Pdt. Hery Kwok
Kolose 3:1-4
1
Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah
perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
2
Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
3
Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di
dalam Allah.
4
Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun
akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.
Pendahuluan
Pernahkah
mengalami suatu kejadian di mana saat kita sedang mengendarai mobil lalu di
depan mobil kita ada sebuah motor yang menyalakan lampu sen untuk belok ke arah
kiri namun ternyata akhirnya motornya malah belok ke kanan? Saya pernah
mengalami hal tersebut. Kalau kita tidak peka dalam mengantisipasinya sehingga
tidak menginjak rem mobil, maka bisa menimbulkan kecelakaan. Dan bila hal itu
terjadi yang disalahkan tetaplah yang pengemudi mobil yang menabraknya. Kalau
kita baru belajar mengemudi mobil, maka hari itu menjadi sebuah peristiwa
menyeramkan dalam hidup kita, bahkan bisa menimbulkan trauma karena kita
menganggap bahwa kita sudah gagal untuk mengemudi mobil. Padahal yang gagal
adalah sang pengemudi motor. Perhatikan bagaimana peristiwa mengemudi mobil
yang membuat saya menjadi kaget (terkejut) , namun saya bisa tertolong karena
saya memperhatikan jalan dengan seksama. Kalau tidak maka saya akan mengalami
kesulitan besar sekali.
Rasul
Paulus menulis surat ke jemaat Kolose tentang bagaimana kita melihat tentang hidup
yang kita hidupi. Bila melihat dengan baik, kita akan menimbang dengan baik dan
melakukan apa yang dilihat dan ditimbang dengan baik. Titik berangkatnya adalah
bagaimana kita melihat hidup dengan baik. Itu sebabnya waktu Rasul Paulus memberikan
penekanan kepada jemaat di Kolose agar orang percaya sungguh-sungguh mempunyai
sebuah cara melihat yaitu mencari perkara yang di atas, di mana Kristus ada dan
duduk di sebelah kanan Allah menjadi prioritas bagi orang-orang percaya. Permasalahannya
: waktu Rasul Paulus berbicara tentang carilah perkara yang di atas, Rasul
Paulus memberi penekanan kepada kita, hal itu bisa terjadi (dihidupi) waktu kita
berada di posisi ayat pertama Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama
dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di
sebelah kanan Allah. Ayat 3 Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi
bersama dengan Kristus di dalam Allah.
Rasul
Paulus begitu kuat memberikan penekanan agar hidup kita benar-benar hidup yang mencari
perkara yang di atas. Karena pada kedua ayat itu perkataan “perkara di atas” diulang
2 kali. Pada ayat 1 dikatakan “carilah perkara di atas” dan pada ayat 2
dikatakan “pikirkanlah perkara di atas”. Kata kerja “carilah” adalah kata yang di
dalam bahasa Yunani memberikan penekanan kalimat perintah yang harus dikerjakan
dari hari ke hari , harus dilakukan dari waktu ke waktu tanpa ada jeda
(berhenti). Saat kita hidup sebagai orang yang sudah mati bersama Kristus maka
hidup kita sekarang hanya satu yaitu carilah perkara yang di atas. Untuk
memikirkan “perkara di atas” dan bisa “mencari perkara di atas”, dimulai dengan
kita memahami hidup kita sudah mati di dalam Kristus atau tidak.
