(Kelas
Pembinaan Tiranus kedua. 26 April 2015)
Pdt. Irwan
Hidayat
1 Kor 9:24-27
24
Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta
turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena
itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!
25
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan,
menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh
suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.
26
Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang
sembarangan saja memukul.
27
Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah
memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
1 Tim 4:12-16
12
Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah
teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu,
dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
13
Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab
Suci, dalam membangun dan dalam mengajar.
14
Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah
diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua.
15
Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata
kepada semua orang.
16
Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam
semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu
dan semua orang yang mendengar engkau.
Pendahuluan
Topik
ini tidak mudah diwujudkan dan dilakukan dalam hidup kita. Kita bicara tentang
integritas dalam konteks pelayan Tuhan. Sebagai pelayan Tuhan , kita dituntut
untuk memenuhi banyak kualifikasi (harus punya kecapakan, menguasai berbagai
hal). Kualifikasi ini baik, namun satu hal yang paling dituntut dari seorang
pelayan TUhan akhirnya adalah integritas.
Integritas
Definisi
integritas menurut KBBI adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan
kewibawaan; kejujuran. Bicara integritas berarti berbicara tentang aspek
kehidupan kita secara utuh. Apa yang dipikir, diucapkan , dipercaya dan dilakukan
adalah satu (utuh). Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford) defisininya : the state of being whole and undivided.
Suatu kondisi menyeluruh sebagai satu kesatuan dan tidak terbagi / terpecah.
Tanpa integritas kita tidak bisa melayani dengan baik. Apa yang dipikirkan sama
dengan apa yang diucapkan dan dilakukan,. sama saat di gereja, di kantor atau
di mana pun. Kegagalan pelayan Tuhan bukan karena kekurangan skill atau kemampuan. Skill bisa diajarkan dan dikuasai,
kemampuan bisa dilatih namun integritas menyangkut karakter. Orang yang tidak
berintegritas akan sulit dihadapi. Di Jawa Tengah ada istilah jarkoni (iso ujar
ora iso ngelakoni yang berarti bisa bicara tapi tidak bisa melaksanakan). Kamu
bisa mengajar tapi tidak bisa melakukan (hidupmu tidak begitu). Kamu bilang
seorang pelayan Tuhan ketika melayani Tuhan harus melayani begini-begitu tapi
kamu sendiri kenapa tidak melakukan seperti itu. Beberapa hamba Tuhan yang
besar dan pengkotbah yang sangat baik dan talented
jatuh karena tidak punya integritas. Khotbah yang paling baik adalah hidup sang
pengkhotbah sendiri (bukan apa yang disampaikan di mimbar). Khotbah di mimbar
untuk durasi 20-40 menit persiapannya lebih mudah dan jauh lebih sulit adalah
hidupnya. Khotbah paling asli adalah apakah dia menghidupi apa yang dia ajarkan,
apa yang dia lakukan, apa yang dia minta lakukan pada jemaatnya. Banyak hamba Tuhan
tidak dihargai jemaat dan rekan junior nya karena tidak punya integritas. Di
mimbar bagus, tapi di bawah mimbar jangan tanya. Di mimbar memukau, di bawah mimbar Wallahu
A'lam(Allahlah yang Maha Mengetahui atau Allah yang lebih tahu). Itu tidak
punya integrtias.
Seorang pelayan Tuhan terkait dengan beberapa pihak
dari pelayanannya.
a.
Diri Sendiri
b.
Orang lain (rekan
kerja, yang dilayani)
c.
Pekerjaan
pelayanan
d.
Allah yang
dilayani
1.
Integritas Nampak di Dalam Diri
a. Hidupnya
adalah pelayanannya.
Sendiri harus bisa mengurus dirinya. Integritas harus terlihat
di dalam diri sendiri. Hidup seorang pelayan Tuhan adalah pelayanannya. Kita
tidak bisa memisahkan antara diri sebagai pelayan Tuhan dengan hidup kita. Misal
: di gereja saya sebagai hamba Tuhan dan di sekolah teologi sebagai dosen.
Boleh tidak suatu kali saya sedang cuti lalu saya berpikir, “Waktu saya di Bali
saya tidak sedang menjadi pendeta (hamba Tuhan). Karena saya sedang cuti maka saya
akan dugem, minum-minum, mabuk-mabukan sampai teler, mumpung sedang tidak jadi
pendeta. Setelah cuti selesai, baru saya jadi pendeta lagi?” Tidak mungkin!
