Pdt. Jimmy Lucas
Ibrani 10:19-25
19 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita
sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus,
20 karena Ia
telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu
diri-Nya sendiri,
21 dan kita
mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
22 Karena itu
marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman
yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat
dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.
23 Marilah kita
teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang
menjanjikannya, setia.
24 Dan marilah
kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam
pekerjaan baik.
25 Janganlah
kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan
oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat
melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
Pendahuluan
Biasanya hati kita tidak terlalu
senang saat berbicara tentang kewajiban. Hal ini disebabkan saat bicara
kewajiban, kita merasa seperti terikat (terbelenggu, dipaksa) untuk melakukan
hal-hal yang tidak kita inginkan. Berbeda kalau kita berbicara tentang hak
karena itu bicara tentang apa yang kita dapatkan dan bisa kita nikmati. Itu sebabnya kita
lebih suka berbicara tentang hak daripada kewajiban. Tetapi pertanyaannya adalah
“adakah hak tanpa kewajiban?”. Hak adalah sesuatu yang diterima (dinikmati) sebagai
konsekuensi logis dari terpenuhinya kewajiban. Tidak mungkin seseorang bisa
menikmati hak kalau kewajiban-nya tidak dipenuhi terlebih dahulu.
Kemarin saya membesuk papa saya di
Rumah Sakit Atma Jaya. Saya berbicara dengan mama tentang apa yang akan kami
lakukan setahun ke depan, bagaimana saya dan adik-adik membiayai papa-mama dan
keluarga kami sendiri. Saya curhat kepada mama tentang pergumulan saya. Mama
saya memberi saya nasehat tentang pergumulan saya walau ia tidak memahami apa
yang sedang saya gumuli. Hal ini timbul karena perbedaan generasi, latar
belakang pendidikan dan pengalaman (mama saya tidak tamat sekolah menengah).
Mama saya tidak mengerti apa yang saya bicarakan. Tetapi ia melihat beban yang saya
tanggung. Kemudian ia berkata,”Sudahlah Jim! Tidak usah terlalu dipikirkan. Kamu
memang sejak kecil memikirkan hal-hal yang tidak perlu kamu pikirkan. Umurmu
baru berapa tetapi kerutan di dahimu sudah banyak. Tidak usah terlalu
dipikirkan, karena Tuhan punya cara untuk memenuhi semuanya” Saya berkata,”Ma, kalau bukan kita yang
pikirkan, siapa yang akan pikirkan? Kalau bukan Jimmy, dede Eeng San San yang
pikirkan, siapa yang akan pikirkan? Ini memang
keluarga kita. Ini kewajiban kita dan kita harus melakukannya. “ Sederhananya,
saya tidak suka merawat papa saya (orang tua) di rumah sakit. Umumnya kita
lebih suka membawa orang tua ke luar negeri, daripada membawa mereka ke rumah
sakit. Tetapi yang sudah terjadi harus dijalani. Kalau ia sudah di rumah sakit,
maka kita harus memenuhi kewajiban kita. Caranya? Dengan jalan membayar rumah
sakit, membeli obatnya dan merawat sebaik-baiknya. Yang terbaik harus kita
lakukan. Kalau itu orang tua orang lain, mungkin membiayai rumah sakit akan menjadi
beban berat. Tetapi kalau itu orang tua sendiri , apalagi papa yang tidak
pernah memikirkan diri sendiri , berjuang habis-habis untuk anak-anaknya, lebih
rela miskin dan dihina daripada melihat anaknya miskin dan dihina. Betapapun
beratnya, membiayai papa saya tidak pernah menjadi berat. Kewajiban tetap
kewajiban tetapi saya bisa memenuhinya karena saya mengasihinya.
Ibadah itu kewajiban atau hak?
