Ev. Peter Yosua
Hosea 2
1 Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki:
"Ami!" dan kepada saudara-saudaramu perempuan: "Ruhama!"
2
"Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini
bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya dari mukanya, dan zinahnya dari
antara buah dadanya,
3 supaya
jangan Aku menanggalkan pakaiannya sampai dia telanjang, dan membiarkan dia
seperti pada hari dia dilahirkan, membuat dia seperti padang gurun, dan membuat
dia seperti tanah kering, lalu membiarkan dia mati kehausan.
4 Tentang
anak-anaknya, Aku tidak menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak
sundal.
5 Sebab ibu
mereka telah menjadi sundal; dia yang mengandung mereka telah berlaku tidak
senonoh. Sebab dia berkata: Aku mau mengikuti para kekasihku, yang memberi roti
dan air minumku, bulu domba dan kain lenanku, minyak dan minumanku.
6 Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menyekat jalannya
dengan duri-duri, dan mendirikan pagar tembok mengurung dia, sehingga dia tidak
dapat menemui jalannya.
7 Dia akan
mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari
mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka. Maka dia akan berkata: Aku akan
pulang kembali kepada suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia
dari pada sekarang.
8 Tetapi dia tidak insaf bahwa Akulah yang memberi
kepadanya gandum, anggur dan minyak, dan yang memperbanyak bagi dia perak dan
emas yang dibuat mereka menjadi patung Baal.
9 Sebab itu
Aku akan mengambil kembali gandum-Ku pada masanya dan anggur-Ku pada musimnya,
dan akan merampas kain bulu domba dan kain lenan-Ku yang harus menutupi
auratnya.
10 Dan sekarang, Aku akan menyingkapkan kemaluannya,
di depan mata para kekasihnya, dan seorangpun tidak akan melepaskan dia dari
tangan-Ku.
11 Aku akan menghentikan segala kegirangannya, hari
rayanya, bulan barunya dan hari Sabatnya dan segala perayaannya.
12 Aku akan memusnahkan pohon anggurnya dan pohon
aranya, yang tentangnya dikatakannya: Ini semuanya pemberian kepadaku, yang
dihadiahkan kepadaku oleh para kekasihku! Aku akan membuatnya menjadi hutan,
dan binatang-binatang di padang akan memakannya habis.
13 Dan Aku akan menghukum dia karena hari-hari ketika
dia membakar korban untuk para Baal, berhias dengan anting-antingnya dan
kalungnya, dan mengikuti para kekasihnya dan melupakan Aku," demikianlah
firman TUHAN.
14 "Sebab itu, sesungguhnya, Aku ini akan
membujuk dia, dan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan
hatinya.
15 Aku akan
memberikan kepadanya kebun anggurnya dari sana, dan membuat lembah Akhor
menjadi pintu pengharapan. Maka dia akan merelakan diri di sana seperti pada
masa mudanya, seperti pada waktu dia berangkat keluar dari tanah Mesir.
16 Maka pada
waktu itu, demikianlah firman TUHAN, engkau akan memanggil Aku: Suamiku, dan
tidak lagi memanggil Aku: Baalku!
17 Lalu Aku
menjauhkan nama para Baal dari mulutmu, maka nama mereka tidak lagi disebut.
18 Aku akan mengikat perjanjian bagimu pada waktu itu
dengan binatang-binatang di padang dan dengan burung-burung di udara, dan
binatang-binatang melata di muka bumi; Aku akan meniadakan busur panah, pedang
dan alat perang dari negeri, dan akan membuat engkau berbaring dengan tenteram.
19 Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk
selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan
kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang.
20 Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam
kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.
21 Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku
akan mendengarkan langit, dan langit akan mendengarkan bumi.
22 Bumi akan
mendengarkan gandum, anggur dan minyak, dan mereka ini akan mendengarkan
Yizreel.
23 Aku akan menaburkan dia bagi-Ku di bumi, dan akan
menyayangi Lo-Ruhama, dan Aku berkata kepada Lo-Ami: Umat-Ku engkau! dan ia
akan berkata: Allahku!"