Kadang ada yang berkata, “Tidak bisa menjadi seorang hamba Tuhan full-time” ini salah. Karena berbicara
tentang hidup orang yang melayani Tuhan adalah pelayanannya. Status
pelayanannya tidak bisa dipisahkan dari hidupnya. Jadi seorang guru sekolah
minggu, pengurus, majelis , ke mana pun mereka berada status sebagai pelayan
Tuhan terbawa. Kehidupan dia adalah panggung pelayanannya. Bukan saja saat berada
di gereja pada hari Minggu tapi seluruh kehidupannya adalah panggung
pelayanannya.
-
Hidup
kesehariannya (life style)
Bagi seorang hamba Tuhan yang berintegritas “seluruh
kehidupanku adalah pelayananku”. Tidak bisa ia mengatakan, “Yang ini bagian
pelayanan saya sedangkan yang itu bukan!”. Status sebagai hamba Tuhan tetap
terbawa. Kalau majelis bekerja dengan cara kotor, tidak jujur dan suatu kali
orang non gereja melihatnya, maka kelakuannya akan dikaitkan dengan statusnya “Katanya majelis
gereja, tapi kalau kerja kotor benar!” Ketika memutuskan menjadi seorang hamba
Tuhan maka ia sudah memperhatikan life style
(gaya hidup) nya. Di sekolah teologi , mahasiswa diajar untuk melihat dirinya sebagai
hamba Tuhan. Mahasiswa tidak boleh pakai kaus dan sandal (apalagi sandal jepit).
Semua memakai sepatu walau di perpustakaan. Ada yang berkata, “Bukankah yang
penting pakai baju? Apa bedanya?” Ini bukan masalah kain atau kerah tapi bagaimana
seorang hamba Tuhan membawa diri. Bagaimana kesan jemaat bila hamba Tuhan pada
hari minggu memakai kaos dan saat rapat majelis memakai sandal? Hal ini tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan seharinya sebagai hamba Tuhan. Bagaimana membawa
diri sebagai hamba Tuhan adalah hal yang penting. Dalam pelayanan maka kita
harus hati-hati karena status kita sebagai pelayan Tuhan tidak terpisah dari
kehidupan kita. Di mana saja kita berada, kita tetap seorang pelayan Tuhan.
Perkataan dan cara berpakaian kita dikaitkan dengan status kita sebagai pelayan
Tuhan.
Rasul Paulus dalam 1 Kor 9:27 mengatakan Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya
seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku
sendiri ditolak. Ketika berbicara tentang tubuh, Rasul Paulus tidak bermaksud
mengatakan hanya tubuh jasmani saja yang merupakan lambang kehadiran (keberadaan
kita dimanifestasikan melalui tubuh). Menguasai tubuhku berarti menguasai hidupku
supaya setelah memberitakan Injil jangan aku sendiri ditolak. Bila ada
pengkhtobah yang sangat bagus penggembalaannya luar biasa, tapi cara hidup
sehari-harinya tidak sesuai dengan firman Tuhan maka kita akan menolaknya.
Karena itu perhatikanlah cara kita hidup!
-
Pergaulan,
komunitas.
Kita boleh dan harus bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan.
Namun bagaimana bergaul dan punya komunitas mempengaruhi keberadaan kita
sebagai hamba (pelayan) Tuhan. Saya pernah melayani di sebuah gereja. Saat
mendengar khtobah pendeta di gereja itu, saya merasa sangat bagus dan saya
ingin seperti dia. Namun sayangnya sang pendeta punya satu kumpulan teman-teman
yang rupa-rupanya menarik dia melakukan sesuatu yang tidak benar sehingga akhirnya
ia tersangkut paut dengan bisnis kayu illegal yang disimpannya di gereja.
Begitu digrebek polisi, gereja yang digeledah dan para majelis diinterogasi!
Dengan siapa kita bergaul perlu dipertimbangkan, mengingat status kita sebagai seorang
pelayan Tuhan. Jangan sampai orang tidak mau datang ke gereja, karena kita tidak
punya integritas dalam keseharian (pergaulan dan komunitas) kita.
-
Performance
(kerapiahan, kesompanan, kesahajaan).
