Ev. Natanael
Yeremia 23:5-6
Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman
TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah
sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di
negeri. Dalam zamannya Yehuda akan
dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang
diberikan orang kepadanya: TUHAN — keadilan kita.
Pendahuluan
Setiap kali datang beribadah di gereja,
saya selalu berpikir sebenarnya berapa banyak orang yang hari ini beribadah kepada
Tuhan tanpa mengalami halangan sama sekali? Kalau menengok keadaan dunia di
luar, kita bisa melihat ada orang-orang yang untuk datang ke gereja saja sangat susah.
Mereka datang di bawah ancaman, di dalam segala kesulitan dan berada dalam hal-hal yang berbahaya. Bahkan ada yang harus berjalan
kaki berjam-jam melewati sungai dan hutan baru sampai ke gereja. Sedangkan hari
ini kita tidak mengalami hal-hal seperti itu. Kita bisa dengan nyaman datang ke
gereja. Masalah dan tantangannya terletak bukan di luar, tetapi berada di dalam
diri kita masing-masing. Apakah kita datang ke gereja dengan motivasi untuk
mendengar firman Tuhan? Apakah saya haus dan rindu seperti rusa rindu air sungai
(Mazmur 42:2)? Jiwa saya ingin dipuaskan sehingga dengan antusias bertanya,”Apakah
firman Tuhan hari ini?” Kalau motivasinya seperti itu, hebat. Padahal di luar
sana, ada yang untuk mendengar firman Tuhan dan datang ke gereja saja, mereka harus
mempertahankan nyawa dan hidupnya. Mereka mungkin akan meninggal atau kalau
datang mereka akan dimakan bintang buas.
Tetapi mereka tidak memikirkannya. Apakah saya datang ke gereja untuk mendengar
suara Tuhan?
Hari ini kita akan membahas tema “Tuhan
Keadilan Kita”. Bicara tentang keadilan, apa yang ada di benak kita? Kalau
berkata “adil” dan “keadilan” apa yang ada dalam pikiran kita? Mungkin yang kita pikirkan adalah se-level,
sama banyak, sama rata, seimbang. Itu baru dikatakan adil. Kita juga berkata, “yang
adil dong” (adil artinya sama). Kalau dia dapat sesuatu, saya juga mendapat
yang sama. Tetapi pertanyaan-nya mungkinkah dalam kenyataan hidup kita bisa
berlaku adil sempurna? Tidak mungkin! Tidak mungkin adil dalam pengertian bisa
memuaskan semua orang . Contoh sederhana : ada orang tua memiliki 2 anak dan 1
kue tong ciu pia (kue bulan). Kalau
mau adil maka kuenya dibagi 2 potong sama besar sehingga masing-masing mendapat
setengah. Tetapi ada informasi tambahannya : usia kedua anaknya berbeda 12
tahun. Kakaknya berusia 12 tahun sedangkan usia adiknya satu bulan. Bagaimana bisa anak 1
bulan makan kue tong ciu pia? Mana bisa!
Jadi apakah adil bila dibagi sama besar? Sulit sekali melakukan adil sempurna
sehingga membuat semua orang merasa puas. Yang jauh lebih sulit lagi kalau kita
berbicara tentang pembagian warisan. Ada yang berkata,”Wah, dia “bukan anak
kami”, mengapa dia medapat bagian?” atau “Tidak adil! Saya kan kakak tertua. Saya
seharusnya mendapat lebih banyak.” Lalu adiknya yang paling kecil menjawab,”Memang
koko adalah anak yang paling tua, tetapi yang merawat papa adalah saya (anak
paling kecil)”. Akhirnya terjadi keributan antara saudara. Bicara tentang keadilan,
sungguhkah kita bisa melakukan seadil-adilnya? Kita tidak hanya bicara orang-orang
di luar gereja, tetapi juga di dalam gereja sendiri yakni hamba Tuhan dan
majelis. Yang satu begitu rajin dan yang lain NATO (no action talk only), ,hanya bicara saja tetapi tidak bekerja. Sehingga
ada yang berkata,”Saya nih rajin!”. Bicara tentang kerajinan saja, kita dalam
konsep “Iya…ya.. betul ya?”. Tidak bisa! Dalam Pengkhotbah 3:16 dikatakan Ada
lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat
ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situpun terdapat ketidakadilan.