Ibadah
itu adalah hak bukan kewajiban. Kalau pun ibadah adalah kewajiban, kalau kita
mengasihi Allah maka ibadah tidak akan pernah menjadi berat buat kita . Adakah suami yang merasa berat membiayai istrinya
hingga mengatakan,”Sial , saya harus bekerja membiayai kamu!” Hal itu hanya terjadi
pada pasangan yang hubungannya terganggu atau punya simpanan. Tapi kalau
hubungannya baik dan penuh cinta kasih, maka tidak ada beratnya (akan dilakukan
dengan penuh sukacita). Ibadah kalau dianggap sebagai sebuah kewajiban ,itu benar kewajiban tetapi bukan hal yang
memberatkan selama kita mengasihi Allah. Tetapi kalau kita membaca Alkitab, di satu
sisi Allah mewajibkan kita untuk beribadah tetapi kewajiban itu bukan untuk
Allah tetapi untuk kita. Jadi ibadah yang adalah kewajiban sebenarnya adalah hak
kita untuk menikmati Allah. Hari sabat untuk manusia. Ibadah sebetulnya adalah hak
kita demi kebaikan kita. Allah memang mewajibkan ibadah, tetapi ibadah itu
adalah hak yang diberikan Allah kepada kita demi keuntungan kita
sebesar-besarnya.
Ibadah memberi manfaat yang besar sedikitnya dengan
cara :
1. Memperdalam
relasi kita dengan Allah
Apa yang menghalangi kita
untuk menghadap Allah, apa yang membuat kita tidak berani menghadap Allah, apa
yang membuat kita tidak bisa berdiri atau berlutut di hadapan Allah adalah adalah
dosa. Badan bisa berada di dalam gereja dan melakukan ritual agama tetapi hati
tidak pernah berbohong. Kita bisa merasa tidak layak di hadapan Allah, karena
kita tahu apa yang sudah kita lakukan atau apa yang kita gagal lakukan di
hadapan Allah. Kita enggan menghadap Allah karena kita adalah orang berdosa. Yesus
kemudian mengatasi masalah ini. Allah mengatasinya dengan memberikan anaknya
yang tunggal, Yesus Kristus , mati di
atas Kayu Salib untuk menebus dosa kita. Ibrani 10:19-20 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian
dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan
yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,
Allah mengatasi masalah dosa
dengan cara memberikan Yesus Kristus mati bagi kita. Ketika Ia mati maka Dia
menyelesaikan masalah dosa sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk enggan
dan malu menghadap Allah. Satu-satunya alasan membuat kita enggan menghadap
Allah adalah dosa namun dosa diselesaikan oleh Yesus Kristus melalui darah anak
domba Allah. Jadi kita tidak punya alasan untuk tidak datang kepada Allah.
Pengorbanan Yesus dilakukan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Tetapi
pelayanan Yesus terjadi selama-lamanya. Yesus mati satu kali untuk menebus
dosa-dosa kita. Satu kali berlaku dan efeknya untuk selama-lamanya. Yesus mati
di kayu salib untuk menebus dosa kita selama-lamanya. Dengan kata lain Yesus menyelesaikan
tugasnya di bumi, tetapi Yesus tidak pernah berhenti melayani kita. Maka pada
ayat 21
dikatakan dan kita mempunyai
seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Dikatakan Yesus terus
menerus (selama-lamanya, dari kekal sampai selamanya) menjadi imam besar bagi
kita , yaitu orang yang menjadi perantara antara manusia dengan Allah, berdoa
bagi manusia di hadapan Allah. Imam besar memberi berkat ilhani pada jemaat
yang dijalani, membimbing dan berdoa bagi jemaat yang dilayani. Yesus adalah imam
besar yang pelayanan keimamanNya berlaku untuk selama-lamanya.