Pola Hidup yang Berbeda
Waktu
Rasul Paulus berkata, “Carilah dan pikirkanlah perkara di atas” , hal itu harus
dimulai dengan kesadaran bahwa hidup kita sudah mati di dalam Kristus. Saat
hidup kita memiliki fokus untuk mencari perkara yang di atas, itu hanya bisa waktu
kita memahami posisi kita terlebih dahulu. Posisi-nya di mana kita benar-benar sudah
mati atau belum di dalam Kristus. Hal ini menjadi sesuatu yang penting, karena zaman
ini orang terlalu sederhana untuk mengatakan saya percaya kepada Kristus dan punya
keyakinan untuk masuk sorga tapi hidupnya amburadul (berantakan). Hidupnya
tidak sesuai dengan pengakuannya dan apa yang diikrarkannya. Sehingga Rasul Paulus
memberikan kepada kita suatu penekanan agar kita merefleksikan , mengoreksi
diri dan merenungkan apakah kita memahami posisi kita atau tidak. Apakah kita benar-benar
sudah mati dalam Kristus? Kalau posisi kita sudah benar-benar mati dalam
Krisuts maka orientasi dan fokusnya berbeda. Pdt. Stephen Tong berkata,”Bertobat
adalah suatu focus yang berbalik dari berjalan ke arah sini lalu menjadi berjalan
ke arah sana”. Fokus ini akan mempengaruhi seluruh keberadaanmu, baik tingkah laku,
pola pikir dan cara hidupmu. Jangan kita berani berkata,”Saya pasti masuk
sorga, saya percaya pada Kristus” tetapi hidup kita masih menjadi batu
sandungan (hidup yang tidak mencerminkan Yesus Kristus)! Karena Rasul Paulus menulis
dalam suratnya dimana ia berkata, “Waktu dahulu belum mengenal Kristus, aku
hidup secara duniawi. Seluruh perkara yang bersifat material aku banggakan. Tetapi
waktu aku percaya kepada Kristus, maka seluruh yang dulu menjadi
kebanggaanku di dunia ini menjadi sampah
(tidak ada harganya). Apa yang dibanggakan secara fisik seperti keberadaan sebagai status orang terhormat,
sekarang tidak ada artinya lagi malah menjijikkan karena aku sekarang berada di
status yang berbeda. Dulu statusku sebagai orang berdosa. Pikiranku adalah pikiran
duniawi, berorientasi pada materi, berorientasi pada kebanggaan manusia, segala
kesenangan dunia yang bisa saya nikmati, tetapi pada waktu sudah ditebus
olehNya, maka pikiran , fokus dan orientasiku sudah berbeda. Ini hal yang penting
untuk menjadi landasan kita harus memahami
status kita terlebih dahulu. Saat bicara kekristenan maka engkau sudah lama
menjadi orang Kristen tetapi hidupmu tidak berbeda dengan orang dunia maka jangan
berani berkata , “Aku percaya Kristus dan aku pasti masuk sorga”. Mengapa?
Kehidupan
orang yang mengikrarkan Kristus dalam Kitab Suci, menjadi orang yang (berpola) berbeda
dari yang dahulu. Rasul Paulus membuktikan ciri-cirinya secara jelas. Maka
kalau mengatakan saya percaya pada Kristus tetapi ciri-cirinya tidak kelihatan,
maka perlu mempertanyakan posisi (status)-nya di mana. Karena kalau tidak
memahami posisi bahwa kita sudah mati , maka kita akan sulit untuk punya pikiran
kepada Kristus dan “carilah perkara di atas” menjadi sulit.
Tidak Lagi Berfokus pada Harta, Tahta
dan Wanita
Kita sering mendengar istilah bahwa manusia seringkali
jatuh dalam 3 “ta” yaitu harta, tahta dan wanita. Orang yang posisinya sudah
matinya dalam Kristus tidak berorientasi lagi hidupnya dengan harta. Harta tidak
menjadi kebanggaannya. Dulu waktu saya masih remaja (sekolah) saya suka minder
karena teman-teman saya berasal dari keluarga kaya. Pada zaman saya, kalau
tidak punya motor akan dianggap sebagai anak sekolah yang miskin, tidak
dihitung dan saat berteman tidak diakui. Jadi kita berpikir ,”Saya harus punya motor”.
Lalu saya merongrong papa saya untuk membelikan motor padahal papa saya tidak
mampu. Karena saya berpikir dengan harta itu, saya punya sesuatu dalam diri
saya. Kalau tidak punya harta nothing
, dan sebaliknya kalau punya harta menjadi something.
Orientasi ini akan terlihat dalam cara hidup kita. Sehingga harta menjadi
landasan hidup kita untuk menjadi orang.
