Pdt. Karyanto Gunawan
14 "Sebab hal
Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang
memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.
15 Yang seorang diberikannya lima talenta, yang
seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut
kesanggupannya, lalu ia berangkat.
16 Segera pergilah hamba yang menerima lima
talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.
17 Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat
demikian juga dan berlaba dua talenta.
18 Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu
pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.
19 Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba
itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.
20 Hamba yang menerima lima talenta itu datang
dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan
kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.
21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam
perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
22 Lalu datanglah hamba yang menerima dua
talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku
telah beroleh laba dua talenta.
23 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul
tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
24 Kini datanglah juga hamba yang menerima satu
talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam
yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat
di mana tuan tidak menanam.
25 Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan
talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
26 Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang
jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku
tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?
27 Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu
kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku
menerimanya serta dengan bunganya.
28 Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya
dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu.
29 Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya
akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai,
apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
30 Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu
ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak
gigi."
Pendahuluan
Ada
sebuah video di Youtube berjudul “Winner of China's Got Talent Final 2010 -
Armless Pianist Liu Wei Performed ‘You Are Beautiful’”. Liu Wei adalah pianis
tak berlengan dan hanya menggunakan jari-jari kakinya memenangi final China's
Got Talent di Stadion Shanghai saat berusia 23 tahun. Pertama kali
memperlihatkan video ini ke anak saya yang saat itu masih SD, ia berkata, “Ini
pasti masih bohong.” Waktu itu dia tahu betapa tidak mudahnya bermain piano
dengan jari tangan. Jadi saya suruh coba untuk memainkan piano dengan jari kelingking
kakinya. Ternyata semua jari ikut turun.
Ia
seperti Nick Vujicic (lahir 4 Desember 1982 di Melbourne, Australia) yang tidak
punya lengan dan kaki. Untuk menyisir rambutnya, Nick menancapkan sisir di
dinding lalu kepalanya yang digoyang-goyang. Hidup Nick sudah menjadi berkat
bagi banyak orang. Kita pun sebagai orang normal mungkin tidak bisa berbuat apa yang diperbuat
Nick. Di Korea Selatan ada seorang anak Mongoloid, Hee Ah Lee (lahir 9 Juli
1985 di Seoul, Korea Selatan), yang dikenal sebagai anak yang memainkan piano
dengan 4 jari (the four-finger-pianist). Bukan saja ia mengalami cacat
fisik tapi juga cacat mental. IQ-nya
rendah sekali. Tapi ia bisa bermain piano sampai ke Gedung putih. Dan pernah
datang ke Indonesia beberapa kali untuk menghimpun dana untuk Yayasan Pembinaan
Anak Cacat (YPAC). Banyak orang yang lahir dengan kondisi tidak sebaik kita, namun
mereka memberi sumbangsih pada orang-orang di sekitarnya.
Liu Wei lahir pada tangal 7
Oktober 1987 di Beijing. Pada usia 10 tahun, ia bermain petak umpet bersama
teman-temannya. Tanpa disadari, ia bersembunyi di suatu tempat yang ada kabel listrik
bertegangan tinggi. Waktu tersentuh, ia terpental dan tak sadarkan diri. Ia
baru sadar setelah 45 hari berada dalam kondisi kritis di rumah sakit. Saat
sadar, ia sudah tidak punya lengan. Ia
menangis sedih. Jangankan mengejar mimpi menjadi musisi profesional dan
produser musik ternama, makan saja ia bingung bagaimana caranya! Orangtua
adalah pihak pertama yang menyadarkannya. Mereka bilang, Liu harus segera
bangkit dan melanjutkan hidup. Saat itu, mereka bisa membantu semua keperluan
Liu. Namun bagaimana nasib Liu jika mereka sudah tiada? "Kamu enggak
berbeda dengan orang lain," kata ibunya berulang kali. "Kamu hanya
menggunakan kakimu sebagai pengganti lengan." Sang ibu juga mengatakan, ia
tidak muluk-muluk mengharapkan Liu menjadi orang sukses. Ia hanya ingin putra tersayangnya
itu hidup bahagia dan sehat lahir batin. Meski "hancur", pikiran Liu
segera terbuka. Di rumah sakit itulah ia bertemu pelukis yang melukis dengan
mulutnya. Dari pelukis itulah ia mendapat inspirasi. Dia kemudian belajar bagaimana melakukan
kegiatan sehari-hari seperti makan, berpakaian dan menyikat giginya. Dia merasa
dirinya jauh lebih beruntung dari orang-orang yang tidak cukup makan. Dia
memenangkan dua medali emas dan satu medali perak pada pertandingan renang
nasional di Tiongkok untuk kaum disabilitas pada tahun 2002.
