Pdt. Njoo Mee Fang M.Th.
Efesus 4:1,15-17
1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang
yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah
dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
15 tetapi dengan teguh berpegang kepada
kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia,
Kristus, yang adalah Kepala.
16 Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, —
yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya,
sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota — menerima
pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
17 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini
kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak
mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia
Pendahuluan
Saat ini terdapat
banyak tipe keluarga. Keluarga yang sekarang dikatakan sebagai keluarga modern memiliki
nilai yang berbeda dengan Alkitab. Ada film Amerika yang berjudul Modern Family (Keluarga Modern). Film serial
yang mulai ditayangkan oleh ABC tahun 2009 ini sudah dibuat banyak episode. Serial
ini telah menerima beberapa nominasi penghargaan seperti Emmy Award untuk
kategori Outstanding Comedy Series,
Outstanding Supporting Actor in a Comedy Series, dan Outstanding Supporting Actress in a Comedy Series. Film ini sangat
terkenal dan menjadi acuan tentang keluarga modern. Serial ini menceritakan kehidupan
keluarga di Los Angeles yang saling terhubung. Jay Pritchett ,sang kepala
keluarga, telah bercerai dengan istri pertamanya dan kemudian menikah dengan
istri keduanya yang jauh lebih muda darinya yaitu Gloria, seorang janda dengan
2 anak. Jay sendiri telah memiliki dua orang anak dari pernikahan pertamanya yakni
Claire (menikah dengan Phil Dunphy dan memiliki 3 orang anak) dan Mitchell (gay
dan tinggal berdua dengan kekasihnya dengan seorang putri hasil adopsi).
Sedangkan Gloria juga memiliki 2 anak yakni Manny dan Fulgencio dari pernikahan
sebelumnya. Inilah cermin keluarga modern yang menyetujui pernikahan sesama
jenis asalkan cinta (daripada berlainan jenis tapi terus bertengkar setiap hari)
dan membiarkan terjadinya perceraian lalu boleh menikah kembali (asal ada
kecocokan). Keluarga di Indonesia belum banyak yang seperti ini. Namun demikian
orang-orang di Indonesia termasuk remaja dan pemudanya mendengar lagu-lagu dan
menonton film-film yang mengadopsi nilai-nilai
seperti ini. Hal ini terjadi bukan hanya di kota besar tetapi juga melanda kota-kota
kecil di Indonesia. Nilai yang coba ditanamkan melalui lagu dan film seperti
itu adalah agar kita tidak boleh membedakan orang-orang sehingga cinta sejenis dan
perceraian dianggap tidak bermasalah dan jangan dipersoalkan. Seringkali lagu-lagu
dalam bahasa asing masuk ke dalam benak kita dan disimpan tanpa dimengerti
maknanya. Keluarga modern digambarkan seperti ini, yang penting cinta, cocok
dan ‘bahagia’ tanpa ada nilai yang standar dan benar. Itu yang ditawarkan film
Barat namun secara perlahan tapi pasti film-film Indonesia juga mengarah ke sana. Film Modern Family ini terkenal di seluruh
dunia. Anak saya merasa film ini bagus, lucu dan menarik. Orang-orang Kristen di
dunia menghadapi tantangan ini bahkan ada yang sudah mengalaminya.
Perubahan (tantangan)
yang Dihadapi Keluarga
1. Perubahan pusat keluarga.
Yang menjadi pusat yang utama dalam keluarga adalah :
-
suami / pencari nafkah
Pusat keluarga pada zaman ini adalah suami. Karena ia yang mencari nafkah.
Khususnya dalam budaya Tionghoa hal ini sangat dipegang. Suami seperti emas
dalam keluarga. Di antara keluarga yang paling utama adalah ayah. Kalau makan
bagian yang terbaik (misal : dada dan paha ayam) untuk ayah, setelah itu sisanya
baru untuk ibu atau anak-anaknya.