Papa saya pernah berkata
saat saya masuk sekolah Alkitab, “Kamu sekolah Alkitab maka kamu menjadi orang
susah , miskin dan tidak dihargai orang.” Jadi dalam pandangannya harta itu sepertinya
membuat kita dilihat (dihargai) orang. itulah yang membangun seluruh kehidupan
kita dengan cara memburu harta. Waktu saya
selesai sekolah Alkitab, papa saya berkata ,”Kamu harus punya mobil karena kalau
tidak punya mobil, maka sebagai hamba Tuhan saat diundang maka kamu tidak
dipandang orang.” Pikiran duniawi papa saya sangat jelas menggambarkan apakah
kita berada di sanakah? Engkau tidak merasa dihargai kalau engkau tidak memiliki
harta dan uang. Saya sekarang berani bicara, ‘Saya sekarang lebih senang naik
bus Transjakarta. Tidak pusing, dengan uang Rp 3.500 bisa berkeliling Jakarta. Asal
tidak sampai stasiun terakhir. Tiap rapat sinode saya naik bus Transjakarta,
saya tidak merasa minder. Bahkan bagi saya merupakan suatu kesukaan karena saya
senang jalan-jalan. Apalagi sekarang ada aplikasi kalau kita berjalan 1.000
langkah, kita dapat uang. Hal ini bagi saya jadi sehat. Orientasi saya bukanlah
“kalau tidak pakai mobil, maka nilai dan harga saya turun”. Kalau tidak punya harta
maka merasa tidak dihargai. Maka tidak heran, orang-orang mulai menanamkan
kuasa di rumah. Contoh : suami mencoba dengan cara otoriter karena kalau kita punya
kekuasaan maka semua harus tunduk. Perkara-perkara
inilah yang memberikan kepada kita suatu
gambaran apakah hidup kita sudah di dalam Kristus atau tidak. Kalau hidup kita
benar-benar mati dan di dalam Kristus tersembunyi, maka kita akan berbeda di
dalam orientasi dan fokus. Zaman ini adalah zaman di mana kita dirangsang untuk
menikmati kesenangan hidup sangat kuat sekali. Kita bisa berjuang memperoleh
hidup dengan kesenangan walaupun kita susah.
Kemarin
di persekutuan pasutri, pembicaranya membagikan kesaksian. Ia punya kebiasaan
berpola hidup mewah. Contoh : anaknya dibelikan susu impor dll. Suatu kali dia
mengalami PHK. Saat itu zaman krisis moneter sampai uang tidak ada, lalu ia menggunakan
kartu kredit-kartu kredit. Penggunaan kartu kredit yang tidak bijaksana
membuatnya terlilit hutang yang sedemikian hebat. Kebiasaan hidup enak membawa
ia merasa hidupnya harus terus seperti itu. Sehingga waktu berada di posisi
susah, ia tidak pernah bergeser dari polanya dan ia tetap melakukan apa yang
disenangi. Hidup kesenangan yang kita lakukan, tidak salah. Tetapi kalau hidup
kesenangan lalu dipraktekkan dengan cara-cara yang salah, itu yang berbahaya. Misalnya : kalau
ingin jalan-jalan tapi tidak punya kemampuan, maka jor-joran dengan cara apapun
punya uang lalu pergi. Ini pola yang seringkali ditawarkan dunia. Maka harta,
tahta dan wanita (kesenangan) menjadi bagian yang mencerminkan apakah kita
sungguh-sungguh memahami apakah kita hidup sudah mati di dalam Kristus.
Rasul Paulus berkata,”Dulu aku punya kebanggaan. Aku seorang
Yahudi. Aku dari suku Benyamin (Saul adalah raja Yahudi pertama dari suku
Benyamin). Aku seorang Farisi. Aku menjalankan hukum Taurat dengan baik. Aku
sungguh-sungguh melakukan apa yang menjadi tuntutan hukum. Aku hebat. Di antara rekan-rekanku , aku lebih hebat .”
Kebanggaan-kebanggaan semua baik dalam harta dan kesenangan bagi Rasul Paulus indikatornya
sudah hilang waktu ia hidup bersama Kristus. Ini penting dan harus dipikirkan
dahulu. Saya seringkali mendengar sedemikian mudah orang Kristen berkata, “Saya
percaya Kristus” tapi hidupnya berbeda dengan pengakuannya. Hidupnya masih
pakai pola dunia tetapi berkata bahwa percaya pada Yesus. Rasul Paulus memberi
peringatan, “Kalau kamu sudah mati dan dibangkitkan bersama Kristus, maka kamu harus berbeda hidupmu” karena hidupmu
sekarang memikirkan perkara di atas. Rasul Paulus mengatakan,”Sekarang mari kita
pikirkan perkara yang diatas di mana Kristus ada”.
Suatu kali saya pergi ke Menado. Di pesawat ada
sepasang suami-istri. Kami makan bersama karena maskapai penerbangan memberikan
makanan. Waktu saya mulai makan, saya menawarkan makan, “Makan Pak!Makan Bu!”
