Ev. Putra Waruwu
33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan
pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh
tak terselami jalan-jalan-Nya!
34 Sebab, siapakah
yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?
35 Atau
siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus
menggantikannya?
36 Sebab segala
sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan
sampai selama-lamanya!
Pendahuluan
Tema-tema ibadah Kebaktian Umum selama
bulan Juli 2018 bagi saya sangat menarik. Karena hanya ada satu kata atau frase
yang membedakan setiap minggunya dan semuanya terkait dengan Kedaulatan Allah.
Hari ini tema-nya “Melakukan Firman-Nya, Mengagungkan KedaulatanNya”. Sebagai
orang-orang yang sudah percaya kepada Allah tentu kita adalah orang-orang yang
tidak asing dengan FirmanNya. Kita seringkali disuguhi (diberikan) dan
mendengar Firman Tuhan. Entah itu dengan membaca buku (artikel) renungan harian,
mendengar khotbah dalam ibadah atau persekutuan dan lain-lainnya. Banyak media
dan cara untuk kita bisa membaca atau mendengarkan firman Tuhan. Namun yang
menjadi pertanyaannya adalah apakah kita berani berkata,”Saya adalah pribadi
yang telah melakukan firmanNya”. Belajar Firman itu sepertinya mudah tetapi
untuk melakukan dan mempraktekkannya, kita dituntut untuk mau tidak mau “HARUS”
melakukannya. Melakukan berarti ada tindakan dan gerakan untuk menjalankan. Ada
inisiatif, passion (hasrat) untuk
kita melakukan apa yang telah kita dengar. FirmanNya adalah “ya” , “amin”,Alkitab
merupakan suara Allah bagi kita dan
Allah sendiri yang dinyatakan bagi kita. Setiap khotbah pasti dasarnya adalah
firman Tuhan, tidak ada yang lain. Bacaan bisa jadi referensi dan artikel bisa
jadi tambahan tetapi dasarnya adalah Alkitab. Kalau berkhotbah di luar Alkitab
maka pengkhotbanya harus bertobat karena yang kita renungkan adalah FirmanNya,
bukan dari sudut pandang pengkhotbah. Mengagungkan berarti ada sikap untuk memuliakan,
meninggikan dan meluhurkan Tuhan. Kata “mengagungkan” pada KBBI merupakan kata
yang merujuk kepada satu pribadi yaitu Tuhan. Kata “mengagungkan” berarti kita
sedang belajar bahwa segala sesuatu didasarkan pada kebesaran Tuhan. Kedaulatan
Allah adalah kebebasan dan kemahakuasaan Allah atas hidup kita. Artinya
melakukan firman dan mengagungkannya, menunjukkan kepada kita sebagai orang
yang telah diselamatkan harus melakukan firman Tuhan untuk memuliakan Dia
melalui kedaulatanNya.
Melakukan Firman-Nya, Mengagungkan Kedaulatan-Nya
Apa arti
mengagungkan KedaulatanNya?
1. Tingkah Laku
dan Pola Pikir Berubah Setelah Diselamatkan
Firman
yang kita baca hari ini (Roma 11:33-36) adalah tulisan dari Rasul Paulus yang
ditujukan kepada orang-orang (jemaat) di
Roma. Orang-orang di sana adalah orang-orang yang secara intelektual tergolong pintar,
jenius dan bisa. Secara budaya-sosial, mereka orang maju dari daerah yang
merupakan pusat kehidupan saat itu. Dalam tugasnya, Rasul Paulus datang
memberikan suratnya. Rasul Paulus pribadi yang istimewa, intelektual tinggi dan
kapasitas yang luar biasa karena ia belajar di bawah bimbingan orang-orang
hebat saat itu. Itulah Saulus sebelum namanya diganti menjadi Paulus. Ia
memahami dan mengerti semua ajaran saat itu. Ia merasa lebih baik dan hebat. Apa
yang dilakukan dalam kebisaannya? Sebelum bertobat ia menjadi penganiaya orang-orang
Kristen. Semua yang telah dimiliki Rasul Paulus dalam kemampuannya menjadi tidak
berarti ketika ia bertemu dengan Tuhan. Perjalanannya ke kota Damsyik menjadi
titik-balik kehidupan seorang Paulus. Ia tidak hanya mengalami perubahan perilaku
(sikap) tetapi juga paradigma, pola pikir dan sudut pandangnya diubahkan. Kita
juga bisa menunjukkan , kalau dulu kita pukul teman tetapi sekarang tidak
berarti kita berubah. Orang bisa melihat dan mengamati secara sikap ia sudah
berubah, tetapi secara pola pikir (sudut pandang) siapa yang tahu bahwa kita
sudah berubah? Rasul Paulus sudah berubah tingkah laku dan pola pikir-nya. Pasal
1-11 kitab Roma merupakan ajaran Rasul Paulus tentang Allah berkuasa yang
menyelamatkan. Ia mengajak kita berpikir apa itu dosa, akibat dosa, hukuman
dosa, bagaimana kita mati dalam dosa dan diangkat dalam Kristus lalu mengalami lahir
baru di dalam Kristus. Rasul Paulus menjelaskan bagaimana anugerah bekerja
dalam kehidupan kita. Pada pasal 11, Rasul Paulus menulis, “Bagaimana Tuhan
menentukan dan memilih umat-umatNya”. Siapakah orang-orang pilihan dan umat
yang telah ditentukan? Yaitu mereka yang disebut umat Israel. Tapi di pasal 11,
Tuhan dalam kemahakuasaannya, memutarbalikkan semuanya itu. Dengan car Tuhan
menyatakan keselamatan bagi bangsa-bangsa lain (selain Israel) termasuk kita.
