Pdt. Hery Kwok
2 Tim 3:1-4
1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan
datang masa yang sukar.
2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan
menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan
menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu
berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
3 tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai,
suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang
baik,
4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang,
berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.
Efesus 6:1-4
1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam
Tuhan, karena haruslah demikian.
2 Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah
suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di
bumi.
4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan
amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan
nasihat Tuhan.
Pendahuluan
Telah disampaikan pada
khotbah minggu lalu oleh Ev. Charlotte bahwa kita semua menyetujui dan tidak
ada yang membantah bahwa keluarga itu penting. Namun pernyataan ini seringkali
hanya merupakan teori saja. Karena kalau keluarga dianggap penting mengapa
tidak dihidupi dan diperhatikan secara penting (serius berkesinambungan) dalam
perjalanan hidup kita? Jadi pernyataan ini dianggap teori karena tidak
dilakukan dengan sebaik-baiknya atau hanya dilakukan separuh atau sudah tawar
hati dengan keluarga. Sari firman Tuhan diberitakan saat Orang Farisi bertanya
kepada Tuhan Yesus, "Guru, hukum
manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Mat 22:36) Yang dijawab Yesus pada Matius 22:37-39 yang merupakan intisari ajaran Tuhan Yesus,” Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Hukum yang kedua ini adalah hukum relasi. Jadi
kasihilah suami dan anak yang adalah sesama kita, jadi bukan hanya orang lain semata-mata
seperti tukang bensin, tukang bubur atau kolega (teman kerja). Yang dimaksud sesama di sini adalah pasangan
hidup dan anak. Bagaimana bisa mengasihi sesama kita bila tidak ada relasi
dengan Allah? Hukum ini bila diyakini dan dijalani akan berhasil dalam hubungan
dengan sesama. Perkataan Allah tidak pernah berdusta. Pernyataan ini mengandung
kekuatan yang hebat. Apakah sudah kita jalani? Apakah kita sudah mengasihi Dia dengan
segenap hati , kekuatan serta pikiran kita? Menurut buku “Berpola Pikir Rohani”
yang dikarang oleh John Owen (1616-1683),
untuk mendeteksi cara berpikir rohani tersebut mudah. Saat duduk waktu senggang
setelah makan siang (istirahat siang hari), apakah kita memikirkan perkara-perkara
rohani (misal : apa yang dikatakan firman Tuhan)? Di dalam masa krisis, ia
menulis buku ini dengan baik karena ini merupakan perjuangan dia. Kasihilah
dengan segenap hati dan pikiranmu , apakah dilakukan tidak? Apakah saya
mengasihi Tuhan degan benar tidak? Kalau tidak, tidak mungkin kita mengasihi
istri dan sesama. Kalau keluarga itu penting maka seharusnya didahulukan dengan
mengasihi diri sendiri dengan baik, karena
bila tidak maka percuma (tidak akan bisa). Waktu fokus dengan Allah total maka
prioritas kita dengan keluarga bisa. Relasi dengan keluarga bisa karena sudah
fokus dengan Allah. Allah yang akan memberi hikmat untuk berelasi. Kalau engkau
berikan kepada Allah 100%, maka engkau akan dimampukan mengasihi sesama 100%. Itu
hukum rohani. Itu kemampuan yang diberikan Allah, bukan kita yang punya
kemampuan sendiri. Maka kita menemukan keluarga yang berantakan karena tidak
dimulai dan dijalani dengan fokus pada Alllah. Sebagai pribadi dan keluarga
apakah fokus pada Allah dengan baik atau tidak? Hal ini mudah dilihat dari membaca
Alkitab setiap hari, rajin dalam ibadah, lalu digerakkan dalam pelayanan, itu
gambaran dari mengasihi Tuhan. Kalau mengasihi Tuhan tapi tidak ada buktinya,
itu bohong. Kita bisa menipu orang tapi tidak bisa menipu Tuhan. Kalau tidak
fokus maka kita tidak punya prioritas untuk mengasihi Tuhan dan sesama.