Terjadilah sebuah komunikasi. Lalu ditanya,”Kamu mau ke mana?” Saya menjawab,”Mau
ke Menado.” Dia berkata,”Saya juga”. “Maksudnya kamu mau apa di sana?” dia
bertanya lagi. Saya menjawab, “Saya ada urusan (tugas)”. Sebelum saya berkata
panjang, dia berkata, “Saya pendeta” dan ia menginjili saya. Dia tidak tahu
bahwa saya pendeta. Dia bercerita banyak. Lalu dia berkata, “Kalau saudara
benar-benar sudah hidup di dalam Kristus, maka saudara harus punya pikiran seperti
Kristus. Pikirkan yang di atas, jangan saudara
pikirkan yang di bumi”. Saya hanya mengiyakan saja. Sewaktu turun dari pesawat,
saya pikir-pikir, orang ini Tuhan pakai untuk mengingatkan saya meskipun saya
hamba Tuhan, tetapi apakah pikiran saya sama dengan yang Rasul Paulus katakan?
Ini menjadi perhatian penting yang saya pikirkan. Kalau saya ternyata tidak
seperti yang Rasul Paulus tulis “carilah dan pikirkan perkara di atas bukan di
bumi”, saya sebenarnya belum menjadi orang yang berani berkata , “Kamu telah dibangkitkan
bersama Kristus karena kamu telah mati dan hidupmu sekarang tersembunyi dalam
Kristus”.
Carilah perkara di atas.
Apakah
yang harus kita pikirkan? Carilah perkara di atas. Rasul Yohanes membuka dengan
bagus sekali. Dia katakan, “Dia turun ke dunia”. Pada waktu Rasul Yohanes
membuka dengan kalimat, “Yesus yang turun ke dalam dunia, mari kita pikirkan
pikiran Kristus”. Dia tidak menganggap kesetaraannya sebagai kesetaraan yang harus
dipertahankan tetapi Dia turun ke bumi,
karena Dia ingin menyatakan keselamatan. Dia ingin mengatakan bahwa Dialah
hidup itu sehingga siapa yang percaya kepadaNya akan peroleh keselamatan. Dari
surga, Dia turun ke bumi, Dia meninggalkan tahtaNya dan Ia datang di antara
manusia ciptaanNya yang berdosa. Kitab Suci mengatakan justru manusialah yang
menolak Dia. Kalau saat datang tapi ditolak , maka sakitnya luar bisasa dan
Yesus mengalaminya. Demi apa? Hanya satu yaitu demi engkau dan saya agar kita
peroleh keselamatan. Apa artinya?
1.
Pikirkan pikiran Yesus.
Dia datang dari sorga untuk melayani
kita. Apakah kita melayani Tuhan dalam hidup kita sebagai orang percaya? Mari
kita pikirkan pikiran Kristus yang datang ke bumi untuk melayani. Ada yang
berkata, “Saya sudah memegang satu pelayanan”. Ia merasa bangga tapi begitu dituntut untuk
membayar harga yang lain seringkali menolak. Kristus membayar harga total. Dia turun
dari atas ke dunia secara totalitas,tidak ada yang Dia sisakan berbeda dengan kita
yang suka hitung-hitungan dalam melayani. Generasi zaman kita sekarang adalah
generasi di mana jemaat senang beribadah tapi tidak mau dituntut lebih jauh
dari ibadah (setelah ibadah pulang). Apa yang ada di dalam diri saya, sudah saya
bayar, lepas daripada itu tidak usah.
Orang yang senang beribadah tapi tidak mempunyai sebuah hati melayani , ada
banyak . Dan itu ada di zaman itu. Yesus tidak memikirkan perkara ini dan Dia sungguh-sungguh
ingin melayani.
Saat pergi ke rumah duka , saya berkata
ke Ev. Putra, “Seringkali pelayanan yang paling sepi adalah pelayanan kedukaan.
Padahal pelayanan kedukaan adalah pelayanan yang paling hebat.” Kita datang dan
menghibur orang yang berduka, lebih bermakna dan dirasakan. Kita cukup duduk
saja bersama orang yang berduka, tidak perlu banyak bicara, kalau perlu tepuk
saja pundaknya, hati orang yang berduka seperti orang yang disiram air yang
segar. Tidak perlu banyak bicara dahulu, hanya menepuk dan bertanya,”Sudah
makan belum? Bagaimana kesehatan?” Kalimat sederhana tapi orang yang berduka merasa
diperhatikan. Pelayanan kedukaan di gereja adalah pelayanan yang sangat jarang
diminati. Seringkali itu menjadi pilihan akhir. Tetapi herannya waktu keluarganya
mengalami kedukaan, kalau yang lain-lain tidak datang maka dia merasa tidak
diperhatikan lalu selanjutnya ia akan mengamuk. Apakah hidup kita memikirkan
yang Kristus pikirkan? Saya sungguh mau menyampaikan hal ini menjadi bagian bersama
kita karena kita berada di dalam satu gereja yang sama. Dalam tubuh yang sama,
apakah engkau hidup memikirkan apa yang
dipikirkan Kristus?