Perlukah Marah?
Kitab
Hosea pasal 2 merupakan kelanjutan dari pasal 1. Inti pasal 1 adalah betapa
Allah ingin menegur umatNya dengan cara yang tidak biasa (ekstrim). Dan Hosea pasal
2 seperti “surat murka” Allah yang dinyatakan dalam cara yang tidak umum juga.
Kata-kata yang dipakai memang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi umat yang
ditegurNya. Pertanyaannya : mengapa harus nyaman? Apakah saat Allah menegur,
hati orang (pihak) yang ditegur harus dibuat nyaman? Pertanyaan ini timbul karena
seringkali manusia menggunakan patokan berupa rasa nyaman sehingga banyak yang
berkata, “Aku tahu maksud dari apa yang dia sampaikan, hanya jangan begitu
caranya”. Tetapi kenyataannya Allah menegur dengan cara yang tidak nyaman dan kata-kata
yang keras dan ekstrim. Kenapa Allah marah seperti ini? Apakah orang yang tidak
pernah marah adalah orang yang baik? Apakah standard kita kalau ada yang tidak
pernah menegur kesalahan orang lain adalah orang yang baik? Apakah orang yang
tidak pernah marah itu adalah orang baik? Apakah guru yang baik adalah guru
yang tidak pernah marah? Kalau sang guru marah lalu dibilang tidak “punya otak”
atau guru yang marah adalah guru pembunuh (killer)!
Para siswa menginginkan guru yang selalu ramah. Maka ketika Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) menjadi Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan seringkali marah,
banyak orang menjadi heran dan kaget. Sebelumnya tidak pernah ada pejabat
pemerintah yang bersikap seperti itu karena kebanyakan pejabat hanya menebarkan
senyum agar menjadi popular di mata masyarakat. Sekarang kita seyogianya melihat
apakah marah itu perlu dan tidak selalu jelek. Marah perlu dalam beberapa
kondisi seperti saat keadilan ditindas dan kebenaran disingkirkan, karena marah
berbicara tentang sesuatu yang penting. Apa jadinya kalau suami tidak marah
saat istri digoda orang lain? Istri berkata,”Pi, kenapa papi tidak marah waktu
saya ditowel?” Sang suami kemudian menjawab, “Ya tidak apa-apa mami. Kan kalau
sekedar ditowel, tidak akan luntur” Masa
seperti itu? Marah itu perlu pada waktunya. Bahkan hewan juga punya natur untuk
marah , saat sesuatu yang penting baginya diganggu. Ada binatang yang marah karena
waktu makan diganggu atau burung hantu beringas yang menjadi beringas kalau
anaknya diganggu. Begitu juga dengan kita. Seharusnya kita tidak alergi dengan rasa
“marah”. Marah berbicara tentang sesuatu yang perlu dipertahankan.
Murka Allah
Seorang
rekan hamba Tuhan yang menjadi guru, suatu kali menampar anaknya karena berbohong.
Mendengar hal ini, mungkin kita merasa kaget dan menilai sikapnya terlalu keras
saat menghadapi kebohongan anaknya. Namun saat membagikan kisah tersebut, raut
wajahnya tidak menggambarkan kondisi yang ber sukacita melainkan berat hati.
Karena apa yang dilakukan anaknya sangat tidak pantas sehingga ia perlu menampar
anaknya.
Ketika
Allah berhubungan dengan umatNya, berkali-kali Allah murka dengan mereka. Namun
konsep Allah yang marah dan murka membuat banyak orang merasa tidak nyaman. Kita
hidup di zaman orang yang tidak suka dengan konsep ini. Bila kita melihat video
di laman Youtube, banyak orang Barat yang tidak suka dengan konsep ini. Ada seorang
pengkhotbah (street preacher) berbicara
di taman tentang Allah yang menghakimi. Kemudian ada seorang ibu yang sedih dan
menangis, kemudian berkata, “Saya tidak suka dengan apa yang dikhotbahkannya. Dari
kecil saya diajar bahwa Allah adalah kasih, sehingga Allah yang saya kenal
adalah Allah yang mengasihi. Ia tidak murka dengan kita. Hati saya sangat kesal”.
