Ev. Putra Waruwu
Nehemia 8:1-13
1 Ketika tiba bulan yang ketujuh, sedang orang Israel
telah menetap di kota-kotanya,
8 maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman
di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya
ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada
Israel.
3 Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam
Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun
perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti.
4 Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di
halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan
laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian
seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu.
5 Ezra, ahli kitab itu, berdiri di atas mimbar kayu
yang dibuat untuk peristiwa itu. Di sisinya sebelah kanan berdiri Matica, Sema,
Anaya, Uria, Hilkia dan Maaseya, sedang di sebelah kiri berdiri Pedaya, Misael,
Malkia, Hasum, Hasbadana, Zakharia dan Mesulam.
6 Ezra membuka kitab itu di depan mata seluruh umat,
karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Pada waktu ia membuka
kitab itu semua orang bangkit berdiri.
7 Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan
semua orang menyambut dengan: "Amin, amin!," sambil mengangkat
tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka
sampai ke tanah.
8 Juga Yesua, Bani, Serebya, Yamin, Akub, Sabetai,
Hodia, Maaseya, Kelita, Azarya, Yozabad, Hanan, Pelaya, yang adalah orang-orang
Lewi, mengajarkan Taurat itu kepada orang-orang itu, sementara orang-orang itu
berdiri di tempatnya.
9 Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat
Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga
pembacaan dimengerti.
10 Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam
Ezra, ahli kitab itu, dan orang-orang Lewi yang mengajar orang-orang itu,
berkata kepada mereka semuanya: "Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu.
Jangan kamu berdukacita dan menangis!," karena semua orang itu menangis
ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat itu.
11 Lalu berkatalah ia kepada mereka: "Pergilah
kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian
kepada mereka yang tidak sedia apa-apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan
kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah
perlindunganmu!"
12 Juga orang-orang Lewi menyuruh semua orang itu
supaya diam dengan kata-kata: "Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan
kamu bersusah hati!"
13 Maka pergilah semua orang itu untuk makan dan
minum, untuk membagi-bagi makanan dan berpesta ria, karena mereka mengerti
segala firman yang diberitahukan kepada mereka.
Pendahuluan
Selama Januari 2019 ,kita akan diingatkan
bagaimana seharusnya kita yang telah dimenangkan oleh Kristus memiliki pola
pikir yang sama, pengertian yang benar dan pemahaman yang tepat tentang apa itu
ibadah, bagaimana itu ibadah dan apa yang seharusnya kita lakukan selama kita
beribadah. Tema hari ini “Allah : Pusat Ibadahmu”. Minggu lalu para
hamba Tuhan GKKK Mangga Besar pergi ke Tegal. Dari Jakarta berangkat ke Tegal namun
singgah dulu di Kampung Batik, Cirebon. Di sana banyak butik dan toko batik.
Kita masuk dari satu toko ke toko lain. Yang cocok dibeli dan yang tidak cocok
ditinggalkan. Setelah mondar-mandir beberapa kali, namun tidak beli apa-apa. Di
sini adalah pusat dan rumah produksi batik sehingga bisa didapat batik dari
harga yang murah sampai yang mahal. Ada satu toko di mana kami masuk ke sana pk
12.30 dan pk 18.30 baru keluar (setengah harian berada di sana). Aldin sudah
capai, ama sudah istirahat dan mu shi
sudah menyandarkan kepala di dinding. Saya dan shimu terus asyik belanja. Pk 18.30 akhirnya kami baru keluar dari
toko tersebut. Bukan masalah belanjanya tetapi itu adalah pusatnya batik. Ketika
tahu sumbernya maka kita rela untuk berlama-lama di sana dan melihat banyak
hal. Itu tempat produksi batik dan dipamerkan kepada semua orang. Jadi kita rela
berlama-lama berada di tempat tersebut.
Kalau Allah adalah pusat dari ibadah maka kita juga akan rela untuk berada
setengah harian di gereja.
Apa itu Ibadah?
Nehemia pasal 8 berbicara
bagaimana bangsa Israel merayakan hari Raya Pondok Daun untuk mensyukuri semua
berkat Tuhan melalui hasil panen mereka. Dikatakan Ezra yang membaca firman
Tuhan dari pagi hingga tengah hari dan mereka betah (kerasan) mendengar firman
Tuhan. Setengah hari sekitar 6 jam dan yang didengar hanya kitab Taurat dan
penjelasannya. Saat itu Allah menjadi pusat ibadah. Allah adalah pribadi yang
menciptakan , menjadikan , memelihara dan menguasai seluruh otoritas kehidupan
kita. Tidak ada sesuatu terjadi tanpa
sepengetahuan dan seijin Allah. Allah kita bukanlah Allah yang diam (tidur)
tetapi Ia menilik sampai isi hati yang paling dalam dari setiap hidup manusia.