Ini jadi masalah bagi orang-orang Israel saat itu. “Kok bisa-bisanya Tuhan berbuat seperti itu?” Kita juga kafir,
tetapi di dalam Kristus kita telah diselamatkan. Itu yang Rasul Paulus ingin tekankan
,”Ketika melakukan firmanNya kita harus mengagungkan kedaulatanNya dalam arti kita
harus setuju dengan cara kerjanya Tuhan.” Orang Israel yang disebut Yahudi
tidak sepenuhnya sejalan dengan cara kerjanya Tuhan. Ibarat ada makanan khusus
untuk penata layan tetapi karena belas kasihan maka makanannya dibagi ke umat lain.
Penata layan lain bertanya,”Kenapa dibagikan karena itu hak kami?” Itu yang
terjadi dan menjadi soal. Mereka bertanya tapi tidak sepenuhnya mengerti.
Maka
dari itu Rasul Paulus menjawab persoalan itu dan berkata,(ayat 33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan
pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh
tak terselami jalan-jalan-Nya! Pada
bagian pertama Paulus menekankan akan kebijakan ilahi. Oh alangkah dalamnya rancangan
ilahi yang bertindak terhadap bangsa Yahudi dan non Yahudi. Israel dibuang
sedangkan bangsa lain dirangkul dan diselamatkan. Orang yang sudah ditentukan
dibuang dulu , nanti waktu tepat mereka akan kembali. Sehingga wajar mereka ada
rasa kecewa, putus asa, iri hati. Kok bisa-bisanya Tuhan berbuat demikian. Tetapi
itulah cara kerja Tuhan. Tidak ada yang membatasi Tuhan dalam cara kerjanya.
Tidak semua cara kerja Tuhan bisa kita pahami. Ada bagian tertentu yang perlu perenungan
yang dalam.
Kekayaan,
hikmat dan pengetahuan Allah menunjukkan bahwa dalamnya pengetahuan Allah tidak
dapat diselami sepenuhnya oleh manusia apalagi kita disebutsebagai manusia yang
berdosa. Rasul Paulus paham dan mengerti tetapi ia kehilangan segalanya dalam hidupnya.
Apa yang dianggapnya benar yaitu memusnahkan kekristenan malah berbalik menjadi
mengasihi orang-orang Kristen. Kepandaian jangan sammpai menghilangkan arah
hidup kita tetap ingat bahwa semua yang kita miliki adalah karena Tuhan yang
menganugerahkannya pada kita. Sungguh tidak terselami jalan-jalannya.
Roma
11:33 sepadan dengan ayat Yesaya 55:8. Sebab
rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah
firman TUHAN. Apa yang dirancangNya tidak membutuhkan persetujuan kita. Kita
tidak ditanya oleh Tuhan, “Apa masukanmu?”. Tuhan menentukan dan menetapkan apa
yang terjadi. KetikaTuhan menyelamatkan kita, Tuhan tidak berkompromi (tawar menawar) dulu dengan
kita. Ada sebuah lagu rohani yang dinyanyikan oleh trio Alfa Omega didasari
ayat ini liriknya : Rancangan Tuhan
adalah rancanganNya. Bukan seperti rancangan manusia. Rencana Tuhan adalah
rencanaNya. Bukan seperti rencana manusia, tiada yang mustahil bagi Allah.