Ada 2 hal yang terjadi di
sini. Penghalang antara kita dengan Allah ditiadakan melalui pengorbanan Yesus
Kristus di atas Kayu Salib, yang kedua setelah diampuni lalu kita dilayani
selama-lamanya melalui pelayanan Yesus sebagai imam besar. Dengan kata lain, kita
bisa terus-menerus (kapan saja dan dalam kondisi apa pun) masuk ke dalam tahta
kasih karunia (menghadap tahta Allah) melalui doa-doa kita. Bila ini terjadi, maka
bila kita tidak datang menghadap Allah adalah hal yang bodoh sekali. Kalau
kondisi seperti saya sekarang ini , ke kiri-kanan, depan-belakang semua
terpepet, maka saya ingin menghadap ke Pak Jokowi untuk usaha. Kalau kita punya
akses dan tapi tidak dipakai, maka kita adalah orang bodoh. Kalau kita bisa datang kapan saja, maka saya
jadi manja (ke serempet motor atau beca saja langsung mau bertemu dan lapor ke Pak
Jokowi). Akses ada bila tidak dipakai bodoh. Itu bisa terjadi pada kita. Ketika
Yesus mengerjakan pelayanan imamNya , maka Dia memberikan akses ke Allah.
Penyembahan adalah penyerahan total kepada sifat-sifat Allah, hati nurani yang
secara langsung mengakui kekudusanNya, sebuah supaya untuk memberi makan
pikiran dengan kebenaranNya, memurnikan imajinasi dengan keindahanNya, membuka
hati untuk kasihNya, menyerah kepada kehendak Allah demi tujuan Allah. Dengan
kata lain, ketika kita punya akses ke Allah, kita datang dan mengalami Allah,
24 jam kita datang ke Allah. Ibadah pada dasarnya adalah sebuah hak penuh untuk
mengalami Allah secara terus-menerus. Ibadah itu hak untuk menikmati Allah , memuji
dan mengalami Allah. Ketika mengalami Allah semua dibentuk di dalam diri kita
semakin serupa Allah. Orang yang sering beribadah maka semakin lama keduniawiannya
tertanggalkan dan keilahiannya termunculkan.
Di
Surabaya saat menjadi mahasiswa, saya tinggal dengan seorang mantan majelis. Ia
mantan pengusaha tambak. Rumahnya model zaman
dahulu berupa satu kompleks. Ia punya rumah yang memiliki halaman luas, ada 2
rumah di sana. Rumah yang depan untuk menampung mahasiswa praktek dan rumah yang
satu lagi untuk meraka tinggal. Namanya Om Han dan Ayi Mei Fang. Mereka
orangnya ramah. Ayi Mei Fang masakannya enak. Om Han membaca buku teologi lebih
banyak dari kita , para mahasiswa. Buku-bukunya mahal, berbobot dan tingkat
tinggi. Saya terkadang iri melihat mereka karena mereka seperti Romeo dan
Juliet (harmonis sekali). Om Han tahu saya suka kopi. Saat membahas teologi dengan
Om Han di ruang tamu, lalu Ayi Mei Fang lewat. Dengan hanya berdehem saja, Ayi
Mei Fang menyediakan kopi. Dehem-an itu menjadi kodenya. Akhirnya saya punya
kesempatan bicara dengan Ayi Mei Fang, lalu bertanya,”Mengapa ayi tahu kalau
berdehem artinya harus menyediakan kopi?”. Ia berkata, “Jim..Jim.. Kami sudah
menikah 15 tahun, setiap hari bertemu, ngobrol, curhat dan berbagi hidup. Ayi
tahu apa yang ia mau dan ia tahu apa yang ayi mau. Bagi saya itu relasi. Relasi
mengubah pribadi seseorang. Kita menjadi seseorang yang dengannya kita bergaul.
Kalau Yesus sudah membuka akses kita datang ke Allah , lalu kita menggunakan
untuk beribadah dan mengalami Allah secara teratur, maka tidak heran dengan sering
beribadah kepada Allah maka mengalami pengilahian setiap harinya (teosis). Ibadah itu adalah hak yang
membuat kita semakin sempurna setiap harinya. Jadikan ibadah itu sebuah
kesukaan.
2. Ibadah
memberi manfaat karena ibadah akan
menguatkan kita dan iman kita untuk menerima janji Allah
Kekuatan sebuah perjanjian terletak pada pihak yang berjanji.