Kalau kita datang ke gereja dan beribadah, maka kesan yang ditimbulkan sama
yaitu semua adalah orang benar dan alim. Tetapi lepas (ke luar) dari pintu gereja,
itulah yang menunjukkan siapakah kita (termasuk
para hamba Tuhan) sebenarnya di hadapan Tuhan. Di gereja mungkin kita dibungkus
dengan ‘bungkusan rohani’ tetapi di luar gereja siapakah kita?
Ibadah
kita adalah tanggapan (respon) kita terhadap apa yang telah dilakukan Allah di dalam
hidup kita. Perkumpulan semacam ini disebut ibadah jemaat. Ini adalah ibadah
dalam arti yang sempit karena dibatasi dengan tembok gedung. Tetapi ibadah dalam
pengertian luas adalah seluruh kehidupan kita mulai dari pagi sampai malam.
Jadi ibadah itu bukan saja di tempat ini, tetapi juga di tempat lain termasuk di
rumah juga (ketika berinteraksi pun ibadah kita). Ketika kita makan pun itu
adalah ibadah kita. Kita menyembah Tuhan di sana. Jadi jangan mengira ibadah
itu hanya di gereja. Seluruh rangkaian kehidupan kita adalah ibadah kita kepada
Tuhan. Di dalam tempat ini ada banyak elemen seperti pujian, penyembahan, doa,
pengakuan dosa, berita anugerah, firman, ucapan syukur dan doa berkat pengutusan.
Elemen-elemen itu yang di bawa keluar
ketika keluar dari pintu gereja dan menghadapi kehidupan yang masuk nyata. Kita
menyembah Tuhan, memberi pelepasan dan pengampunan kepada orang lain ,
bersyukur dan mau setia kepada Tuhan . Itulah ibadah dan respon kita kepada apa
yang Allah kerjakan bagi kita. Bukan manusia yang menyelenggarakan dan memulai
ibadah tetapi Tuhan sendiri yang memulai ibadah. Bukan hamba Tuhan dan majelis yang
mengadakan ibadah pagi ini tetapi Tuhan yang mengadakan ibadah. Majelis, hamba
Tuhan dan jemaat adalah alat atau pelayan Tuhan. Maka kita disebut sebagai
pelayan atau hamba Tuhan. Karena yang punya ibadah adalah Tuhan. Kalau Tuhan
yang punya ibadah, maka kita harus mengikuti apa maunya Tuhan untuk menyusun
ibadah itu. Bukan maunya , keinginan dan selera saya tetapi harus selera dan
maunya Tuhan.
Sejak kapan manusia beribadah kepada Tuhan?
Alkitab
memberikan gambaran besar bahwa sejak awal sejarah kehidupan manusia di Taman
Eden , manusia telah beribadah kepada Tuhan. Pada kitab Kejadian 3:8 Adam dan
Hawa mendengar langkah Allah di taman Eden. Ada satu kedekatan , keintiman, persekutuan
yang dekat antara Allah dengan manusia. Dari langkah kaki saja, manusia sudah
tahu yang datang adalah Allah. Ketika Kain dan Habel memberi persembahan kepada
Tuhan, mereka membawa hasil dari apa yang mereka dapatkan, mereka juga
menyembah dan beribadah kepada Tuhan. Ketika Nuh melewati masa-masa sulit ,
ketika bumi dipenuh dengan air dan setelah itu Nuh membawa persembahan kepada
Tuhan. Lanjut di zaman Abraham, Abraham juga membawa korban syukur bahkan membangun
mezbah korban bakaran untuk Tuhan. Semua
itu mereka lakukan karena Tuhan yang meminta. Persembahan yang dibawa pun jelas
apa dan bentuknya seperti apa.
Ibadah kita tidak semata-mata merupakan
kerinduan kita, tetapi karena Allah terlebih dahulu memberi perintah kepada kita
untuk melaksanakannya. Maka tema ini sebenarnya cukup berat. Ketika Allah menjadi
pusat ibadah kita, maka yang harus dipandang dalam ibadah adalah Allah bukan person atau orang-orangnya melainkan
hanya Allah. Bukan berarti kita mengabaikan yang lain, tetapi fokus kita adalah
kepada Allah.