Setiap gereja punya gaya, aturan (tertulis atau tidak
tertulis) tentang bagaimana seorang hamba Tuhan membawa dirinya, kostum dan
kesehariannya. Waktu kami remaja, saat pembinaan dikatakan bahwa, “Kamu boleh memakai
baju dan model apa saja karena uangnya punya kamu sendiri. Memang boleh tetapi
pikirkan satu hal! Pikrikan prinsip Rasul Paulus dalam Roma 14:20-21 Janganlah engkau
merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci,
tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah
engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu
sandungan untuk saudaramu. Saat remaja, ada yang bertanya,”Mengapa sih saya
yang belum tua tapi kalau ke gereja tidak boleh memakai celana jean bolong, rok
yang ‘kurang kain’, dan pakai tangan buntung ke gereja. Itu kan hak saya, duit
saya, badan saya. Apa urusannya dengan anda?” Waktu menyerahkan diri sebagai
seorang pelayan, berarti menyerahkan hak kita kepada Tuhan. Yang sebetulnya kalau
kita mempersoalkan hak, apakah kita punya hak? Seharusnya kita sudah binasa, sehingga
apakah kita punya hak? Waktu diangkat dari jurang kebinasaan kita seharusnya
tidak punya hak. Kita menyerahkan hak kita sebagai pelayan Tuhan. Kita harus
menjaga dan melihat hidupku, caraku, pergaulanku, apa yang kukenakan,
kehidupanku seluruhnya adalah pelayanan agar Tuhan dipermuliakan. Mari kita
jaga! Ketika bicara tentang ‘integritas dalam diri kita’ harusnya hal itu nampak
dalam diri kita.
b. Integritas
dalam perkataan, perbuatan, pikiran/perasaan (motif)
Saya pernah diutus untuk melayani sebuah gereja di
semarang sehingga saya pernah melayani 18
tahun di Semarang dan 5 tahun di Surabaya. Padahal saya lahir dan besar
di Jakarta. Untuk beradaptasi di Semarang saya merasa sulit karena orang di
jawa Tengah sangat tertutup. Contoh : saat hati seseorang kesal, ia masih bisa
bertanya, “Pak apa kabar?” Hatinya tidak mau mengungkapkan kekesalannya. Kalau mau
menegur seseorang, maka perkataannya akan berputar panjang (tidak straight to the point). Ssaya kalau berbicara
langsung ke masalah sedangkan orang Jawa Tengah bicaranya harus berputar-putar
sehingga suatu kali saya mendapat kesan, “Ini yang di mulut berbeda dengan di
pikiran dan di hati. Orang bisa senyum padahal hatinya dongkol. Orang bisa cool padahal ternyata menusuk dari
belakang. Itu kesan awal. Setelah lama melayani saya akhirnya paham. Integritas
sebagai pelayan Tuhan berkaitan dengan diri sendiri karena orang lain (teman
dan rekannya) tidak tahu hanya engkau dan Tuhan yang tahu. Kita punya satu
kesatuan (undivided), apa yang
kulakukan, pikirkan dan rasakan, tidak terpisah. Tanpa integritas ini, maka akan
terjadi kemunafikan. Orang yang munafik, ngomongnya A padahal di dalam hatinya
B. Kita ajarkan A, kalau tidak terlihat yang dilakukan B. Ada guru sekolah
minggu yang berkata,”Anak-anak harus rajin baca Alkitab.” Padahal dia sendiri
tidak baca. Rick Warren berkata, “Orang lebih tertarik untuk pagi-pagi baca
Koran daripada baca Alkitab. Koran lebih dicintai dan bisa dibawa-bawa ke ruang
pribadi seperti kamar mandi karena tidak ingin ketinggalan berita.” Kita dalam
proses berjuang untuk memiliki integritas. Kalau saya mengkhotbahkan sesuatu
yang tidak saya lakukan, alarm di dalam hati saya berbunyi, “munafik kamu.”
Saya berdoa, “Ajari saya Tuhan agar melakukan apa yang akan saya khotbahkan.”
Bicara integritas harus sinkron antara pikiran, perasaaan, perkataan dan
perbuatan . sehingga tidak ada yang menuduh kita. Tuhan memberikan kita hati
nurani sehingga ketika ada yang tidak sesuai, maka alarmnya akan bunyi. Contoh
: ketika menjadi pelayan Tuhan di gereja, laku keesokan harinya melakukan
sesuatu yang tidak cocok dengan firman Tuhan, maka alarmnya berbunyi.
c.
Kredibilitas (keuangan, dll)
2 Tim 2:2 Apa
yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu
kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.
Salah satu ujian bagi kredibilitas seseorang (apakah
orang dapat dipercaya atau tidak) adalah dalam hal keuangan. Kalau ia kredibel
dalam hal keuangan, hampir dipastikan ia kredibel dalam hal lain. Suatu kali,
saya berkhotbah di sebuah gereja dan majeslinya berpesan, “Pak, kami serahkan
viaticum Bapak setelah kebaktian 1. Bapak harus berhati-hati menyimpannya”
Ternyata pengkhotbah minggu lalu mendapat viaticum di ku 1 lalu menaruh di tasnya
yang diletakkan di ruang konsistori (ruang untuk para panatua). Ketika KU II
selesai dan mau pulang, ia memasukkan Alkitabnya ke dalam tas , amplop viaticumnya
sudah hilang. Padahal sewaktu mau kebaktian, pintu konsistori sudah di tutup.