Liu Wei kemudian menjadi seorang
musikus. Dia mulai bermain piano di usia 18 tahun untuk mengejar mimpi masa
kecilnya menjadi seorang musikus. Guru piano pertamanya mengundurkan diri
karena menganggap tidak mungkin untuk
bermain piano dengan menggunakan jari-jari kaki. Namun Liu yang mempelajari
teori musik menekuni dirinya untuk berlatih memainkan piano secara
sembunyi-sembunyi meskipun kakinya
mengalami kejang dan luka. Dia bahkan sering berlatih tujuh hari seminggu.
Liu Wei berkata, “Saya tahu, jika saya ingin melakukan
sesuatu lebih baik dari orang lain, saya harus lebih berusaha (berjuang)
dibanding orang lain”. Ini kalimat penting yang perlu disampaikan orang tua ke
anak-anaknya. Kalau kita orang biasa, maka kita harus berjuang lebih dari orang
lain yang bertalenta. Banyak orang berfokus pada kekurangan (apa yang tidak ia
miliki), tetapi Liu Wei memfokuskan diri pada apa yang dimiliki dan ia
berkata,”Paling tidak ia punya sepasang kaki yang sempurna (Walk on, at
least I have a pair of perfect legs)”.
Metode Pengajaran
Tuhan Yesus
Di
dalam 4 kitab Injil, Tuhan Yesus (Guru Agung) mengajar murid-muridNya dengan
berbagai metode. Di antaranya dengan menggunakan :
1. Alam
di sekitarnya.
Misalnya : Tuhan
Yesus menggunakan domba, serigala, kuburan, bunga, burung di udara. Pengajaran
itu begitu aplikatif dan dimengerti oleh pendengarNya.
2. Perumpamaan.
Ada banyak
perumpamaan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Markus mencatat bahwa “Yesus mengajarkan
banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka." (Markus 4:2). Archibald
Hunter mengklaim bahwa 35 persen dari ajaran Yesus dalam keempat kitab Injil
berbentuk perumpamaan. Pagi ini kita akan belajar dari perumpamaan pada Matius
25:14-30.
3. Pertanyaan.
Robert
Stein, dalam bukunya yang berjudul "The Method and Message of Jesus
Teaching", mengatakan bahwa: "Dia menggunakan pertanyaan dalam
berbagai variasi dan situasi. Di Kaisarea, Filipi Yesus menanyai
murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka:
"Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia,
ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada
mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus:
"Engkau adalah Mesias!" Ini adalah
metode bertanya.
Talenta
Judul perikop Matius 25:14-30 adalah
“Perumpamaan tentang Talenta”. Pada kamus yang terdapat di bagian belakang Alkitab
ditulis bahwa 1 talenta =3 syikal (1 syikal = 34 kg). Tetapi dalam perumpamaan
tentang talenta, yang dimaksud dengan 1 talenta adalah uang yang nilainya
sebesar 6.000 dinar. Dinar adalah mata
uang Romawi. Waktu Yesus lahir di tanah Palestina, tanah Palestina sedang dijajah
oleh Romawi. 1 dinar = upah pekerja harian dalam satu hari (Mat 20:2).
Diceritakan ada seorang tuan, yang ingin berpegergian dan memanggil hamba-hamba-Nya.
