Pdt. Jimmy
Lucas
Wahyu 3:14-22
14 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat
di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan
dari ciptaan Allah:
15 Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak
dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!
16 Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak
dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah
memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak
tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
18 maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau
membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi
kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan
ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya
engkau dapat melihat.
19 Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar;
sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia
bersama-sama dengan Aku.
21 Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan
bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan
duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.
22 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan
apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."
Pendahuluan
Tema
pagi ini adalah “Stagnasi vs Reformasi”. Setiap kali mendengar kata “reformasi”
beberapa dari kita memiliki gambaran mental tentang pertentangan gereja. Kata
reformasi seringkali identik dengan adu argumentasi, berdebat doktrin, bersikap
“saklek” (harus doktrin ini bukan doktrin itu). Kata ini menimbulkan perasaan
tidak enak. Sejatinya kata “reformasi” tidak mengacu pada kekerasan. Sejatinya
ia tidak mengacu pada perdebatan atau kekerasan
hati (berpegang pada doktrin tertentu), tetapi mengacu pada hati yang penuh kasih,
hati yang menyala-nyala untuk melihat kebenaran Tuhan ditegakkan di gereja Tuhan,
penuh kasih akan jiwa-jiwa terhilang untuk mengenal dan hidup dalam kebenaran firman
Tuhan.
Tanggal
31 Oktober adalah hari peringatan reformasi. Secara tradisi pada tanggal 31 Oktober
1517 Martin Luther (lahir 10 November 1483 di Lutherstadt Eisleben Jerman dan
meninggal 18 Februari 1546) memakukan 95 tesisnya di pintu Gereja Kastil dan
menerbitkan salinannya di Gereja Wittenberg. Saat itu gereja dipercaya sedang
menyimpang. Paus sedang membangun Basilika Petrus di Roma yang membutuhkan dana
yang sangat banyak . Dibutuhkan dana yang begitu besar sehingga keluar surat pengampuanan dosa bersama dengan kotak
persembahan-nya. Diumumkan, “Barangsiapa memasukkan uang ke dalam kotak dan membeli
surat pengampunan dosa maka ia dilepaskan dari api penyucian (purgatory) di
neraka”. Dengan kata lain gereja sedang jualan pengampunan. Ini membuat Martin
Luther marah dan kemudian bergerak membuat 95 tesisnya dan memakukan di pintu gereja
Kastil (menempelkan copi nya di gereja Wittenberg). Saat itulah di seluruh
Eropa menyala api reformasi dan sejak itulah terjadi perpisahan Katholik dan
Protestan. Reformasi yang memunculkan protestan bukanlah reformasi yang
menimbulkan gerakan orang protes. Protestan bukan sekumpulan orang sedang
protes. ‘Protestan’ berasal dari Bahasa Latin Pro Testamentum yang berarti kembali ke injil (untuk perjanjian). Semangat
reformasi adalah semangat kembali pada perjanjian, perjanjian Baru, pada ajaran
Tuhan, kasih karunia. Sehingga slogan reformasi adalah sola fide (hanya karena iman),
sola scriptura (hanya karena Kitab Suci),
sola gratia (hanya karena anugerah). Reformasi pada dasarnya bukanlah sebuah gerakan tegar tengkuk, ‘gede’ otot,
hati bebal, sejatinya ia gerakan penuh kasih untuk mengembalikan orang kepada satu-satunya
kebenaran yang dinyatakan dalam Alkitab. Sejatinya reformasi adalah sebuah
reaksi pada stagnasi yang dialami gereja.
Gereja
yang mengalami stagnasi mengalami kemunduran. Gereja jalan di tempat , ia
kehilangan ‘intinya’, ia akan untuk mundur ke belakang. Gereja mengalami
kesuaman rohani. Itu sebabnya antara stagnasi dan reformasi tidak pernah bisa berjalan
beriringan di gereja. Kita harus memilih apakah harus berada dalam kondisi
stagnasi atau reformasi. Tuhan Yesus memberi teguran yang sangat keras ke jemaat
Laodikia yang mengalami stagnasi dan kesuaman rohani. Wahyu 3:17a Tuhan berkata
tentang orang-orang di Laodikia, Karena
engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak
kekurangan apa-apa. Tetapi di mata Allah mereka melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang (Wahyu 3:17b).
Mereka mengalami stagnasi rohani namun mereka sedang merasa mengalami kenyamanan
rohani.
Tanda
stagnasi rohani
1.
Kesuaman
rohani.