2.
Di dalam Kisah Para Rasul, Rasul Paulus mengutip
perkataan Tuhan Yesus, “Adalah lebih
berbahagia memberi dari pada menerima (Kisah 20:35)”.
Namun cukup banyak manusia yang lebih
senang menerima daripada menberi. Rasul Paulus membenarkan apa yang dikatakan Kristus
(lebih berbahagia memberi daripada menerima. Mari kita pikirkan pikiran Kristus).
Ada rekan pembicara pasutri yang mengatakan bahwa ada rekannya pada saat memberikan
persembahan mencari bilangan yang paling besar. Sedangkan banyak yang melakukan
sebaliknya yaitu mencari denominasi terkecil. Begitu memberi Rp 1.000 untuk
Tuhan , dia merasa tidak terganggu ekonominya. Yesus hidupNya hanya satu tujuan
yaitu memberi tapi tidak menerima. Maka
Ia berani mengatakan bahwa yang berbahagia itu adalah yang memberi , bukan yang
menerima. Berani tidak memberikan waktu, pikiran kepadaNya? Kita sering
perhitungan, mulai dari yang material dan immaterial seperti pikiran, pendapat dan
segala macam kita masih hitung-hitungan. Sebentar lagi pergantian majelis, dan jemaat
yang dihubungi pada menolak. Kalau sudah dikatakan seperti itu (merasa tidak
layak), maka sulit untuk negosiasi. Jangankan memberi uang, memberi waktu dan
pikiran saja terkadang hitung-hitungan dan tidak mau. Kita akan ke Blitar untuk
pelayanan misi. Meskipun kota dan desa beda tetapi esensinya bisa sama. Waktu
mereka siang hari, anak-anak desa dikumpulkan dan mereka mengajar mata
pelajaran. Ada orang yang memberikan pikiran untuk mengajar. Saya tawarkan, “Apakah
kita mau coba melakukan hal ini? “DIjawab, “Susah, mu-shi”. Tidak pernah berfikir dahulu, kira-kira bagaimana
melakukannya? Kalau sudah dikatakan demikian, saya susah menjawab. Jadi tidak ada
percakapan atau negosiasi lagi. Kristus dalam pikiranNya hanya satu yaitu memberi.
Penutup
Mari
kita pikirkan , Dari sorga Dia datang ke bumi untuk melayani dan selama di bumi
Dia hanya ingin memberi. Mari pikirkan perkara yang di atas. Kita memang harus
memikirkan keluarga, tapi pikiran keluarga yang sangat fokus membuat kita
kehilangan pikiran Kristus, maka kita harus berhati-hati. Karena Kristus tidak
pernah menempatkan keluarga untuk mengambil pikiran Dia. Kemarin konseling
terakhir dengan pasangan yang akan menikah, saya hanya berkata,”Salah satu hal
yang menarik, seluruh apa yang akan dilakukan dikaitkan dengan iman Kristen”
Contoh : dalam anggaran harus ada iman Kristen yang melayani, Kalau kita hanya
mampu sejumlah uang tertentu, cukupkanlah dengan uang itu. Jangan kita merasa
orang akan memandang pesta harus hebat (megah) tapi setelah itu bayar hutang
maka akan celaka. Iman Kristen tidak menuntut ke sana. Segala sesuatu dengan iman
Kristen. Waktu punya anak, iman Kristen mu tidak membawa engkau punya anak lalu
tidak melayani lagi dan hidup tidak memberi. Kristus tidak memberi keluarga yang
membuat kita kehilangan apa yang sudah kita bangun dengan baik. Apa yang sudah
kita pikirkan dengan baik dalam hidup kita. Kecuali kita ada dalam status di
dalam hidup yang belum mengalami kematian bersama Kristus. Mari kita pikirkan
sekali lagi, apakah Kristus bersama dengan saya, saya mengalami kematian
bersama nya dan saya sudah disembunyikan di dalam Kristus. Sehingga yang ada
hanyalah pikiran Kristus dalam hidup saya. Apakah kita menjadi orang Kristen
yang berjalan dengan pikiran Kristus? Carilah perkara yang di atas bukan yang
di bumi.
No comments:
Post a Comment