Semua yang tertulis pasti digenapi. Artinya bagian kita ketika kita mengagungkan
Allah, Rasul Paulus mengajari kita,”Ketika segala sesuatu tidak dapat dijelaskan
dengan akal pikiran manusia, maka engkau hanya bisa berkat, oh alangkah
dalamnya.
Kita
dibawa ke renungan yang lebih dalam, untuk mengenal Tuhan dengan lebih baik.
Itulah kebijakan ilahi . di dalam hidup orang-orang percaya. Kebijakan ilahi
kita tahu dari firman yang didengar dan dibacakan (disampaikan). Pemeliharaan
Tuhan selalu nyata dalam kehidupan kita. Sekalipun banyak kesulitan mengikuti
Tuhan dan tantangan untuk mempertahankan iman tetapi ingatlah bahwa semua ada
untuk menunjukkan bahwa keputusan-keputusan Tuhan tidak sepenuhnya diselami
oleh manusia. Tadi malam ada pemilihan Miss Grand Indonesia 2018. 3 besar pemenangnya
berasal dari daerah Bengkulu, Sumut dan Jakarta. Untuk menjadi pemenangnya
peserta diberi pertanyaan. Giliran wakil DKI maju yakni Stephanie Cecilia Munthe
lalu ditanya, “Jika engkau diberi satu kekuatan super maka siapa yang akan
diselamatkan?” Dijawab,”Hal pertama yang akan saya selamatkan adalah My Bible (Alkitab), karena Alkitab telah
membawa saya mengenal Tuhan yang saya percayai. Dengan Alkitab saya bisa
membagikan cinta dan pengharapan bagi semua orang. Saya memilih untuk menyelamatkan
Alkitab karena dengannya saya bisa berbagi anugerah yang telah saya dapatkan
dari Tuhan yang saya percayai.” Kalau kita jadi juri sebagai orang Kristen kita
bisa pilih dia. Tetapi akhirnya dia jadi runner-up
kedua (juara ketiga). etapi keyakinan iman ketika ia berkata demikian bagi saya
itu bukan sesuatu yang mudah. Di tengah-tengah dan desakan isu kristenisasi ia
menjawab seperti itu sedangkan yang lain menjawab anak dan pendidikan. Inilah
bukti bagaimana ketika seseorang melakukan firman dan mengagungkan kedaulatanNya,
setelah mendengar dan berbagi apa yang sudah
dirasakan bersama Tuhan. Dia sudah merasakan cinta Tuhan dan dia bagikan.
Itulah kebijaksanaan ilahi yang memampukan kita melakukan apa yang dimau.
2. Kedaulatan
itu dinyatakan lagi bagi kita
Ayat
34-35 adalah pesan Rasul Paulus dalam
bentuk pertanyaan, Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan?
Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu
kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Susah untuk mengetahui
pikiran orang lain apalagi Tuhan. Anak dan pasangan kita saja tidak sepenuhnya
kita paham pikirannya apa apalagi Tuhan yang menciptakan kita. Siapakah yang
pernah menjadi penasehatNya? Adakah Tuhan mengangkat dewan penasehat untukNya?
Di dalam organisasi mungkin ada dewan penasehat, dalam gereja ada hamba Tuhan konsulen
yang mengarahkan. Allah tidak pernah mengangkat penasehat karena Dia sanggup memberitahukan
rancangan-rancanganNya dan menyatakan pemeliharaanNya kepada kita. Kalau Tuhan memberi
kita berkat atau sakit, Tuhan tidak perlu bicara dahulu missal : ijinkan kita sakit. Juga saat sakit jadi
diminta untuk check-up. Di dalam
Tuhan tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Ketika kita mau mengagungkan
kedaulatanNya maka jangan ngotot-ngototan dengan Tuhan. Siapakah yang pernah memberikan
sesuatu kepadaNya? Kalau kita diberi sesuatu oleh seseorang, berarti kita harus
mengasihi. Artinya kita harus berbuat dahulu, nanti kita tabur apa yang kita
perbuat. Bagaimana dengan Tuhan? Kita memberi Tuhan dulu? Kita goda dan rayu
Tuhan dulu untuk disayang Tuhan? No! Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita.