Nehemia pasal 8 sekali lagi menggambarkan
kepada kita bagaimana orang-orang Israel pasca pembuangan kembali ke Israel,
membangun tembok lalu mereka meminta
kepada Ezra untuk membacakan kitab Taurat Musa. Mereka yang rindu dan meminta
pertolongan Ezra untuk membacakan firman itu.
Dari kisah ini kita akan melihat
setidaknya ada 3 bagian bagaimana kita merayakan ibadah yang berpusat kepada
Allah, bagaimana kita bisa menikmati ibadah yang berpusat pada Allah , bagaimana
kita menghidupi ibadah yang berpusat pada Allah :
1. Siap untuk
menyembah dengan kesungguhan
Refrain
lagu Kau yang Terindah mengatakan Ku sembah Kau ya Allahku, Ku tinggikan nama
Mu selalu Tiada lutut tak bertelut, Menyembah Yesus Tuhan Rajaku. Penyembahan
adalah satu sikap di mana kita menundukkan diri di bawah otoritas Tuhan dan mau
mengikuti apa maunya Tuhan. Penyembahan itu dapat dimaknai sebagai sikap kita
men-tuhan-kan Tuhan atau meng-allah-kan Allah. Ketika kita menyembah Tuhan
dengan kesungguhan maka hati kita dibangkitkan untuk menikmati kekudusan. Imaginasi
kita diindahkan dengan keindahanNya, hati kita dilekatkan pada kesetiaanNya , dan
kehendak kita diletakkan pada rencanaNya. Itulah makna penyembahan.
Kapan kita bisa menyembah Allah? Tentunya dalam
seluruh kehidupan kita baik di gereja maupun
di luar gereja. Tetapi menyembah dengan kesungguhan dapat kita tilik secara
pribadi ketika beribadah semacam ini. Ibadah
minggu sangat penting saat kita datang menyembah Tuhan. Mengapa? Karena
di sepanjang hari kehidupan, kita menyembah Tuhan. Tetapi bisa saja kita sedang
memberhalakan sesuatu yangl lain dibanding Tuhan. Mungkin saja uang, karir,
kepandaian atau bahkan pengetahuan secara rohani yang kita jadikan sebagai sumber
dari kehidupan kita. Di tempat ini, ketika lagu-lagu dinaikkan dan doa
dipanjatkan adakah sungguh hati kita hanya fokus kepada Tuhan? Atau hati dan
pikiran kita masih diselimuti oleh hal-hal yang lain di luar Tuhan? Ketika kita
sedang duduk terdiam saat ini mendengarkan firman Tuhan, apakah kita sedang fokus
seluruhnya kepada Tuhan atau pikiran kita sedang terbagi pada hal-hal yang lain? Kita harus
siap mengalahkan dunia untuk kita dapat fokus pada Tuhan. Cara terbaik mengalahkan
dunia bukan dengan moralitas atau disiplin yang kuat. Tetapi cara terbaik terbaik
mengalahkan dunia adalah dengan memandang sesuatu yang jauh lebih menarik dari
dunia dan itu adalah Kristus. Ketika Kristus jauh lebih indah dari semuanya,
maka itu tidak akan menjadi alasan untuk sulit menyembah Dia tetapi ketika
dunia jauh lebih indah daripada Kristus maka
jangan bertanya lagi mengapa kita sulit sekali untuk datang kepada Tuhan dengan
penuh ketulusan dan kesungguhan hati.
Beberapa minggu lalu , anak-anak sekolah Minggu
belajar tentang Allah: Bapa yang Kekal, Raja
Damai, Penasehat Ajaib. Saya titip pesan kepada guru Sekolah Minggu agar aktivitasnya
mereka menulis tentang apa yang mereka tahu tentang Allah. Bagi mereka Allah
itu apa, siapa dan seperti apa, minta mereka untuk menulis hal-hal tersebut. Mereka
menuliskannya di kertas berbentuk hati dan pagi ini kertas itu diberikan kepada
saya. Saya mulai membaca satu per satu bagaimana anak-anak itu memahami Allah
di dalam kehidupan mereka. Bahasanya sangat sederhana. Mereka mengatakan, Dia
Penyelamat, Juruselamat, Dia Sahabat saya dll. Mereka berkata demikian dalam kertas itu.
