Ev. Susan Kwok
1 Kor 3:1-4
1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu
itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi
hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.
2 Susulah yang
kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya.
Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya.
3 Karena kamu
masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan
bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup
secara manusiawi?
4
Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus,"
dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu
menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?
Pendahuluan
Pada
umumnya pasangan yang baru menikah sangat berbahagia saat menerima kehadiran
bayi , buah hati mereka. Selama beberapa
waktu, bayi tersebut belum bisa mengatur waktu tidurnya (tidak beraturan) dan
tidak bisa melakukan segala kebutuhannya (makan, minum, mandi, buang air)
sendiri sehingga harus dibantu dan diawasi terus-menerus. Meskipun orang tuanya
mengalami perubahan siklus tidur dan harus mencurahkan banyak waktu untuk
merawat sang bayi, namun segala kesusahan orang tua akan terobati saat melihat sang
bayi yang lucu, bertumbuh besar dan
sehat. Kondisi ini berbeda bila setelah berusia 7 tahun, anak tersebut masih
seperti bayi, karena hal itu menunjukkan pertumbuhannya tidak normal dan akan
menyulitkan orang tuanya. Hal ini dialami oleh Rasul Paulus saat menghadapi
jemaat Korintus. Secara manusiawi, Rasul Paulus mungkin tidak tertekan (stress)
tapi ia mengalami kekecewaan karena ada harapannya yang tidak terpenuhi saat
melayani jemaat di Korintus.
Tuhan
Yesus pernah berkata kepada murid-muridNya, "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti
anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 18:3). Berarti Tuhan Yesus mengharapkan agar manusia
seperti anak kecil hal dalam hal tertentu yaitu iman kepercayaan,
ketergantungan dan ketaatan kepada Allah. Menjadi anak berbeda dengan kekanak-kekanakan.
Rasul Paulus mencela jemaat Korintus seperti kanak-kanak (serupa manusia
duniawi). Kekanak-kanakan berarti suatu pertumbuhan yang tidak normal dalam hal
sifat, karakter, mental yang seharusnya sudah berubah seiring dengan perjumpaan
dengan Kristus. Contoh : ada seorang yang sangat pemarah. Apapun bisa membuatnya
marah , termasuk hal yang baik seperti
diberi senyuman. Suatu kali ia berjumpa dengan Kristus. Saat itu ia ingin mengenal,
taat , menjadi murid Tuhan Yesus dan bertumbuh
secara rohani. Tetapi 25 tahun kemudian, ternyata ia tetap tidak berubah.
Bertemu orang lain tetap cuek. Setiap orang yang menyapa tidak disambut malah
dibalas dengan kasar. Kira-kira seperti inilah yang terjadi dalam jemaat
Korintus seperti yang tertuang dalam 1 Kor 3:1-2 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan
kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang
belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang
kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya.
Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Rasul Paulus mengatakan dulu jemaat
Korintus ibarat bayi yang diberi minum air susu yang manis dan segar dimana
Rasul Paulus memberi teguran halus dan bimbingan yang lunak. Tetapi setelah
sekian tahun berlalu, Rasul Paulus tetap tidak bisa menegur jemaat Korintus
dengan keras dan mengajar dengan firman Tuhan saat jemaat Korintus melakukan
kesalahan. Hal ini disebabkan kalau Rasul Paulus menegur dan mengajar dengan
ketat, jemaat Korintus tidak bisa menerima.
Bayi Rohani
Seorang
bayi memiliki bahasa komunikasi berupa tangisan dan rengekan, makanannya yang
lembut, halus dan lembek. Bayi itu tidak bisa berpikir dan mengambil keputusan
seperti orang dewasa. Kalau ia lapar pk 2 pagi, maka ia akan merengek tidak
peduli waktunya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya tergeletak dan menerima
saja, tidak bisa menggali potensi karena masih bayi. Tetapi seorang percaya seharusnya
bertumbuh dari hari ke hari. Kalau sudah 10 tahun menjadi orang percaya tetapi tetap
bayi rohani maka ia sama dengan bayi umumnya. Kalau bayi merengek, maka bayi
rohani juga merengek , lembek, tidak tahan banting dan mengeluh karena hanya
berfokus pada diri sendiri. Bayi selalu melakukan sesuatu sesuai kebiasaannya (dari
dulu juga begitu) dan selalu mengikuti kemauan sendiri. Pengarang buku Andar
Ismail menulis dalam bukunya tentang kebiasaan seorang bayi yang bukan saja
mematikan dirinya sendiri tapi juga tidak membawa pertumbuhan orang di sekitarnya
bahkan menyebabkan kematian. Dalam ilustrasi yang diberikan, ada seekor kalajengking
memohon sungguh-sungguh kepada seekor katak. “Katak tolonglah aku. Aku ada
keperluan keluarga tapi tidak bisa berenang. Tolong seberangkan aku.” Katak
menolak, “Tidak bisa. Nanti engkau akan menyengat aku.” Kalajengking berkata,”Tentu
saja tidak. Kalau aku menyengatmu aku akan tenggelam.” Melihat kesungguhan
kalajengking, katak akhirnya menolong. Tapi di tengah jalan, kalajengking
menyengatnya juga, karena “aku lah kalajengking, menyengat adalah tabiatku”.