Banyak orang di Barat mengatakan, Allah adalah Allah yang sangat baik dan Dia
tidak pernah marah. Sehingga mereka tidak suka saat mendengar Allah yang murka.
Ia suka mendengar Allah yang baik hati. Budaya Barat konsepnya penuh dengan
cinta dan hak asazi manusia. Anak tidak boleh dipukul orang tuanya, dan kalau
dipukul maka anak tersebut akan mengadu ke semacam “Komnas HAM” di sana selanjutnya
orang tuanya akan ditahan di penjara. Hal ini juga terjadi di sekolah
internasional di Indonesia. Ada seorang teman yang mengajar di sekolah internasional
di Jakarta yang benar-benar menerapkan budaya Barat sehingga guru tidak boleh
marah dan memukul murid-muridnya bila melakukan kesalahan. Aturan ini kemudian juga
banyak diterapkan di sekolah-sekolah nasional sehingga guru tidak boleh menegur
murid-muridnya. Apakah benar demikian? Alasan tidak boleh ditegur adalah supaya
murid menjadi percaya diri dan tidak takut. Guru ini bercerita bahwa di depan
matanya, ada anak murid mengangkat kakinya di meja dan guru tidak punya
otoritas untuk menegurnya. Hal ini menyebabkan anak yang paling nakal ada di Amerika.
Padahal bukankah Amerika menekankan HAM dan persamaan (ekualiti) sehingga anak
merasa setingkat dengan orang tuanya dan mereka memanggil mereka dengan namanya
saja. Bila hal ini terjadi di Indonesia, bagaimana perasaan kita? Bila hal itu
dianggap kurang ajar, maka orang tua akan memukul anaknya. Budaya barat tidak menyukai marah dan pukulan, sehingga orang
tua banyak yang tidak sanggup mendidik anaknya. Ada ibu yang menggendong satu anak
yang menangis dan anaknya yang lain iri sehingga mau juga digendong. Anak yang
satu muntah, lalu ke mana papanya? Ia tidak ada di rumah. Sepulangnya kerja ia naik
sepeda berkeliling kompleks atau main bowling, karena ia merasa sudah lelah mencari
uang. Sehingga orang tua menghubungi pengasuh anak (nanny 911) yakni orang yang
biasa mengurus anak. Cara mereka menangani anak yang bermasalah bukanlah dengan
cara yang baru. Dia hanya mengembalikan otoritas orang tua. Orang tua harus
tegas kepada anak. Ia menempel peraturan. Sehingga orang tua perlu marah, menegur
dan mendisiplinkan anak-anaknya.
Perceraian Emosional
Pada
kitab Hosea, Allah menegur dengan keras umat Israel yang terus memberontak
terhadap perintah Allah. Akhirnya Israel dibuang ke Asyur (722 SM) karena
Israel tidak pernah menyadari kesalahannya. Bagi Israel, Yerusalem adalah tanah
suci dan tanah yang dicintai. Namun mengapa Allah begitu tega membuang 10 suku
ke Asyur? Seperti juga pertanyaan : “Kenapa guru tega menegur muridnya?” atau
“Mengapa papa tega memarahi anaknya?”. Apakah Allah kejam? Pasti ada rasa perih
di hati saat orang tua menghukum anaknya. Tetapi hukuman itu perlu supay anak
belajar tidak melakukan hal yang salah. Walau saat kita menghukum orang yang
dekat, hati kita merasa perih. Berapa banyak dari kita yang memahami bahwa Allah
perih hatiNya saat menghukum kesalahan kita? Umumnya Allah hanya dianggap sebagai
Pencipta , Penjaga (dari kecelakaaan) atau Pemberi Berkat saja. Seberapa banyak
yang menganggap Allah adalah mempelaiku? Waktu marah, Dia berkata , “Engkau
bukanlah mempelaiku”. Hubungan antara umat Allah dan Allah adalah seperti
suami-istri sehingga waktu orang Israel menyembah Baal, dikatakan kamu sudah
berzina dan berselingkuh. Banyak pernikahan yang berakhir dengan perceraian.