Jadi tidak mungkin ada orang luar yang masuk dan konsistori dilengkapi kamera
CCTV. Ternyata setelah diputar rekamannya diketahui panatuanya yang mengambil.
Di gereja tempat kami melayani dulu, saat menghitung uang kolekte oleh banyak
orang, ternyata ada yang sambil menghitung, uang dimasukkan ke kantong sendiri
dengan cepat. Orang mungkin tidak tahu. Tetapi seorang pelayan Tuhan yang tidak
kredibel, dipastikan tidak punya integritas. Dalam 2 kasus di atas, keduanya
jatuh. Imun (kebal) untuk pendeta dan pengurus? Tidak.! Ketika dulu melayani di
salah satu jemaat, ada pengurus komisi yang membuat laporan tanpa kwitansi.
Gereja umumnya menjadi tempat yang sangat mudah
untuk melakukan hal seperti ini. Karena kita didasarkan pada kepercayaan.
Kita punya tidak integritas dalam hal itu (bisa dipercaya)?. Maka saya tidak
mau membantu menghitung uang kolekte. Setelah selesai khotbah saya menyingkir
dari ruang itu, karena menurut saya tidak baik. Keredibilitas kita
dipertaruhkan.
d. Spritualitas
(Christian values – fruits of the Spirit)
Seorang yang punya integrits terlihat dari
spiritualitasnya. Nyata adalam kehidupan kreohaniannya. Ada nilai Kristen yang nampak
dari hidupnya. Ini tidak bisa dipungkiri. Tetapi
buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri. (Galatia 5:22-23). Kejujuran dan kebenaran akan nyata
dalam hidup pribadinya.
2.
Integritas akan terlihat dalam kerekanan
.
a. Partner atau saingan
-
Iri
hati
Bagaimana kita memandang rekan kerja? Sebagai partner
atau rival? Bagi guru Sekolah Minggu senior yang tiba-tiba didatangi guru Sekolah
Minggu baru, maka kalau tidak terlalu menonjol maka menganggapnya sebagai
pendatang baru biasa. Namun kalau orangnya sangat berbakat dan disukai
anak-anak, maka sangat mungkin muncul rasa iri hati, tidak suka atau tidak
senang. Sebelum pindah ke STT, selama 18 tahun saya pelayanan di GKI Surabaya.
Kami (saya dan adik kelas kelas saya bernama Samuel) melayani berdua di gereja
tersebut. Setelah 3,5 tahun tidak memiliki pendeta, kami masuk dan diteguhkan berdua
menjadi pendeta di gereja tersebut. Saya kemudian berbicara dengan Samuel . Ia
mengatakan “Passion saya bukan di
mengajar dan berkhotbah. Jadi kamu yang lebih banyak di mengajar dan
berkhotbah. Saya akan focus ke penggembalaan saja.” Saya menanggapi, “Saya
bukan gembala yang baik. Jujur saya bukan tipe gembala yang bisa menyebutkan nama
orang sambil memberi salam dan menghafal nama anak cucu jemaat. Saya tidak sanggup seperti itu. Saya tidak fokus ke penggembalaan ,pembesukan dan
konseling. Kebetulan saya lemah di situ. Passion
saya mengajar.” Dengan demikian di antara kita berdua tidak ada masalah. Lalu
kami berdua sampaikan ke rapat majelis. “Saya focus banyak mengajar yakni 18
sesi, sedangkan Samuel mengajar 2. Saya akan besuk, tapi Samuel yang berangkat
dahulu, lalu saya menyusul. Saya fokus ke pembinaan. Karena seorang pendeta
tidak semua bisa. Pendeta tidak bisa unggul dalam semua hal, kalau begitu pendeta
umurnya pendek.” Majelis setuju. Kami senang karena antara pendeta bisa saling
mengerti. Tapi ketika saya banyak berhotbah dan Samuel sedikit berkhotbah , ada
jemaat yang bertanya kepada saya, “Mengapa Samuel tidak dikasih khotbah? Apa khotbahnya
putar-putar dan saya tidak mengerti?”. Sebaliknya ada juga jemaat yang dibesuk
Samuel yang berkata, “Pak terima kasih sudah dibesuk. Bapak penuh perhatian
sedangkan Pak Irwan kurang perhatian.” Untung antara kami terjaga komunikasinya
sehingga kita saling memberi informasi. Jemaat yang memuji saya dan merendahkan
rekan saya itu atau sebaliknya tidak masalah. Kadang muncul perasaan ini sainganku
dan perbandingan, hal itu wajar. Tetapi masalahnya kalau dibanding-bandingkan
(beda dengan membandingkan). Karena
sangat mungkin kita bisa injak kepala rekan kita suapaya kita lebih tinggi.