-
Nyonya boss yang menjadi pusat keluarga. Anggapannya ayah
adalah raja yang berkuasa di luar rumah. Ibu adalah ratu di dalam rumah tangga.
Di rumah Ibu yang tentukan seperti saat rebutan saluran TV dengan anak, maka
siaran TV untuk ibu, baru anak.
-
Anak yang menjadi nomor satu karena anak adalah tumpuan
dan investasi masa depan.
Orang tua mengatakan, “Dulu kami menderita sehingga sekarang
jangan sampai anak menderita.” Sehingga orang tua bekerja keras agar jangan
sampai anaknya dihina orang lain. Anak dimanjakan seolah-olah pusat dari
keluarga. Ada yang mengatakan bahwa anak adalah raja yang paling berkuasa. Raja
menguasai negara, ratu menguasai raja dan anak menguasai ratu. Jadi yang
menguasai negara adalah anak.
-
Mertua penyandang dana.
Yang paling parah terjadi bila yang berkuasa adalah
mertua sebagai penyandang dana. Ia menentukan segala sesuatu seperti sekolah,
mau pergi ke mana, makan apa? Cukup banyak perceraian yang disebabkan mertua.
-
Gawai (gadget), media sosial dan TV.
Ini yang praktis kita lihat sehari-hari. Di rumah semua bisa
tenang kalau punya pegangan seperti itu sendiri. Begitu TV rusak sehingga tinggal
1 maka terjadi keributan. Yang menang adalah pemegang remote TV.
Siapa yang menjadi pusat keluarga hari ini? Pandangan masyarakat
di atas mempengaruhi keluarga Kristen sehingga kita tidak tahu siapa yang menjadi
pusat keluarga. Hal ini harus dipikirkan baik-baik, kalau hanya tertuju pada
suami, istri, anak, mertua apalagi TV, maka keluarga
rentan dijatuhkan. Di rumah ada gantungan baju dari plastik dan besi.
Misalnya kita menggantung handuk pada gantungan dari plastik tidak masalah
tetapi menggantung jas tidak mungkin pada gantungan dari plastik tapi dari besi
yang kuat. Karena semua manusia punya keterbatasan. Menggantungkan diri pada suami,
istri, anak, TV maka semuanya bersifat sementara, kita tidak bisa
menggantungkan hidup pada manusia karena manusia adalah terbatas adanya.
Tuhan Yesus sumber dari
tubuh , seluruh keluarga.
Firman Tuhan kembali mengajak orang
Kristen untuk menempatkan Kristus sebagai kepala keluarga. Tuhan Yesus seharusnya
menjadi kepala rumah tangga kita. Firman Tuhan mengatakan Kristus adalah kepala
artinya Ia bisa melihat dengan lebih luas. Kepala keluarga memiliki posisi yang
paling tinggi dalam keluarga kita. Ia bisa melihat lebih luas. Semakin tinggi
posisi kita, maka horizon dan wasasan kita jauh lebih luas. Yang paling kita
harapkan adalah Kristus karena Ia bisa memandang dari segala jurusan. Ialah
kepala dari seluruh ‘tubuh’ karena Kristuslah yang membentuk lembaga pernikahan
yang diciptakan sejak awal dengan diciptakannya Adam dan Hawa. Allah mencipta
keluarga dan pernikahan sehingga ada Adam, Hawa, Kain dan Habel dll. Tuhanlah
yang memunculkan cinta. Dari Tuhanlah buah kandungan itu ada.
Tubuh rapi tersusun
diikat menjadi satu.