Ada hamba yang diberi 5 talenta (5 x 6.000 dinar = 30.000 dinar = upah 30.000
hari). Ada juga yang diberi 2 talenta dan 1 talenta.
Hal-hal yang bisa
dipelajari dari perumpamaan tentang talenta
1. Setiap
hamba menerima talenta
Setiap hamba
menerima talenta walau ada yang hanya menerima 1 talenta. Dari berbagai video
yang saya miliki, berdasarkan perumpamaan ini, tidak ada manusia yang Tuhan
ijinkan lahir di bumi, yang kepadanya Tuhan tidak berikan kepadanya bekal yang
cukup apapun keadaannya untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari,
dalam masyarakat banyak hal ajaib dari orang-orang yang kondisinya lebih buruk
dari kita. Tidak ada satu orangpun yang Tuhan ijinkan lahir di tengah bumi ini,
dari keluarga manapun, suku bangsa dan ras apapun, yang kepadanya Tuhan tidak berikan
bekal yang cukup untuk dia boleh menjalani hidupnya dengan bermartabat dan menjadi
berkat bagi orang.
Berapa
talenta yang kita miliki? Saya harus dengan jujur mengakui saya bukan orang
yang bertalenta banyak. Saya tidak bisa memainkan alat musik apa pun. Kalau
menyanyi solo suara saya tidak merdu. Saya bukan orang yang berbakat sebagai atlit
(olahragawan). Ketika kuliah, ada anak orang kaya, bisa bermain biola-gitar, IPK-nya
juga bagus. Setelah lulus, ia kerja lalu pergi kuliah ke Australia mengambil
kelas master. Setiap kali ada kegiatan kerohanian mahasiswa (persekutuan mahasiswa), ia yang membuat poster. Ia bisa
macam-macam dan rendah hati. Yang lain bisa macam-macam namun saya tidak bisa
apa-apa. Orang lain bisa main musik, saya hanya penikmat musik. Tapi saya tidak
mau iri dengan orang lain. Saya tidak pernah berkata ke Tuhan, “Mengapa saya
tidak sama seperti teman saya? Dia punya 5 talenta, sedangkan saya hanya 1”.
Banyak orang yang hidupnya seperti itu. Dia tidak melihat berapa yang dia
miliki, ia hanya melihat orang lain. Itu bukan sedikit, namun Tuhan memberikan kepada
kita modal yang cukup. Apa yang Tuhan yang ajarkan ke kita? Bukan berapa banyak
talenta yag penting. Mau punya 5, 2 atau 1 talenta, bukan itu yang penting. Tetapi
bagaimana kita bersikap terhadap talenta yang diberikan Tuhan kepada kita, itu
jauh lebih penting dan yang Tuhan perhatikan dalam hidup kita.
Apakah
gunanya kita menjadi orang yang lahir ke dunia ini penuh dengan talenta dan
banyak kemampuan, tetapi kita tidak menjadi berkat bagi orang lain dan tidak
memuliakan Tuhan? Bukan berapa banyak talenta yang penting. Tetapi bagaimana
kita menjalani hidup kita, itulah yang penting bagi kita. Abraham Kuyper
(1837-1920 , teolog awam walaupun tidak pernah sekolah teologia tetapi
tulisannya dipelajari di sekolah teologia, pernah menjadi Perdana Menteri
Belanda) berkata,”Tidak ada satu inci pun dalam kehidupan kita sebagai manusia,
di mana Kristus tidak bertahta dan Dia berhak berkata bahwa itu adalah
milikNya”
Terkadang saya berkesempatan berbicara
di hadapan pemuda-remaja dan saya bertanya,”Dik, apa kelebihanmu?” Ada seorang
anak yang berkata, “Lao-shi saya jago main piano. Walau masih muda, saya
sudah grade-7 dan sekarang jadi guru piano”. Saya berkata dengan menggunakan
perkataan Abraham Kuyper,”Kemampuanmu main piano berasal dari Tuhan. Dan Tuhan
Yesus berhak berkata kepadamu bahwa kemampuan (talenta)-mu bermain piano adalah
milikKu’.” Dalam kesempatan lain dalam sebuah retreat, saya bertanya kepada
seorang peserta,”Kamu suka pelajaran apa?” Dijawab, “Matematika,lao-shi”.