Saya keluar dari gereja di semarang dengan menangis, saya tidak ribut dengan
rekan dan jemaat. Waktu saya keluar gereja dalam kondisi seperti orang habis
berperang. Kami pendeta bertujuh. Yang senior merasa tidak nyaman, dengan
kehadiran yang yunior. Saya pikir , “Ada apa sih? Kalau Hamba Tuhan disharmoni,
maka tanggal 31 Desember malam saat orang sedang enak makan di restoran menjelang
pergantian tahun, kami mengikuti rapat. (setelah kebaktaian pk 7 malam).
Makannya ribut sambil gebrak meja, sampai majelis terpecah dua. Sebagian
panatua keluar dan exodus ke gereja lain.” Akarnya kolegitas merasa rekan bukan
partner tapi saingan. Kalau seorang pelayan Tuhan punya integritas, ia akan
tunjukan ke rekannya sebagai mitra.
-
self
– glorification (memuliakan diri)
Kalau membuat Kritus dimuliakan maka kita akan senang.
Ketika dalam pelayanan, kita mencari self-glorfication
tetapi bukan soli deo Gloria (artinya
hanya Tuhan yang dimuliakan atau pujian hanya bagi Tuhan) tapi soli daku Gloria
(kemuliaan hanya untuk aku), maka ujung-ujungnya
gereja pecah.
b.
Saling (banyak kata saling dalam Alkitab).
Ini menjadi hal yang penting. To each
other.
c.
Kenosis
Fil 2:1-7 Jadi karena
dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada
kasih mesra dan belas kasihan, karena
itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam
satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau
puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Sebagai seroang pelayan Tuhan yang berintegritas
apakah kita sanggup mengosongkan diri kita supaya Tuhan saja (bukan aku) dan tidak menganggap diri kita yang utama, kita
pikirkan orang lain.
d.
Mindset “satu” team building , kita satu tim dan tidak
menonjolkan diri.
Ef 4:4-6 satu tubuh,
dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang
terkandung dalam panggilanmu, satu
Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu
Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam
semua.
1 Kor 12:20 Memang ada
banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh.
3.
Tunjukkan Integritas dalam Mengerjakan Pekerjaan
Pelayanan (Profesionalisme)
a.
Seperti untuk Tuhan
(Kol 3:23 Apapun juga
yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan
bukan untuk manusia.)
- yang
terbaik bukan asal.
Ada banyak definisi tentang profesionalisme. Memanggil
pemusik professional terkait bayaran. Ada suatu tingkat kualitas terbaik.
Bicara tentang pelayanan gerejawi, seringkal kita tidak bisa mengerjakan secara
professional dan berkata,”Ini kan hanya untuk gereja saja!”. Apakah kalau untuk
gereja kualitasnya KW2? Apa memberi ala kadarnya? Kalau punya integritas, dia
tahu memberi yang terbaik. Waktu mengerjakan pelayanannya, akan meiakukan
dengan sebaik-baiknya. Terkadang kalau khotbah “yang dengar hanya anak kecil” anggapannya
tidak perlu disiapkan padahal Tuhan Yesus duduk di kelas dan mendengarkan.
Sedih kalau pekerjaan sekuer dilakukan secara professional tapi yang rohani
kehilangan profesionalisme.
-
disiplin
(waktu pekerjaan)
b.
persistence / perseverenace (ketekunan)
(Rm 5:3-4 Dan bukan hanya itu saja.
Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa
kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan
tahan uji menimbulkan pengharapan.)
Mendengar hamba Tuhan mogok melayani bukan sesuatu
yang baru. Ada hamba Tuhan yang berdoa, “Tuhan susah sekali pelayanan ini, saya
tidak suka dengan orang itu. Saya lebih baik keluar.” Seperti Abaraham dan Lot,
saya ke sini kamu ke situ. Akhirnya banyak orang yang dalam melayani putus di
tengah jalan. Kelihatan sekali tidak professional. Kalau saya senang, akan saya
lakukan. Sebaliknya kalau saya tidak senang, saya tinggal. Begitukah pelayanan
yang sebenarnya? Apakah itu orang yang punya integritas? Kalau dia punya
integritas dan dinyatakan dalam pelayanannya, maka ia akan punya ketekunan.
c. kesetiaan sampai akhir (2 Tim 4:8)
Sekarang telah tersedia
bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang
adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua
orang yang merindukan kedatangan-Nya.
d. rahasia jabatan.