Surat kepada jemaat Efesus ini
sering dikhotbahkan dengan aturan yang rapi. Bagaimana suami mengasihi istri,
istri tunduk kepada suami, anak menghormati orang tua, orang tua dalam mendidik
anak jangan membuat anak marah. Tuhan Yesus memiliki peraturan yang rapi untuk seluruh
keluarga. Bila kita mengikuti peraturan yang ditetapkan Tuhan Yesus, maka
keluarga seperti bangunan yang kukuh dengan Kristus sebagai kepala. Keluarga
diikat menjadi satu. Keluarga akan sukses kalau semua anggota keluarga
menjalankan perannya. Ayah, ibu dan anak-anaknya bekerja-sama mengerjakan bagiannya
masing-masing, bergotong royong dan bisa mewujudkan petunjuk Yesus sebagai
kepala. Yesus sebagai pusat keluarga berarti Ia yang bertanggung jawab atas
kelangsungan keluarga. Setiap anggota keluarga menerima pertumbuhannya. Kepala
yang betanggung jawab memberi pertumbuhan. Tuhan Yesus adalah harapan dari
keluarga. Istilah kepala keluarga berarti orang yang betanggung jawab mencari
nafkah. Kalau Kristus kepala keluarga maka Kristuslah yang bertanggung jawab
memelihara keluarga dan Ia memberi pertumbuhan pada semua anggota keluarga.
Semua anggota keluarga menerima pertumbuhan artinya di dalam Kristus ada
harapan dalam semua keluarga.
Kita semua adalah manusia berdosa, sehingga pasti ada kekurangan
dalam keluarga. Pasti semua keluarga punya kesusahan masing-masing. Kalau Tuhan
menjadi kepala keluarga Ia memberi pertumbuhan dan memperbaiki semua bagian
yang tidak sempurna. Ia menanam, menyiram, dan memberi pertumbuhan. Kita tidak
bisa mengubah orang lain. Suami tidak bisa mengubah istri dan sebaliknya. Orang
tua sulit mengubah dan mengatur anak baik yang berusia 20 tahun tapi juga
yang 5 tahun. Kita tidak berdaya
mengubah orang lain. Kalau Kristus menjadi kepala mengandung janji Ia memberi
pertumbuhan. Kita semua yang memerlukan pertumbuhan jadi lebih baik karena Ia
kepala keluarga yang ditetapkan Tuhan bagi kita. Maka jadikanlah Yesus sebagai pusat keluarga
kita, bukan suami, istri atau anak. Dengan menjadikan Tuhan Yesus sebagai kepala
keluarga, maka diharapkan keluarga kita bisa menjadi aman karena Ia tidak
berubah , berkuasa dan baik. Jangan menempatkan Yesus sebagai sampingan dalam
keluarga seperti yang dikatakan pepatah : ‘menangisnya sama aku, bahagianya
sama dia’ ; ‘Ada perlu ya? Pantasan cari gua’. ‘Aku seperti kerupuk di warung
mie ayam’. Jangan saat susah baru mencari Tuhan, sedangkan kalau bahagia cari
yang lain. Kalau susah baru berdoa, kalau susah baru disapa. Keluarga nyaman
kalau masing-masing punya hiburan. Kapan keluarga menyapa Tuhan? Mari jadikan
Yesus sebagai kepala. Bukan hanya sekedar slogan , merek , tekad dan niat.
2.