Yang benar jadi salah dan sebaliknya, yang penting ada uang. Bersyukurlah dengan
ada KPK dan presiden yang baik, sehingga hal ini sedikit lebih reda.
Bagaimana Agar Bisa Mempraktekkan Sikap Adil dalam Hidup
Kita?
1. Kita harus
sadar bahwa kita orang berdosa yang tidak mungkin melakukan keadilan dengan
sempurna.
Rasul Paulus mengatakan dalam 2 Kor 5:16a Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut
ukuran manusia. Sumber keadilan itu berdasarkan bukan dari diri manusia
tetapi di luar manusia. Berbicara tentang keadilan, mari kita berpikir bahwa kita
manusia berdosa tidak mungkin melakukan keadilan dengan sempurna. Sehingga
Rasul Paulus dalam ayat berikutnya berkata, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama
sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (ayat 17). Di dalam
Kristulah kamu adalah ciptaan yang baru yang tidak lagi melihat seseorang dengan
ukuran manusia, tetapi di dalam Kristus. Di dalam Kristus berarti Kristuslah
yang menjadi satu-satunya standar di mana kita mengambil keputusan. Bukan lagi
berdasarkan diri saya karena diri saya berdosa. Satu-satunya standar saya
mengambil keputusan adalah Kristus. Selanjutnya Rasul Paulus mengatakan bahwa
mereka tidak lagi hidup dengan diri sendiri, tidak lagi kepentingan diri
sendiri tetapi kepentingan orang lain juga. 2
Kor 5:15 Dan Kristus telah mati untuk
semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. Berapa
banyak kita memikirkan kepentingan orang lain dibanding kepentingan diri
sendiri? Kalau untungnya lebih banyak ke saya, baiklah akan saya jalankan.
Kalau coan-nya besar, saya mau (yang
lain masa bodo). Berapa banyak kita pikirkan kalau orang lain bagaimana? Adakah kita berpikir seperti
itu? Tidak lagi mementingkan diri sendiri tetapi orang lain. Kalau kita berada
dalam tahap seperti itu, kita sadar bahwa kita manusia yang berdosa. Manusia
yang dilahirbarukan oleh Allah, menyatakan keadilan Allah di dalam diriNya.
Allah senang kalau manusia bisa berbagi (share).
Kita harus menyadari bahwa yang pertama adalah mintalah keadilan dari Tuhan. “Tuhan,
saya tahu saya adalah orang yang berdosa dan tidak bisa bersikap adil dengan sempurna, saya mohon Tuhan menjadi
sumber keadilannya.” Di dalam Alkitab banyak contoh tentang ketidakadilan. Salah
satunya adalah Yusuf.
Kalau
diperhatikan perjalanan Yusuf dan kita diberi kesempatan seperti Yusuf untuk
bisa membalas kejahatan saudara-saudaranya , maka di dunia ini hal seperti itu
adalah hal yang lumrah (dulu kamu membuang dan menganiaya saya, sekarang saya
sudah jadi tuan dan penguasa di Mesir). Apalagi Alkitab mengatakan, “Kamu tidak
tahu siapa saya sekarang.” Ia adalah adiknya yang sudah menjadi penguasa di
Mesir. Dalam kemanusiaan kita, mungkin ini adalah kesempatan. Dengan posisi
seperti itu, kalau saya menitahkan seseorang untuk dibunuh, maka ia akan dibunuh
atau seseorang saya suruh untuk dipenjarakan, maka ia akan dimasukkan ke
penjara. Kakak Yusuf sampai memohon-mohon. Tetapi Yusuf mengatakan, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat
terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan
maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup
suatu bangsa yang besar” (Kejadian 50:20). Sewaktu Yusuf menghadapi
ketidakadilan, ia tidak berkata,”Tuhan engkau tidak adil!”. Dia tetap dengan
rela dan tulis hati melakukan semuanya itu. Dia melihat ada campur tangan Tuhan
berarti ia menyerahkan ketidakadilan ini kepada Tuhan. Ia melihat campur tangan
Tuhan di dalam hal ini. “Kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku,
tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan
seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang
besar yaitu Israel!”. Berapa banyak orang yang berpikir seperti Yusuf? Kalau
bukan di dalam tangan Tuhan, mustahil Yusuf bisa melakukan hal ini. Berapa
banyak dari kita semua yang menyerahkan ketidakadilan pada Tuhan? Menyadari
bahwa kita adalah manusia bedosa. Itu adalah hal pertama yang bisa kita
pelajari. Sadarilah bahwa diri kita berdosa dan tidak mungkin melakukan
keadilan yang sempurna.