Ev. Mercy Matakupan
dalam khotbahnya pada minggu pertama Agustus menyampaikan bahwa lihat generasi
muda di gereja. Di kitab Keluaran, bangsa
Israel dibawa keluar dari Mesir. Lalu dihubungkan
dengan kitab Hakim-Hakim di mana generasi bangsa Israel setelah Yosua. Kitab
Keluaran berbicara, “Lalu bangkitlah Raja Mesir yang tidak mengenal Yusuf yang menindas
bangsa Israel”. Orang Israel setelah keluar dari Ur-Kasdim, Abraham menjelajah sampai
ke tanah perjanjian lalu menurunkan Ishak dan Yakub yang mempunyai 12 anak
laki-laki. Waktu kelaparan, Yusuf diutus Allah. Waktu itu Allah menjaga bangsa
yang sedang kelaparan dan di sanalah (Mesir) mereka tinggal sebagai orang
asing. Tetapi tidak bisa tinggal serta merta. Yusuf menjabat dalam posisi yang
hebat (orang kedua setelah Firaun) dan bangsa Israel tinggal di Mesir selama
430 tahun (4 abad lebih) yang berarti masanya sangat panjang. Musa dipilih
Tuhan untuk membawa orang Israel ke luar, itu adalah generasi terakhir setelah
bapak orang percaya berada di Mesir yakni Musa adalah generasi setelah 430 tahun
kemudian. Di kitab Keluaran tidak dikatakan bangsa ini lupa Tuhan artinya 4
abad lebih orang Israel masih bersama Tuhan. Tetapi setelah Yosua yang
menggantikan Musa dan seangkatannya meninggal, bangkitlah generasi yang tidak
mengenal Tuhan. Ini mengerikan. 4 abad lebih Israel bersama Tuhan sehingga mereka
berseru kepada Tuhan sehingga Tuhan mengutus Musa. Tetapi setelah Yosua, bangsa
Israel kelakuannya sama dengan orang Edom, orang Moab dan orang Filistin yang
tidak mencari Tuhan. Mereka menjadi bangsa yang mengalami penderitan dan
penjajahan. Firman Allah itu hebat. Ia menjadi buku yang menceritakan perbuatan
Allah dalam sejarah demi sejarah dan terus sampai kiamat baru selesai.
Selama 2 minggu
menikmati khtobah-khotbah tersebut, apakah kita juga berada dalam situasi yang
mengerikan seperti itu? Hari ini kita akan bicara tentang generasi milenial
(Y). Generasi baby boomer lahir sebelum tahun 1960. Dilanjutkan oleh generasi X
yaitu yang lahir pada tahun 1961 -1980. Lalu generasi Y (dikenal sebagai
generasi milenial) yang lahir dari tahun 1981-2000. Selanjutnya generasi Z yang lahir 2001- 2010 dan sekarang
generasi Alpha yang lahir dari tahun 2011-2025. Suatu kali ada seorang anak
remaja yang sedang berpacaran dan gaya pacarannya berbeda dengan generasi
sebelumnya. Orang dulu gaya pacarannya kaku. Saat merayu menggunakan gaya
bahasa seperti bunga mawar atau menggambarkan keindahan pacar melalui alam
semesta. Itu generasi X. Sekarang generasi Y menggunakan istilah dalam permainan
“gunting, batu dan kertas” untuk mengatakan manis (sweet). Mau bilang cantik
dengan menggunakan istilah “gunting, batu dan kertas”. Saya mengetahui istilah
ini dari media sosial. Di zaman teknologi canggih, TV , handphone dan
multimedia-nya hebat. Mereka hidup dalam media sosial yang luar biasa. Di
Tiongkok, ada seorang kakek yang ribut dengan cucunya. Cucunya itu membawa golok mengancam sang kakek, sedangkan kakeknya
memakai galah. Rupanya cucunya marah karena sang kakek tidak memberinya uang
untuk membeli pulsa. Sang Kakek juga marah dan menghadapi cucunya ia memainkan galah
tersebut. Sewaktu menonton video itu, saya merasa prihatin. Ini generasi (1980-2000)
yang berada dalam keprihatinan. Anak-anak ini berada dalam dunia teknologi yang
luar biasa.
Ada kelebihan dan
kekurangan dari generasi milenial ini. Mereka hidup di zaman di mana mereka tidak
mau terlalu kaku. Sewaktu kerja, tidak seperti generasi X yang memakai dasi
tetapi mereka memakai jean. Ini salah satu ciri generasi milenial yang hidup
dalam zaman tekonologi yang tidak bisa mengantisaspi dan meredam teknologi
dengan baik. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Rasul Paulus kepada anak
rohaninya Timotius pada 2 Tim 3:1-4 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan
datang masa yang sukar. Manusia akan
mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka
menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang,
berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.