Tujuan Keluarga
Orang berkeluarga untuk memenuhi
kebutuhan pribadi dan paling jauh keluarga. Anak muda kalau mencari pasangan
berkata, “Tolong doakan si A karena saya naksir. Saya naksir A karena saya
tidak bisa berbahasa Inggris, tidak bisa masak dan tidak rapi, sedang A bisa.” Ini
mencari pasangan hidup atau pembantu? Ada juga yang mencari pasangan karena mau
enak (ada pembantu), supaya saat tua ada yang merawat atau tidak kesepian. Sedangkan
anak memperlakukan orang tua sebagai mesin ATM, sehingga kalau perlu sikapnya
manis. Semua orang mencari kebutuhan diri sendiri, paling jauh untuk
keluarganya dan ini menyedihkan sekali. Sekarang anggota keluarga semakin
egois. Jadi jangan terkejut anggota keluarga saling menuntut satu dengan yang
lain : mana uang belanja? kenapa tidak ada kenaikan? Kamu istri bisa apa? Yang
lain bisa dandan , bisa ini-itu. Orang tua menuntut, mengapa anaknya tidak
pernah menelpon atau mengirim SMS. Orang tua merasa sudah membelikan pulsa tetapi kenapa tidak dihubungi. Anak
merasa orang tua yang harus mencari anak
(yang bingung kan mereka). Ada suatu perubahan. Contoh : zaman orang tua kita
orang menikah memperhatikan marga untuk melanjutkan marganya seperti marga saya
‘Njoo’. Jadi kakak laki –laki saya menikah untuk meneruskan marga ‘Njoo’. Sekarang orang menikah tidak peduli dengan
marga malah ada yang malu kalau memakai nama marga. Orang jadi egois (untuk
diri sendiri). Jadi jangan harap untuk memikirkan negara dan keluarga. Ini
ditentang Firman Tuhan yang memberi tujuan kepada keluarga kristen, yaitu
bertumbuh di dalam kasih. Makin hari makin bisa mengasihi orang lain bukan hanya
diri sendiri. Manusia sejak lahir hanya mengasihi diri sendiri karena bayi
hanya bisa mengasihi diri sendiri tidak peduli orang tua yang mengantuk karena
menjaganya. Jadi dari bayi, manusia mengasihi diri sendiri. Setelah punya adik
ia mengiri sehingga diberitahu ‘Itu adik’. Jadi ia belajar mengasihi orang tua
dan adik. Waktu masuk sekolah diajar untuk mengasihi teman dan orang lain. Saat
bertumbuh, ia belajar mengasihi sahabat dan orang lain yaitu pacar. Saat
berpacaran mulai berpikir bagaimana ia rela berkorban walau jauh. Setelah
pacaran lalu ia menikah dan belajar sebagai suami-istri jangan mau menang
sendiri. Ini petumbuhan. Lalu saat memperoleh anak, belajar bagaimana mengasihi
dan berkorban walau belum ada ‘keuntungan’
sema sekali. Setelah punya anak, belajar mengasihi saudara seiman dalam gereja.
Setelah itu belajar mengasihi gereja.
Tujuan keluarga dari
mengasihi diri sendiri baru keluarga, gereja dan negara. Itu tujuan berkeluarga dan ini egois. Jadi bukan
makin hari saya dipenuhi kebutuhannya dan dibantu. Keluar dari kebutuhan diri
sendiri lalu mengasihi orang lain. Tujuan keluarga Kristen : semakin bisa mengasihi
sesama. Bertumbuh dalam kasih berarti semakin bisa mengasihi sesama & Tuhan.
Dalam pertumbuhan, firman Tuhan mengingatkan untuk teguh bepegang pada
kebenaran yaitu kasih yang benar, kudus dan suci. Jadi tidak boleh atas nama
kasih lalu mengasihi dengan tidak benar seperti hubungan cinta sejenis.
Mengasihi dengan benar berarti setelah menikah hanya mengasihi suami sendiri
bukan suami orang lain. Mengasihi dalam standar yang benar tidak ngawur. Dengan
teguh berpegang pada kebenaran : Kasih yang ‘benar’. Pasal 4:1 Sebab itu aku
menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu
sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Kalau orang Kristen dipanggil untuk bertumbuh
dalam kasih maka bertumbuhlah. Ayat 17 Sebab
itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia.
Sebagai orang Kristen , tumbuhlah
maju naik kelas jangan hanya mengasihi diri sendiri dan jangan menjadi orang
yang tidak mengenal Tuhan. Sekeliling kita makin banyak dosa yang ngawur
seperti perselingkuhan, perceraian, hamil di luar nikah di gereja mulai banyak.