2. Keadilan
Allah bersumber dari sifat Allah sendiri.
Yeremia 23:5-6 Sesungguhnya, waktunya akan datang,
demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia
akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan
kebenaran di negeri. Dalam zamannya Yehuda
akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang
diberikan orang kepadanya: TUHAN — keadilan kita. Perkataan “Aku akan menumbuhkan” berarti sumbernya
adalah Allah. Sifat keadilan Allah bersumber dari kebenaran dan sifat Allah itu
sendiri. Kalau diperhatikan secara jujur kita sering mengeluh dalam hidup ini.
Tidak terkecuali hamba Tuhan. Apa yang dikeluhkan itu pasti hal yang
menyedihkan. Mengapa saya menderita sakit ini? Kenapa bukan dia? Herannya kalau
mendapat keuntungan, kita tidak mengatakan hal yang sama (mengapa hoki ini
datang ke saya bukan ke dia?). Itu saja menunjukkan ketidak-adilan karena manusia
tidak adil. Mengapa kalau penderitaan datang kita bertanya,”Mengapa saya? Mengapa
bukan musuh saya? Mengapa bukan orang yang menyebalkan saya, mengapa saya?”
Yang lebih parah lagi, kita melihat musuh lebih makmur sehingga kita merasa lebih
sakit hati lagi. Dongkolnya berlipat ganda (sudah sakit dan tidak punya uang
tetapi musuh yang membuat kesal malah sehat dan enak-enakan. Tuhan tolong
pindahkan sakit ini ke dia). Berapa banyak kita berpikir, “Tuhan , mengapa
berkat ini datang ke saya?” Hari ini kita bisa makan bahkan memilih makakan.
Pulang dari kebaktian, kita bisa memilih makanan laut (seafood) karena sudah bosan makan bakmi. Tetapi berapa banyak dari
kita yang makan hanya sehari sekali dan itu pun apa adanya. Bisakah kita
berkata, “Tuhan berapa banyak hari ini orang yang kelaparan? Berkati mereka juga
seperti Tuhan memberkati saya.”?
Saya orangnya baper (bawa
perasaan). Kalau saya sedang menikmati makanan yang enak, jangan ada di hadapan
saya orang yang memelas. Karena kalau hal itu terjadi, maka langsung selera
makan saya turun sehingga saya tidak enak makan lagi. Sekali waktu saya diajak
makan oleh seorang asuk-asuk di gereja saya. Dia senang makan. Di Pasar Baru
ada makanan yang enak. Sewaktu mengaduk makanan, dia berkata, “Pak Natan,
sebenarnya hidup saya lagi kesepian.” Asuk-asuk usianya hampir 80 tahun. Mendengar
pernyataannya, langsung selera makan saya turun. Dalam hati saya berkata, “Tuhan
bisakah saya jadi penghibur baginya?”