Sekalipun perjanjian bisa dikuatkan oleh hukum tapi kekuatan sesungguhnya
terletak pada karakter yang memberi
janji. Cukup banyak perjanjian hitam-putih masih bisa meleset juga tetapi ada
perjanjian yang tidak ada hitam-putih-nya terlaksana karena yang berjanji sudah
bicara karena karakter dari orang yang berjanji.
Penulis kitab Ibani mendorong untuk tetap berpegang teguh pada pengakuan tetang
pengharapan kita. Penulis kitab Ibrani mengatakan Dia yang menjanjikanNya
adalah setia. Kesetiaan Kristus adalah jaminan dari penggenapan janji Allah
bagi segala sesuatu yang Allah janjikan kepada kita. Kalau Allah sudah memberikan
jaminan, maka betapa bodoh kita jika tidak pernah memegang janjiNya dan tidak
pernah meminta janji itu tergenapi dalam hidup kita. Ibadah sejati adalah
sarana ilahi untuk mengingatkan kita akan janji Allah. Ketika beribadah , kita
didorong untuk mengingat kembali janji Allah dan didorong terus untuk mengklaim
janji Allah , pegang dan menunggu janji Allah di dalam hidup kita. Ibadah
adalah sarana ilahi untuk mengingatkan kita akan janji Allah. Pegang terus
janji Allah sehingga kita dikuatkan!
Sewaktu Om Lim (Sudono Salim atau Liem Sioe Liong) meninggal, biografi hidupnya ditulis di koran
Kompas. Waktu membaca catatan hidupnya saya terkejut. Menurut pengakuan teman-teman
bisnis Om Liem, order mereka datang tidak pakai surat. Mereka hanya menerima telpon
saja. Barang datang hanya karena telpon dari Om Liem. Menurut mereka, Liem Sioe
Liong mulutnya bisa dipegang. Bila dijanjikan “A” maka akan terjadi “A” jadi tidak
perlu surat. Keduanya sama-sama hebat. Om Liem hebat karena mulutnya bisa
dipegang, karakternya kuat dan teruji, apa pun yang dijanjikan pasti digenapi
dan dibayar. Sementara rekan bisnisnya juga hebat karena percaya pada janjinya
Liem Sioe Liong.
Buat saya, harusnya hidup kita lebih dari itu. Kita
harus percaya pada karakter yang memberikan janji dan kita harus terus pegang
janji Allah. Masalahnya daging manusia itu lemah. Kita seringkali melupakan
janji Allah ketika menghadapi pergumulan-pergumulan yang berat. Kita seringkali
mengabaikan dan meragukan Allah saat menghadapi pergumulan berat. Oleh sebab
itu kita perlu beribadah. Dalam ibadah ada begitu banyak simbol yang mengingatkan
kita pada janji Allah. Misalnya : saat menikah kita dipaksa berlutut di depan
altar lalu pendeta memberkati kita. Itu adalah simbol bahwa kita menyerahkan
rumah tangga kita kepada Allah (Allah ada di tengah-tengah rumah tangga). Lalu
kita saling memberikan cincin kawin yang mengingatkan bahwa kita terikat pada
sebuah sumpah pernikahan yang tidak terputus untuk selama-lamanya, sehidup
mati, sampai maut memisahkan kita tetap setia pada pasangan kita. Demi Allah
bukan pernikahan itu sendiri. Kita diingatkan pada simbol-simbol. Ayam jago (pada
gereja ayam) mengingatkan kita bahwa Allah mengampuni setelah penyangkalan
Petrus 3 kali (pengampunan Allah tidak terbatas). Perjamuan kudus mengingatkan
kita pada pengorbanan Yesus Kristus
(Inilah tubuhKu, inilah darahKu yang terpecah-pecah karena kamu). Kita diingatkan
bahwa kita diampuni. Sayangnya gereja
Injili saat ini sangat miskin simbol. Yang ada paling salib. Kita diingatkan
dan diatur pada tata ibadah. Saya beribadah di gereja yang beraliran berbeda
dengan GKKK. Dikatakan, tahun 2018 adalah tahun mujizat pembebasan , kita klaim
janji Allah lalu memuji sambil bergoyang-goyang.