Ada yang menulis hanya satu dan ada yang menulis banyak sekali sehingga saya bingung
mau membaca dari mana.
Kita memahami Allah seperti apa? Kita punya konsep
Allah itu seperti apa? Kalau konsep Allah kita
benar, ketika kita datang beribadah , maka kita tahu siapa kita di
hadapan Tuhan dan siapa Tuhan di dalam hidup kita. Tetapi kalau konsep kita
salah untuk mengenal siapa Allah maka kita harus terus belajar di dalam
kerohanian kita. Kita harus memilik hati yang mau menyembah kepada Tuhan.
2.
Kita harus siap mendengarkan Tuhan.
Nehemia 8 memberikan banyak petunjuk bagaimana kita
seharusnya mendengar firman Tuhan. Ezra membuka kitab itu di depan mata semua
umat karena dia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Dia berdiri di
sebuah mimbar kayu yang tinggi. Saya dibentuk dari budaya, kebiasaan gereja
tradisional yang lebih ketat. Yang boleh ada di mimbar adalah hamba Tuhan yang
akan menyampaikan firman. Altar kosong karena itu kudus. Kalau anak ada yang
main di altar maka akan dimarahi oleh jemaat. Itu tempat di mana firman
diberitakan. Pembentukan itu membawa saya sampai hari ini terus di dalam pola yang
demikian walaupun harus sedikit terbuka dengan hal-hal yang baru. Maka mimbar
itu umumnya lebih tinggi dari jemaat. Tetapi kalau si-kon seperti kita karena
ada balkon. Firman ada di posisi tertinggi. Allah harus berada di posisi yang
tertinggi. Itu simbol dan lambang yang mengajarkan jemaat. Hari ini kita
dituntut Tuhan untuk mendengarkan firman Tuhan.
Pada waktu Ezra membacakan kitab itu, semua orang bangkit
berdiri. Mereka menunjukkan rasa hormat mereka. Maka jangan heran kalau ada hamba
Tuhan (pendeta atau pengkhotbah) ketika membaca firman mengajak umat untuk
berdiri. Ketika persiapan firman Tuhan, liturgos
mengajak kita untuk beridri. Ezra memuji Tuhan yang maha besar dan semua orang
menyambut dengan sebutan,”Amin..Amin!”. Sambil mengangkat tangan kemudian mereka bersujud dan berlutut sampai
muka mereka mencium tanah. Bayangkan bagaimana Allah yang pusat ibadah itu
dihormati dan diagungkan sedemikian. Hati , tubuh dan semua bagian tubuhnya
dipersembahkan untuk Tuhan.. Kalau kita mau mendengarkan firman Tuhan, maka
kita harus memiliki kerinduan untuk itu. Kalau kita menginginkan sesuatu maka
pasti kita berjuang untuk mendapatkannya. Sama halnya dengan firman , kita harus punya satu
kerinduan yang dalam untuk terus belajar dan diajar oleh firman itu.
Orang Israel minta Ezra
untuk membacakan mereka kitab Taurat Musa. Di gereja tidak ada yang minta hamba
Tuhan untuk membacakan firman Tuhan atau membagikan firman Tuhan yang dibaca
pagi ini. Atau ketika ada firman Tuhan di sharing
di grup, apakah kita membacanya? Atau adakah kita punya waktu sedikit dalam
satu hari untuk membaca dan merenungkan firmanNya? Saya tidak sedang menghakimi
tapi sedang mengingatkan, karena saya pun ditegur melalui firman Tuhan. Prinsip
saya, sebelum berkhotbah maka saya harus belajar dan bercermin terlebih dahulu Tuhan mau apa terhadap firman. Ketika saya menyiapkan
diri, maka saya meminta tolong Tuhan untuk menyampaikan kebenaranNya.
Adanya hati yang haus dan
rindu dari umat Tuhan untuk mendengar firman Tuhan, sehingga mereka sendiri meminta
agar Taurat itu dibacakan dan diuraikan sehingga pembacaan itu dapat dimengerti
oleh jemaat dan umat Tuhan. Kalau hal itu berlangsung sampai tengah hari,
bayangkan Ezra sendirian di atas mimbar kayu yang tinggi, tugasnya hanya satu
yaitu membaca dan menjelaskan firman Tuhan. Semua umat mendengarkannya. Apakah kita
memiliki kerinduan mendengarkan firman Tuhan? Kalau kita tidak rindu dengan
firman Tuhan , maka kita sedang sakit berat secara rohani!
