Pdt. Imanuel Adam
Mat 6:14-15
14
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga
akan mengampuni kamu juga.
15
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan
mengampuni kesalahanmu."
Pendahuluan
Orang
yang sakit hati tidak pernah bisa bahagia. Orang yang sakit hati tidak pernah
bisa menikmati hidupnya. Hidupnya penuh dengan beban, yang paling utama adalah beban
sakit hati! Orang yang sakit hati adalah orang yang tidak punya pengharapan.
Sebenarnya orang seperti ini, mengalami kerusakan gambar dirinya. Tuhan Yesus
datang ke tengah dunia ini, ingin memulihkan kita. Karena dalam hidup ini kita
selalu merasa sakit hati. Kita merasa tertekan dan kecewa. Semua itu merupakan
gambaran dari rusaknya diri kita. Tuhan menciptakan kita dan Dia tidak
menginginkan rusak gambar diriNya dalam hidup kita. Tuhan ingin kita kembali
seperti yang Dia ajarkan. Dalam kitab Kejadian dicatat manusia diciptakan
menurut rupa dan gambar Allah (Kejadian
1:26a Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita). Dan Tuhan ingin agar kita memiliki gambarNya. Gambar itu
harus ada dalam hidup kita. Kalau kita memiliki gambar Allah, maka kita tidak
akan sakit hati. Karena gambar Allah rusak, maka kita menjadi sakit hati.
Berpikir Seperti Allah dan Mengetahui
Jalan Tuhan
Tuhan
Yesus mengajarkan bahwa orang Kristen adalah orang yang berpikir dan merasa
dalam Tuhan. Alkitab mengajarkan hal itu karena kebanyakan dalam hidup ini,
gerak hidup kita digambarkan oleh pikiran dan hati kita. Kalau kita katakan, “Aku
bodoh”, maka kita menjadi bodoh. Kalau kita mengatakan, “Aku tidak bisa”, maka
kita jadi tidak bisa. Dunia mengajarkan untuk tidak bisa, dunia mengajarkan
untuk selalu ragu-ragu karena dunia mengajarkan hidup ini tidak jelas. Kalau
kita bertanya ke orang dunia, “Setelah meninggalkan dunia ini kamu mau kemana?”
Jawabannya, “Tidak tahu”. Tetapi kalau orang Kristen ditanya,”Kemana kamu pergi
setelah meninggalkan dunia ini?” Jawabannya jelas, “Bersama-sama dengan Tuhan”.
Namun kalau kita bergaul dengan orang dunia, maka kita menjadi ragu-ragu apakah
kita masuk sorga atau tidak. Maka kita harus mulai berpikir di dalam Tuhan.
Untuk
berpikir dan mengetahui jalan Tuhan, kita bisa melihat Alkitab yang merupakan
firman Tuhan, Kalau kita berpikir dalam Tuhan, maka kita akan melihat kehidupan
ini dengan cara pandang yang baru. Hidup itu menjadi indah. Hidup itu tidak
menyusahkan. Karena firman Tuhan mengajarkan, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37). Sedangkan
dunia mengajarkan, “banyak yang mustahil dalam hidup”.
Orang
yang berpikir dalam Tuhan akan menundukkan pikirannya dan dia akan belajar pada
firman Tuhan dan tidak mendahulukan pikirannya. Karena ia tahu, firman Allah
adalah firman yang hidup dan mampu memberi ia hidup. Itu yang membuat dia tidak
ragu-ragu. Orang yang berpikir di dalam Tuhan akan belajar menarik dirinya dari
godaan-godaan dunia ini. Karena ia tahu, godaan dunia ini tidak bisa memberi
dia hidup. Ia hanya mencari hidup sebab Yesus mengajarkan "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6)..
