu lebih jelas,
mengasihiMu lebih dalam, mengikutiMu tepat di belakang. Tiga hal ini saja. Alami
Yesus! Ceritakan Yesus! Alami Yesus ceritakan Yesus. Alami manisnya Yesus, ceritakan
manisnya Yesus. Alami kemahakuasaan Yesus , ceritakan Yesus yang berdaulat. Alami
Yesus yang melakukan mujizat ,ceritakan mujizat yang Yesus lakukan. Alami Yesus
yang menyelamatkan, ceritakan kesalamatan dari Yesus. Yesus hidup! Mari kita
ambil sikap hari ini bahwa hari ini saya mau mengalami Yesus dan saya mau
menceritakan Yesus.
No comments:
Post a Comment