Sehingga Dia harus menggantikannya. Rasul Paulus mengatakan hal ini karena
Rasul Paulus ingin membungkam orang-orang Yahudi yang menghitung-hitung segala
sesuatu dengan Allah yang meyelamatkan (Tuhan aku sudah buat ini-itu, lalu aku
dapat apa?). Sikap demikian juga masih ada sampai hari ini. Misal : Tuhan aku
sudah melayani lho. Tuhan saya sudah ikut apa yang Engkau mau, tetapi kenapa
sampai sekarang doaku tidak dijawab-jawab? Apa sih maunya Tuhan? Jangan
main-main lha Tuhan. Kadang -kadang dalam keberdosaan seperti itu dengan Tuhan,
berarti hal itu kita menagihNya. Apakah kita sudah memberi pinjam kepada Tuhan sehingga
menagih? Tidak! Jadi sabar saja. Ketika kita mengagungkan kedaulatan Tuhan, itu
tidak mengajari kita untuk melakukan hal-hal yang super power (besar). Dari hal-hal yang sederhana, kita bisa
mengagungkan Tuhan. Pengertian mengagungkan artinya meluhurkan atau memuliakan melalui sikap
hidup. Itulah yang Tuhan mau untuk kembali kita memahami kedaulatan ilahi dalam
kehidupan.
3. Soli Deo Gloria
Yang
ketiga dalam mengagungkan kedaulatan Allah : Soli Deo Gloria. Artinya sebab segala sesuatu dari Dia oleh Dia dan
kepada Dia. Segala sesuatu kita kembalikan sebagai hormat dan pujian syukur kepada
Dia. Alalh itu segala-galanya di dalam segala sesuatu . Tidak ada yang lebih
tinggi, kuat dan hebat dari Allah. Tidak ada dan tidak dapat digantikan dengan
siapa pun dan apa pun. Entah itu kepintaran , kekayaan dan kelebihan. Semua
tidak akan pernah menggantikan posisi Tuhan di dalam hidup kita. Maka Rasul
Paulus berani berkata, “Solid Deo Gloria”. Karena ia tahu kehidupan orang-orang
yang ada di Roma saat itu adalah kehidupan yang tidak sepenuhnya ikut Tuhan
dengan setia. Dengan pengetahuan mereka, rasio atau logika lebih sering
diandalkan dan dipercaya daripada Tuhan. Segala sesuatu di sorga dan bumi yang terjadi di dalamnya adalah oleh karena
Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Di Efesus Rasul Paulus berkata,”Oleh karena
itu jangan ada yang membanggakan diri dan sombong dengan apa yang sudah
diterima dari Tuhan”. Di dalam segala sesuatu yang dianugerahkan Tuhan bagi
kita, adakah kita pernah berpikir bahwa kita harus mengembalikan itu untuk Tuhan?
Maka mau tidak mau kalau Tuhan yang mau maka harus mau. Maka ego harus
ditundukkan. Kerendahan hati itu perlu untuk bisa memahami apa yang Tuhan mau
di dalam kehidupan kita. Ketika kita tahu bahwa Tuhan itu bijaksana dan berdaulat,
maka dengan iman dan rasa syukur mudah bagi kita berkata Soli Deo Gloria. Tetapi bila Tuhan tidak menjadi yang utama dalam
hidup kita, maka akan terasa sulit bagi kita untuk berkata Soli Deo Gloria. Apalagi kalau kita bisa mendapatkan segala sesuatu
yang kita mau. Tanpa Tuhan pun kita bisa, kenapa sekarang harus dengan Tuhan.
Ada anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum artinya Tuhan berkenan
pada semua orang, maka Tuhan memberi berkat-berkat kehidupan seperti alam, pekerjaan dll. Itu semua Tuhan berikan untuk dinikmati.
Peranan Allah dalam kehidupan kita sangat besar. Jangan seorang pun pernah mengabaikan
Tuhan. Biar bagai mana pun kondisi kita, Tuhan tetap bersama kita. Inilah
pengalaman iman Rasul Paulus ketika Ia mau mengagungkan kedaulatan Allah.
Apa yang bisa kerjakan dalam kehidupan sehari-hari?
1.
Kita harus kenal
diri
2.
Kita harus kenal
Tuhan.