Wahyu
3:15a Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Suam
artinya tidak panas dan tidak dingin alias anyep (hangat-hangat). Laodikia tidak punya
sumber air sendiri. Air dari Laodikia berasal dari Hieropolis yang bukan saja digunakan
untuk minum tapi untuk menyembuhkan penyakit. Jaraknya sekitar 10 km dari
Hieropolis dialirkan ke Laodikia. Air panas yang menempuh perjalanan sepanjang 10
km saat sampai di Laodikia bukan saja menjadi suam tapi anyep. Air ini terjun sejauh
100 m dan tertampung di sebuah danau besar yang menampung air Laodikia yang
sudah menjadi anyep. Masalahnya air ini menguap dan meninggalkan kaporit.
Sehingga air yang seharusnya menyembuhkan penyakit malah mendatangkan penyakit.
Tuhan Yesus berkata , Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak
dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. (Wahyu 3:16). Ia membandingkan kondisi jemaat Laodikia dengan
kondisi air Laodikia bahwa ia sudah menjadi suam-suam kuku dan yang menyebabkan
sakit. Suam-suam kuku terjadi saat orang merasa puas pada dirinya sendiri. Sehingga
ia tidak menyadari kondisi rohaninya. Ia merasa melihat padahal ia buta. Ia
merasa dirinya kaya sebenarnya miskin. Ia merasa dirinya berpakaian tetapi telanjang
di mata Allah. Ia bukan orang yang kuat secara rohani tetapi ia sakit secara rohani. Itu sebabnya gereja
yang stagnasi mengalami sakit secara rohani. Ini tanda pertama dan Tuhan berkata
bahwa Ia akan memuntahkannya.
2. Tuhan Yesus berada di luar hidup gereja (jemaat).
Wahyu 3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia
bersama-sama dengan Aku. . Ayat ini dipakai oleh banyak pendeta saat KKR.
Begitu dilakukan altar call ayat ini
didengungkan. Ini salah tafsir. Ayat ini ditujukan kepada jemaat Laodikia. Yang
menerima surat ini adalah orang Kristen. Mengapa orang Kristen harus membuka
hati lagi untuk menerima Yesus? Tidak! Seharusnya buat orang Kristen , Kristus
ada di hidup mereka. Ironisnya, jemaat Laodikira yang merasa kaya, berpakaian,
melihat kebenaran rohani, justru tidak memiliki Yesus dalam hidup mereka.
Mereka menjalani ritual dan tradisi kekristenan tapi tidak punya hubungan
pribadi dengan Yesus. Jemaat ini bergereja tetapi Yesus berada di luar mereka
dan hati mereka. Mereka orang-orang yang tidak mengasihi Yesus. Tuhan Yesus
menegaskan, “Kalau hal ini dibiarkan maka kita mengalami stagnasi rohani” Yesus
mengundang kita untuk membuka pintu hati dan hidupmu, membiarkan Yesus masuk
kembali dan berjamu denganmu. Yesus rindu agar orang percaya memiliki hubungan
intim dengan Dia. Melalui hubungan intim dan dalam inilah kita bisa mendapatkan
apa yang dibutuhkan untuk kita bisa bertumbuh. Kita bisa mendapat saleb agar
mata kita bisa melihat, kita mendapat pakaian rohani agar kita tidak telanjang dan
memiliki kekayaan sesungguhnya. Semua kekayaan rohani yang diperoleh saat ada
persekutuan yang intim dan dalam dengan Yesus. Buka hatimu dan hidupmu! Biarkan
Ia masuk dan memerintah sekali lagi. Ini intinya. Stagnasi rohani adalah hal
yang paling harus diwaspadai, harus dilawan sampai kita kembali kepada Bapa. Stagnasi
rohani harus kita benci karena Allah membencinya. Para Rasul berjuang melawan
stagnasi rohani. Jemaat Korintus mengalami
stagnasi rohani karena berselisih satu dengan lain. 1 Kor 3:1-3 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat
berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan
manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah
makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum
dapat menerimanya. Karena kamu masih
manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan
bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup
secara manusiawi.
Salah satu ciri
jemaat mengalami stagnasi rohani sering bertengkar satu dengan lain, ribut untuk
masalah yang tidak penting satu dengan lain (ribut tentang bendera dll). Orang
yang sering ribut dalam gereja, selisih dan iri hati adalah manusia duniawi. Manusia duniawi dikenakan
pada jemaat Korintus yang adalah orang Kristen. Ini orang-orang yang mengalami
stagnasi rohani. Ditunjukkan dengan iri hati, ribut untuk hal yang tidak
signifikan (krusial). Makanannya susu. Kita yang sudah berusia dewasa, tidak
mungkin makan susu terus setiap hari. Tapi kalau sakit tidak bisa makan nasi
tiap hari, maka daripada terlanjur meninggal sehingga terpaksa minum susu.