Saat menonton infotaiment di TV, perceraian lumrah terjadi dan sepertinya tidak
masalah. Banyak public figure yang
bercerai. Sadar tidak sadar mereka telah menjadi panutan orang. Kalau
perceraian menjadi hal yang biasa, apakah anak-anak Tuhan banyak yang bercerai?
Bila tidak, puji Tuhan! Ada juga perceraian secara emosional. Ketika
suami-istri tidak lagi memiliki rasa sayang, mereka menjadi teman biasa bahkan
menjadi orang asing (stranger). Itu
terjadi perceraian emosional. Banyak keluarga bercerai tidak secara fisik,
tetapi secara emosi dan tidak ada lagi rasa sayang.
Ada
sebuah cerita tentang seorang istri yang mengirim pesan singkat (SMS) ke suaminya. “Honey, I’m dying”. Suaminya yang
berada di suatu tempat lain melompat kegirangan karena mengira istrinya sedang
sekarat, tapi ia berpura-pura dan membalas
pesan sang istri, “Sayang apa yang terjadi padamu? Saya tidak dapat hidup
tanpamu.” Istri bingung dengan balasan suaminya. “Sayang, apa yang kamu
pikirkan? I’m dying my hair (saya sedang
mewarnai rambut)”. Sang suami kemudian mengomel. Betulkah ada seorang suami
yang tidak suka dengan istrinya dan berharap sang istri cepat mati? Bila betul
terjadi, sangat menyedihkan. Bagaimana hubungan dengan Tuhan? Ada yang ikut
beribadah, punya Alkitab dan salib terpasang di rumah. Walau tidak bercerai
secara fisik, tetapi apakah kita bercerai secara emosional? Ciri-cirinya : doanya
“kering” dan ibadah tidak menyenangkan (enjoy)
hati. Ibadah hanya menjadi kebiasaan. Kalau tidak ke gereja tidak enak, seperti
berhutang. Secara tidak sadar terjadi perceraian dengan Tuhan. Sehingga banyak
orang Kristen hidup seperti orang dunia. Bandingkan kita dengan orang yang
belum percaya, di pekerjaan dan lingkungan. Karena cara hidup dan konsep hidup
kita, betulkah kita anak Tuhan? Mencintai Tuhan dan menjadi mempelaiNya? Saat harga rumah mengalami kenaikan secara drastis,
banyak orang yang merasa kuatir tidak bisa membeli rumah karena harganya tidak
terjangkau. Beberapa tahun lalu rumah yang harganya miliaran rupiah adalah rumah
artis. Sekarang rumah biasa harganya sudah miliaran rupiah . Sewaktu saya melihat
harga rumah di perumahan , harganya miliaran rupiah dan paling murah RP 600
juta. Ada yang mengingatkan, “Belilah rumah sekarang! Kalau tidak beli
sekarang, tidak bisa beli rumah lagi di masa depan. Apakah kita punya
kekhawatirkan yang sama? Bukankah itu kalimat yang menggoyahkan iman? Dahulu orang
tidak pernah membayangkan harga rumah Rp 1 miliar sekarang biasa karena
perekonomian Indonesia naik. Sekarang banyak filosofi yang menggoyangkan iman.
Kita menggumulkan hal yang sama (uang dan etika kerja) dengan dunia. Ada
pendapat kalau tidak ikut dunia, tidak bisa sukses. Kalau mental nya sama dengan
orang dunia, apa bedanya? Apa dampaknya kita mengenal Tuhan? Kalau tidak ada, kita
akan seperti orang tidak mengenal Tuhan. Kemudian sadar atau tidak sadar, kita akan
mulai “jatuh” dan mulai menjadi orang duniawi. Saat bangsa Israel berubah menjadi duniawi dan mengandalkan Baal
(bersyukur kepada Baal untuk makanan dll), Allah marah. Saat kita merasa
prestasi yang kita miliki karena kita sendiri, maka siapkah kita saat Allah
menahan berkat? Allah yang murka menahan berkat dari Israel karena Dia ingin
bangsa Israel melihat kenyataan bahwa Allahlah yang memberkati (Coba buktikan
Baal yang memberikan itu semua? Aku menahan berkat).