Pengikat Pikiran dan Hati
Mengapa
banyak orang Kristen tidak bisa melakukan firman Tuhan? Karena dalam hidupnya
ada banyak ikatan. Ikatan ang mengikat pikiran dan hatinya. Firman Tuhan
mengatakan "Barangsiapa setia dalam
perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan
barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam
perkara-perkara besar” (Lukas 16:10) . Kalau kamu diikat oleh hal yang
kecil, maka kamu akan diikat oleh hal-hal yang besar. Ada orang yang tidak bisa
makan, kalau tidak ada sambal, krupuk, kuah. Karena kita mengatakan tidak bisa,
maka kita benar-benar menjadi tidak bisa. Itu ikatan. Kalau hidup kita diikat
oleh hal kecil, maka kita tidak siap oleh perkara besar dan diikatnya. Tuhan meminta
kita untuk keluar dari perkara itu.
Dahulu
saya terikat kopi. Waktu kecil, saya tinggal di Bandung yang dingin. Setelah
makan pagi, mama saya menyediakan kopi, setelah itu baru saya berangkat ke sekolah.
Setelah pulang dari sekolah dan makan siang , mama saya juga menyiapkan segelas
kopi. Malam hari sebelum tidur untuk menghadapi udara di Bandung yang sangat
dingin, mama saya menyiapkan segelas kopi dan kami minum segelas kopi. Berbeda
dengan orang yang tidak bisa tidur karena minum kopi, sedangkan kami tidak bisa
tidur kalau belum minum kopi. Hal ini terjadi bertahun-tahun sampai saya jadi
pendeta. Karena terikat kopi, setelah berdoa pagi dan saat teduh, maka selesai keluar
kamar maka saya akan mencari kopi (bukannya istri) terlebih dahulu. Itulah
ikatan. Yang dicari adalah yang mengikatnya. Saya tahu saya terikat. Saya tidak
keluar dari ikatan itu,karena pikiran dan hati saya ada di kopi. Kopi adalah
daerah nyaman (comfort zone) untuk
saya. Kalau sudah minum kopi rasanya penglihatan jadi jelas. Kalau belum minum kopi
semuanya jadi gelap. Itu cara berpikir orang yang diikat. Saya bisa keluar dari
situasi itu, saya tahu ada kuasa yang lebih besar dalam kehidupan saya. Itulah
kuasa Tuhan! Suatu hari saya berdoa, “Tuhan kalau bisa pagi ini, setelah berdoa
dan keluar ruangan ini, mampukan mulut saya untuk tidak bicara soal kopi.” Itu
sebabnya setelah keluar kamar, mulut saya terdiam! Karena pikiran dan hati saya
sedang diarahkan Tuhan. Saat saya keluar kamar, istri saya berkata, “Pi,
tetangga sebelah baru pulang dari Kalimantan. Dia tahu Papi senang kopi dan dia
buatkan Papi segelas kopi”. Baru saja berdoa, tantangan sudah ada. Saya tidak
mau melihat kopi itu, saya mulai siap untuk pergi pelayanan. Dan saya melayani
sampai siang hari. Siang hari saya pulang ke rumah. Setelah makan, istri saya
berkata, “Papi kenapa kopinya belum diminum?” “Sebentar” jawab saya lalu saya
pegang gelas kopinya dan berdoa, “Tuhan
berikan kekuatan untuk tidak ngopi selama satu hari” dan Tuhan memberikan kekuatan. Lalu setahun saya
tidak minum kopi. Sekarang ada kopi atau tidak puji Tuhan. Jadi saya bisa
keluar dari ikatan kopi. Tuhan yang memampukan saya.
Firman
Tuhan mengajarkan, kalau kita mulai berpikir dalam Tuhan, maka kita akan
menarik diri untuk tidak jadi sama dengan dunia. Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,
yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Kita harus
berpikir, “apa yang menjadi pikiran surga menjadi pikiran kita”. Apa yang
menjadi kerinduan sorgawi akan menjadi kerinduan kita. Itu diajarkan dalam doa
Bapa kami, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah
kehendak-Mu di bumi seperti di sorga (Mat 6:10). Apa yang ada di sorga itu
harus ada dalam hidupmu. Itu sebabnya, “Jauhkan dirimu dari hal-hal yang bukan
sorgawi” walaupun hal ini tidaklah mudah.