Kenal diri menuntut kita untuk bisa memiliki kerendahan
hati dan mengajari kita agar tahu siapa kita di hadapan Tuhan dan siapa Tuhan
dalam kehidupan saya. Kalau kita kenal diri kita dengan baik maka kita tidak
akan semena-mena kepada Tuhan. Kita datang kepada Tuhan tidak juga dengan
semena-mena dan sembarangan. Artinya kita hormat kepada Tuhan. Saat anak
menghadap orang tua, ada sikap hormat. Demikian juga saat menghadap pimpinan
pasti kita ada sikap hormat. Terlebih ini kepada Tuhan kita harus lebih hormat
kepadaNya. Kenal diri menuntut kita untuk rendah hati. Pengamsal berkata bahwa
takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan . Ini membawa kita
sungguh-sungguh melihat Tuhan sebagai pribadi yang besar dan berkuasa. Dengan
cara apa? Mulai dari hal-hal yang sederhana. Kalau datang saat ibadah, alangkah
baiknya kita datang lebih awal. Juga ke
persekutuan, lebih hindah bila kita datang lebih awal. Jangan sampai ada satu momen
dalam urutan ibadah kita ketinggalan. Jangan sampai momen untuk kita bersalaman
dan bertumbuh dengan jemaat hilang. Tuhan mau merangkul kita dengan hal-hal
yang sederhana dan Tuhan mau kita menghadap Dia dengan hal-hal sederhana.
Muliakan Tuhan dalam seluruh kehidupan kita. Ketika firman diberitakan, pujian
dinyanyikan, doa dipanjatkan, apakah hati kita mau menerima atau menolak apa
yang Tuhan mau? Kenal diri lewat kerendahan hati. Yang kedua, Kenal Tuhan! Iman
yang Tuhan anugerahkan bagi kita membawa kita untuk semakin melihat hal-hal
yang Tuhan ingin nyatakan bagi kita. Ketika kita sudah diselamatkan maka kita
punya percaya dan ketika kita sudah punya percaya maka kita ditolong untuk memahami
iman kita. Melalui apa? Maka kita ada kelas katekitasi. Itulah cara untuk semakin
memantapkan pengenalan kita akan Tuhan. Kita belajar bukan saja tentang Tuhan
tetapi belajar dari Tuhan.
Seberapa jauh kita
membangun hidup kita semakin dekat dengan Tuhan? Adakah Tuhan selalu ada bagi
kita di dalam setiap langkah kita. Atau seringkali Tuhan terlupakan karena
kesibukan, tanggung jawab, pekerjaan atau pelayanan yang menumpuk? Seorang
kakak tingkat saya pernah kesaksian ketika khotbah saat morning chapel di
Kampus. Ia berkata, “Sebelum saya masuk sekolah teologi, kehidupan rohani saya
teratur. Baca firman dan renungan. Namun sewaktu awal masuk sekolah teologia, saya
rasanya seperti semakin jauh dari Tuhan. Ini kesaksian hidup. Ketika kita semakin
dekat dengan Tuhan, apakah kita sungguh makin dekat dengan Tuhan? Ketika kita setia
beribadah dan pelayanan apakah kita sungguh semakin dekat atau jauh dengan
Tuhan? Fisik boleh dekat dengan Tuhan tetapi hati, pikiran dan passion (hasrat) kita jauh dari Tuhan.
Kalau kenal Tuhan , maka taati Tuhan!. Tuhan minta kita TAAT. Hanya itu saja
yang Tuhan kehendaki. Tetapi terkadang kita harus berjuang untuk taat. Banyak
tantangan yang harus kita hadapi. Mulailah dari hal-hal sederhana untuk bisa
mengagungkan kedaulatan Tuhan.
Seorang teman saya
bulan lalu sharing bagaimana dia
berjuang mencari pekerjaan dan tak kunjung dapat. Berkali-kali diinterview tapi
tidak ada panggilan. Suatu kali ia berniat pindah ke suatu kota dan akhirnya pindah
ke kota itu. Lalu ia melamar dan dapat jadwal interview tetapi tidak kunjung
diterima. Iya bertanya kepada saya,”Put, saya sudah melakukan semua, berdoa ,
buat lamaran, ikut interview. Semua sudah lakukan. Apa sih yang masih kurang?
Mengapa teman-teman saya mudah mendapat pekerjaan? Mengapa saya susah sekali?”
Ketika saya mendengar hal itu, saya bingung menjawabnya. Akhirnya saya katakan,
“Mungkin saat ini Tuhan tidak menuntun kamu untuk dapat kerja tetapi Tuhan
menuntut kamu untuk memperbaiki kerohaniaan kamu.” Ia segera memberi respon,”Kerohanian
yang seperti apa lagi?” Saya langsung membalas lagi,”Ini lho , dari jawaban
kamu saya saja tidak enak mendengarnya. Bagaimana saya bisa apresiasi masalah
kamu? Saya paham kamu bergumul tetapi cobalah renungkan dahulu.” Setelah cerita
banyak hal, akhirnya dia jawab “Ok, saya coba melakukannya”. Saat persiapan
khotbah hari ini, saya teringat dia. Saya bertanya apakah dia sudah mendapat
pekerjaan belum. Dia menjawab,”Puji Tuhan! Tuhan itu lucu ya. SkenarioNya menarik buat
saya.” Ia bekerja di salah satu tempat di Bali dan di dalam perjalanan untuk
mendapat pekerjaan banyak sekali Tuhan mempertemukan dia dengan kesulitan-kesulitan.