Sebagai pelayan professional maka kita harus menjaga rahasia
jabatan. Apa yang dibicarakan di rapat, tidak menjadi siaran berita. Mungkin
banyak orang yang punya talenta jadi presenter Silet (sebuah program informasi
hiburan di TV). Rapat majelis baru diadakan semalam, besok paginya isi rapat
sudah ketahuan. Seakan-akan tembok rapat ada kupingnya. Itu bukan tembok. Apa
yang dibicarakan di rapat majelis, tidak boleh diceritakan kepada pasangan
(istri atau suami). Pasangan juga jangan bertanya “Apa yang dibicarakan saat rapat?” Biasanya kia suka merohanikan, “Eh jangan
bilang-bilang, jangan kasih tahu orang. Saya hanya kasih tahu ke kamu.” Karena
itu berarti ia sudah memberi tahu ke 10 orang kalimat rohani ,” mohon didoakan”.
Rick Warren menulis, “Domba meninggalkan
gembala bukan karena serigala tapi oleh sesama domba.” Kita jaga
profesionalisme dalam pelayanan.
4.
Berintegritas di Hadapan Tuhan
a.
Fulfilling Gods’ Will
.
Tuhan Yesus sedang berdoa untuk muridi-muridNya (judul
perikop doa Yesus untuk murid-muridNya). Ada 1 ayat “nyelip”, Yoh 17:4 Aku telah mempermuliakan Engkau di
bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk
melakukannya. I’ve glofied you by
fulfilling pekerjaan yang engkau suruh aku kerjakan. Suatu kali mampukan
mengatakan, Tuhan saya sudah selesai. Tetapi permisi tanya, ukuran selesai apa?
Selesai masa jabatan. Selesai emeritus baru bisa ngomong. Makananku adalah
melakuakan kehendak dia yang mengutus aku. Ukuran selesai (membawa kemulian
buat TUhan0 bukan ukuran masa jabatan , waktu sudah emertisu karena sangat
mungkin walau sudah emeritus belu melakukan kehendak Tuhan. Majelsi selesai
masa ajbatan, pedneta emeritus belum melakuakn kehendak Tuhan. Ini yang saya
takutkan, Tuhan jagan sampai waktu habis, umur tua, saya emertitus tapi
kehendak Tuhan belum terlaksana. Satu hal yang kita bisa tunjukkan, kita ingin
TUhan senang, berkenan atas pelayanan kita. APa ayng paling Tuhan kehendaki?
Filospfi : dari Cat and Dog theology (Bob Sjorgren) Keesaran diri ditandai dari
Berapa banyakkah orang usdah aku layani. Tuhan yesus : ekbesaran diri seseroang
tidak terleteak pada berapa banyak orang yang melayani tapi terletak pada
berapa banyak orang yang dia layani sewaktu hidup. Waktu bisa selesai kapan
saja , oleh karena ini kita harus punya hati yang jujur untuk melayani lebi
hbanyak .
b. Tuhan senang, puas berkenan,
Terhadap pihak ini kita akan memikirkan integritas
semacam apa yang harus dimiliki pelayan Tuhan.
QA
1.
Bagaimana bila ada
yang berkata, “lebih baik saya tidak melayani daripada menjadi batu sandungan” ?
Hal ini harus diselidiki, apakah punya alasan yang
kuat dan cukup prinsip. BIla iya maka kita bisa menerimanya. Tapi kalau hanya
karena ia merasa saja dan bukan hal yang prinsip, maka kita harus berikan
dorongan pada orang itu. Apakah pelayanan menuntut kesempurnaan? Mari kita melayani
dalam keterbatasan. Memang ada orang yang dalam pertimbangan yang matang mengatakan,”tidak melayani dulu kalau tidak
jadi batu sandungan”.
2.
Bagaimana bila
menghadapi seorang guru SM yang mengatakan , “Sudah cape tidak mau melayani.”?
Harus dikasih tahu bahwa “Tuhan tidak pernah capai”.
Pasti ada sesuatu dengan kerohanian orang itu sehingga merasa kering dan jenuh.
Harus didorong mengapa akan berhenti? Persoalan harus dibereskan dengan
spiritualitas. Ada yang ingin cuti sebulan karena cape dan jenuh. Kadang orang
butuh sesuatu untuk melihat sesuatu berbeda. Perlu berhenti sejenak untuk
berjalan lebih jauh. Terkadang memang dibutuhkan hal seperti itu. Guru SM saat saya
ikut persekutuan SM sekarang masih jadi GSM sampai saat ini. Selama kebutuhan wajar maka menurut saya
masuk akal untuk memahami kebutuhan seperti itu. Kalau karena capai , harus
didorong untuk tetap melayani.
3.