Firman Tuhan disampaikan dan isinya tentang berkat. Lalu persembahan diedarkan,
waktu memberikan persembahan lalu berdoa yang sudah dicatat (kita akan menjadi
kepala bukan ekor, kita akan menerima rumah di bumi dan di sorga. Tidak ada
yang mandul, yang jomblo Tuhan berikan jodoh). Lalu ditutup dengan doa berkat
(Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah). Buat saya hal ini tidak salah
, namun mind-set nya dari awal sampai
akhir kita diingatkan untuk meminta berkat. Kalau gereja injili orientasinya
salib terus. Dimulai dengan votum dan salam, ibadah ini dimulai dalam nama Bapa
, Anak dan Roh Kudus. Turunlah kiranya atas kita berkat Allah. Berkat untuk
ibadah. Lalu pujian yang orientasinya tentang Allah. Allah ditinggikan dan
dimuliakan. Kita harus menyembah Allah. Lalu khotbah. Isi khotbah tidak boleh jauh dari Alkitab (eksegesis-nya
harus ada). Kalau khotbahnya tidak eksegesis maka berikutnya tidak diundang
lagi. Lalu persembahan dan doa persembahan yang isinya “Tuhan pakai persembahan
ini untuk pekerjaan Tuhan”. Lalu ditutup dengan doxology. Jadi diawali dengan kemuliaan
Allah dan ditutup dengan kemuliaan Allah. Manusia di mana? Tidak ada! Manusia
memikul salib. Orientasinya : Kalau saya hidup, bekerja, berumah tangga
memuliakan Allah. Bukan bagaimana pekerjaan dan rumah tangga saya memberi saya
berkat. Ibadah menata pikiran kita karena di dalam ibadah ada liturgi dan simbol-simbol
mengkaitkan dan mengingatkan kembali janji Allah (janji tentang hidup kekal ,
penyertaan dan hidup diberkati). Kalau tidak beribadah bagaimana kita tahu janji
Allah dalam hidup dan apa yang Allah mau sediakan. Buat saya, orang Kristen
yang tidak beribadah, lebih bodoh dari ayam. Ayam mati di lumbung padi, setidaknya
ia masih masuk ke lumbung padi (lumbung padi adalah tempat menyimpan beras dan
ayam makan beras. Setidaknya ia telah masuk lumbung padi). Sedangkan manusia, ini
adalah tempat di mana Allah memberikan janjiNya. Sudah tahu harus beribadah, merasa
ibadah itu kewajiban yang memaksa dan tidak mau dilakukan. Akhirnya janji Allah
ada berkelimpahan tetapi kita tidak pernah tahu dan tidak pernah hidup dalam
janji Allah. Betapa bodohnya kita sama seperti ayam mati di lumbung padi. Ibadah
adalah hak kita untuk dikuatkan sehingga kita bisa terus-menerus memegang janji
Allah.
3. Ibadah
memampukan kita bertahan menghadapi tantangan.
Tantangan orang Kristen itu jelas : penganiayaan dan cobaan.
Kalau penganiayaan saja itu masih “ringan”, cobaan itu berat. Karena bentuk penganiayaan
begitu kasar dan menakutkan. Misalnya kalau ketahuan beragama Kristen, dilarang
beribadah (saat mau beribadah dicegah). Kalau begitu saat mau ke gereja dicegat
maka kita cari gereja lain (kita masih tetap beribadah walau dalam penderitaan).