Saat
Allah mengingatkan, Ia menyebutkan kata “padang gurun” (Hosea 2:3). Hal ini
untuk mengingatkan bahwa bangsa Israel pernah
berputar di padang gurun selama 40 tahun sebelum masuk ke tanah perjanjian.
Juga lembah Akhor disebutkan (Hosea 2:15) dimana Akhan ketahuan menyembunyikan
harta untuk dirinya sendiri sehingga ia dan keluarganya dibunuh barulah surut
murka Allah dan setelah itu bangsa Israel
menang perang (Yosua 7). Hal ini menunjukkan bahwa dosa kita harus dihancurkan
terlebih dahulu. Siapkah dosa kita dihancurkan?
Allah
sungguh mengasihi kita. Ketika mengasihi kita, Dia juga ingin kita mengasihiNya
dan bukannya mengasihi Baal atau mencintai uang. Seperti filosofi 2 ekor ikan. Bila
ada satu yang disayang, maka yang lain kurang disayang (tidak mungkin sama-sama
disayang). Juga kalau punya 2 sepatu atau 2 mobil, pasti ada yang lebih disukai.
Karena dalam filosofi cinta manusia, hanya bisa mencintai 1 orang dalam 1 waktu.
Tidak ada bila punya beberapa istri bisa berlaku adil kepada semuanya. Karena
kita hanya bisa mengasihi 1 hal dalam 1
waktu. Seperti juga Yakub (Kejadian 29-30) yang lebih mengasihi Rahel dibanding
Lea. Kalau punya anak lebih dari 1, sadar tidak sadar kita sering
membandingkan. Kamu tidak seperti adik atau kakakmu. Kamu harus seperti adikmu
yang rapi. Ketika Yesus berkata , “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua
tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang
lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
(Mat
6:24). Mengapa Yesus membandingkan Allah dengan uang (Mamon)? Ketika
perbandingan diadakan, perbandingan dilakukan secara setara (equal). Tidak bisa kita membandingkan mobil
Daihatsu dengan Ferrari karena kelasnya berbeda (membandingkan Ferrari dengan
Lamborghini baru setara). Berarti saat dibandingkan Allah dengan uang, tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan
betapa mengerikannya Mamon (uang) ini. Ketika Yesus menyandingkannya, berarti
keduanya memiliki kesetaraan (uang bukan sekedar logam tetapi seperti alah yang
dipuja). Bukankah uang bisa membelokkan motivasi yang paling suci sekalipun?
Maukah kita kembali kepada Tuhan hari ini?
Ada
ilustrasi yang bercerita tentang seorang gembala dengan domba-dombanya. Sang gembala
memiliki banyak domba , namun ada 1 dombanya yang nakal dan tidak bisa diatur (yang
lain menurut). Domba adalah hewan yang matanya rabun jauh (hanya bisa melihat dari
dekat). Jadi Sang Gembala kuatir bahwa sang domba tersebut akan hilang sehingga
ia berpikir bagaimana caranya agar sang domba nakal itu bisa belajar. Akhirnya
domba itu diambil dan ditaruh di pangkuannya. Setelah itu sang gembala mematahkan
salah satu kakinya. Domba itu menjerit, kemudian selama beberapa minggu ia
berjalan dengan kaki yang pincang karena sakit. Ajaibnya, ia tidak berani lagi berada
jauh dari sang gembala. Apakah kita harus sama dengan domba ini? Kalau kita
tidak lagi berdoa atau kita memikirkan dunia lebih dari kita memikirkan Tuhan,
ijinkan Ia mematahkan kakimu! Hatimu akan sakit sekali dan mungkin bertanya, “Mengapa
semua terjadi?” Tetapi justru ketika kaki patah 1 dan berjalan terpincang, kita
belajar kembali kepada Tuhan.
No comments:
Post a Comment