Saya bertanya lagi,”Berapa nilai matematikamu?” yang dijawab,”Jarang sekali dapat 8, selalu di atas
8”. Lalu saya katakan dengan menggunakan
kalimat dari Abraham Kuyper,”Kemampaunmu dalam bidang matematika adalah milik
Kristus!” Entah berapa talenta yang kita masing-masing miliki, tetapi firman
Tuhan mengajarkan kita,”Bukan berapa banyak talenta yang penting yang harus
kita persoalkan tetapi bagaimana kita menjalani hidup kita, menggunakan setiap
anugerah karunia pemberian Tuhan, itulah yang lebih penting yang harus kita
perhatikan.
Ada orang cacat dan ada juga orang
normal. Terkadang saya melihat orang yang cacat fisik, tetapi dia lebih
bersemangat dari orang normal sehingga hati saya merasa malu. Hal ini banyak
terjadi di masyarakat. Yang seharusnya lebih banyak memberi adalah orang yang normal.
Tetapi yang terjadi sebaliknya. Kalau melihat orang yang berjuang dengan segala
kecacatan fisiknya untuk mencari nafkah dan mandiri, hati saya sangat terharu
dan apa yang dilakukannya menjadi inspirasi. Mari kita mulai memikirkan panggilan hidup
kita. Berapapun talenta yang Tuhan percayakan kepada kita, itulah yang harus kita
kembangkan. Bagi yang bisa bermain musik, bermain musiklah dengan
sungguh-sungguh bagi Tuhan untuk kemuliaan nama Tuhan. Yang Tuhan anugerahkan sebagai
orang-orang yang punya pemikiran yang tajam (sebagai seorang ilmuwan,
peneliti), lalukanlah tugas panggilan itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Tidak
semua orang mempunyai karunia seperti itu.
2. Setiap
hamba memiliki kesempatan yang sama
Dalam
perumpamaan tentang talenta, ‘tuan’ yang bepergian ke luar negeri tidak
memberitahu kapan ia akan kembali. Jadi setiap hamba tidak tahu kapan ia akan
kembali. Jadi hamba yang menerima 5,2 atau 1 talenta sama. Setiap hamba
memiliki kesempatan yang sama. Kita juga tidak tahu kapan kita dipanggil Tuhan.
Jangan pikir saya sehat, hasil lab tidak ada angka merah, sehingga berpikir
usia saya lebih panjang dari orang yang hasil lab-nya banyak merah. Orang
sakit-sakitan belum tentu usianya lebih pendek dari orang yang sehat. Setiap
kita tidak tahu kapan Tuhan panggil kita. Kesempatan kita sama. 1 hari =24 jam.
Kalau saat ini Tuhan beri kesempatan untuk kita bangun pagi hari, maka itulah
kesempatan kita. Bila kita diberi umur 80 tahun, puji Tuhan! Kalau diberi usia
70 tahun atau 60 tahun puji Tuhan juga. Sekarang usia saya 57 tahun, kalau Tuhan
beri usia 60 tahun puji Tuhan! Bukan
berapa panjang usia kita yang penting. Mau 30, 50 , 70 atau 90 tahun, bukan itu
yang penting. Yang penting adalah bagaimana kita menjalani hidup kita di
hadapan Tuhan dan sesama kita. Untuk apa usia panjang tetapi tidak pernah jadi
berkat untuk orang lain? Untuk apa usia panjang, kalau tidak memuliakan Tuhan?