Itu tantangannya kasar dan menakutkan (langsung kelihatan). Tetapi cobaan lebih
berbahaya dari penganiayaan. Ini pendapat saya pribadi , karena cobaan itu
kadang-kadang tidak terlihat namun mengotak-atik esensi hidup kita yang paling dalam). Contoh : Yesus
dicobai dengan 3 cobaan yakni mengubah batu
menjadi roti, menjatuhkan diriNya karena malaikat akan menatang dan seluruh dunia akan diberikan kepadaNya.
Ini mewakili 3 inti cobaan dalam bentuk yang berbeda, namunya intinya sama
yakni kita diccoba seputar masalah priuk
nasi. Kalau sudah bicara priuk nasi, kita bisa mengerjakan apa pun.
Contohnya : saya naik motor dan diserempet oleh sebuah Kopaja
sehingga menjadi emosi. Lalu saya kebut
untuk menyusulnya. Begitu tersusul dan sudah dekat ada tulisan “Immanuel”
(Allah beserta kita). Sopir Kopaja berteriak, “Sorry Bang! Cari makan!”.
Seolah-olah kalau sedang cari makan, maka bisa melakukan apa saja. Apakah kita
juga begitu? Dengan dalih mencari makin, menyingkirkan rekan kerja. Kita
diotak-atik dengan urusan priuk nasi (rejeki) . Percobaan biasanya mengenai
masalah pengkuan (kamu berharga tidak? Kamu penting tidak? Kamu cantik benar
tidak?). Ada pengakuan untuk bisa mencapai kesuksesan (yang penting sukses
dahulu dan mendapat seluruh dunia). Cobaannya begitu halus karena yang mencobai
berpengalaman ribuan tahun (dari nenek moyang kita Adam-Hawa, dia sudah tahu
cara menjatuhkan manusia). Cobaan terhadap kita adalah ujiannya terhadap
kebutuhan perut , ego dan kesuksesan kita. Ketiganya diuji terus. Caranya
berbeda-beda tetapi caranya sangat halus, licin dan cerdas. Sulit bagi kita
untuk bisa mengatasi cobaan seperti itu. Penulis kitab Ibrani mengingatkan kita,
ketika kita datang beribadah dan bertemu saudara seiman, saudara seiman inilah
yang akan mengingatkan kita untuk berhati-hati karena sudah terlalu jauh, sudah
lebih mencintai dunia, skala prioritas kita salah dll. Firman Tuhan
mengingatkan kita.
Saya pernah menggembalakan sebuah
gereja yang baru dirintis. Jadi orientasinya adalah memenangkan jiwa. Kalau ada
jemaat baru kita merasa sukacita dan langsung di-follow-up dalam waktu paling lambat 1x24 jam. Hari minggu itu,
kebetulan saya yang berkhotbah. Begitu melihat ada yang baru, saya langsung mengenalinya
bahwa ia bukan domba saya. Hari Seninnya saya langsung menelpon, “Bagaimana Pak?
Senang beribadah di gereja kami?” Dijawab,”Senang sekali. Itu lagu-lagu klasik bisa menjadi begitu modern.”
Saya bertanya lagi,”Khotbahnya bagaimana Pak?” Dia menjawab,”Khotbahnya bagus
dan saya senang mendengarnya.” Lalu saya bertanya lagi,”Jadi bapak mau beribadah
di gereja kami?” Tetapi ia menjawab,”Tidak mau Pak!” Saya dengan heran
bertanya,”Mengapa? Bukankah bapak belum punya tempat ibadah yang tetap dan
Bapak merasa semuanya enak?”. Dia
menjawab lagi,”Saya kerja dari Senin-Sabtu. Saya guru fisika, matematika,
kimia. Saya bekerja dari pk 9-21. Kepala saya penuh dengan soal fisika,
matematika dan kimia yang rumit. Saya datang ingin mendengar penghiburan,
berkat-berkat dan bukan salib. Saya rasa Bapak khotbahnya tentang salib dan
Bapak bakal khotbahnya terus tentang salib. Saya sudah capai mendengar salib.