Kalau kita mau mendengarkan firman Tuhan, makakita harus punya
kesungguhan dalam mendengar firman Tuhan. Pada ayat 4b dikatakan, Dengan penuh perhatian seluruh umat
mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu. Penuh perhatian di sini berarti
mereka benar-benar menyimak dan fokus untuk memahami dan mengerti isi dari firman
yang diberitakan. Hal ini terjadi karena mereka memahami firman Tuhan itu sangat
penting untuk pemulihan kehidupan mereka dan masa depan mereka setelah mengalami
keterpurukan di segala bidang. Bukankah orang Israel dihukum oleh Tuhan dibuang
dan dijadikan budak di negara di tempat lain dalam kurun waktu yang sangat panjang
dan setelah itu Tuhan mengijinkan mereka kembali, menikmati kehidupan normal seperti
biasanya dan mereka mendengarkan firman Tuhan
karena firman Tuhan itu yang akan menguatkan mereka untuk menjalani hidup
mereka sehari-hari .
Adakah kita
bersukacita ketika firman diberitakan ? Adakah hati kita legowo ketika firman disampaikan? Adakah kita menerima firman itu
dengan kesungguhan hati di hadapan Tuhan? Hidup di seminari Alkitab tidak selalu
indah. Kita harus menyesuaikan dengan berbagai kegiatan. Bangun pk 4.45 dan
tidur paling lambat pk 22.30. Setiap pagi mengikuti ibadah, baik ibadah pagi maupun
ibadah malam. Dan setiap ibadah akan ada firman yang diberitakan , dan yang berkhotbah
adalah mahasiswa. Namanya mahasiswa tingkat-tingkat awal masih banyak terpaku
pada buku-buku, tafisran-tafsiran dan pendekatan-pendekatan. Saya yakin di
tingkat awal, kita susah mengikuti morning
chapel. Di auditorium para siswa masuk satu per satu dan sudah ada denah tempat
duduk. Masuk dari pintu langsung ke tempat duduk yang ditentukan dengan tenang.
Mulai ibadah pk 7.45 dan sebelumnya (pk 7.30) sudah harus duduk, sebab 15 menit
ke depan kita harus siap beribadah dan istrumen akan dibunyikan. Tenang dan
tidak ada yang bicara dan bercerita. Pemberitaan firman dimulai pk 8. Salah
seorang mahasiswa maju berkhotbah dan berkisah serta menjelaskan firman. Yang
menjadi jemaatnya pada ngantuk dan tidur. Saya pun mengantuk.
Saya duduk paling depan karena mata saya kurang bisa melihat jauh.
Jadi saya duduk paling depan dan mengantuk. Teman sebelah kiri saya juga sudah mengantuk
dan tertidur. Mahasiswa yang khotbah di depan berapi-api dan di satu titik
suaranya besar sekali sehingga mengagetkan kita. Saya terbangun dan teman saya lebih
terkejut lagi. Alkitabnya terbang! Kertas-kertasnya berserakan. Dia bingung pena-nya
ada di mana. Tidak ada yang berani tertawa. Karena kalau tertawanya lebih
kencang, akan dipanggil. Itulah kenyataannya, setelah itu teman saya dipanggil
dan ditanya,”Mengapa kamu tidur?” Ia menjawab,”Tadi malam lembur karena sedang
mengerjakan tugas untuk mata kuliah Ibrani dan Yunani.” Diingatkan,”Lain kali
jangan tertidur lagi ya?” Lalu ia menjawab,”Ya”. Dari situ saya belajar, “Kalau
hati kita tidak dipersiapkan untuk menghadap firman, maka godaan itu lebih
mudah masuk!” Bukan hanya mengantuk, maka teman yang duduk di sebelah, jam
tangan, jam dinding bisa jadi godaan (berapa lama lagi khotbahnya selesai?).