Setiap hamba Tuhan memiliki kesempatan
yang sama. 1 minggu = 7 hari, 1 hari = 24 jam. Persoalannya tidak semua kita
menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan sama baiknya. Ada pepatah yang mulai
ditinggalkan yaitu “Time is Money”. Sekarang orang bisa berpikir baik, sehingga
menyimpulkan ungkapan itu salah. Waktu lebih berharga daripada uang. Kalau saya
kehilangan uang sekian ratus juta, saya bisa mencari lagi, bahkan bisa
mengumpulkan lebih banyak. Tetapi kalau kehilangan waktu, saya tidak mungkin
bisa mendapatkannya kembali.
Orang-orang
angkatan tua banyak yang suka dengan cerita bersambung karangan Asmaraman Kho
Ping Ho (1926-1994). Saya pecandu berat Kho Ping Ho. Beberapa tahun lalu, sesama
pencandu Kho Ping Ho mempublikasikan bahwa di Solo ada pameran lukisan-lukisan
Kho Ping Ho yang bagus sekali. Hampir saya beli tiket pergi ke Solo. Untung
tidak jadi. Saat bangun pagi dengan memasang weker, seduh teh sendiri lalu saya
baca supaya nanti di sekolah saya bisa cerita. Saya pikir berapa jam yang saya
buang dengan membacanya. Andaikata saya belajar bahasa Jerman setiap pagi,
barangkali saya tidak ketemu saudara-saudari sekalian.
Anak-anak sekarang setiap hari main handphone.
Berapa banyak waktu yang dilewati dan dibuang? Setiap kita diberikan kesempatan
yang sama. Untuk tukang beca setiap hari 24 jam. Seorang ceo perusahaan ternama
1 hari = 24 jam. Ini keunikan yang banyak orang tidak sadari. Seorang guru 1
hari = 24 jam. Seorang presiden 1 hari = 24 jam. Kita semua satu hari 24 jam. Tetapi tidak semua
kita menggunakan hari dengan sama baiknya. Banyak ibu-ibu menonton telenovela
3-4 jam. Mereka hapal telenovela tetapi kitab sucinya tidak satupun yang dihapal.
Bacalah Alkitab! Hapalkan!
Suatu kali di sebuah gereja saya bertemu
dengan seseorang yang mengantar anaknya ikut Sekolah Minggu. Pendetanya berkata,”Bapak
ini setiap setiap Minggu mengantar anaknya ikut Sekolah Minggu tetapi ia tidak
mau masuk ke gereja” Waktu saya lewat dekat dia dan menyapanya, bapak itu berdiri
dan mengajak bicara sebentar lalu berkata,”Mengapa (anaknya) harus hapal Alkitab
setiap Minggu?” (semoga Sekolah Minggu kita masih ada hapal ayat Alkitab,
jangan sampai tidak ada). Lalu saya berpikir sebentar dan menjawab“ Kalau Bapak
menghapal nama gubernur, nama menteri itu kan berganti-ganti (zaman lalu kita
hapal nama menteri karena jarang diganti dan seringkali ujian PPKN keluar,
sekarang sering reshuffle sehingga jarang orang hapal nama menteri). Tetapi
kalau Bapak hapal Alkitab, sampai Tuhan Yesus datang tidak pernah berganti dan
jadi berkat untuk kita” Sebenarnya pada zaman ini, kita punya Alkitab di
kantong kita (smartphone) seharusnya ayat hapalan kita lebih banyak
daripada orang zaman dulu. Dimana-mana kita bisa membuka ayat Alkitab dan mulai
menghapal. Tetapi kenyataannya malah sebaliknya.
Setiap hamba
mempunyai kesempatan yang sama. Tetapi tidak semua hamba menggunakan kesempatan itu dengan
sama baiknya. Hamba pertama yang menerima 5 talenta langsung bekerja, hamba
kedua yang menerima dua talenta langsung bekerja. Tetapi hamba ketiga yang
menerima 1 talenta mulai berpikir-pikir macam-macam alasan dan berkata,”Tuhan tidak
adil. Mengapa saya tidak sama dengan mereka?” Dia mulai sembunyikan talentanya.
3. Setiap
hamba Tuhan harus memberi pertanggungan kepada tuannya.