Saya tidak mau salib-salib lagi. Saya mau bahagia.” Nah lho? Dalam hati, “Oh iya,kalau
begitu terima kasih sudah mau datang”. Dalam hati saya berkata,”Saya tidak
butuh jemaat yang tidak mau memikul salib. Urusan berkat adalah urusan Tuhan
bukan urusan manusia. Kalau kita berpikir
bagaimana caranya diberkati itu keliru. Allah kalau sedang ingin memberkati kita,
Ia tidak peduli apa kita yang dikerjakan. Ada pepatah “kerja keras pangkal kaya”,
tetapi bagaimana tukang becak yang bekerja lebih keras namun hasilnya? Ada
pepatah “cerdas pangkal kaya{ tetapi bagaimana professor tidak kaya hanya jadi
dosen saja. Ada juga pepatah berkata “hemat pangkal kaya” tetapi malah ada yang
menjadi pelit. Memang tidak ada orang kaya yang tidak bekerja keras, cerdas dan
berhemat, tetapi kerja keras, cerdas dan berhemat tidak membuat kita kaya.
Saya pernah mengikuti seminar James Gwee di mana yang datang ribuan orang. Semua coba
mengikuti nasehat James Gwee. Tetapi dari 1.000 orang yang hadir yang jadi kaya
berapa persen? Tidak semua. Kaya tidak ada rumusnya, karena itu hak prerogatif
Allah. Kaya itu karena Tuhan mau memberkati. Urusan kita melakukan apa yang
harus kita lakukan. Kita harus bekerja dan lakukan yang terbaik yang kita bisa.
Kalau ke gereja untuk mau menceri berkat salah tempat (gereja bukan tempatnya).
Di gereja kita diingatkan kembali apa yang menjadi kewajiban kita sebagai umat
Allah, kita diingatkan kembali untuk
hidup selaras dengan kehendak Allah.
Waktu saya menggembalakan di daerah teluk Gong, saya akrab
dengan semua anak muda khususnya saya akrab dengan petugas TU kami. Hal ini tidak mengherankan
karena kami berada di ruang yang sama berukuran 2,5 x 4 meter. Saya tiap hari berbincang-bincang dengan
tenaga TU yang perempuan. Saya merasa dia sebagai adik saya dan sebaliknya dia
menganggap saya sebagai kakaknya. Tidak ada romans.
Suatu kali saat rapat, saya melaporkan perkembangan komisi
remaja, TU saya adalah ketua komisi remaja. Dia yang memegang hasil notulen
rapat komisi raja. Saya mengikuti rapat pleno majelis tapi lupa membawa map
yang isinya laporan komisi remaja. Saya pun mengirim pesan lewat BBM,” De,
tolong naik ke atas dan bawakan notulen hasil rapat kita.” Dia pun membalas,”Iya
Ko, akan saya bawakan. Tapi ada yang salah.” “Aduh kenapa tidak diperbaiki
kemarin, saya sudah harus melaporkannya” Akhirnya ia membawakan mapnya dan naik
ke atas. Saya duduk di dekat pintu ruang rapat, begitu masuk dia langsung
menghampiri saya dan kepalanya mendekati kepala saya dan membisikkan
pesan-pesannya. Dia berbisik di depan semua majelis. Selesai rapat, ketua
majelis turun. Ia mengatakan, “Pak Jim luar biasa ya pelayanannya. Pak Jim,
akrab dengan remaja”. “Ya namanya juga passion
saya dengan anak remaja” sahut saya. Dia berkata lagi,”Oh begitu. Tapi tadi
kami lihat Bapak terlalu akrab dengan dia. Walau kami tahu, Bapak tidak ada
apa-apa dengan dia dan dia juga tidak ada apa-apa dengan Bapak. Hanya Bapak perlu hati-hati karena dia berasal
dari keluarga broken family dan dia
perlu figure Bapak. Di sini sudah ada
kejadian di mana dengan konseling-konseling kemudian terjadi ‘korsleting’” “Oh
gitu ya? Tapi saya tidak ada apa-apa lho dengan dia”, sahut saya. Jadi saya
diminta untuk membatasi diri karena kalau minta dia, dia masih anak kecil. Lalu
ketua majelis itu berkata lagi, “Maaf Pak Jimmy, saya berkata begini bukan
apa-apa lho. Ingat tidak dulu waktu pertama kali masuk ke gereja ini, Pak Jimmy
pernah berkata kepada saya,’Pak Kelvin, tolong kalau Bapak melihat saya mulai dekat
dengan perempuan atau Bapak melihat saya bakal jatuh, maka Bapak orang pertama
yang harus bicara ke saya’. Ingat tidak Bapak pernah bicara begitu? Sekarang itu
yang saya lakukan”. “Oh iya Pak. Terima kasih”, jawab saya. Sejak hari itu saya
menjaga jarak dan saya menjadi berhati-hati. Saya bersyukur karena ia membicarakan
hal itu. Sebagai saudara seiman , ia menjaga saya agar saya tidak jatuh.