Dalam satu hari yang sama ia mendapat panggilan interview di 6 tempat yang
berbeda. Setelah 2 tempat selesai, masih ada 4 tempat lagi. Saat pergi ke
tempat yang lain , hujan turun, tidak ada gojek yang mau padahal ini kesempatan
emas. Akhirnya ia berdoa, “Terserah Tuhan, maunya Tuhan apa.” Akhirnya ia
putuskan kembali ke kosnya. Jarak dari tempat kos dan tempat interview sejauh 10
km. Hari sudah mulai gelap, di tengah jalan hujan turun deras. Ia singgah dan
berteduh di pos satpam. Ketika berteduh seorang pria keluar dari rumah itu dan bertanya,
“Mau kemana mbak?” Setelah dijelaskan lalu pria itu berkata,”Saya mau ke sana.
Kalau begitu bareng saya saja” Ternyata Bapak itu sebenarnya sedang menggoda nya.
Banyak hal yang disinggung dalam perjalanan tetapi dia diam saja. Dia pulang ke
kos dan beristirahat dan bergumul. Hanya 2 panggilan interview yang bisa
dipenuhi dan 4 gagal. Ia bergumul dengan kebutuhan hidup dan segala sesuatu yang
diperlukan. 3 hari kemudian dia ditelpon dan diterima dan dapat posisi yang
cukup baik. Dari situ ia membuat artikel dan mengirim ke saya. Lalu saya
bertanya, “Bolehkah saya menggunakan nya dalam menyampaikan kesaksian hidup?”
Ia mengijinkan. Skenario Tuhan dalam kehidupan kita tidak ada yang tahu. Kita
harus berani harga untuk mengikut Tuhan.
Tadi
di persekutuan remaja, tema yang diusung di bulan ini adalah “Bagaimana Tuhan
dalam keindahan alam”. Hari ini berbicara “Allah dalam keindahan alam."
Bagaimana kita bisa melihat dan menikmati kebesaran Tuhan melalui alam yang ada? Satu hal yang pasti, rencana Tuhan
tidak pernah gagal dalam hidup kita. Itu harus menjadi iman dan keyakinan kita.
Mulailah dari hal-hal yang sederhana.
Penutup
Sebuah lagu himne yang cukup saya
senangi berjudul It Is Well with My Soul yang
liriknya ditulis oleh Horatio Spafford sementara musiknya dibuat oleh
sahabatnya, Philips Paul Bliss. Horatio
G. Spafford lahir pada 20 Oktober 1828 di Lansungburgh, New York. Dia adalah
seorang pengacara sekaligus pengusaha sukses di Chicago. Horatio mempunyai seorang istri (Anna
Spafford) dan 5 orang anak (1 laki-laki dan 4 perempuan). Pada tahun 1860-an
keluarga Spafford merupakan salah satu keluarga yang terpandang di Chicago.
Horatio mendapatkan keuntungan besar dari investasinya dalam real-estat di sepanjang tepi danau
Michigan. Walau serba berkelimpahan keluarga Spafford sangat aktif dan setia dalam
kegiatan gereja Presbysterian.
Namun,
kehidupan tidak selamanya membahagiakan keluarga Spafford. Tragedi pertama
terjadi pada tahun 1870 ketika putra satu-satunya, yang waktu itu berusia 4
tahun, meninggal akibat demam berdarah. Kemudian pada tahun 1871 terjadi kebakaran
besar di Chicago (Great Chicago Fire) yang menyapu habis semua aset real-estat sehingga perusahaannya pun
akhirnya bangkrut. Tidak berdiam diri dan jatuh dalam depresi, Horatio kembali
usahanya sambil membantu sesama warga Chicago lainnya yang kehilangan tempat
tinggal.