Ciri-ciri dari generasi milenial
Beberapa ciri yang negatif dari generasi milenial adalah sebagai berikut :
1.
Egosentris.
Di dalam generasi milenial , ciri
yang paling kuat. Generasi ini karena teknologi dan temannya barang-barang
elektronik, ego nya tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam
inspirasi Roh Kudus kepada Timotius bahwa manusia akan mementingkan (mencintai)
dirinya sendiri. Egoisnya luar biasa sehingga membuat mereka berani lakukan apa
saja. Kalau dulu generasi X mau lakukan kejahatan masih pikir-pikir, kalau
generasi milenial tidak. Ada remaja perempuan yang sewaktu pacaran, mau coba
pacaran seperti zaman Perjanjian Lama dimana raja punya banyak istri. Rupanya
ia naksir seorang cowo yang sudah punya istri. Kalau di zaman Perjanjian Lama
boleh jadi istri keduanya. Jadi apa yang dikatakan dalam lirik lagu yang
dibawakan oleh Astrid Sartiasari (Jadikan Aku yang Kedua, 2007) adalah
gambaran. Jadi kalau laki itu mau, maka jadilah istri yang kedua. Namun setelah
itu tidak boleh ada perempuan yang lain lagi (cukup dia saja). Ia mau apa saja yang
dikehendakinya terjadi. Inilah generasi yang lebih mementingkan dirinya
sendiri.
2.
Idealis, terlampau
optimis bahkan terkadang tidak realistis.
Saat saya melayani sebuah persekutuan
yang diadakan di sebuah perusahaan mobil, saya bertemu dengan seorang bos saat acara ramah
tamah. Ia berkata,”Anak saya yang pulang dari kuliah di luar negeri membuat
saya pening. Setelah kembali , ia membantu di perusahaan dan ia pun mengeluarkan
ide-idenya. Idenya itu menurut saya terkadang terlalu idealis dan tidak
realistis. Coba bayangkan, dia merombak aturan-aturan yang ada. Saya berkata
karyawan kita setia tapi dia membantahnya. Saya berkata kepadanya, ‘Kamu saja yang
urus dan saya yang awasi. Saya ingin tahu kamu bisa tidak urus, karena bagi
saya karyawan yang ada seperti keluarga dan berjuang bersama-sama dari awal namun
waktu ia datang seperti jagoan, ia main pecat para karyawan lama’. Saya
berkata,’Anak kamu tidak boleh begitu’. Ia berkata,”Tidak bisa menurut apa yang
saya dapat dari belajar di luar negeri.’ Saya berkata ke istri, ‘Kita pensiun
dini saja dan saya hanya akan mengawasi saja.Karena ini perusahaan saya juga.
Kalau anak saya jatuh saya juga yang hancur’”. Anak-anaknya memang merupakan gambaran
yang kita temukan sehari-hari.
3.
Generasi yang sering kali
cari jalan pintas dan lari dari perjalanan hidup
Ini ciri negatif yang paling
menyedihkan. Mereka tiba-tiba terjun dari lantai atas dan bunuh diri karena perkara-perkara
yang tidak bisa mereka selesaikan. Cepat putus asa dan tidak berpengharapan. Mereka
merasa semua jalan menjadi buntu. Maka anak muda di zaman ini senang lagu-lagu
seperti “Lumpuhkan Ingatanku” yang dipopulerkan oleh Geisha. Liriknya berkata,”Jangan sembunyi. Ku mohon padamu jangan
sembunyi. Sembunyi dari apa yang terjadi. Tak seharusnya hatimu kau kunci.
Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentang dia. Hilangkanlah
ingatanku jika itu tentang dia.” Kalau engkau jauh dunia seakan berhenti maka
lebih baik lumpuhkan ingatannya karena ia merasa terganggu sekali. Generasi ini
rapuh dalam ketahanan mental , cepat kalah bila ada tantangan dan cepat
mengambil keputusan singkat lalu kita menemukan anak muda mengakhiri hidupnya
karena tidak melihat jalan keluar.