Sumbernya dari Allah. Dia
melakukan kebenaran. Apakah kita tunggu sampai terpojok dalam hidup baru mencari
Dia? Apakah kita tunggu hingga datang kesulitan baru datang kepadaNya? Apakah
kita terlebih dahulu berdoa kepadaNya dibandingkan dengan pengalaman bisnis dan
pengalaman hidup kita? Apa yang dilakukan oleh Daniel ketika ia tahu bahwa
semua orang bijaksana akan dihabiskan dan dibunuh oleh raja? Daniel tidak
mengeluh. Dia tidak datang kepada raja minta tolong untuk dibatalkan seperti “Please,
kami akan benar-benar mencari tahu apa yang tuanku raja inginkan.” Firman Tuhan
katakan bahwa dia tetap datang kepada Tuhan dan berdoa kepada Tuhan tiga kali.
Dia tidak peduli dengan keputusan raja. Dia tidak takut dengan keputusan raja.
Ia datang kepada Tuhan menghadap Yerusalem. Berapa banyak di antara kita yang
begitu menghadapi masalah, merasakan ketidakadilan dan terpojok, lalu kita
mengajak keluarga kita (istri, suami, anak),”Tolong bantu papa-mama berdoa
bersama-sama?” Berapa banyak? Ini satu hal yang harus kita sadari bahwa Allah
adalah sumber keadilan dan kebenaran.
Setiap kali dalam pelayanan menemui
jalan buntu, saya selalu teringat firman Tuhan. Engkau adalah penasehat yang
ajaib (Yesaya 9:5). Kalimat itu selalu dalam otak saya. Engkau adalah penasehat
yang ajaib. Lawyer saya yang ajaib. Kata
“ajaib” yang membuat saya berkata, “Terus Tuhan”. Saya menangani komisi anak
dan komisi usia indah. Kadang-kadang saya mengalami kesulitan. Usia saya jauh
di bawah mereka. Tetapi saya ingat, “Tuhan engkau adalah penasehat yang ajaib”.
Mari berseru kepada Tuhan, Dialah sumber keadilan. Berapa banyak dari kita yang
mengarahkan hati, minta didoakan mu-shi
atau cuang dao? Mungkin waktu
didoakan masalah tidak langsung selesai. Tetapi Dia berjanji bersama kita di
dalam masalah dan kesulitan kita. Dia berjanji untuk menghibur dan memberi
kesangupan dan kekuatan dalam melewati masalah kita.
Nabi Nehemia juga sama. Ketika
mendengar bahaa kota Yerusalem porak poranda dan hancur, dia datang kepada
Tuhan dan berdoa ,”Tuhan tolong. Yerusalem hancur. Saya mau ke sana untuk membangunnya
kembali.” Apa yang kita lakukan? Ini tantangan untuk kita. Apakah kita
mengarahkan hati kita? Begitu kita mendapatkan masalah dan ketidakadilan
berserulah, “Tuhan tolong saya”.
3.
Keadilan Tuhan membuat kita memiliki harapan.
Keadilan Tuhan memastikan bahwa kita berada dalam tanganNya.
Keadilan Tuhan memastikan kita memiliki kekuatan karena semua itu dilakukan oleh Kristus. 2 Kor 5:21
Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita,
supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah. Dia – nya adalah Kristus. Jadi
bicara tetang keadilan, kita mengarahkan hati kita kepada Tuhan, keadilan
menjadi kepastian kita. “Tuhan, saya sudah mengarahkan hati saya. Saya sadar bahwa
diri saya berdosa dan berada dalam pegangan tanganMu” karena yang melakukan
semuanya adalah Kristus. Nabi Yeremia menubuatkan bahwa suatu kali Yehuda akan kembali
muncul. Hal ini dilakukan oleh karena kerajaan Yehuda sudah tidak lagi
menyembah kepada Tuhan, Allah yang benar sehingga hancur. Maka Tuhan
menjanjikan akan menumbuhkan tunas Daud, dan Dia akan melakukan semuanya, yaitu
Kristus. Kalau diperhatikan hal yang berikutnya, “Milikilah pengalaman bersama
Tuhan”
Contoh
sederhana, kalau saya tidak punya kasih tidak mungkin kita bisa memberi kasih.