Kalau orang dewasa minum susu setiap hari maka itu tandanya ia sakit dan perlu
berobat. Rasul Paulus memperlakukan jemaat ini seperti jemaat yang sedang sakit,
“Aku beri kamu susu, kamu anak kecil, kamu manusia duniawi dan belum manusia
rohani”. Saat stagnasi rohani, bukan hanya berselisih ia akan berhenti
bertumbuh. Rasul Petrus juga melawan stagnasi rohani. Kalau Ia mengingatkan bahwa
kalau tidak bertumbuh dalam pengenalan Yesus, maka kita akan menjadi buta dan
picik. 2 Petrus 1:5-9 Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh
berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri,
kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan
saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.
Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan
dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus,
Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan
picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.
Jangan menganggap
remeh stagnasi rohani. Saat mengalami itu kita menjadi buta dan picik. Buta
adalah tidak mampu melihat pekerjaan Allah dan tidak mampu melakukan apa yang
penting bagi kita secara rohani. Picik dalam bahasa aslinya berarti melihat dengan
cara terbatas. Mertua saya orangnya tinggi besar dan dulu mempunyai hobi main
bulutangkis. Karena sukanya main bulutangkis, ia pun membangun hall bulutangkis sebanyak 4 lapangan. Teman-temannya
datang. Orang tua yang sudah veteran main bulutangkis saat melakukan smes berbunyi.
Siapa yang terkena smes maka rasanya sakit. Mertua saya terkena smes tepat di
mata sehingga terkena glukoma. Saya pun mengantarnya ke rumah sakit mata Nusantara,
Kedoya. Dokter berkata, “Papamu melihat seperti lubang kunci.” Saya
membantahnya,”Tidak dokter, matanya masih terbuka lebar.” Dokter itu berkata,”Tidak,
matanya terbuka lebar tetapi ia melihat seperti melihat melalui lubang kecil.”
Maka tidak mengherankan sewaktu ia menyetir, cat mobilnya menjadi baret karena ia
tidak bisa mengukur jarak dan melihat dengan baik. Sewaktu ia bawa mobil pasti
ada yang baret atau penyok karena matanya itu padahal hobinya selain
bulutangkis adalah mengemudi mobil. Sewaktu matanya sehat, saat ia mengajak pulang
ke Jambi dari Jakarta lalu balik kembali ke Jambi pulang pergi maunya ia
mengemudi mobil sendiri. Ia tidak mau disetirkan orang lain. Ia senang mengemudi.
Begitu matanya rusak maka ia tidak bisa lagi menyetir mobil, ia pun hanya duduk
di mobil senyum-senyum sambil menyalahkan ini-itu. Itu yang terjadi saat orang
tidak bertumbuh di dalam Tuhan. Itu yang terjadi saat kita mengalami stagnasi
rohani. Rasul Petrus berkata,”Engkau seperti orang buta dan picik. Engkau akan
melihat seperti orang melihat melalui lubang kunci. Engkau tidak bisa melihat
kiri dan kanan. Hidupmu bertabrakan dengan banyak hal. Engkau seperti melihat
dalam lubang kunci, tidak tahu tapi sok tahu (ini-itu salah) sehingga menjadi
orang menyebalkan di gereja dan menjadi CTM = church trouble maker (tukang biang kerok di gereja). Gereja tidak
bertumbuh gara-gara orang seperti ini. Menyalahi gereja saja karena tidak
bertumbuh padahal gara-gara dia ada di gereja maka gereja tidak bertumbuh. Orang
yang mengalami stagnasi menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan. Banyak
kekisruhan dalam gereja. Itu sebabnya kita tidak boleh membiarkan diri kita
mengalami stagnasi rohani (tidak bertumbuh secara rohani).
Yesus melawan
stagnasi rohani saat melihat bangsa Israel hidup dalam Taurat dan tradisi nenek
moyang tanpa cinta Allah. Matius 15:1-9 Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan
ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat
istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan." Tetapi jawab Yesus kepada mereka:
"Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek
moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa
yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata:
Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang
dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada
Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan
demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.
Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat
Yesaya tentang kamu: Bangsa ini
memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku,
sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." Orang
yang stagnasi rohani , ia tetap beribadah dan melakukan ritual rohani. Jadi
stagnasi rohani mungkin tidak bisa dikenali dari permukaan, stagnasi rohani
adalah masalah sikap hati. Kita masih bisa hadir di gereja dan terlibat dalam
pelayanan dan memberi untuk pekerjaan Tuhan, masalahnya kita sedang melakukan ritual,
kebiasaannya, terikat tradisi tetapi sebenarnya hati kita jauh dari Allah.
Bibir memuliakan tapi hati jauh dari Tuhan. Ini yang dibenci Allah . Ini yang membuat
Yesus ngamuk di Bait Allah. Orang datang beribadah karena ritual (karena kami
orang Israel). Orang datang ke Bait Allah memberi persembahan karena beginilah
cara kami menerima pengampunan dosa. Orang datang ke Bait Allah karena ingin
berdagang, mencari koneksi (relasi) dan mencari kangtau. Yesus mengambil tali, mencambuk para pedagang, menjungkir balikkan
meja penukar uang, membuka sangkar burung merpati dan berkata, “Enyah kamu. Engkau
menjadikan rumah BapaKu sarang
penyamun”.
Stagnasi rohani adalah
hal yang dibenci Allah. Ketika Allah melihat stagnasi rohani dalam hidup kita
dan kehidupan gereja kita, percayalah
bahwa Allah akan bertindak. Ketika gereja Roma Katholik mengalami stagnasi rohani,
Allah mengirim para reformator dimulai dari Martin Luther untuk mereformasi
gereja Roma Katholik. Ketika aliran protestan mengalami stagnasi , Allah mengutus
John Wesley (lahir 3 Juni 1703 di Epworth, Lincolnshire Britania Raya dan
meninggal 2 Maret 1791 di London, Britania Raya) melakukan kebangunan rohani. Ketika
kekristenan mengalami stagnasi , Allah memunculkan Ch. F. Parham,
ada reaksi yang memunculkan gerakan Pentakosta lalu kemudian gerakan Pentakosta
mengalami stagnasi muncul gerakan karismatik , kebangkitan di Azusa Street (1906).
Ini adalah sebuah reaksi. Ada perbedaan antara yang terjadi ketika Martin Luther
memakukan tesisnya, itu reformasi. Ada kesadaran doctrinal atas pelanggaran
doctrinal dan kesuaman rohani yang berusaha diantisipasi oleh Martin Luther.
Itu reformasi. Ketika gerakan kekristenan memudar, Wesley kembali membangkitkan
kerohanian dan ia berjalan ribuan km dengan menunggang kudanya. Itu reformasi. Tapi
saat kekristenan pudar muncul gerakan Pantekosta, ini adalah sebuah reaksi.
Ketika gerakan Pantekosta memudar lalu muncul karismatik, ini sebuah reaksi.
Ketika gerakan Karismatik memudar lalu
muncul gerakan gelombang ketiga , ini adalah reaksi. Ada perbedaan antara
reformasi dan reaksi , tetapi penyebabnya sama yaitu stagnasi rohani. Orang-orang
yang mencintai Allah akan berusaha kembali pada Allah. Ketika mereka melihat
ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman dan tidak baik, mereka berusaha kembali kepada Allah. Itu
reformasi. Reformasi pada dasarnya suatu gerakan kembali ke Allah.
Beberapa tahun lalu,
saya sering diundang untuk khutbah di sebuah gereja suku. Gereja ini gereja
tradisional tetapi bukan gereja Tionghoa, saya tidak bisa berkhotbah di
kebaktian umum karena bahasanya beda. Saya berkhotbah di ibadah kontemporer. Saya
khotbah seperti di BCS (Bright Community Service) GKKK CPL. Formatnya sama
dengan BCS. Saya bertanya,”Pak apa alasan menggunakan format seperti BCS?”.
Mereka berkata,”Tua-tua yang datang sudah dari kecil Kristen, mereka datang
tidak ada semangat. Anak muda hilang dan mereka pergi ke GBI, GPdI , JPCC. Maka
kami berpikir membuat ibadah seperti mereka.” Jemaat dari suku ini , batuk saja
merdu. Jadi full band. Pembukaan
panggil artis rohani. Pemimpin pujian dipilih yang bagus suaranya. Ibadah ini
bertahan sekitar 1 tahun lalu tutup. Karena cara ibadahnya berubah tetapi
spiritualitas nya dan hatinya tidak berubah. Setiap kali saya berkhotbah, saya ‘silet’
dosanya tetapi tidak ada pertobatan. Setelah keluar ruang ibadah, mereka
merokok. Saya dekati, rokok disembunyikan. Tata ibadah dan gaya ibadah berubah,
tetapi kerohanian tidak. Itu reaksi bukan reformasi. Reformasi pada dasarnya adalah
gerakan lemah lembut kembali ke Allah, kembali lagi kepada kebenaran alkitabiah,
kebenaran-kebenaran yang ortodoks. Kita kembali ke origin of our faith. Kita kembali pada hal yang paling mendasar
dari kerohanian, "Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
akal budimu. Itulah hukum yang terutama
dan yang pertama. Dan hukum yang kedua,
yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
(Matius 22:37-39). Reformasi adalah upaya secara total kembali pada Allah.