Ciri-ciri generasi milenial seperti itu dan semakin meningkat dari zaman
demi zaman. Roh tiap zaman semakin nyata diungkapkan oleh Kitab Suci tentang siapa manusia di akhir zaman.
Menghadapi problema ini, sikap apa yang harus diambil?
1.
Ajarlah mereka di dalam
ajaran dan nasehat Tuhan
Rasul Paulus memberi nasehat yang luar biasa. Efesus 6:1-3 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam
Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah
suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di
bumi. Rasul Paulus menulis sebuah hubungan antara anak dengan orang tua.
Dimulai dari orang tua yang punya anak generasi milenial. Rasul Paulus
mengatakan di ayat 4 Dan kamu, bapa-bapa,
janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka
di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Mereka hidup dalam zaman dan generasi
mereka. Rasul Paulus mengatakan , “Didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat
Tuhan”. Kata “didiklah” berarti (dalam bahasa aslinya) “asuhlah” anak-anakmu
dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Kata “asuh” dalam bahasa aslinya mengandung arti
seperti orang yang sedang memberi makan. Orang tua yang punya anak akan
berusaha agar anaknya bisa makan. Saya ke rumah sakit kemarin. Ada seorang anak
setiap kali mau difoto ia menangis. Petugas RS Hermina berkata, “Adik jangan
takut difoto”. Mamanya berkata,”Iya, anak saya takut difoto” dan setelah
digendong, ia berhenti nangis. Mamanya berkata lagi,”Anak itu berhenti menangis
karena sudah bau tangan (alias digendong)”. Itu cara orang tua membujuk anaknya
makan. Ia melakukan segala upaya agar anaknya mau makan. Ia mengajak anaknya
bicara,“Mami, mau kasih makan. Mami mau kasih makan pizza!”. Ia pakai bahasa
sendiri supaya anaknya mau makan (dengan berbagai kreativitas). Kalau tidak
makan juga, dengan gemas baru dicekok. Intinya orang tua tidak mau anaknya
lapar. Kalimat ini dipakai oleh Rasul Paulus. Ia mengambil bapak sebagai
representasi orang tua,”Didiklah anakmu dalam pengajaran dan nasehat Tuhan.” Pengajaran
dan nasehat Tuhan bisa ditemukan di Kitab Suci. Waktu orang Israel berjalan di
padang gurun, Tuhan berkata, “Aku mendidik mereka seperti anak rajawali. Aku
hempaskan mereka dari atas bukit yang tinggi, kemudian anak rajawali itu jatuh.
Di sanalah saya ingin anakku mengembangkan sayapnya. Waktu anaknya tidak bisa
terbang, induknya akan menopangnya di pundaknya. Supaya anak-anaknya menjadi
tough (kuat) dan hebat.
Kita lebih suka ajaran dunia yang dilahirkan oleh para profesor pendidikan yang
lebih dihargai dan dilihat dari Firman.
Hasilnya bukan produk anak rohani tetapi anak yang pintar di kepala tapi tidak
takut Tuhan. Kita seharusnya berusaha sekuat tenaga, supaya pengajaran dan
firman Tuhan sampai ke anak kita. Caranya harus kreatif. Kadang kali orang tua bisa
mendongeng ke anaknya tiap malam. Keponakan saya senang mendengar dongeng
sebelum tidur. Apakah saat seperti itu kita pernah mendongeng tentang firman
Tuhan di Alkitab? Misalnya dengan gaya
bahasa yang hebat bercerita, “Ada seorang yang benar-benar hebat dan bisa
kalahkan singa tapi orang ini akhirnya kalah dengan seorang perempuan. Namanya
Simson.” Pakai kalimat yang luar biasa agar bisa menarik minatnya (misalnya : meskipun
ia kuat dan hebat tapi ditaklukkan oleh yang lemah). Dalam kata asuh, orang tua
memberi anak mereka makan, dan ia akan berusaha supaya mereka menelan
makanannya. A Hau pergi retreat berdua dengan Gavriel. Itu salah satu cara. Kalau
anak mulai bermasalah ajak mereka pergi berdua (camping, nonton , makan dll) dan dalam
perjalanan cerita tentang pengajaran firman. Masalahnya bagaimana bicara
tentang firman kalau orang tua tidak hidup dalam firman? Bagaimana bicara
tentang pengharapan tetapi tidak pernah berdoa? Anak tidak dapat melihatnya.