Ketika
keadaan agak mulai membaik, Horatio berencana membawa keluarganya berlibur ke
Eropa untuk menenangkan diri. Pada tahun 1873, sahababatnya sekaligus seorang
penginjil besar Amerika bernama D.L. Moddy berencana untuk mengadakan pertemuan
penginjilan di Inggris sehingga Horatio membawa istri serta keempat anak
perempuannya untuk mengikuti pertemuan tersebut. Keluarga Spafford bersiap
untuk berlayar ke Inggris menaiki kapal uap Perancis bernama Vile du Havre dari
pelabuhan New York dengan melintasi samudera Atlantik. Akan tetapi, sesaat
sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, Horatio terpaksa harus menunda
keberangkatannya karena ada urusan bisnis yang sangat penting dan tidak bisa
ditunda. Istri dan keempat anaknya tetap berangkat dan Horatio berjanji akan
segera menyusul setelah urusan bisnisnya selesai. Pada malam tanggal 22
November 1873, tragedi kembali menerpa keluarga Spafford, kapal Vile du Havre
yang mereka tumpangi bertabrakan dengan kapal besi Inggris (The Loch Earn).
Hanya dalam tempo 12 menit Vile du Havre tenggelam dan menewaskan 226
penumpang, termasuk keempat putri Horatio : Annie, Maggie, Bessie dan Taneta.
Anna Spafford termasuk salah satu dari 47 orang yang selamat.
Anna
mengisahkan saat-saat terakhir ketika tragedi itu merengut nyawa keempat
putrinya : "Aku merasa seperti tersedot dengan keras ke bawah. Bayi Taneta
terlepas dari tanganku karena benturan dengan beberapa puing kapal. Benturan
itu begitu keras sehingga lenganku memar parah. Aku mencoba menggapai untuk
menangkap bayiku dan berhasil menangkap gaunnya, namun sesaat kemudian ombak
menghantam dan merobek baju yang kugenggam dan menghempaskan bayiku dari
tanganku selamanya." Kedua putrinya
yang lain (Maggie dan Annie) ditolong seorang pemuda yang berhasil mengapung
dengan sepotong kayu. Ia berenang mendekati kedua gadis itu dan menyuruh mereka
menggenggam kedua sisi bajunya sambil mencoba mencari papan yang cukup besar
untuk mereka bertiga. Setelah berjuang sekitar 30-40 menit di laut, mereka
berhasil mendapatkan papan yang cukup besar dan pemuda itu berusaha membantu
kedua gadis Spafford untuk naik ke papan. Tetapi ia melihat tangan mereka yang
menggenggam bajunya mulai melemah dan mata mereka tertutup. Tubuh kedua gadis
yang sudah tidak bernyawa lagi itu perlahan menjauh dari tubuh si pemuda yang
juga lumpuh akibat kecelakaan tersebut. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi
pada putri Stafford yang bernama Bessie.
Dengan
tubuh penuh memar dan luka, Anna Spafford berhasil diselamatkan, namun semua
rasa sakit yang dideritanya tidak sepanding dengan kepedihan hati akibat
kehilangan keempat putrinya. Pastor Nathaniel Weiss, salah seorang penumpang
yang juga selamat dari kecelakaan kapal tersebut mendengar Anna berkata,
"Tuhan memberiku empat anak perempuan. Sekarang mereka diambil dariku.
Suatu hari nanti aku akan mengerti mengapa ..." Anna benar-benar hancur,
namun dalam kesedihan dan keputusasaannya, ia mendengar suara lembut berbicara
kepadanya, "Engkau diselamatkan untuk suatu tujuan." Anna teringat
seorang teman pernah berkata, "Sangat mudah untuk bersyukur ketika engkau
memiliki segala sesuatu, tetapi melupakan Tuhan dan hanya mengingatNya saat
berada dalam masalah."
Sembilan
hari setelah diselamatkan dan tiba di Cardiff, Wales, Anna mengirimkan telegram
kepada suaminya. Telegram itu berisi kalimat : "Saved alone. What shall I do?" (aku sendiri yang selamat, apa
yang harus kulakukan?) Horatio bergegas
menuju Inggris untuk menemani Anna dalam masa-masa berat tersebut.
Dalam
perjalanan menuju Inggris, kapten kapal menunjukkan lokasi dimana kapal Vile du
Havre tenggelam. Malam itu Horatio tidak dapat tidur. Berjam-jam lamanya ia
merenungkan dan mengingat semua tragedi yang terjadi pada keluarganya dan
keempat putrinya yang meninggal di tengah-tengah samudera Atlantik itu. Dalam
keadaan hati yang hancur, Horatio menulis pada secarik kertas, "It is
well, the will of God be done." (Hal ini baik, kehendak Tuhan terjadilah).