Cinta harus dikuduskan, jangan asal cinta dan mengasihi. Jadi marilah kita di
dalam keluarga saling membangun dan menumbuhkan. Jangan saling memanjakan.
Kalau ada kesalahan ditegur. Belajar memikirkan. Sebagai anak apa yang harus
bisa dilakukan untuk orang tua , jangan tunggu sampai kaya. Orang tua tidak meminta
uang dari anaknya, anak harus memikirkan bagaimana mencintai dengan mengirim SMS,
menyapa dll. Sebagai suami bagaimana bisa bertumbuh dalam kasih dan mendukung
kemajuan istri bukan dengan sekedar memberi uang. Istri mendukung suami supaya
makin dewasa dan mencintai Tuhan. Mari saling mendukung secara sehat
3. Persekutuan keluarga.
Ada pepatah, Jika ingin jalan cepat, berjalanlah
sendiri Jika ingin berjalan jauh, jalanlah bersama-sama. Sebagai keluarga
kita dipanggil untuk bergandengan tangan karena hidup ini panjang. Mulailah
dari keluarga. Marilah kita memiliki persekutuan keluarga yang baik. Dahulu persekutuan
keluarga mementingkan relasi sekarang memperhatikan kepentingan sendiri dan hobi
dahulu baru memperhatikan kebutuhan yang lain. Sekarang untuk melakukan pembesukan
sulit. Saat besuk, susah bertemu. Yang paling mudah pergi ke mal dan bertemu di
sana. Karena di mal sering bertemu. Ada yang menonton satu keluraga minimal
semingu sekali. Nonton bersama tidak salah tetapi kalau hanya melakukan
persekutuan dengan jalan-jalan dan menonton, kita keliru. Semua makanan dan
tontonan sifatnya sementara, tidak membuat kita saling memperhatikan karena makan
dan nontonnya masing-masing. Di gereja , orang tua mau cepat-cepat pulang. Papa
rapat di gereja lalu istri SMS,”Masih berapa lama lagi?” Diburu-buru karena mau
ke mal. Katanya hari Minggu adalah hari keluarga. Lalu makan di mal, 2 jam
masing-masing pergi sendiri lalu kumpul lagi dan pulang. Di rumah masing-masing
lagi. Ada yang menonton TV dan main gawai lagi. Jangan ikut-ikutan seperti ini.
Semua hiburan justru memecah relasi dalam keluarga. Di dalam kasih kita bertumbuh ke arah Kristus membangun dirinya dalam
kasih.
Ulangan 6:5-7 Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu. Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun. Musa
tahu mengasihi orang tidak mudah, orang sering kali lupa sehingga Musa
menasehatkan,”Ajarkanlah berulang-ulang kepada anak dalam perjalanan, berbaring
dan bangun. Setiap saat berbicara apa arti mengasihi dalam keluarga. Jangan menyerahkan
diri dan anak kepada falsafat dunia. Orang tua jangan merelakan anak dan diri
sendiri dimasukkan konsep yang tidak sehat. Jangan keliru dalam membentuk
persekutuan. Adakan persekutuan keluarga di rumah masing-masing. Agar firman
Tuhan mendapatkan tempat dalam keluarga kita dan menjadi dasar dalam kehidupan.
Kalau Alkitab hanya untuk pajangan lebih baik membeli lukisan
saja. Jadikan Alkitab pedoman. Persekutuan
keluarga dimulai dari dengan doa bersama, menyanyi, membaca Alkitab / renungan.
Kalau tidak berani memimpin renungan, baca saja Alkitab-nya. Ini menjaga
keluarga dari goncangan dan keluarga punya jalan hidup yang lebih terjaga karena
Tuhan hadir dan memberikan kekuatan. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Sedangkan
politik divide et impera memecah
belah. Iblis memecah belah keluarga, suami –istri, orang tua-anak melalui media
sosial. Mari bersatu untuk menghadapi tantangan di dunia ini.
No comments:
Post a Comment