Kalau kita berlutut dan berdoa, anak akan melihat bagaimana Hanna berkata, “Tuhan
aku mohon seorang anak”. Mereka akan ‘kena”. Waktu kita mengasih maka hidupi
firman Tuhan dulu,baru bisa memberi “makanan” pada generasi milenial tersebut. Orang
tua zaman sekarang tidak melihat hal ini sebagai prioritas. Orang tua mencari
duit untuk anak, tidak salah. Tetapi seringkali alasan “cari uang demi anak” menjadi
kamuflase karena orang tua menikmati kemewahannya juga (agar dipandang dalam
masyarakat). Tetapi kenyataannya orang tua tidak melihat anaknya sedang menjerit karena mereka tidak mendapat
asupan firman Allah dalam hidup mereka. Apakah kita mengasuh dan memberi makan
dengan Firman? Untuk itu konsekuensinya, ada harga yang harus dibayar yaitu waktu
dan perhatianmu. Walau bisa disiasati dengan melakukannya waktu mau tidur atau
ambil waktu libur bersama. Melakukan camp bersama dengan membeli tenda kecil,
kompor kecil, dandang yang kalau kotor tinggal dibuang (misalnya).
Kalau tidak beri prioritas, bagaimana bisa berhasil? Kami sudah 20 tahun
menikah dan kami mau honey-moon yang
kedua ke Bali. Ada harga yang harus dibayar. Kalau bicara sibuk, maka kita
sibuk semua dan merasa lebih sibuk dari Tuhan. Menjadi orang tua dimulai dengan
konsep “asuhlah anak-anakmu dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Saya tidak dan
belum dipercayakan seorang anak, tetapi saya melihat banyak orang tua yang
bermasalah dengan anak-anak mereka. Suatu kali saat kita dipanggil, Tuhan akan menuntut
pertanggungjawaban. Karena anak itu permata hati Tuhan (Maz 120). Dia akan menuntut
pertanggungjawaban kita.
2.
Hormatilah ayah ibumu.
Rasul Paulus memberi
nasehat tentang generasi milenial.Ayat 1 dan 2 bagus. Kata “haruslah demikian” ditulis
dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya dikatakan, “Hai anak-anak hormatilah
orang karena pantas.” Bila anak kita sakit demam maka perlu diberi obat karena
itu yang pantas. Kalau dia tidak minum obat akan mati. Ayat ini bicara tentang
hal yang kalau tidak dilakukan maka akan mati rohanimu, kepekaanmu dan etikamu
terhadap orang-orang yang lebih tua atau relasi dengan yang lain. Tidak
membunuh dan berzina tidak bisa dilakukan bila tidak mulai menghormati orang
tua dengan pantas. Hukum kelima (hormatilah orang tuamu) dari 10 perintah Allah
bisa dilakukan kalau hukum kesatu sampai keempat (kasihilah Tuhan Allahmu dan
seterusnya) dilakukan. Coba pikirkan tentang nasehat Tuhan bahwa engkau pantas
menghormati orang tuamu. Dari orang tua baru bisa kita hormat dan mengasihi yang
lain. Zaman sekarang, di mal pakaian anak muda sangat mengganggu (seakan kurang
bahan). Kalau keluar rumah dan kita tahu etika, maka kita akan memakai pakaian yang
sopan, supaya tidak mati dan malu. Itu makna kata “pantas”. Engkau akan hidup, tidak mati dan malu di
dalam perjalananmu. Tapi bagaimana anak bisa menghormati orang tua, kalau kita
sebagai orang tua tidak mengenal Tuhan? Mari kita perhatikan keluarga. Suami
memperhatikan istri, istri memberi dorongan dan menghormati suami. Anak-anak
menghormati orang tua, orang tua mengasihi anak-anak. Kalau relasi ini terjadi
bagus sekali. Namun hal ini akan sulit terjadi, kalau kita tidak taat pada
Firman. Kita tidak mencari perkara rohani dengan serius. Mari kita membaca,
menggali dan menghidupi firman dengan baik maka kita akan menjadi generasi di
mana ada Tuhan yang pimpin kita satu per satu.
No comments:
Post a Comment