Katak menggelepar dan mati lemas. Kalajengking pun tenggelam bersama katak.
Katak mati tenggelam karena bisa (racun) dari kalajengking, tapi kalajengking mati
tenggelam karena ia tidak bisa berenang. Saat kalajengking diingatkan untuk tidak
menggigit katak, ia menjawab bahwa menyengat adalah kebiasaannya yang tidak
bisa berubah. Cerita ini mirip dengan orang yang kukuh tidak mau berubah karena
kebiasaannya (saya tidak bisa berubah karena inilah saya). Sesungguhnya kita
tetap bisa belajar untuk hal-hal yang positif seperti sopan, sabar, lembut dll.
Dulu
saya pernah diragukan oleh banyak orang. Keraguan itu membuat saya waspada.
Mulai dari mama yang melahirkan , dosen dan teman kuliah teologi. Mereka
menilai saya, “Kamu orang nya keras tidak bisa diatur, judes dll”. Sehingga waktu
akan berangkat untuk kuliah teologi , di terminal bus papa saya menangis. Tetapi
mama saya tidak menangis. Dia malah berkata, “Sebelum tamat jangan pulang!”
Saya merasa sedih sekali mendengarnya. Mama saya bahkan telah mengingatkan saya
selama sebulan lebih. Tapi saya maklum bahwa dia tidak ingin saya gagal, karena
di asrama penuh peraturan. Lonceng berbunyi pk 4.45 WIB menandakan waktu untuk
bangun sikat gigi, cuci muka dan menyalakan lampu. Pk 5 lonceng berbunyi tanda
untuk memulai renungan pagi. Pk 5.30 lonceng berbunyi agar para siswa kumpul untuk
berdoa. Pk 6 siswa harus mandi. Pk 6.30 para siswa sudah harus siap-siap untuk pergi
ke ruang makan dstnya. Mama saya berkata, “orang seperti kamu tidak mungkin
bisa bertahan hidup di asarama. Paling tidak sampai sebulan, kamu melakukan banyak pelanggaran dan dikeluarkan karena bertengkar
dengan siswa lainnya.” Orang tua saya saja tidak mempercayai saya, bagaimana dengan
orang lain? Tetapi hal ini menjadi cambuk dan saya bertekad tidak pulang
sebelum selesai karena saya menyadari segala kekurangan saya seperti yang
disebutkan mama saya. Akhirnya setelah selesai skripsi saya baru pulang ke
rumah. Pada waktu pulang mama berkata, “Mengapa kamu baru pulang sekarang?” Tetapi saya sudah tidak
mau menjawab, karena saya berusaha memahami orang tua. Kalau sampai hari ini saya
bisa bergaul dengan banyak orang, itu hasil dari suatu proses yang panjang.
Walau proses ini belum mengubah saya
100% tapi saya berusaha memahami mengapa. Kadangkala saya gagal, tetapi saya
belajar karena tidak ingin tinggal dalam kondisi seperti itu. Kalau tidak ingin
berubah maka orang akan berkata “urus saja urus dirimu sendiri”, tapi hal itu tidak benar. Itu yang Rasul Paulus
katakan pada jemaat Korintus yang harus selalu dielus (ditegur dengan pelan dan
lembut). Kadangkala kita harus to the
point, kadangkala harus memutar sedikit. Saya yang awalnya hanya bisa to the point harus belajar “mutar-mutar”
karena sebagian orang tidak bisa dihadapi secara to the point.
Pada
ayat kedua, Rasul Paulus berkata kamu (jemaat
Korintus) tidak bersedia mencerna makanan keras, tidak bersedia membayar harga.
Seharusnya kamu berani punya komitmen, berjanji mau maju, giat, siap susah,
setia dalam banyak hal. Pada 1 Kor 3:3, Rasul Paulus menjelaskan alasannya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab,
jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan,
bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Penyebab
semua itu adalah cara hidup yang iri hati dan perselisihan. Orang yang iri hati
adalah orang yang tidak bersukacita atas hal-hal baik yang diterima oleh orang
lain. Misalnya : mengapa istrinya cantik sedang istri saya jelek? Mengapa rejekinya lebih lancar? Kenapa
suaranya lebih bagus? Kenapa feeling
musiknya baik sedangkan saya tidak . Mengapa anaknya juara, sedang anak saya
tidak? Kenapa anaknya mudah bersosialisasi, sedangkan anak saya tidak? Karena iri
hati , akhirnya kita mencari kesalahan-kesalahan orang lain dan bertengkar.