Kita bukan saja melakukan ritual dan aktivitas rohani , kita kembali kepada
kerohanian sejati , upaya mengasihi Allah dan mempersembahan seluruh hidup
kepada Allah. Kalau orang Kristen tidak mempunyai semangat ini, berhenti
mengasihi Allah dan hidup secara tradisional dan hidup dalam liturgi yang
kosong, hidup tanpa mengasihi Allah tetapi tetap datang ke gereja maka gereja
akan mengalami stagnasi dan bila itu terjadi maka Allah akan bertindak.
Berapa lama kita
pergi ke gereja? Berapa ibadah yang kita lalui? Pertanyaannya, apakah kita
menjadi orang yang lebih mengasihi Allah, bergantung pada Allah, lebih berserah
pada Allah? Seberapa jauh kita ‘melemparkan’ diri ke Allah saat pergumulan
begitu berat menghadang, mempercayakan diri pada Allah saat di depan ada
prospek yang menjanjikan, melakukan disiplin rohani untuk sekali lagi tenggelam
di dalam Allah? Seberapa jauh?
Saya baru pulang di
Kalbar melayani anak-anak SMP. Mereka lebih tinggi dari anak-anak SMP di
Jakarta. Mungkin makanannya berbeda. Badannya besar-besar. Siswa yang berbadan kecil
minoritas. Saya baru pulang melayani retreat di SKKK Kosambi Baru kelas 11. Tinggi mereka setinggi kelas 11.
Saya layani anak-anak di Jawa yang cara berpikirnya beda. Anak SMA di SKKK
Kosambi Baru, kalau lulus mau lanjut kemana. Di Kalbar, manusia punya indra
keenam tidak? Bisa melihat setan tidak? Kalau tidak tidur semalaman lalu badannya
bergoyang karena pusing dikatakan orang kerasukan. Seolah-olah mereka tidak
pegang gawai (gadget). Apa yang mereka lihat di gadget mereka kalau bicara kembali ke zaman batu. Cara pakaiannya
sama seperti orang Korea, tapi cara berpikirnya seperti zaman batu. Orang sakit
, orang masuk angin dianggap kerasukan. Apa yang membedakan? Yang membedakan
orientasi hidup. Orang di Jakarta dan daerah mungkin orientasinya berbeda.
Tetapi orientasi rohaninya sama, kalau bukan orientasi ke Allah akan mundur ke
belakang. Kalau orientasi rohani mu adalah mencari berkat maka akan mundur ke
belakang. Kalau apa yang diinginkan kesembuhan, kekayaan, kesuksesan maka
engkau tidak menginginkan Allah. Bagi kami yang terpenting adalah di atas
segala-galanya engkau mencintai, menginginkan dan merindukan Allah. Saya rindu
agar setiap kita berdoa agar ada rasa lapar dan haus dalam hidup kita.
Salah satu reformasi
yang saya kagumi adalah John Calvin
(lahir 10 Juli 1509 di Noyon, Perancis dan meninggal 27 Mei 1564 di Jenewa, Swiss).
Ia tidak seperti Luther yang hatinya lembut, hanya orangnya meletup. Luther
juga senang main musik. Calvin orangnya lebih statis . Ia orangnya tenang,
stabil, yang dikerjakan itu-itu saja. Tapi justru tulisan Calvin menjadi
pondasi reformasi dan menjadi pondasi pendirian gereja seperti GKKK. Tulisannya
sudah bertahan selama 500 tahun dan masih dipelajari sampai sekarang. Ia punya
moto yang dipegang sampai ia kembali kepada Bapa : Cor meum tibi offero, Domine, prompte et sincere (kepadaMu ya Allah
kupersembahkan hatiku dengan segera dan tulus). Ketika Allah memanggil ,dia
segera datang. Ketika Allah meminta, ia segera memberi. Ia berikan dengan
tulus. Itu reformasi. Semoga itu yang kita miliki di hadapan Allah.