Kalau kita tidak mengalami Tuhan, bagaimana mungkin membagikannya kepada orang
lain untuk memiliki pengalaman besama Tuhan. Tetapi kalau saya memiliki kasih kepada
Tuhan dan pengalaman dengan Tuhan, saya bisa membagikannya. Nama-nama dari
Allah seperti Yehova Rapha, Yehova Jireh adalah nama-nama yang diberikan oleh
orang-orang yang telah memiliki pengalaman bersama Tuhan. Yehova Nissi (Allah yang
Perkasa, Panji keselamatan) karena Ia yang berperang bagi saya. Kalau tidak ada
pengalaman seperti ini, bagaimana kita bisa melalui ketidakadilan lalu mengatakan
“Tuhan itu keadilan”. Tidak mungkin karena kita tidak memiliki pengalaman.
Datang ke gereja bukan sekedar untuk absensi. Tetapi saya orang Kristen. Saya datang
ke gereja, saya merindukan pengalaman dengan Tuhan. Apa yang disampaikan, mau
dipraktekan dalam bisnis, keluarga dan pergaulan saya. Itulah orang yang
memiliki pengalaman.
Tentukan
siapa yang menguasai hidup kita. Siapakah yang menjadi raja dalam hidup kita?
Uangkah? Jabatankah? Atau apa? Terlalu banyak dari kita mungkin berpatokan kepada
hal-hal yang demikian. Banyak uang dapat jabatan. Kalau tidak ada uang tidak dapat jabatan, kalau begitu
sandarkan pada uang saja. Siapa yang menjadi raja dalam hidup kita? Setelah
memiliki pengalaman, jadikahlah Kristus sebagai raja kita. Nabi Yeremia menegur
bangsa Israel yang berubah sikap karena tidak lagi menyembah pada Allah yang
benar tetapi pada ilah yang palsu. Kata “ilah” diartikan kosong atau menjaring
angin, usaha yang sia-sia. Tidak bisa kita mengumpulkan angin dengan jaring. Menyembah
ilah adalah usaha yang sia-sia tetapi merajakan Kristus adalah sumber keadilan.
4. Lakukanlah
seperti Kristus telah melakukan.
Jangan mengambil hal-hal yang di luar Kristus lakukan.
Bagaimana Dia melakukan kepada orang-orang yang tidak adil kepadaNya bahkan sampai
mati di kayu salib. Bahkan di kayu salib, Tuhan
Yesus berdoa, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang
mereka perbuat.” (Lukas 23:34). Stefanus juga sama. "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di
sebelah kanan Allah." (Kisah 7:56) dan "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah
7:58) . Sungguh luar biasa. Siapa orang yang mengatakan hal itu kalau bukan anak Tuhan yang mencintai Tuhan,
kalau bukan anak Tuhan yang merajakan Tuhan? Kalau bukan Tuhan yang bertahta
dalam hidupNya, tidak mungkin kata-kata itu keluar dari mulutnya. Itulah
keadilan dari Tuhan. Milikilah pengalaman dengan Tuhan. Ada lagu Sekolah Minggu
berjudul Sdikit Demi Sedikit yang
liriknya : S’dikit demi sedikit, tiap
hari tiap sifat, Yesus mengubahku, Dia ubahku, sejak ku t’rima Dia, hidup dalam
anug’rahNya. Yesus mengubahku. Ref : Dia ubahku, o.. Juruslamat, ku tidak
seperti yang dulu lagi Meskipun nampak lambat, Dia mengubahku sampai aku menerima
mahkota di sorga. Hari ini kita belajar apa, ya Tuhan? Bila hari ini kita
belajar mengampuni maka lakukanlah. Allah telah mengampuni kita. Hari ini kita
belajar apa? Misalnya hari ini saya belajar mengasihi, karena Allah sumber
kasih kita. Kalau itu ada, mari kita sama-sama berjuang. Mari kita jadikan Dia sebagai
sumber kebenaran dan keadilan kita.