Banyak sekali godaan, tetapi kalau hati siap untuk diberkati dengan firman Tuhan,
bukan berarti kita butuh waktu yang panjang, tetapi waktu yang ada dapat kita
gunakan untuk mendengarkan firman Tuhan. Apakah kita merasa firman Tuhan itu sungguh
penting sehingga kita mau mendengarkannya dengan penuh perhatian? Kalau kita
mendengar firman Tuhan, maka kita harus mempunyai rasa hormat terhadap firman
itu. Ketika Ezra membaca kitab Taurat Musa maka semua umat mengangkat tangan
dan menjawab, “Amin… Amin..” Amin artinya pasti, sungguh dan benar. Meyakini apa yang disampaikan, didengarkan, mengimani
apa yang diwartakan, itulah amin. Jadi kalau kita berkata amin, maka lihat
konteksnya. Jangan ‘amin..amin’ sampai kita berkata ‘Amin’ tapi tidak mau
melakukan. Dengan berkata ‘amin’ berarti kita sudah sepakat dengan hal
tersebut.
Maka dikatakan sekali lagi,
mereka sujud sampai muka meyentuh tanah. Ini sikap dari orang-orang yang mau mendengarkan firman Tuhan. Ketika firman
Tuhan diberitakan maka kita harus punya kelembutan hati. Ini yang kita harus sedikit
berjuang yaitu kelembutan hati. Pada ayat 10b dikatakan semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat itu. Mengapa
mereka menangis? Karena fiman Tuhan itu sedang menilik dan mengutik-utik
kehidupan mereka. Ada firman yang menyinggung dosa dan kebiasaan buruk. Mereka sedih
akan hal itu. Mereka sadar bahwa mereka adalah pendosa di hadapan Tuhan. Kesedihan
mereka sebagai lambang penyesalan akan dosa. Inilah contoh umat yang tidak mau mengeraskan
hati. Ketika ditegur firman, mereka meresponinya dengan hati yang hancur dan penuh
penyesalan serta pengakuan dosa. Bagaimana dengan kita? Apakah kita siap ditegur
oleh firman Tuhan? Adakah tempat di hati kita untuk menyimpan firman Tuhan?
Minggu
lalu setelah ibadah 1 Januari 2019 seorang
jemaat datang. Saya tidak mengajak ngobrol tapi ia datang dan bercerita bahwa beberapa
hari ini hatinya dipenuhi dengan pertanyaan dan ada ‘kekalutan’. Saya bertanya,”Mengapa?”
Tadi pagi saya membaca renungan yang berkata ,”Adakah satu kegentaran dalam
hati? Ada ketakutan apakah saya berkenan di hadapan Tuhan? Saya takut!” Dia
berkata sambil meneteskan air mata. Saya hanya bisa menjadi pendengar setia dan
memegang bahunya. Saya berkata, “Kita sama-sama belajar. Anda belajar dan saya
juga belajar. Yang penting hati kita terbuka ketika firman menegur kita!”
Jangan sekali-kali mengeraskan hati. Kalau kita main keras-kerasan dengan
Tuhan, maka jauh lebih keras Tuhan bisa menegur kita. Tapi kalau dengan cara
yang lembut Dia mengingatkan kita, maka segeralah peka dengan teguran itu.
3.
Kita harus memiliki sukacita karena firman memberikan
kekuatan.
Setelah orang Israel merasa sedih, hancur , menyesal
dengan dosa-dosa mereka, Ezra dan Nehemia (kepala negeri dan kepala wilayah
saat itu) berkata,”Sudah. Hari ini adalah hari kudus bagi Tuhan. Pergilah! Makanlah sedap-sedapan dan minumlah
minuman yang manis-manis dan berbagilah dengan mereka yang mungkin tidak
menyediakan apa-apa.” Artinya ada sukacita, kegembiraan, kelepasan, kemenangan,
kekuatan, pengharapan dan damai sejahtera yang Tuhan berikan ketika kita mau
tunduk pada otoritas Tuhan. Inilah bukti nyata bagi kita. Kalau kita mau ikut
mauNya Tuhan, maka jangan lihat awalnya tetapi lihat akhirnya. Awal tidak
selalu menjadi bukti dari perjuangan kita tetapi akhirlah yang menentukan
apakah kita berhasil atau tidak.
Penutup
Pesan
hari ini : ketika kita merayakan ibadah kita sebagai momen di mana Allah
menjadi pusatnya, maka kita harus memiliki sikap penyembahan yang benar dan
kita harus mendengarkan firman dengan sikap yang benar. Mari kita sejenak
mengingat kembali bagaimana kehidupan ibadah kita selama ini, apakah sekedar formalitas
atau rutinitas? Adakah ibadah kita digerakkan oleh hati yang terdalam dan
menaruh rasa hormat dan kagum kepada kekuasaan Allah? Apakah Allah menjadi
pusat dari ibadah kita?
No comments:
Post a Comment