Kadang saat
diminta melayani sebagai penterjemah, saya merasa tidak mampu. Saya merasa
seminggu pergumulan berat sekali. Jadi atau tidak. Jadi rasa gelisah selama
seminggu. Jadi harusnya bagaimana?
Kadang kita merasa harus melakukan sesuatu dengan
standard kita. Padahal yang diminta dari kita tidak seperti itu. Saat ujian
kita merasa ujian berat sekali karena standard itu, padahal yang membuat berat
karena kita memikirkannya berat. Menjadi translator adalah menjadi penyambung
lidah, orang yang tidak paham bahasa diterjemahkan. Targetnya membuat orang
mengerti. Ada banyak orang yang mengemas kata-kata lebih bagus. Tetapi ada
standard tinggi yang ditetapkan diri sehingga menjadi beban. Dulu saya merasa
khotbah saya harus seperti ini itu karena banyak pendeta emeritus datang,
sehingga beban mental. Jadi saya harus siapkan yang excellent. Padahal bila tidak ada pendeta senior apa jadi tidak
excellent? Kita jadi diri kita , do out
best and let God do the rest. Kita lakukan yang terbaik agar tidak
terbebani diri sendiri sehingga tidak damai sejahtera.
4.
Bagaimana bila ada
hamba Tuhan yang diundang menilai jemaat suam-suam kuku dan merasa terjebak?
Dijawab : itulah sebabnya kami undang Bapak. Itu gunanya Tuhan mengutus
hambaNya untuk menegur, mendorong jemaatNya lebih baik. Memang kalau jemaat
sudah cukup baik dan sempurna hamba Tuhan baru mau ke sana? Tuhan Yesus saja
berkata, “Aku datang bukan untuk orang sehat melainkan untuk orang sakit”. Hamba
Tuhan diutus ke gereja yang membutuhkan pelayanannya, untuk itulah dia
diundang.
5.
Apa indicator
pelayan tuhan yang suam-suam kuku?
Kitab Wahyu : suam kuku tidak panas dan dingin. Apakah
orang ini tidak percaya? Bukan tidak percaya, karena mengaku Kristen. Meayani
tetapi tidak setia dalam pelayanan. Itu seperti suam-suam kuku maka “Aku akan
memuntahkan engkau”. Hidup kita sebagai pelayan Tuhan punya nilai yang jelas
supaya tidak suam-suam tapi sungguh-sungguh berkomitmen.
6.
Hasil rapat besoknya
bocor. Orang yang bocorkan, ia ingin kasih tahu bahwa ia tahu. Bagaimana
menghadapinya?
Menghadapi orang yang tidak dewasa , ada orang yang cepat
berkata dan lambat mendengar (terbalik dari Alkitab), orang yang suka
menceritakan sesuatu yang tidak patut , apalagi terkait dengan orang, hal itu
harus diingatkan. Apalagi orang yang melayani dalam struktur kepengurusan ,
kemajelisan. Indikatornya seorang hamba Tuhan adalah ia bisa menjaga rahasia. Karena
bila tidak, celakalah karena tidak ada jemaat yang mau konseling. Karena bahan
konseling bisa jadi ilustrasi khotbah.
7.
Ada gereja yang
mau pelayanan harus dilatih bahkan diaudisi dulu, ada juga yang coba dulu.
Bagaimana bersikap?
Rick Warren berkata lihat SHAPE anda saat dipanggil
untuk melayani. Spiritual gift, Heart (keinginan hati), Ability (kemampuan), Personality,
Experiences. Tuhan waktu menciptakan dan membentuk kita dengan 5 unsur itu.
Shape itu menentukan bidang pelayanan kita. Efe
2:10 Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang
dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Maka
waktu Dia ciptakan kita tidak sembarang. Supaya SHAPE itu sesuai pekerjaan.
Kalau kita sudah yakin dengan SHAPE kita, kita tidak perlu coba. Ada juga setelah
coba, kita tahu bidang kita apa. Kalau kita belum yakin SHAPE kita apa, untuk
mengetahui SHAPE kita dengan mencobanya. Jadi tidak ada yang benar dengan
mutlak. Mencoba ada baiknya untuk tahu SHAPE kita. Setelah tahu bidang kita
apa, kita tahu apa yang kita kerjakan. Saya paling berat disuruh pelayanan ke
anak-anak. Suatu kali saya diminta menjadi pembina SM, untuk pimpin KKR
anak-anak. Saya paling susah bicara dengan anak-anak yang saat kita bicara di
depan, mereka malah goyang sana-sini. Saya bisa bertobat. Suatu kali saya di
Bandiung diminta pimpin persiapan SM di suatu gereja (kebetulan waktu itu sedang
stay di Bandung cukup lama). Saya
tidak focus untuk persiapan pelayanan anak. Paling hanya dapat eksposisi dari ayat
yang digunakan. Tentang bagaimana pernak-perniknya saya menyerah. Jadi lebih
baik jangan undang saya karena banyak hamba Tuhan yang fokusnya untuk anak-anak. Bukan saya
tidak peduli karena saya tidak focus ke situ. Untuk eksposisi ayat , ada yang
bisa arahkan. Saat diminta coba saya katakan tidak. Saya tahu SHAPE saya bukan
disitu. Dalam hal itu saya tidak perlu coba. Tapi kalau masih mau mencoba, tidak
ada salahnya.