Orang yang menganggap diri benar membuatnya bertengkar. Jemaat Korintus punya
banyak kelebihan. Orang yang punya banyak kelebihan seringkali gagal memberi
hormat kepada orang lain. Jemaat Korintus karunianya luar biasa. Tetapi
pertengkaran terjadi di antara mereka. Demikianlah “bayi” yang ingin menang
sendiri. Seorang yang bertumbuh dari bayi ke dewasa, seharusnya lebih bisa
memberi hormat pada orang lain.
Pada
1 Kor 3: 4, Rasul Paulus menulis Karena jika yang seorang berkata: "Aku
dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan
Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang
bukan rohani? Yang menandakan mereka
bayi rohani adalah mereka mengidolakan manusia (pemimpin). Mereka menghormati
manusia jauh lebih tinggi dari Allah sehingga terpecah-belah. Mereka terpecah karena
mereka tidak menempatkan Yesus sebagai kepala gereja, tetapi menempatkan hamba
Tuhan sesuai dengan yang mereka bayangkan (menempatkan hamba Tuhan tersebut menjadi
nomor satu). Mereka melihat Paulus sebagai hamba Tuhan yang pintar. Kalau beradu
argument dengannya, tidak ada yang bisa
menang. Bukankah bangga dengan pemimpin seperti itu? Tapi ada juga Petrus yang
diidolakan karena telah menjadi saksi sejarah akan kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus sehingga kata-katanya bisa dipercaya. Dulu tidak bisa dipengang
kata-katanya tetapi sejak bertobat, berubah dan memimpin, maka Petrus menjadi
hamba Tuhan yang dihormati. Hal ini bila terjadi sekarang, maka kalau Paulus
berkhotbah sekarang maka yang duduk di depan adalah jemaat yang senang dengan Paulus.
Kalau yang berkhotbah Petrus maka yang duduk di depan adalah jemaat yang senang
dengan Petrus. Juga ada jemaat yang menyukai Apolos, seorang hamba Tuhan yang
usinya lebih muda daripada Petrus dan Paulus tetapi fasih dalam berkata-kata (seorang ahli komunikasi yang baik). Kalau ia menjelaskan
sesuatu orang menjadi tertarik sehingga orang mengidolakannya. Ada juga kelompok
yang tidak mau mengidolakan manusia dan hanya mau mengidolakan Yesus Kristus. Awalnya
kelompok ini bersifat non-blok tapi kemudian menjadi blok sendiri karena
menganggap dirinya lebih rohani dari yang lain.
Suatu
gereja terpecah karena jemaatnya
mengidolakan pemimpinya. Hal ini banyak terjadi di gereja-gereja. Jemaat
seperti itu adalah bayi rohani dan akhirnya menyeret hamba Tuhan menjadi bayi rohani
karena terhasut untuk membuat blok. Hamba Tuhan ini hanya memperhatikan
orang-orang yang mendukungnya. Kalau kelompok lain memberi usul, maka akan
dibungkam. Ada juga jemaat yang senang menonton perpecahan dan membicarakan hamba
Tuhan. Ia senang ke gereja karena ada tontonan menarik (ada pertikaian) kemudian
ia menjadi bayi rohani dan semuanya jatuh seperti pada ilustrasi katak dan
kalajengking di atas. Akhirnya keduanya mati!
Penutup
Bayi
rohani itu identik dengan manusia duniawi yang tidak bertumbuh. Ia tidak
menghargai firman dan kehendak Tuhan atau dengan perkataan lain, ia menolak
anugerah Tuhan. Mari kita tidak menjadi
bayi rohani tetapi bersedia dan mulai mencerna hal-hal yang keras dalam hidup
kita dengan sikap yang dewasa. Mungkin Allah memberi makanan keras lewat firman
Tuhan atau cobaan hidup. Janganlah kita
menyalahkan atau “menghakimi” Tuhan. Tuhan ingin membentuk karakter kita.
Beranilah mengkonsumsi makanan keras, serta berani melakukan komitmen dalam
keluarga, pekerjaan dan pelayanan. Tuhan memanggil kita dalam 3 area ini. Dalam
pelayanan, kalau Tuhan yang mengutus aku, maka aku akan mengerjakan dan tidak
akan meninggalkannya. Yoh 5:30 Tuhan
Yesus berkata, Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku
menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab
Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus
Aku.dan Yoh 20:21 Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu!
Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
Kita harus melihat dalam konteks Allah yang
mempercayakannya. Mari kita belajar berani dan berkata tidak pada karakter
negative, gaya hidup dan kebiasaan yang tidak benar serta mulailah hidup dengan
kebiasaan yang lebih positif.
No comments:
Post a Comment