Dia atas kapal inilah Horatio kemudian menulis hymne "It is well with my
soul" yang jika diterjemahkan berarti “Jiwaku baik-baik saja (walau didera
penderitaan)”. Ketika bertemu kembali dengan istrinya, ia berkata, "Kita
tidak kehilangan anak-anak kita. Kita hanya berpisah dengan mereka untuk
sementara."
Horatio
membawa Anna kembali ke Chicago untuk memulai kembali kehidupan mereka. Tuhan
mengaruniai mereka dengan tiga orang anak. Putra mereka yang lahir pada tahun
1876 diberi nama Horatio untuk mengenang putra mereka yang telah meninggal. Pada tahun 1878 Horatio dan Anna dikaruniai
seorang putri yang diberi nama Bertha dan dua tahun kemudian, 1880, lahirlah
Grace. Tragisnya, ketika Horatio kecil berusia 4 tahun, ia juga meninggal
karena penyakit demam seperti kakak lelakinya. Belum hilang kepedihan akibat wafatnya
Horatio kecil, jemaat gereja mengucilkan mereka dengan alasan, "Pasti ada
sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Spafford sehingga banyak tragedi
menimpa mereka."
Karena
tidak lagi diterima jemaat di gerejanya, pada bulan September 1881, Horatio membawa
keluarganya menuju Yerusalem untuk menetap di sana. Bersama beberapa kawan yang
juga ikut pindah bersamanya, Horatio memulai sebuah kelompok pelayanan yang
kemudian dikenal sebagai "American Colony." Mereka melayani
orang-orang yang kekurangan, membantu orang miskin, merawat orang sakit dan
menampung anak-anak tunawisma. Tujuan mereka hanyalah untuk menunjukkan kasih
Yesus kepada sesama yang menderita. Novelis Swedia, Selma Ottiliana Lovisa
Lagerlof, menulis tentang pelayanan yang dilakukan kelompok ini dalam novelnya
berjudul "Yerusalem." Novel tersebut berhasil memenangkan hadiah
Nobel. Horation Spaffor meninggal karena malaria pada 16 Oktober 1888 di
Yerusalem. Anna Spafford terus bekerja di daerah sekitar Yerusalem sampai
kematiannya pada tahun 1923.
Putri
Horatio, Bertha Spafford Vester, menulis kisah ini dalam bukunya "Our
Yerusalem" : "Di Chicago, ayah mencari penjelasan tentang hidupnya.
Hingga saat ini, semuanya mengalir dengan lembut seperti sungai. Kedamaian
rohani dan keamanan telah menopang awal hidupnya, kehidupan keluarganya, tempat
tinggalnya ... orang di sekelilingnya bertanya-tanya, 'kesalahan apa yang
menyebabkan terjadinya tragedi beruntun pada Horatio dan Anna Spafford?' ...
tapi ayah yakin bahwa Allah baik dan ia akan melihat anak-anaknya lagi di surga
nanti. Hal ini menenangkan hatinya. Bagi ayah, keadaan itu seperti melewati
'lembah bayang-bayang maut', tapi imannya bangkit dan kuat. Di laut lepas,
dekat tempat dimana anak-anaknya tewas, ayah menulis hymne yang menenangkan banyak
orang." Ini adalah sebuah lagu yang
penuh kekuatan, kedamaian dan pengharapan.
When peace, like a river, attendeth my way, When
sorrows like sea billows roll, Whatever my lot,
Thou has taught me to say, It is well, it is well,
with my soul.
It is well, with my soul.It is well, with my soul. It
is well, it is well,with my soul.
Though Satan should buffet, though trials should come,
Let this best assurance control
That Christ has regarded my helpless estate, And hath
shed His own blood for my soul.
My sin, oh, the bliss of this glorious thought! My
sin, not in part but the whole
Is nailed to the cross, and I bear it no more, Praise
the Lord, praise the Lord, oh my soul.
And Lord haste the day when my faith shall be sight, The
clouds be rolled back as a scroll,
The trump shall resound, and the Lord shall
descend,Even so, it is well with my soul.
It is well, with my soul. It is well, with my soul. It
is well, it is well, with my soul.
Masihkah kita sanggup mengagungkan
dan melayani Tuhan saat kita berada di posisi terpuruk? It is well with my soul (Nyamanlah jiwaku). Oh alangkah dalamnya.
Itulah yang menjadi respon kita ketika kita mungkin berada di posisi dan
keadaan hidup yang sangat menyedihkan. Tangan Tuhan selalu memegang kita. Mari
kita berserah kepada Tuhan, apapun yang Tuhan perbuat pastilah itu yang terbaik. Amin.
No comments:
Post a Comment