Penutup
Gereja adalah tempat di mana kasih dipraktekkan. Namun
realitanya? Antar jemaat saling mengampuni tetapi kalau hamba Tuhan jatuh tidak
ada pengampunan. Dari 100 kasus 99 tidak diampuni. Di sekeling saya,
banyak rekan hamba Tuhan yang jatuh. Ada
yang jatuh dengan sekretaris, istri majelis dll. Sekarang mereka di mana?
Bahkan ada yang bercocok tanam di Singkawang, tidak berani keluar. Saya merasa
saya tidak berbeda dengan mereka, saya juga terdiri dari daging. Mereka bisa
jatuh demikian juga dengan saya. Tidak heran banyak yang tergoda karena kita
dari darah dan daging. Dosen saya pernah berkata, “Pencobaan? Roh memang
penurut tetapi daging lemah. Tapi saat giliran kamu roh lemah dan daging
lemah.” Saya pikir benar juga. Saya
tidak merasa diri kuat. Saya kuat karena ada saudara seiman yang mengingatkan.
Kebanyakan orang Kristen yang jatuh adalah “serigala” yang sendirian (lone wolf). Itu sebabnya milikilah
komounitas, tinggal di gereja datang beribadah. Terbuka dirimu untuk diberi
peringatan - nasehat dan buka dirimu untuk memberi nasehat dengan saudara
seiman. Kejatuhan bukan sesuatu yang diingatkan. Ada yang berkata,”Pak Jimmy
sendiri tidak punya gereja”. Saya berkata,”Betul, saya tidak punya gereja tapi
saya punya dojo.” Dojo saya terkadang lebih Kristen daripada gereja. Kemarin,
kita baru saja makan-makan dan saling koreksi dan mengingatkan. Begitu
bicaranya menyerempet-nyerempet, maka saya pun memberi sinyal mengingatkan.
“Sudah beribadah belum?” saya mengingatkan. Ada yang berkata,”Ko Jimmy, terima
kasih untuk renungan firmannya. Saya dikuatkan lho” “Oh terima kasih juga.”
Jadi kami saling menguatkan , menegur, membangun dan mengingatkan.
Kalau tidak beribadah, maka kita bisa jatuh dengan cepat.
Hati-hati kalau tidak ibadah. Setan di belakang sudah menunggu. Ibadahnya saja
mungkin tidak menolong, tetapi persekutuan dengan saudara seiman yang hanya ada
di dalam ibadah, itu yang menguatkan kita. Ibadah itu bukan kewajiban tetapi
hak untuk menerima perlindungan , dorongan dan kekuatan dari orang lain. Jangan
sia-siakan hidupmu dengan tidak beribadah. Pertanyaan saya kembali : ibadah itu
kewajiban atau bukan? Kalau itu kewajiban , maka itu kewajiban yang
menyenangkan. Ibadah itu adalah hak kita
untuk mengalami persekutuan dengan Allah, untuk terus mengingat janji Allah dan
dikuatkan oleh saudara seiman.
No comments:
Post a Comment