Saya
melayani jemaat Tionghoa, yang masih berpegang pada budaya Tionghoa yang
tinggi. Suatu hari saya memberkati sebuah pernikahan. Setelah selesai sang mempelai
berkata,”Pak Pendeta , kami ingin punya foto bersama Bapak.” Saya pun bersiap
di depan mimbar untuk berfoto. Saya mengambil posisi di sebelah kiri, mempelai
wanita di tengah dan mempelai pria di kanan. Saat akan difoto, kedua orang tua mengatakan
“Jangan difoto!” Karena orang Tionghoa percaya tidak boleh foto bertiga karena yang
di tengah akan mati. Kemudian kedua orang tua nya mengatakan, “Pak pendeta saja
yang ada di tengah”. Saya bertanya kepada kedua mempelai yang merupakan aktivis
gereja. “Apakah kalian percaya bila kita difoto bertiga, yang di tengah akan meninggal?”.
Dijawab, “Tidak. Mati hidup ada di tangan Tuhan”. Lalu saya bertanya lagi, “Maka
siapa yang di tengah? “ Sang mempelai menjawab,”Pak Pendeta saja”.
Kadang
kita berada dalam situasi tertentu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kita takut
mati, padahal mati tidaknya kita di tangan Tuhan. Orang KrIsten harus menarik
dari kebiasaan yang salah dan selalu bersekutu dengan Tuhan. Orang seperti
inilah yang akan mempunyai damai sejahtera Tuhan. Ketika damai sejahtera Tuhan
ada, maka kita akan terdorong untuk membagikan damai sejahtera itu, sehingga
semua orang yang ada di sekeliling kita juga mempunyai damai sejahtera. Damai
sejahtera itu akan membuat kita mampu mengampuni. Kita tidak akan sakit hati
lagi, walau tandanya masih ada.
Penutup
Saat berusia 11 tahun, saya berenang di kolam renang
baru sebuah hotel. Selesai berenang saya ke tepi. Tanpa disadari kaki saya
terkena paku cukup dalam dan paha saya berdarah! Saat itu saya tidak merasa sakit,
karena saya berada di dalam air. Tetapi waktu keluar dari kolam, saya melihat
darah bercucuran di paha kiri saya. Saya merasa sakit lalu cepat-cepat mencari
obat merah. Saya obati luka saya dengan obat merah dan saat itu sakitnya luar
biasa. Sekarang kalau saya melihat kaki kiri, masih ada bekas lukanya, tapi
saya tidak merasa sakit lagi. Demikian halnya dengan orang yang mengampuni. Pada
awalnya ia merasa sakit hati. Namun ketika ia mengampuni, maka terangkatlah
sakit hatinya walau tandanya masih ada. Setelah itu kita akan lebih berhati-hati
berhadapan dengan orang lain. Saat berbicara harus lebih baik agar tidak sakit
hati lagi. Karena Tuhan yang memulihkan, maka kita bisa mengampuni orang lain.
Oleh karena itu bawa sakit hatimu ke Tuhan. Hampiri orang yang membuat kita
sakit hati dan rangkul mereka. Dengan demikian kita melepaskan pengampunan.
Kita telah meyembuhkan orang itu dan tanpa disadari kita menyembuhkan diri
sendiri. Itu yang Tuhan ajarkan agar tidak membawa sakit hati begitu lama. Karena
sakit hati berarti membawa beban yang berat. Mau berapa lama kita akan
membawanya? Tuhan mengajarkan untuk membawa beban yang berat itu kepadaNya.
Tuhan Yesus berkata, Marilah kepada-Ku,
semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat
11:28). Bawa sakit hatimu kepada Tuhan, minta kepada Tuhan kekuatan supaya
kita bisa mengampuni orang lain. Kita bisa menang terhadap sakit hati karena
kita mengenal Tuhan kita. Tuhan yang penuh kasih dan peduli kepada kita!
No comments:
Post a Comment