Bisa juga kita mengambil dari sisi : “gereja besar
punya source banyak sehingga bisa select, gereja kecil bisa coba-coba kalau
tidak, bisa tidak jalan. Bisa jadi, hukum tentang SHAPE tidak kaku “saya hanya
mau di sana tidak di tempat lain”, ketika mendesak dan dibutuhkan , kita tetap
harus melakukan sesuatu di luar SHAPE kita karena itu kebutuhan. Bukan harga
mati yang tidak bisa dibargain lagi.
Karena kita melayani di tempat yang
tepat.
8.
Bagaimana untuk
penempatan orang dalam kepantiaan?
Tidak ada salahnya untuk mencoba karena untuk
mengetahui SHAPE bisa dari orang lain. Ada orang yang diberi kesempatan dan
ternyata bagus . Bagaimana mengetahui orang lain punya kemampuan seperti dia
kalau tidak diberi kesempatan. Mencoba orang untuk ditempatkan apakah mahir di
bidang tertentu tidak ada salahnya dengan pertimbangan tertentu.
Tentang empat jendela, semua orang tahu , kedua saya
tahu orang lain tidak tahu. Ketiga yang tahu dirinya sendiri tidak tahu orang
lain tahu. Keempat hanya Tuhan yang
tahu. Kalau kita lihat orang bisa, tetapi ia merasa tidak bisa, maka kita bisa
mengajak. Bagaimana tahu kalau tidak pernah mencobanya. Ijinkan untuk memberi
kesempatan apakah tempatku di sana atau tidak. Berikan kesempatan pada diri
sendiri. Apakah betul tempatnya di situ. Tapi bisa juga orang merasa saya bisa di
sekolah minggu tapi saya tidak sanggup.
9.
Bagaimana
pandangan tetnang pelayan yang non full-time yang dibayar karena
profesionalisme?
Kalau undang orang dari luar dibayar. Sedangkan dari
dalam tidak. Ini kembali ke teologia dan budaya gereja tertentu. Secara
tradisi dan culture , ada sifat
pelayanan yang volunteer sukarela, seperti GSM, paduan suara, pengurus dan jiwa
itu menjadi jiwa pelayanan yang sungguh bukan karena motif yang lain. Dalam kemajuannya
ada orang yang profesionalisme diundang lalu dibayar (hired). Ini terjadi
karena kekurangan resources, tapi gereja-gereja lain bukan saja kekurangan
resoures, namun menjadikannya budaya mereka. Artinya banyak sources dan
dibayar. Secara pribadi, saya belum mau masuk ke sana. Sebab kalau demikian
maka kita masuk ke dalam suatu system yang diberlakukan secara menyeluruh.
Begitu satu dibegitukan maka yang lain sama. Lalu lama-lama orang melakukan
sesuatu di gereja ini karena di-hire. Gereja jadi perusahaan. Orang bekerja dan
contribute dan mendapat kompensasi.
Beda dengan bantuan transportasi. Dalam jumlah memadai untuk transport saja
karena ada yag harus bolak balik ke gereja dalam seminggu sehingga mendapat
bantuan dalam transportasi. Saya okey saja. Tapi kalau judulnya di-hire maka
akhirnya main berapa jam dan pemain music bisa mengatakan “kami juga cape”.
Lalu anggota padus komentar,”Apa kami tidak capai?” Majelis juga bisa berpikir
yang sama. Kami rapat sampai malam, bagaimana? Ini harus dikaji. Maka secara
pribadi belum ke sana.
10. Bagaimana menanggapi cara orang berkata-kata karena
kata-katanya bisa terdengar tidak biasa bagi yang lainnya?
Untuk perkataan, harus kenal culture. Karena kultur di
satu kota beda dengan yang lain. Bisa saja oke di satu gereja bisa tidak oke di
gereja lain seperti Timotius dikatakan “jadilah teladan dalam perkataanmu”.
Jangan sampai setelah memberitakan Injil lalu ditolak. Betapa penting perkataan
diperhatikan.