Dalam perumpamaan talenta ini , pada
waktu tuan itu kembali maka semua hamba itu harus memberikan pertanggungjawaban
kepada tuannya. Saya sering berkata kepada anak-anak saya,”Papa tidak bisa
meminta kalian menggantikan papa untuk memberikan pertanggungjawaban di hadapan
Tuhan. Kalian tidak juga bisa minta mama untuk menggantikan kalian memberikan pertanggungjawaban
di hadapan Tuhan. Kita masing-masing akan berhadapan dengan Tuhan kita untuk
memberikan pertanggungjawaban pada Tuhan” Kalau ada orang yang diberkati Tuhan
harta bendanya sampai bernilai miliaran atau triliunan Rupiah, sedangkan saya
hanya sekian Rupiah, saya tidak perlu berpikir harus sama dengan dia. Nanti di
hadapan Tuhan berbeda ukurannya. Seorang anak Sekolah Minggu pernah datang kepada
saya dan berkata,”Lao-shi, Tuhan tidak adil ya. Mengapa ada yang dikasih
5, 2 dan 1?” Saya menjawab,“Siapa bilang tidak adil? Coba baca yang teliti.
Yang dapat 5 talenta memperoleh laba 5 talenta, lalu Tuhan puji dia. Yang
peroleh 2 talenta, labanya 2 talenta. Tuhan bilang apa? Apakah : ‘bodoh kamu’? Mengapa
tidak sama dengan dia yang dapat 5? Tidak begitu! Pujian yang diberikan kepada
yang menerima 2 talenta persis sama dengan orang yang menerima 5 talenta dan
labanya 5 talenta. Ini menunjukkan bahwa Tuhan itu adil. Berapa yang Dia
berikan, Dia hanya menuntut kita dari apa yang diberikan kepada kita. Dia tidak
pernah menuntut dari apa yang Dia tidak pernah berikan kepada kita!” Jadi tidak
perlu iri kepada orang lain. Pikirkanlah diri, apa yang sudah pernah kita
lakukan. Jangan sampai yang diberkati berlimpah, namun yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari di bawah orang-orang yang diberikan lebih kecil dari
kita.
Pdt. Stephen Tong
suka mengutip satu ayat yang mendorong dia untuk terus bergiat. Ayat itu
berbunyi,”Yang kepadanya banyak diberi, maka orang itu banyak dituntut.” Itu prinsip Alkitab. Setiap hamba harus
memberi pertanggungjawaban kepada Tuhan. Profesi berbeda-beda. Ada pedagang,
ada dokter. Ada insinyur. Ada hamba Tuhan. Tetapi setiap kita mempunyai
kerinduan yang sama. Pada waktu kita bertemu Tuhan kita, kita akan mendengar
Tuhan berkata kepada kita dengan lembut,”Baik sekali, hai hambaKu yang setia.
Kamu telah setia dalam perkara yang kecil. Aku akan memberikan tanggung jawab
dalam perkara yang besar. Mari masuklah dalam perjamuan Tuhan!” Betul tidak?
Setiap orang Kristen yang mempunyai pengertian yang benar terhadap perjalanan
kehidupan rohaninya, targetnya hanya satu . Mau apapun yang dia kerjakan selama
dia hidup, targetnya hanya satu yaitu ketika bertemu dengan Tuhan kita. Sebagai
hamba-hamba, kita mendengar Tuhan kita memuji kita, memberikan apresiasi kepada
kita. Bukan Tuhan kita berkata,”Hai kamu hamba yang jahat!”
Penutup
Mari kita sama-sama
mengevaluasi diri.
1. Bukan
berapa banyak talenta yang kita miliki yang penting. Tetapi apa yang sudah kita
kerjakan dengan talenta yang Tuhan percayakan pada setiap kita itulah yang
penting.
2. Bukan
berapa panjang umur kita yang penting. Tetapi bagaimana kita menjalani hidup
kita, itu yang jauh lebih penting.
3. Sadarilah,
bahwa setiap kita suatu saat harus memberikan pertangungjawabannya di hadapan
Tuhan kita.
No comments:
Post a Comment